• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebetulan kedatangannya

ini

bersamaan dengan tibanya Ja'far bin Abi

Thalib

bersama rombongannya dari Habsyi, hingga mereka semua mendapat bagian saham dari hasil pertempuran Khaibar.

Kali

ini,

Abu Musa tidaklah datang seorang

diri,

tetapi membawa lebih dari limapuluh orang lakilaki penduduk Yaman yang telah diajarinya tentang Agama Islam, serta dua orang saudara kandungnya yang bernama Abu Ruhum dan Abu Burdah.

Rasulullah bahkan memberi nama kaum mereka dengan sebutan

"golongan Asy'ari," serta dilukiskannya bahwa mereka adalah orang-orang yang paling lembut hatinya di antara sesamanya. Mereka sering diambilnya sebagai tamsil perbandingan bagi

para

sahabatnya, sabda beliau:

"Orang-orang

Asy'ari ini

bila mereka kekurangan maknnan dalam peperangan atau ditimpa paceklik, maka mereka kumpulkan semua malunan yang mereka miliki pada selembar kain, lalu mereka bagi rata. Mereka termasuk golonganka, dan saya termasuk golongan mereka!"

Mulai saat itu, Abu Musa pun menempatikedudukannyayang tinggi di kalangan Kaum Muslimin dan

Mu'minin

yang ditakdirkan memperoleh nasib mujur menjadi sahabat Rasulullah dan muridnya, serta yang menjadi penyebar Islam ke seluruh dunia, pada setiap masa.

Abu Musa merupakan gabungan yang istimewa dari sifat-sifat utama.

Ia seorang prajurit yanggagah berani dan pejuang yang tangguh bila berada

di

medan perang. Tetapi ia juga seorang pahlawan perdamaian, peramah dan tenang, keramahan dan ketenangannya mencapai batas maksimal.

Seorang ahli hukum yang cerdas dan berfikiran sehat, yang mampu menger- ahkan perhatian mencapaikunci dan pokok persoalan, serta mencapai hasil gemilang dalam berfatwa dan mengambil keputusan, sampai adayang mengatakan: "Qadli atau hakim ummat ini ada empat orang: yaitu Umar, AIi, Abu Musa danZaid bin Tsabit."

Di

samping itu ia berkepribadian suci hingga orang yang menipunya di jalan Allah, pasti akan teftipu sendiri, tak ubahnya seperti senjata makan tuan. Abu Musa sangat bertanggung jawab terhadap tugasnya dan besar perhatiannya terhadap sesama manusia. Seandainya

kita ingin

memilih

suatu semboyan dari kenyataan hidupnya, maka semboyan itu akan berbunyi:

"Yang penting ialah ikhlas, kemudian biarlah terjadi apayangakan terjadi!"

Dalam arena perjuangan, Abu Musa Al-Asy'ari memikul tanggung jawab dengan penuh keberanian, hingga menyebabkan Rasulullah Shalla-

138 707 SahabatNobi

llahu

Alaihi

uta Salam berkata mengenai dirinya, "Pemimpin dari orang- orang berkuda ialah Abu Musa."

Sebagai pejuang, Abu Musa melukiskan gambaran hidupnya sebagai

berikut: "Kami

pernah

pergi

menghadapi suatu peperangan bersama Rasulullah, hingga sepatu kami pecah berlubang-lubang, tidak ketinggalan sepanrku, bahkan kuku jariku habis terkelupas, sampai-sampai kami terpaksa membalut telapak kaki dengan sobekan kain!"

Keramahan, kedamaian dan ketenangannya, jangan harap mengun- tungkan pihak musuh dalam suatu peperangan. Karena dalam suasana seperti

ini,

ia akan meninjau sesuatu dengan sejelas-jelasnya, dan akan menyelesaikannya dengan tekad yang tak kenal menyerah.

Pernah terjadi ketika kaum Muslimin membebaskan negeri Persi, Al- Asy'ari dengan tentaranya menduduki kota Isfahan.

Penduduknya minta berdamai dengan perjanjian bahwa mereka akan membayar upeti. Tetapi dalam perjanjian

itu

mereka tidak jujur, tujuan mereka hanyalah mengulur waktu untuk mempersiapkan

diri

dan akan memukul kaum Muslimin secara curang!

