Page 37 of 203 Dalam hal ini, Seren Taun bukan hanya komunitas ADS saja yang mengikuti. Hal ini karena hakikat keberadaan Upacara adat Seren Taun merupakan tuntunan bagi siapapun, suku bangsa, dan agama apapun yang mau bersama-sama bersyukur kepada hakekat Ketuhanan Yang Maha Esa. Keadaan ini perlu diungkapkan ka- rena memang pada kenyataannya Upacara Seren Taun meskipun merupakan tradisi upacara ritual masyarakat Sunda (di Cigugur), tetapi dalam pra dan pelaksanaannya melibatkan berbagai elemen masyarakat Cigugur khususnya dan daerah lainnya tanpa membedakan keyakinan agama, suku, golongan dan se- bagainya. Di satu sisi tentunya dalam mendukung pengembangan pariwisata dae- rah dan nasional, maka adanya upacara Seren Taun di Cigugur ini sekaligus juga merupakan Kalender Even nasional untuk kunjungan wisata budaya dan wisata alam. Komunitas sangat menjunjung kerukunan dalam kehidupan berbangsa.
Oleh karena itu, Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa sangat patuh dan taat terhadap program-program yang diusung oleh pemerintah, di mana peran pupuhu atau ketua penghayat memiliki peranan yang besar untuk menggerakan para penganutnya dalam menjalankan program pemerintah.45 Penutup
Komunitas ADS di Cigugur merupakan komunitas yang menganut aliran ke- percayaan. Seperti pada umumnya, tentunya sebuah komunitas memiliki pem- impin yang mengatur suatu kelompok dan mengontrol kehidupan kelompok terse- but agar menjalani nilai dan norma dalam masyarakat dengan baik.
Page 38 of 203 Pemimpin atau yang kerap disebut pupuhu adat dalam komunitas ADS di Cigugur ini sudah mengalami tiga kali pergantian pemimpin. Mulai dari pemimpin Pangeran Madrais, Tedja Buana, Pangeran Djati Kusuma, dan calon pemimpin yang akan menggantikan Pangeran Djati Kusuma yaitu Pangeran Gumirat. Pupuhu dalam komunitas ADS merupakan putera dari pemimpin sebelumnya dan akan selalu seperti itu yakni turun temurun menjadi pemimpin dalam komunitas ADS.
Setiap pupuhu memiliki karakteristik yang berbeda untuk mengatur kehidupan masyarakat komunitas ADS. Pupuhu adat dibantu dengan adanya ais pangampih yaitu kaki tangan pupuhu untuk membantu pupuhu dalam koordinasi dengan rakyat. Melalui kepemimpinan masing-masing pemimpin di setiap masanya, ten- tunya memiliki hubungan yang baik dengan elemen sekitar masyarakat komunitas ADS di Cigugur baik internal maupun eksternal. Hubungan tersebut terjalin dengan baik karena adanya pengawasan dan koordinasi dari pupuhu serta ais pangampih dengan pemerintahan, rakyat komunitas ADS maupun luar ADS. Masyarakat komunitas ADS di Cigugur berharap akan toleransi keberagaman agama yang di- anut setiap masyarakat Cigugur dengan ketenangan praktek religius di kehidupan sehari-hari tanpa adanya intoleransi.
Page 39 of 203 Daftar Pustaka
Makalah ”Perspektif budaya spiritual adat karuhun urang pengahayat ke- percayaan terhadap tuhan yang maha esa tentang kepemimpinan bangsa indone- sia dalam analisis wacana potret krisis multi dimensi bangsa” oleh Ira In- drawardana
Nushiron M. Nuh, “Paham Madrais/Adat Karuhun Urang (AKUR) Di Cigugur Kuningan: Studi tentang Ajaran, dan Pelayanan Hak-Hak Sipil”, Jurnal Multikultural dan Multireligius, Vol. X
Ira Indrawardana, “Perspektif Buaya Spiritual Adat Karuhun Urang Penghayat Ke- percayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tentang Kepemimpinan Bangsa In- donesia Dalam Analisis Wacana Potret Krisis Multi Dimensi Bangsa”
George Ritzer dan Douglas J. Goodman, “Teori Sosiologi dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern”, (Bantul : Kreasi Wacana, 2012)
http://m.kompasiana.com/piusnovrin/konsep-tuhan-dalam-agama-djawa- sunda_550ecef4813311c72cbc64a2
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34834/4/Chapter%20II.pdf http://a-research.upi.edu.pdf
http://pendis.depag.go.id/index.php?a=artikel&id2=perandepagnationstate http://respository.uinjkt.ac.id.pdf –Faturrahman
Page 40 of 203 Bab 3
Sekolah sebagai Sarana Penguat Hubungan Siswa Beragama: Studi Kasus di SMP Tri Mulya, Bina Cahya dan Yos Sudarso
Anggun P.S, Dendi Pernanda. Z, Fanny Handayani, Nida Syarifah, Sifa A. Zulfia Pendahuluan
Pendidikan adalah salah satu program pemerintah dalam meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Pendidikan tidak hanya untuk kalangan tertentu atau wilayah tertentu, pendidikan dapat dirasakan dimana saja dan kapan saja serta melalui media apa saja. Pendidikan merupakan hak anak Indonesia sesuai pasal 31 ayat 1 “setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”. Setiap anak Indonesia berhak mendapatkan pendidikan dan tidak membeda-bedakan secara fisik, suku dan juga agama. Negara Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri dari beraneka ragam masyarakat, suku bangsa, etnis, kelompok sosial, ke- percayaan, agama, dan kebudayaan yang berbeda-beda dari daerah satu dengan daerah lain yang memperkaya khasanah budaya Indonesia. Keanekaragaman ter- sebut merupakan kekayaan dan aset yang sangat berharga.
