• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tetapi ia termasuk dari golongan orang yang setiap merenung dan menyendiri, atau bersamadi di relung hikmah, dan membaktikan hidupnya untuk mencari hakikat dan keyakinan, menemukan dirinya dalam suatu wujud yang padu, penuh dengan sari hayat dan gairah kehidupan.

Dan

Abu

Darda' Radhiyallahu

Anhw ahli

hikmah yang besar di zamannya

itu,

adalah seorang insan yang telah dikuasai oleh kerinduan yang amat sangat untuk melihat hakikat dan menemukannya.

Karena ia telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan iman yang teguh, maka ia merasa yakin bahwa iman

ini

dengan segala tindak lanjutnya berupa kewajiban dan pengertian, merupakan jalan yang utama dan satu-satunya untuk mencapai hakikat itu.

Demikianlah ia tetap

berpegang dan secara

bulat

menyerahkan dirinya kepada Allah sepenuh hati, dengan petunjuk dan kebesaran jiwa, ditempanya kehidupan ini sesuai dengan garis kehidupan dan patokannya.

Ia terus menelusuri jejak hingga akhirnya menemukannya dan berada di atas

jalan lurus

hingga mencapai

tingkat

kebenaran yang teguh dan menempati kedudukan yang tinggi beserta orang-orang yang benar secara sempurna, yakni

di

saat ia menyeru Tuhannya dengan membaca ayat,

@4i-, l, CutGqi, ;i$ d,{.P'ot,#

Irrr:pu!t]

"Sesungguhfiya shalotku dan ibadahku, hidup dan matiku, hnrrya

wtuk

Allah semata, Tuhnn alnm semesfa, (AI-An'amz L62).

Abu Darda'

dalam melawan hawa nafsu dan mengekang dirinya untuk memperoleh mutiara batin yang sempurna telah mencapai tingkat yang tertinggi, tingkatan tafani rabbani -memusatkan fikiran, perhatian dan amaliahnya kepada pengabdian- menjadikan seluruh kehidupannya sema-

ta bagi Allah Rabbul'alamin.

Dan sekarang, marilah kita mendekati ahli hikmah dan orang suci itu! Tidakkah anda perhatikan sinar yang bercahaya di sekeliling keningnya?

Dan tidakkah anda mencium bau semerbak yang

tertiup

dari arahnya?

Itulah dia cahaya hikmah dan harumnya iman! Dan sesungguhnya iman dan hikmat telah bertemu pada laki-laki yang rindu kepada Tuhannya ini, suatu pertemuan bahagia, kebahagiaan yang tiada taranya.

Pernah ibunya ditanyai orang, tentang amal yang sangat disenangi Abu Darda,lalu dia menjawab, "Thfakur dan mengambil i'tibar atau pelajaran!"

90 107 Sohobat Nobi

Sungguh benar, ia telah meresapi dengan sempurna firman Allah di dalam ayat-ayatnya yang tidak sedikit,

[r,;,r-r] @ -6$ d'rL-b:;t

"Hendaklnh kamu mengambil ibarat

lpuhioran,'

perbandingan dan sebagainya- wahai orang-orang yang mempunyai

fikiran!" (Al- Hasyr:2).

Ia selalu mendorong kawan-kawannya untuk merenung dan memikir- kan, kata-katanya kepada mereka: "Berfikir

-tafakkur-

satu jam, lebih baik daripada beribadah satu malam/" Dan sesungguhnya ber-ibadah, ber- tafakkur dan mencari hikmah telah menguasai seluruh dirinya dan seluruh kehidupannya.

Pada saat A bu Darda' rela mengambil Islam sebagai Agamanya, dan ia bai'at kepada Rasulullah Shallallahu

Alaihi

wa Sallam akan melaksana- kan Agama yang mulia ini, pada wakru iru ia adalah seorang saudagar kaya yang berhasil

di

antara saudagar-saudagar kota Madinah. Dan sebelum memeluk Islam, ia telah menghabiskan sebagian besar umurnya dalam dunia perniagaan, bahkan sampai saat Rasulullah dan Kaum Muslimin lainnya hijrah ke Madinah. Tidak lama kemudian setelah ia masuk Islam, arah kehidupannya berubah.