Hanya saja kearifan Abu Musa yang tak pernah lenyap

di

saat-saat

yang diperlukan, mencium kebusukan niat yang mereka sembunyikan. Maka tatkala mereka bermaksud hendak melancarkan pukulan itu, Abu Musa tidaklah terkejut, bahkan telah lebih dulu siap untuk melayani dan meng- hadapi mereka. Terjadilah pertempuran, dan belum sampai tengah hari, Abu Musa telah memperoleh kemenangan yang gemilang!

Dalam medan tempur melawan imperium Persi, Abu Musa Al-Asy ari mempunyai saham dan jasa besar. Bahkan dalam pertempuran di Tustar, yang dijadikan oleh Hurmuzan sebagai benteng pertahanan terakhir dan tempat ia bersama tentaranya mengundurkan

diri,

Abu Musa menjadi pahlawan dan bintang lapangannya! Pada saat itu Amirul

Mu'minin

Umar

ibnul

Khatthab mengirimkan sejumlah tentara yang

tidak

sedikit, yang dipimpin oleh'Ammar bin Yasir, Barra'bin Malik, Anas bin Malik, Majzaah al-Bakri dan Salamah bin Raja'.

Kedua tentara

itu, yakni

tentara Islam

di

bawah

pimpinan

Abu Musa, dan tentara Persi

di

bawah pimpinan Hurmuzan, bertemu dalam suatu pertempuran dahsyat.

Tentara Persia

menarik diri ke

dalam kota

Tustar

yang mereka perkuat menjadi benteng. Kota itu dikepung oleh Kaum Muslimin berhari- hari lamanya, hingga akhirnya Abu Musa menggunakan akal muslihatnya.

ABU MUsA AL-Asy'ARt "Yang Penting Keihlasan" 139

Dikirimnya beberapa orang menyamar sebagai pedagang Persia membawa dua ratus ekor kuda disertai beberapa prajurit perintis menyamar sebagai penggembala.

Pintu gerbang kota pun dibuka untuk mempersilahkan para peda- gang masuk. Setelah pinru benteng itu dibuka, prajurit=prajurit pun berlon catan menerkam para penjaga dan pertempuran kecil pun terjgdi.

Abu Musa beserta pasukannya tidak mernbuang waktu lagi menyerbu memasuki

kota.

Pertempuran dahsyat

terjadi,

dan

tidak

berapa lama kemudian seluruh kota diduduki dan panglima beserta seluruh pasukannya menyerah kalah. Panglima musuh dan para komandan pasukan, oleh Abu Musa

dikirim

ke

Madinah,

menyerahkan nasib mereka pada

Amirul

Mu'minin.

Tetapi baru saja prajurit yang kaya dengan pengalaman dan dahsyat

ini

meninggalkan medan, ia pun telah beralih rupa menjadi seorang ham- ba yang rajin bertaubat, sering menangis dan amat jinak bagaikan burung merpati. Ia membaca Al-Qur'an dengan suara yang menggetarkan tali hati para pendengarnya, hingga mengenai

ini

Rasulullah pernah bersabda,

"Sungguh, Abu Musa telah

diberi Allah

seruling

dari

seruling-seruling keluarga Daud!"

Setiap

kali

Umar melihatnya, dipanggilnya dan disuruhnya untuk membacakan Kitabullah, "Bangkitlah kerinduan kami kepada Tuhan kami, wahai Abu Musa!"

Begitu juga dalam peperangan, ia tidak

ikut

serta, kecuali siap mel- awan tentara musyrik, yakni tentara yang menentang Agarna dan ber- maksud hendak memadamkan nur atau cahaya Ilahi. Adapun dalam peper- angan antara sesama Muslim, maka ia menyingkirkan diri dan tak ingin ter- libat

di

dalamnya.

Pendiriannya

ini

jelas terlihat dalam perselisihan antara

Ali

dan

Mu

awiyah, dan pada peperangan yang apinya berkobar ketika

itu

antara sesama Muslim.

Mungkin pokok pembicaraan kita sekarang ini akan

dapat mengungkapkan prinsip hidupnya yang paling terkenal yaitu pendiriannya dalam tahkim, pengadilan atau penyelesaian sengketa antara

Ali

dan

Mu

awiyah.