Penelitian ini ingin menjelaskan tentang hubungan antar siswa yang beragam aga- manya di sekolah-sekolah antara lain SMP Tri Mulya, Bina Cahya, dan Yos Su- darso. Sekolah menjadi tempat anak-anak untuk bergaul atau melakukan interaksi sosial di dalam perbedaan agama. Interaksi sosial antar siswa berbagai agama selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain. Dalam bergaul, berbicara, bersalaman, bahkan bertentangan sekalipun kita memerlukan orang lain. Dalam bergaul dengan orang lain selalu ada timbal balik atau melibatkan dua belah pihak. In- teraksi adalah proses dimana orang-orang saling berkomunikasi.46 Seperti diketahui bahwa dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari hubungan satu dengan yang lain.
Dalam pelaksanaannya interaksi sosial dapat menimbulkan kerjasama dan dapat juga menimbulkan persaingan maupun konflik. Dari keberagaman agama tersebut, maka proses interaksi sosial yang terjadi di sekolah akan melibatkan pihak-pihak yang mempunyai latar belakang agama yang berbeda-beda. Dengan keberaga- man agama tersebut dapat memungkinkan terjadinya kerjasama, konflik atau kesalahpahaman diantara siswa. Oleh karena itu, pentingnya interaksi antar siswa berbeda agama agar dapat menumbuhkan sikap keterbukaan, toleransi, menerima perbedaan, menghargai satu sama lain, serta siswa tidak terpecahkan karena perbedaan tersebut, tetapi bergaul atau bersatu karena adanya perbedaan.
Namun, masih terdapat dampak negatif akibat dari keanekaragaman tersebut. Se- bagai bangsa yang multikultur, para leluhur sudah menyadari akan pentingnya sal- ing menghormati dan saling menghargai antarsesama walau berbeda. Hal ini tercermin dalam semboyan negara kita “Bhinneka Tunggal Ika”. Sehingga, keber- samaan dalam perbedaan menjadi bagian yang harus tetap dipertahankan dalam kehidupan setiap individu di negeri ini. Kebersamaan dalam perbedaan dapat ter- wujud dengan sikap saling menghargai dan menghormati dalam kehidupan sosial.
46 Tri Martha Doloksaribu, et,al., “Pola Interaksi antar siswa berbeda Agama : Kasus pada kelas X di SMA Negeri 2 Pontianak”, Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Untan, Pontianak, hlm. 2
Page 41 of 203 Perbedaan disikapi sebagai sebuah keniscayaan, bahkan bagian dari sunatullah (given).47 Kebudayaan merupakan akar dari multikulturalisme. Multikulturalisme terdiri dari kata “multi” yang berarti plural dan kulturalisme yang berisi pengertian kultur atau budaya. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara kebudayaan.48
Siswa SMP Tri Mulya, Bina Cahya, dan Yos Sudarso di Cigugur, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat terdiri dari siswa/siswi yang multikultural dengan keanekaragaman agama. Sebagian siswanya beragama Islam, sebagian lagi be- ragama Kristen Katolik, Protestan, Budha dan di antara mereka ada juga yang menjadi penganut ajaran Sunda Wiwitan atau sering disebut Agama Djawa Sunda (selanjutnya disingkat ADS). Perbedaan yang terjadi tidak menjadikan mereka ha- rus pecah dan saling bermusuhan, karena bagi mereka semuanya adalah saudara, semuanya beragama hanya caranya yang berbeda.