Ia sendiri pernah menceriterakan riwayat tentang hal itu. "Aku meng- islamkan diriku kepada Nabi Sballallahu

Alaihi

rua Sallam sewaktu saya

menjadi saudagar. Keinginanku

untuk

ibadah dan perniagaanku dapat terhimpun pada

diriku jadi

satu, tetapi hal

itu tidak

berhasil. lalu saya

kesampingkan perniagaan, dan menghadapkan

diri

kepada ibadah. Dan saya tidak akan merasa gembira sedikit pun jika sekarang saya berjual beli dan beruntung setiap harinya tiga rarus dinar, sekalipun tokoku itu terletak di muka pinru mesjid!

Perhatikan, saya

tidak

menyatakan kepada

kalian,

bahwa Allah mengharamkan jual-beli. Hanya, saya pribadi lebih menyukai agar saya ter- masuk didalam golongan orang yang perniagaan dan jual-beli

itu

tidak melalaikannya dari dzikir kepada Allah!" Apakah anda perhatikan kalimat- kalimat yang berisikan hikmah dan bersumberkan kejujuran?, ucapannya yang meletakkan segala sesuatu pada tempatnya? Ia telah menerangkan segala sesuatu sebelum kita sempat menanyakan kepadanya, 'Apakah Allah mengharamkan niaga wahai Abu Darda'?"

ABU DARDA "Budiman Ahli Hikmah" 91

Uraiannya iru melenyapkan kesangsian yang ada dalam fikiran kita.

Diisyaratkannya kepada kita tujuan yang lebih tinggi yang hendak dicapainya, menyebabkannya meninggalkan dagang sekalipun ia berhasil dalam hal ini.

Ia sebenarnya mencari keistimewaan ruhani dan keunggulan yang menuju derajat kesempurnaan tertinggi yang dapat tercapai oleh anak manusia.

Ia menghendaki agar ibadah itu laksana tangga yang akan mengangkat- nya ke alam kebaikan yang tinggi, sehingga ia dapat menengok yang haq dalam kebesarannya, dan hakikat pada sumbernya. Seandainya yang dike- hendaki hanyalah semata-mata ditunaikannya perintah dan ditinggalkannya larangan, niscaya

ia

sanggup menghimpun antara dagang dan ibadah.

Berapa banyak para pedagang yang shaleh, atau sebaliknya orang shaleh yang jadi pedagang.

Sesungguhnya banyak terdapat di antara sahabat- sahabat Rasulullah Shallallahu

Naihi

wa Sallam orang-orang perniagaan dan jual belinya ridak melalaikan mereka dari mengingat Allah. Bahkan mereka bergiat mengem- bangkan perniagaan dan hartanya untuk dibaktikan kepada tujuan Islam dan mencukupi kepentingan Muslimin. Akan tetapi jalan yang ditempuh

para

sahabat yang lain iru tidak mengurangi arti jalan hidup Abu Darda', dan sebaliknya jalan yang ditempuhnya tidak juga mengurangi makna jalan mereka, maka setiap orang dimudahkan Allah untuk mengikuti jalan hidup yang telah ditetapkan bagi

masing-masing.

.

Abu Darda' merasakan sendiri dengan sebenar-b'enarnya bahwa ia

diciptakan untuk

sesuatu yang memang sedang dicapainya

itu,

yakni mengkhususkan

diri

mencari

hakikat

dengan mengalami dan melalui latihan-latihan berat dalam menjauhi kesenangan dunia sesuai dengan keimanan yang diperintahkan Allah kepadanya, digariskan Rasul dan Agama Islam.

Jika anda suka, sebutlah

itu

tashawwuf.

Akan tetapi

itu

adalah tashawwuf seorang

lakilaki

yang telah me- lengkapi kecerdasan seorang mu'min, kemampuan failosof, dan pengala- man seorang pejuang, serta yang menjadikan tashawwufnya suatu gerakan lincah membina ruhani, bukan hanya sekedar bayang-bayang yang baik dari bangunan ini. Benar itulah ia Abu

Darda',

sahabat Rasulullah Shallallabu

Alaihi

uta Sallam dan muridnya ! Itulah ia Abu Darda' seorang suci dan

ahli hikmah seorang

lakilaki

yang telah menolak dunia dengan kedua telapak tangannya dan melindunginya dengan dadanya.