Pendiriannya

ini

sering dikemukakan sebagai saksi dan bukti atas kebaikan hatinya yang berlebihan, hingga menjadi makanan empuk bagi orang yang menipunya. Tetapi sebagaimana akan kita lihat kelak, pendirian

140 707 SahabotNobi

ini walaupun mungkin agak tergesa-gesa dan terdapat unsur kecerobohan, namun banyak mengungkapkan kebesaran sahabat yang mulia ini, baik ke- besaran jiwa dan kebesaran keimanannya kepada yang haq maupun keper-

cayaannya terhadap sesama kawan.

Pendapat Abu Musa mengenai soal tahkim ini dapat kita simpulkan sebagai berikut: memperhatikan adanya peperangan sesama kaum Mus-

limin,

dan adanya geiala masing-masing yang

ingin

mempertahankan pemimpin dan kepala pemerintahannya, sehingga suasana antara kedua belah

pihak

sudah menyimpang sedemikian jauh serta teramat

g wat

yang menyebabkan nasib seluruh ummat Islam telah berada di tepi jurang yang amat dalam. Maka menurut Abu Musa, suasana

ini

harus diubah, dirombak dan dikembalikan ke arah tujuan Islam semula secara keseluru- han!

Sesungguhnya perang saudara yang terjadi ketika itu, hanya berkisar pada

pribadi

kepala negara atau khalifah yang diperebutkan oleh dua golongan kaum Muslimin. Maka pemecahannya ialah hendaklah Imam Ali meletakkan jabatannya untuk sementara waktu, begiru juga

Mu

awiyah rurun dari jabatan gubemur, kemudian urusan kekhalifahan diserahkan lagi kepada kaum Muslimin dengan jalan musyawarah unruk memilih khalifah yang mereka kehendaki.

Demikianlah analisa Abu Musa

ini

mengenai kasus tersebut, dan demikian juga cara pemecahannya. Benar bahwa

Ni

Radbiallahu Anhu telah diangkat menjadi khalifah secara sah, dan benar juga bahwa pem- bangkangan yang tidak beralasan, tidak dapat dibiarkan mencapai mak- sudnya karena

ini

berarti menggugurkan yang haq yang diakui syari'at.

Hanya saja menurut Abu Musa, pertikaian sekarang

ini

telah menjadi per- tikaian antara penduduk Irak dan penduduk Syria, yang memerlukan pemiki-

ran dan

pemecahan dengan cara

baru,

karena

tindakan

Muawiyah sekarang

ini

telah terakumulasi menjadi pembangkangan penduduk Syria, sehingga semua pertikaian

itu

tidaklah hanya pertikaian dalam pendapat dan pilihan saja.

Tetapi kesemuanya

itu

telah berlarut-larut meniadi perang saudara dahsyat yang telah menelan ribuan korban dari kedua belah pihak, masih mengancam Islam dan kaum Muslimin dengan akibat yang lebih parah!

Maka, melenyapkan sebab-sebab pertikaian dan peperangan serta menghindarkan benih-benih permusuhan dan biang keladinya, bagi Abu Musa merupakan

titik

tolak untuk mencapai penyelesaian.

ABU MUsA ALAsY'ARI "Yong funting Keihlasan" 14L

Pada mulanya, sesudah menerima rencana tahkim, Imam

Ali

ber- maksud akan mengangkat Abdullah

bin

Abbas

atau

sahabat lainnya se-

bagai wakil dari pihaknya. Tetapi sebagian golongan besar sahabat dan tentara memaksanya untuk memilih Abu Musa Al-Asy'ari.

Alasan mereka karena Abu Musa

tidak sedikit

pun

ikut

campur dalam pertikaian antara

Ali

dan

Mu

awiyah sejak semula. Bahkan setelah ia putus asa membawa kedua belah pihak untuk saling pengertian, ber- damai dan menghentikan peperangan, ia menjauhkan diri dari pihak-pihak yang bersengketa

itu.

Maka

ditinjau

dari segi

ini,

ia adalah orang yang paling tepat unruk melaksanakan tahkim.

Mengenai keimanan Abu Musa, begitupun tentang kejujuran dan ketulusannya, tak sedikit pun diragukan oleh Imam Ali. Hanya saja ia tahu berul maksud-maksud tertentu dari pihak lain dan perilaku mereka yang menggunakan siasat lidah dan tipu muslihat.