Teori fungsional melihat kebudayaan sebagai suatu bentuk yang kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sistem sosial yang terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya, setiap saat mengikuti polapola tertentu berdasarkan adat dan tata ke- lakuan, bersifat konkret dan terjadi di sekeliling.49 Dalam hal ini kebudayaan menentukan situasi dan kondisi bertindak, mengatur dengan sistem sosial berada dalam batasan sarana dan tujuan, yang dibenarkan dan yang dilarang.
Kerukunan antarumat beragama di tengah keanekaragaman sosial dan budaya merupakan aset dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Ber- beda dengan daerah lainnya di Indonesia, keberagaman dalam masyarakat Cigugur tidak pernah menimbulkan konflik yang berarti. Isu sara yang menjadi penyulut api perpecahan tak pernah terlihat. Masyarakat hidup dengan sikap tol- eransi yang mengesampingkan kepentingan pribadi dan golongan. Masyarakat saling menghargai satu sama lain. Dan antar siswa di berbagai sekolahpun seperti itu, mereka menjunjung tinggi sikap toleransi. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain, ka- rena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa memer- lukan orang lain. Di dalam kehidupan seharihari manusia sebagai makhluk sosial tentu saja tidak akan lepas dari pendidikan, mulai dari pendidikan dasar, menen- gah, sampai pendidikan tinggi. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang for- mal yang terdiri dari siswa-siswi yang memiliki latar belakang agama yang ber- beda-beda dan perbedaan tersebut menuntut mereka harus bergaul atau ber- interaksi dalam mengikuti pendidikan yang dilaksanakan di sekolah.
Melalui lembaga pendidikan anak diasah kecerdasannya. Akan tetapi, selain po- tensi akademik dengan pola-pola penyerapan ilmu pengetahuan, seorang anak didik juga dibina untuk memiliki moralitas yang baik. Untuk itu di dalam dunia pen- didikan ditanamkan pendidikan moral keagamaan agar menjadi insan yang cerdas
47 Syaripullah, “Kebersamaan dalam Perbedaan: Studi Kasus Masyarakat Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat”. Sosio Didaktika, Vol. 1, No. 1 Mei 2014, hlm 65.
48 Parsudi Suparlan, “Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural”. Antropologi Indonesia 69 tahun, 2002.
49 Syaripullah, op.cit. hlm 65
Page 42 of 203 dan memiliki moral. Seorang anak akan mengalami perubahan dalam perilaku so- sialnya setelah dia masuk ke sekolah. Di sekolah, anak tidak hanya mempelajari pengetahuan dan keterampilan, melainkan sikap, nilai dan norma sosial sehingga sekolah dapat mempengaruhi kepribadian seorang anak. Selain itu, di sekolah di- ajarkan pula tentang tata krama pergaulan yang ada di dalam kehidupan masyara- kat. Atas dasar pemikiran tersebut, tema Sekolah sebagai Sarana Penguat Hub- ungan Siswa Beragama Studi kasus di SMP Tri Mulya, Bina Cahya, dan Yos Su- darso menarik untuk diteliti.
Deskripsi Lokasi Persebaran ADS di Tiga Sekolah Kawasan Cigugur
Institusi pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam suatu konste- lasi sistem kehidupan bermasyarakat yang lebih besar. Pendidikan di sekolah se- bagai institusi formal dibutuhkan oleh masyarakat tidak hanya untuk mentransfor- masikan ilmu pengetahuan umum semata, namun ia dibutuhkan secara sosial un- tuk menciptakan generasi-generasi baru yang akan meneruskan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat bersangkutan.
Nilai-nilai dan keyakinan yang dianut oleh masyarakat tersebut diinternalisasikan kepada generasi-generasi muda melalui proses sosialisasi di sekolah. Sejalan dengan hal tersebut Durkheim melihat pendidikan sebagai sebuah metode sosial- isasi orang dewasa kepada generasi muda. Menurutnya, anak-anak mereproduksi berbagai norma sosial dan model kultural dari generasi sebelumnya yang di trans- misikan melalui nilai kepada generasi muda. Lebih lanjut, Durkheim menjelaskan bahwa pendidikan mencakup berbagai pengaruh yang dilakukan oleh orang de- wasa pada anak-anak muda yang belum siap menghadapi kehidupan sosial.50 Kota Cigugur, Kuningan, Jawa Barat merupakan titik sentral dari perkembangan ADS. Terdapat satu bangunan di kawasan Cigugur yang menjadi pusat ADS. Ge- dung tersebut bernama Paseban Tri Panca Tunggal yang telah diakui sebagai Cagar Budaya Nasional pada tanggal 14 Desember 1976.51 Sebagai sebuah Cagar Budaya Nasional, Paseban Tri Panca Tunggal juga sering disebut sebagai keraton yang berada di Cigugur. Nama Paseban sendiri adalah tempat berkumpul dan bersyukur dalam melaksanakan ketunggalan selaku umat Gusti Hyang Widi Wasa. Kata tri bermakna tiga unsur, yaitu sir, rasa, dan pikir. Sedangkan panca atau lima bermakna lima unsur panca indra dalam menerima keagungan Tuhan Yang Maha Tunggal (Esa).52 Kata tri pula digunakan sebagai nama sekolah di Cigugur dan merupakan salah satu institusi pendidikan yang dimiliki oleh komuni- tas ADS.