Seorang lakilaki yang bertahan mengasah jiwa dan mennrcikannya, sehingga

menjadi cermin

yang memantulkan hikmah, kebenaran dan

92 707 SahabatNabi

kebaikan, yang menjadikan Abu Darda' sebagai seorang maha guru dan ahli hikmah yang lurus. Berbahagialah mereka yang datang menemuinya dan bersedia mendengarkan ajarannya. Mari kita mendekatkan diri kepada hikmahnya.

Kita mulai dengan filsafatnya terhadap dunia, terhadap kesenangan dan kemewahan. Ia amat terkesan sekali sampai ke dasar jiwanya dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang berisi bantahan terhadap,

[r-r:;pr] @,ii;i,lt1'bi ;,L1- @ ;:iA$t, g*,sii

" Aang yang mengutnpul-ngwnpull<an lanta dan menghitmg - hitungny a, disangkotrya lwnanya dapu mengelcallcannya. " (Al-Humazahz

L3).

Dan ia sangat terkesan juga sampai lubuk hatinya akan sabda Rasu-

lullah, "Yang sedikit mencukupi, lebih baik dari yang banyak membawa rugl."

Rasulullah Sballallabu

Alnihi

wa Sallam, bersabda

"l,epasl<nnlah dirimu dari keseralalnn alan dunia l<otrut, sebab siapa yang dunia menjadi

ujuan

utamanya, Allah alan mencerai-berailun milibryayang telah terkurnpul, lalu dijadikannya kemiskinan dalam pandangan matanya. Dan siapayang menjadilan akhirat tujuan dan cita-citarrya, Allah akan menghimpunl<nn mililotya yang bercerai-berai,

lalu

dijadikan-l,lya kekayaan dalam hatinya, dan dimudahkannya mendnpatknn segala kebatknn," (HR Thabarani MuJam Al-Kabir ).

Oleh karena irulah ia menangisi mereka yang jatuh menjadi tawanan harta kekayaan dan berkata,

"O

Tuhan, saya berlindung kepada-Mu dari hati yang bercabang-cabang!"

"Dan

apakah yang dimaksud hati yang bercabangcabang

itu,

wahai Abu Darda'?" orang-orang bertanya.

"Memiliki

harta benda

di

setiap

lembah!"

Dan

ia

menghimbau manusia unruk memiliki dunia tanpa terikat kepadanya. Itulah cara pemi- likan yang hakiki! adapun keinginan hendak menguasainya secara serakah tak akan pernah ada kesudahannya, maka yang demikian adalah seburuk- buruk corak penghambaan

diri,

dan perbudakan! Ketika

itu

ia berkata juga,

"Barang siapa yang ddak pernah merasa puas terhadap dunia, maka tak ada dunia baginya!"

ABU DARDA "Budimon Ahli Hikmah" 93

Harta baginya hanya sebagai alat bagi kehidupan yang bersahaja dan sederhana, tidak lebih. Berpijak dari sini, maka menjadi kewajibanlah bagi manusia untuk mengusahakannya dari yang halal, dan mendapatkannya secara sopan dan sederhana, tidak dengan kerakusan dan mati-matian. Ia berkata, 'Jangan kamu makan, kecuali yang baik. Jangan kamu usahakan, kecuali yang baik. Dan jangan kamu masukkan ke rumahmu, kecuali yang baik!

Ia Pernah menyurati sahabatnya dengan kata-kata sebagai berikut,

"Arkian, Tidak satupun harta kekayaan dunia yang kamu miliki, melainkan sudah ada oranglain yang memilikinya sebelum kamu dan akan ada terus orang lain yang memilikinya sesudah kamu, sebenarnya yang kamu miliki dari dunia, hanyalah sekedar yang telah kamu manfaatkan untuk dirimu.

Maka utamakanlah

dirimu dari

anak-anakmu yang bakal mewarisimu.