Sedangkan Abu Musa, walaupun ia seorang yang ahli dan berilmu, namun tidak menyukai siasat lidah dan

tipu

muslihat

ini,

serta ia ingin memperlakukan orang dengan kejujurannya dan bukan dengan kepintaran- nya. Karena

itu

Imam

Ali

khawatir Abu Musa akan

tertipu

oleh orang- orang itu, dan tahkim hanya akan beralih rupa menjadi ajang bersilat lidah dari sebelah pihak yang akan tambah merusak keadaan.

Thhkim antara kedua belah pihak pun berlangsung. Abu Musa bertin- dak sebagai wakil dari pihak

Ali

bin Abi Thalib, sedangkan Amr bin Ash sebagai wakil dari pihak

Mu

awiyah. Amr bin 'Ash mengandalkan ketaja- man otak dan kelihaiannya yang luar biasa unruk memenangkan pihak

Mu

awiyah.

Pertemuan antara kedua orang

wakil itu,

yakni Asy'ari dan 'Amr, didahului dengan usulan yang dilontarkan oleh Abu Musa, yang intinya agar kedua hakim menyetujui pencalonan dan pengangkatan Abdullah bin Umar sebagai khalifah kaum Muslimin, karena tidak seorang pun di antara mereka yang tidak mencintai, menghormati dan memuliakannya.

Mendengar arah pembicaraan Abu Musa ini, Amr bin

fuh

pun melihat suanr kesempatan emas yang tak akan dibiarkannya berlalu begitu saja. Da- pat dipahami, bahwa Abu Musa

tidak terikat lagi

dengan pihak yang diwakilinya, yakni Ali. Artinya bahwa ia bersedia menyerahkan kekhalifahan kepada pihak lain dari kalangan sahabat- sahabat Rasul, dengan alasan bahwa ia telah mengusulkan Abdullah bin Umar.

142 101 SohabatNabi

Demikianlah dengan

carany\ Amr

menemukan

pintu

yang lebar untuk mencapai tujuannya, hingga ia tetap mengusulkan

Mu

awiyah. Ke- mudian diusulkannya juga putranya sendiri Abdullah bin 'Amr yang memang mempunyai kedudukan tinggi di kalangan para sahabat Rasulullah Shalk- llahu

Naihi

wa Sall"am.

Kecerdikan 'Amr ini, terbaca oleh Abu Musa. Karena ketika dilihat- nya

Amr

mengambil prinsip pencalonan

itu

sebagai dasar bagi perundi- ngan dan tahkim, ia pun memutar kendali ke arah yang lebih aman. Secara

tak terduga dinyatakannya kepada

'Amr

bahwa pemilihan khalifah itu adalah hak seluruh kaum muslimin, sedangkan Allah telah menetapkan bahwa segala urusan mereka hendaklah dimusyawarahkan di antara mereka.

Maka sebaiknya soal pemilihan

itu

diserahkan kepada mereka bersama.

Dalam perundingan

itu

berlangsung percakapan sebagai berikut:

"Hai Amr, apakah Anda menginginkan kemaslahatan umat dan ridla Allah?" tanya Abu Musa.

"Apa maksud Anda?" Amr balik bertanya.

"Kita

angkat Abdullah bin Umar. Ia tidak

ikut

campur sedikit pun dalam peperangan

ini, "

jawab Abu Musa.

"Bagaimana pandangan Anda terhadap

Mu

awiyah?"

"Thk ada tempat

Mu

awiyah

di

sini, dan tak ada haknya."

"Apakah

Anda tidak

mengakui bahwa Utsman

dibunuh

secara aniaya?"

"Benar!"

"Maka

Mu

awiyah adalah wali dan penuntut darahnya, sedangkan keturunan atau asal-usulnya di kalangan bangsa Quraisy seperti yang telah Anda ketahui, sangatlah mulia. Jika ada yang mengatakan nanti; Kenapa ia diangkat unnrk jabatan itu, padahal tak ada sangkut pautnya dengan masa lalu, maka Anda dapat memberikan alasan bahwa ia adalah wali Utsman.

Allah Ta'ala berfirman: "Barang siapa yang dibunuh secara aniaya, maka Kami

berikan

kekuasaan kepada

walinya" Di

samping

itu, ia

adalah saudara Ummu Habibah, istri Nabi Shattatlahu

Akihi

wa Sa(arujuga salah seorang

dari sahabatnya."