Di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat terdapat sekolah yang dikhususkan untuk siswa penganut ADS yaitu Sekolah Menengah Pertama (selanjutnya disingkat SMP) Tri Mulya. SMP Tri Mulya berlokasi di Jl. Raya Sukamulya, Cigugur, Kuningan, Jawa Barat tepat berada di sebelah barat museum Tri Panca Tunggal. SMP Tri Mulya merupakan satu-satunya layanan pendidikan formal yang secara khusus di- tunjukan bagi siswa ADS. Hal ini bertujuan untuk memfasilitasi peserta didik yang berasal dari keluarga keturunan ADS agar mampu untuk meneruskan pendidikan sesuai dengan iklim budaya dan nilai-nilai leluhur yang dianut oleh komunitas ADS.
50 Rakhmat, Hidayat “Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim”. (Jakarta: Raja Gravindo Persada), hlm 90-91
51Syaripullah, Vol. 1, No. 1, Op.Cit, hlm. 70
52Ibid
Page 43 of 203 Selain itu keberadaan SMP Tri Mulya sekaligus merupakan jawaban dan pela- yanan pemerintah terhadap hak yang sama bagi warga negara untuk mendapat- kan pendidikan sesuai dengan yang tercantum dalam UUD pasal 28C ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Menyusul pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Usaha kami selaku tim peneliti dalam memetakan beberapa sekolah yang menjadi lokasi persebaran siswa ADS yaitu selain Tri Mulya, adalah SMP Yos Sudarso dan PKBM Bina Cahya yang didirikan oleh komunitas gereja katholik St. Carolus. Ketiga sekolah tersebut berada dalam satuan jenjang pendidikan SMP yang masing-mas- ing mewakili karakteristik nilai keagamaan dan kultur dominan masyarakat sekolah yang berbeda-beda.
SMP Tri Mulya dibangun sekitar tahun 1959 dibawah naungan Yayasan Tri Mulya.
SMP Tri Mulya merupakan sekolah yang secara khusus ditunjukkan bagi anak- anak peserta didik yang berasal dari keluarga keturunan ADS, sehingga dominasi peserta didik ADS akan terlihat dibandingkan dengan peserta didik yang menganut agama lain, dan SMP Tri Mulya pun tidak secara ketat membatasi calon peserta didik yang beragama lain untuk bisa bersekolah disana. Sebagai satu-satunya sekolah yang diperuntukkan bagi siswa ADS, sudah tentu mata pelajaran, konten- konten materi lainnya serta kultur yang ada di sekolah SMP Tri Mulya mengandung unsur-unsur nilai keagamaan yang berasal dari komunitas ADS, sama halnya dengan sekolah-sekolah yang mengadopsi nilai-nilai keagamaan lainnya seperti pesantren dengan kultur islamnya yang kuat.
Beberapa murid Non ADS yang memiliki latar belakang agama islam atau katolik terdaftar menjadi siswa di SMP Tri Mulya, dengan kultur budaya yang berbeda para siswa Non ADS beradaptasi sesuai dengan kebutuhannya. Tidak ada kedudukan dan tindakan yang membeda-bedakan diantara keduanya, hanya me- mang pembelajaran untuk mata pelajaran tertentu yang membuat keadaan dan posisi siswa Non ADS di SMP Tri Mulya seakan akan seperti didominasi meskipun pada realitasnya kondisi tersebut bukan secara sengaja difokuskan untuk men- dominasi hanya saja merupakan bagain dari proses pencapaian tujuan yang dikhususkan.
Pembelajaran yang religius berlandaskan pemahaman mengenai ADS sebagai agama lokal diturunkan menjadi satu mata pelajaran umum yaitu Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, didalamnya mempelajari pemahaman tentang ke- percayaan ADS berkaitan dengan landasan kepercayaannya, rukun-rukun agama hingga ritual ibadah keagamaannya. Yang penting untuk dipahami adalah siswa keturunan ADS tidak seluruhnya bersekolah di SMP Tri Mulya. Beberapa dian- taranya tersebar di sekolah-sekolah di kawasan Cigugur, Kuningan meskipun dengan kuantitas yang sangat sedikit sehingga seringkali menjadi minoritas di sekolah tersebut.
Page 44 of 203