Karena dalam mengumpulkan

harta itu,

kamu akan memberikannya kepada salah satu di antara dua: Adakalanya kepada anak yang shaleh dan beramal mentaati Allah, maka ia berbahagia atas segala pemberianmu.

Adakalanya juga kepada anak durhaka yang mempergunakannya untuk maksiat, maka kamu lebih celaka lagi dengan harta yang telah kamu kum- pulkan untuknya iru. Maka percayakanlah nasib mereka kepada rizqiyang

ada pada Allah, dan selamatkanlah dirimu sendiri!"

Menurut pandangan Abu Darda', dunia seluruhnya hanya semata- mata

titipan.

Sewaktu Ciprus ditaklukkan, dan harta rampasan perang dibawa ke Madinah, orang melihat Abu Darda' menangis. Mereka dengan terharu mendekatinya dan meminta Jubair bin

Nafir

untuk menanyainya,

"Wahai abu Darda', apakah sebabnya anda menangis pada saat Islam telah dimenangkan Allah dengan ahlinya?"

Pertanyaan tersebut dijawab oleh Abu Darda' dengan suatu untaian kata yang sangat berharga dan pengertian yang mendalam, "Aduh wahai Jubair! Alangkah hinanya makhluk di sisi Allah, bila mereka meninggalkan kewajibannya terhadap Allah. Selagi ia sebagai ummat yang perkasa, ber- jaya mempunyai kekuatan, lalu mereka tinggalkan amanat Allah, maka jadi- lah mereka seperti yang kamu lihat!"

Benarkah demikian! Menurut Abu Darda', Cepatnya keruntuhan yang dijumpai bala tentara Islam pada negeri-negeri yang dibebaskan, penyebab- nya ialah karena negeri-negeri tersebut kehilangan pegangan ruhani dan benar serta melindunginya dan Agama yang berul dan menghubungkannya dengan Allah.

94 707 Sohabot Nabi

Oleh karena

itu,

ia mengkhawatirkan keadaan Kaum

Muslimin

di saat ikatan iman mereka mengendor, hubungan mereka dengan Allah menjadi lemah, demikian juga dengan yang haq dan dengan kebaikan.

Maka berpindahlah titipan

itu

dari tangan mereka ketangan musuh den- gan mudah sebagaimana dulu berpindah dari tangan musuh kepada mere- ka dengan mudah juga.

Menurut

keyakinannya dulu dunia seluruhnya hanya semata-mata pinjaman, begitu juga ia menjadi jembatan untuk menyeberang menuiu kehidupan yang abadi dan lebih mengasikkan.

Pada suatu saat

para

sahabat menjenguknya ketika ia sakit, mereka mendapatinya terbaring di atas hamparan dari kulit. Mereka menawarkan kepadanya agar

kulit

itu diganti dengan kasur yang lebih baik dan empuk.

Tawaran

ini

dijawabnya sambil

memberi

isyarat dengan telunjuknya, sedangkan kedua matanya yang bercahaya menatap jauh ke depan, "Kam- pung kita nun jauh di sana, unnrknya kita mengumpulkan bekal, dan kesa- na kita akan kembali, kita akan berangkat kepadanya dan beramal untuk bekal

di

sana!"

Pandangan terhadap nilai dunia

ini

bagi Abu Darda' bukan hanya sekedar arah pandangan saja, tetapi lebih dari itu ia merupakan suaru jalan hidup!

Yazid bin

Mu

awiyah putra Khalifah pernah melamar anaknya dan ditolaknya. Ia tidak mau menerima lamaran tersebut. Kemudian anaknya dilamar oleh salah seorang Muslim yang shaleh tetapi miskin, maka putrinya iru dinikahkannya kepadanya. Orang-orang pada tercengang dengan tinda- kannya iru. Abu Darda' memberitahu mereka alasan-alasannya, "Bagaimana kiranya nanti dengan si Darda' bila ia telah dikelilingi para pelayan, inang pengasuh dan terperdaya oleh kemewahan istana. Dimana letak agamanya waktu itu?"

Ia seorang yang bijaksana dan berjiwa lurus dengan hati yang mulia.