I

"Bertakwalah kepada Allah, wahai Amr! Kemuliaan lvlu awiyah yang Anda katakan

itu

tidak diragukan lagi kebenarannya. Tapi, seandainya

khilafah

dapat

diperoleh

dengan kemuliaan, maka

orangyang

paling berhak adalah Abrahah bin Shabah (pimpinan pasukan gajah dari Yaman),

ABU MUSA AL-Asy'ARr "Yong knting Keihloson"

t43

karena ia adalah keturunan raja-raja Yaman Attabdbiah yang menguasai bagian Timur dan Barat bumi. Kemudian, apa artinya kemuliaan Muawiyah

dibandingkan

dengan

Ali bin Abi Thalib?

Benar, bahwa

Mu

awiyah adalah

wali

Utsman. Bukankah yang lebih utama dari dia adalah putra Utsman

sendiri Amr bin

Utsman.

Tetapi

seandainya kamu bersedia mengikuti anjuranku, kita hidupkan kembali kebiasaan dan kenangan Umar bin Khatthab dengan mengangkat puteranya, Abdullah.

"Kalau begitu apa halangannya

bila

anda mengangkat puteraku Abdullah yang memiliki keutamaan dan keshalehan, beginrpun lebih dulu hijrah dan bergaul dengan Nabi?"

"Puteramu memang seorang yang benar! Tetapi kamu telah menyeret- nya ke lumpur peperangan ini! Maka alangkah tepatnya bila kita serahkan saja kepada orang baik, putra dari orang baik ,yaitu Abdullah bin Umar."

"Wahai Abu Musa, urusan ini tidak cocok baginya, karena pekerjaan ini hanya layak bagi laki-laki yang memiliki dua pasang geraham; yang satu untuk makan, sedang lainnya untuk memberi makan."

"Keterlaluan kamu wahai 'Amr! Kaum Muslimin telah menyerahkan penyelesaian masalah

ini

kepada

kita,

setelah mereka berpanahan dan beradu pedang. Maka janganlah kita jerumuskan mereka itu kepada fimah yang

lebih

besar lagi."

'Jadi bagaimana pendapat Anda?"

"Pendapatku, kita tanggalkan jabatan khalifah

itu

dari

Ali

dan

Mu

awiyah. Kita serahkan kepada permusyawaratan kaum muslimin yang akan memilih siapa yang mereka sukai.

"Ya, saya setuju dengan pendapat

ini,

karena

di

sanalah terletak keselamatan jiwa manusia."

Percakapan

ini

ternyata merubah bentuk gambaran yang biasa kita bayangkan mengenai Abu Musa al-Asy'ari, setiap kita teringat akan peristiwa tahkim

ini.

Ternyata bahwa Abu Musa jauh sekali bila dikatakan lengah atau lalai. Bahkan dalam soal jawab

ini,

kepintarannya lebih menonjol dari kecerdikan

'Amr bin

'Ash yang terkenal

licin

dan

lihai itu.

Maka tatkala

'Amr

hendak memaksa Abu Musa

untuk

menerima Muawiyah sebagai khalifah dengan alasan kebangsawanannya dalam suku Quraisy dan kedudukannya sebagai wali dari Utsman, Abu Musa memberikan jawaban yang gemilang dan tajam laksana mata pedang.

Setelah perundingan ini, kasus tahkim sepenuhnya menjadi tanggung jawab'Amr

bin'fuh

sendiri. Abu Musa telah melaksanakan tugasnya dengan

L44

:::::-: I0I

$ohobotNobi

mengembalikan urusan kepada ummat, yang akan memutuskan dan memilih khalifah mereka. 'Amr pun telah menyetujui dan mengakui pendapat ini.

Bagi Abu Musa tidak

terpikir

bahwa dalam suasana genting yang mengancam Islam dan kaum Muslimin dengan mala petaka besar

ini,'Amr

masih akan bersiasat anggar lidah, karena fanatiknya terhadap Muawiyah.