Semua kesenangan harta benda dunia yang sangat

diingini

nafsunya dan didambakan kalbunya, dirundukkan. Dengan sifat ini, berarti bukan ia lari dari kebahagiaan, malah sebaliknya. Maka kebahagiaan sejati baginya, ialah menguasai dunia, bukan dikuasai dunia. Jika manusia hidup dalam batas bersahaja dan sederhana, dan mereka telah menggunakan hakikat dunia hanya sebagai jembatan yang menyeberangkannya ke kampung hala- man yang tetap dan abadi, maka mereka akan memperoleh kebahagiaan sejati, yakni kebahagiaanyang lebih sempurna dan lebih agung.

ABU DABDA "Budimon Ahli Hikmah" 95

Ia

juga berkata, "Kebaikan bukanlah karena banyaknya harta dan anak-anakmu tetapi kebaikan yang sesungguhnya ialah bila semakin besar rasa santunmu, semakin bertambah banyak ilmumu, dan kamu berpacu menandingi manusia dalam mengabdi kepada Nlah Subhanahu

ua

Ta'alal"

Pada masa Khalifah Utsman Radhiyallnbu Anhu Mu awiyah menjadi gubernur di Syria, dan Abu Darda' menjabat sebagai hakim atas kehendak Khalifah.

Di

sanalah,

di

Syria ia menjadi tonggak penegak yang mengi- ngatkan orang akan jalan yang

ditempuh

Rasulullah dalam hidupnya, zuhudnya, dan jalan hidup para pelopor Islam yang pertama dari golongan syuhada dan shiddiqin. Negeri Syria waktu itu adalah negeri yang makmur penuh dengan

nikmat

dan kemewahan

hidup.

Penduduk yang mabuk dengan kesenangan dunia dan tenggelam dalam kemewahan

ini,

seolah- olah merasa dibatasi dengan peringatan dan nasihat Abu Darda'. Abu Darda' mengumpulkan mereka dan berdiri berpidato dihadapan mereka, demikian katanya, "'Wahai penduduk Syria. Kalian adalah saudara seagama, tetangga dalam rumah tangga, dan pembela melawan musuh bersama. Tetapi saya merasa heran melihat kalian semua, kenapa kalian tidak punya rasa malu?

Kalian kumpulkan

^payangtidak kalian makan. Kalian bangun semua

^payang tidak akan kalian diami. Kalian harapkan apa yang tidak akan kalian capai. Beberapa kurun waktu sebelum kalian, merekapun mengum- pulkan dan menyimpannya. Mereka mengangan-angankan, lalu mereka berkepanjangan dengan angan-angannya. Mereka membina, lalu mereka teguhkan bangunannya. Tetapi akhirnya semua

itu

jadi binasa. Angan-an- gan mereka jadi fatamorgana dan rumah-rumah mereka jadi kuburan bela- ka. Mereka

itu

ialah kaum 'Ad, yang memenuhi daerah antara Aden dan Oman dengan anak-anak serta harta benda!"

Kemudian terbayang di antara kedua bibirnya suatu senyuman lebar, ia melambaikan tangannya kepada khalayak yang penuh berdesakan dan dengan kelakar ia pun

berteriak,

"Ayo, siapa yang mau membeli harta peninggalan kaum Ad dariku dengan harga dua dirham?"

Seorang pria berwibawa, anggun, menyinarkan cahaya, hikmahnya meyakinkan, sikap dan tingkah lakunya wara', logikanya benar dan cerdas!

Ibadah menurut Abu Darda' bukan sekedar formalitas dan ikut-ikutan;

sebenarnya adalah suatu

ikhtiar

mencari kebaikan dan mengerahkan segala dayaupaya unruk mendapatkan rahmat dan ridla Allah, senantiasa rendah

hati, dan mengingatkan

manusia akan kelemahannya serta

kelebihan

Tuhan atasnya.

Ia

pun berkata, "Carilah kebaikan sepanjang hidupmu dan majulah mencari embusan karunia Allah, sebab sesungguhnya

96 107 SahobatNobi

Allah mempunyai tiupan rahmat yangdapat mengenai siapa saja yang dike- hendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya! Mohonlah kepada Allah agar Ia menutupi malu, cela dan kejahatanmu serta menghilangkan rasa ketidak- tentramanmu!"

Ahli

hikmah

ini

matanya selalu terbuka meneliti dan meneropong ibadah imitasi dan diingatkannya kepada setiap orang akan kepalsuannya.

Kepalsuan inilah yang banyak menimpa sebagian besar orang-orang yang berwatak lemah dalam iman mereka, mereka'ujub atau membanggakan

diri

dengan ibadah mereka, Ialu mereka merasa dirinya lebih dari orang Iain dan menyombongkan

diri. Marilah kita

simak

lagi

perkataannya

"Kebaikan sebesar atom (dzarrah) dari orang yang taqwa dan yakin, lebih berat dan lebih bernilai daripada ibadahnya orang-orang yang menipu diri sendiri, walaupun sebesar gunung !"

Ia berkata lags, "Janganlah kalian bebani orang dengan apa yang

tidak

sanggup

dipikulnya

dan janganlah

kalian

hisab mereka dengan mengambil alih pekerjaan Tuhannya!Jagalah diri kalian sendiri, sebab siapa

yang selalu

mengingini

apa yang

dipunyai orang lain,

niscaya akan berkepanjangan nestapanya! "

Ia tidak

menghendaki

seorang'abid

atau

ahli

ibadah walaupun tinggi pengabdiannya, mengaku bahwa dirinya secara mutlaq lebih sempurna dari hamba-hamba Allah yang lain. Sewajarnya ia bersnrkur kepada Allah atas taufiq-Nya, dan menolong mendoakan orang lain yang belum menda- patkan taufiq

itu

dengan ketinggian ibadah dan keikhlasan niatnya. Nah, pernahkah anda mengenal hikmah yang daya

sorot

dan daya sinarnya melebihi hikmah budiman ini?

Seorang

sahabatnya bernama

Abu

Qalabah

bercerita

sebagai

berikut,

"Suatu hari Abu Darda' melihat orang-orang sedang mencaci-maki seseorang yang tetap seperti semula perbuatan dosa, ia berseru: "Bagaimana pendapat kalian bila menemukannya terperosok ke dalam lubang? Bukan- kah seharusnya kalian berusaha menolong mengeluarkannya dari lubang tersebut?"

Mereka menjawab, "Tentu saja!"

"Kalau begitu jangan kalian cela dia, tetapi hendaklah kalian ber- syukur kepada Allah yang telah menyelamatkan kalian!"

Mereka bertanya, 'Apakah Anda tidak membencinya?"

Ia menjawab, "Yang kubenci adalah perbuatannya, bila ditinggalkan- nya maka

ia

adalah saudaraku."

ABU DARDA "Budiman Ahli Hikmah" 97

Seandainya apayang telah dikemukakan Abu Darda di atas merupa- kan salah satu wajah dari kedua wajah ibadah, maka wajahnya yang lain ialah ilmu dan ma'rifat.

Sungguh, Abu Darda' benar-benar memuliakan ilmu dengan setinggi- tinggi kedudukan, disucikannya selaku seorang budiman, dan disucikannya selaku seorang 'abid. Perhatikanlah ungkapannya tentang ilmu:

"Orang tidak mungkin mencapai tingkat muttaqin, apabila tidak ber- ilmu. Apa guna ilmu, apabila tidak dibuktikan dalam perbuatan."

Ilmu

baginya ialah pengertian

dari

hasil

penelitian,

jalan dalam mencapai tujuan, ma'rifat untuk membuka tabir hakikat, landasan dalam berbuat dan bertind ak, daya

fikir

dalam mencari kebenaran dan

motor

kehidupan yang disinari iman, dalam melaksanakan amal

bakti

kepada Allah fu-Rahman.

Dalam memuliakan ilmu seorang budiman menganggap: "Pendidik dan penuntut ilmu sama mempunyai kedudukan yang mulia, masing-masing mempunyai kelebihan dan pahala."

Ia melihat

bahwa kebesaran

hidup ini

banyak berkaitan dengan segala sesuaru dan tergantung pada ilmu yang baik. Resapkan ucapannya ini, "Aku tidak tahu mengapa ulama kalian pergi berlalu, sedangkan orang- orang jahil kalian tidak mau mempelajari ilmu? Ketahuilah bahwa guru yang baik dan muridnya, serupa pahalanya. Dan tidak ada lagi kebaikan yang lebih utama dari kebaikan mereka."

Ia berkata, "Manusia iru tiga macarn; orang yang berilmu, orang yang belajar, dan yang ketiga orang yang bodoh tidak mempunyai kebaikan apa-

apa-"

Sebagaimana telah kami jelaskan

di

atas, ilmu dan amal tak pernah berpisah dari hikmah Abu Darda' Radhiyallahu

Anhu

Ia berkata, "Yang paling kutakutkan nanti di hari kiamat ialah bila ditanyakan orang di muka khalayak,

'Hai

'Uwaimir, apakah kamu berilmu?

Azlaka akan kujawab, "Ada!"

Lalu ditanyakan orang lagi kepadaku, 'Apa saja yang kamu amalkan dengan ilmu yang ada itu?"

Ia selalu memuliakan ulama yang mengamalkan ilmunya, menghor- mati mereka dengan penghormatan besar, bahkan beliau berdo'a kepada Allah, "Ya Allah, saya berlindung kepada-Mu dari

kunkan

para ulama."

98 101 SohoborNobi

Lalu ia ditanyai, "Bagaimana hati mereka dapat mengutuki Anda?"

Ia menjawab, "Mereka membenciku."

Adakah anda perhatikan bahwa ia memandang suatu laknat yang ditanggung bila rerdapat kebencian orang alim kepadanya? Oleh karena

in-rlah ia dengan rendah hati berdoa kepada Tuhannya, agar Ia melindunginya daripadanya.

Hikmah Abu Darda' mengajarkan berbuat baik dalam persaudaraan dan membina hubungan manusia dengan manusia atas dasar kejadian tabiat manusia iru sendiri. Maka ia berkata, "Cacian dari seorang saudara, lebih baik daripada kehilangan

dia.

Siapakah mereka bagimu, kalau bukan saudara atau teman? Berilah saudaramu dan berlemah lembutlah kepadanya!

Jangan kamu ikut-ikutan mendengki saudaramu, nanti kamu akan seperti orang iru juga! Besok kamu akan dijelang maut, maka cukuplah bagimu ke- hilangan dia. Bagaimana kamu akan menngisinya sesudah mati, sedang se-

lagi hidup kamu tak pernah memenuhi haknya?"

Pengawasan Allah terhadap hamba-Nya menjadi dasar yang kuat bagi Abu Darda', untuk membangun hak-hak persaudaraan di atasnya. Berkata- lah Abu Darda' Radhiyallahu Anhu, "Saya benci menganiaya seseorang, dan saya lebih benci lagi, jika sampai menganiaya seseorang yang tidak mampu meminta pertolongan dari aniayaanku, kecuali

dari

Allah yang Maha

Tingg

lagi Maha Besar!"

Alangkah besar jiwamu, terang pancaran ruhmu, wahai Abu Darda'!

Ia selalu memberi peringatan keras terhadap masyarakat dari fikiran keliru yang menyangka bahwa kaum lemah mudah saja mereka perlakukan secara sewenang-wenang dengan menyalahgunakan kekuasaan dan kekuatan.

Diperingatkannya, bahwa

di

dalam kelemahan orang-orang itu, terdapat kekuatan yang ampuh, yakni

jeritan hati

dan memohon kepada Allah karena kelemahan mereka, lalu menyerahkan nasib mereka ke hadapan- Nya atas perlakuan orang yang menindasnya iru.

Nah,

inilah

dia Abu Darda' yang budiman, zuhud, ahli ibadah dan yang selalu merindukan kembali hendak bertemu dengan Tuhannya. Inilah dia Abu Darda', yang bila orang terpesona oleh ketaqwaannya, lalu mereka meminta do'a restunya. Ia menjawab dengan kerendahan hati yang teguh,

"Aku bukan ahli berenang hingga saya takut akan tenggelam."

*

ABU DARDA "Budiman Ahli Hikmah" 99

Dalam dokumen Hikmah dan Pelajaran untuk Kehidupan Modern (Halaman 117-128)