Ibnu Abbas telah mengingatkannya ketika ia kembali kepada mereka men- yampaikan apa yang telah disetujui, jangan-jangan 'Amr akan bersilat lidah,

"Demi Allah, saya khawatir 'Amr akan menipu anda!Jika telah tercapai persetujuan mengenai sesuatLl antara anda berdua, maka silahkanlah ia ber- bicaradulu, kemudian baru anda

di

belakangnya!"

ttapi

sebagaimana dikatakan tadi, melihat suasana demikian gawat dan penting, Abu Musa tak menduga'Amr akan main-main, sehingga ia merasa yakin bahwa 'Amr akan memenuhi apa yang telah mereka setujui bersama.

Keesokan harinya, mereka berdua pun bertemu muka, Abu Musa mewakili pihak Imam

Ali

dan 'Amr bin Ash mewakili pihak

Mu

awiyah.

Abu Musa mempersilahkan 'Amr untuk bicara, ia menolak, katanya:

"Thk mungkin saya akan berbicara lebih dulu dari anda... ! Anda lebih utama daripadaku, lebih dulu hiirah dan lebih tua."

Thmpillah Abu Musa, lalu menghadap ke arah khalayak dari kedua belah pihak yang sedang duduk menunggu dengan berdebar, seraya berkata,

"Wahai saudara sekalian! Kami telah meninjau sedalamdalamnya mengenai hal

ini

yang akan dapat mengikat

tali

kasih sayang dan memperbaiki keadaan ummat

ini,

kami tidak melihat jalan yang lebih tepat daripada menanggalkan jabatan kedua tokoh ini, Ali dan Muawiyah, serta menyerah- kannya kepada permusyawaratan ummat yang akan memilih siapa yang mereka kehendaki menjadi khalifah. Dan sekarang, sesungguhnya saya telah menanggalkan

Ali

dan

Mu

awiyah dari jabatan mereka. Maka hadapilah urusan kalian

ini

dan angkatlah orang yang kalian sukai untuk menjadi khalifah kalian!"

Sekarang

tiba giliran 'Amr untuk memaklumkan penurunan

Mua- wiyah sebagaimana telah dilakukan Abu Musa terhadap

Ali,

untuk melaksanakan persetujuan yang telah dilakukannya kemarin. 'Amr naik mimbar dan berkata, 'lWahai saudara sekalian! Abu Musa telah mengatakan apa yang dengar bersama, dan ia telah menanggalkan sahabatnya dari jabatannya Ketahuilah, bahwa saya juga telah menanggalkan sahabatnya

itu dari

iabatannya, sebagaimana dilakukannya, dan saya mengukuhkan

ABU MUsA ALesy'ARt "Yong knting Keihlosan" L45

sahabatku Mu awiyah, karena ia adalah wali dari

,bnirul Mu'minin

Utsman dan penunrut darahnya serta manusia yang lebih berhak dengan jabatannya lnr:

Abu

Musa tak tahan menghadapi kejadian yang

tidak

disangka- sangka itu. Ia mengeluarkan kata-kata sengit dan keras sebagai tamparan kepada

Amr.

Kemudian ia mengasingkan

diri,

diayunkannya langkah menuju ke Mekah.

Di

dekat Baitul Haram, ia menghabiskan usia dan hari.

harinya

di

sana.

Abu Musa Radhiallahu,\nhu adalah orang kepercayaan dan kesayangan Rasulullah Shallallahu

Alaihi

wa Sallam juga menjadi kepercayaan dan kesayangan para khalifah

dan

sahabat- sahabatnya.

Ketika Rasulullah Shallallahu

Naihi

rua Sallam masih hidup, beliau mengangkatnya bersama Mu'adz bin Jabal sebagai penguasa di Yaman.

Dan setelah Rasul wafat, ia kembali ke Madinah untuk memikul tanggung jawabnya dalam

jihad

besar yang sedang

diialani oleh tentara

Islam terhadap Persi dan Romawi.

Di

masa Umar, ia diangkat sebagai gubernur

di

Bashrah, sedang khalifah Utsman mengangkatnya menjadi gubernur

di

Kufah.

Abu Musa termasuk

ahli Al-Qur'an;

menghafal, mendalami dan mengamalkannya. Di anrara ucapan-ucapannya yang memberikan bimbingan mengenai AI-Qur'an itu ialah, "Ikutilah Al-Qur'an ... dan jangan kalian ber- harap akan

diikuti

oleh Al-Qur'an!"

Ia juga termasuk ahli ibadah yang tabah. Pada waktu siang di musim panas, yang panasnya menyesakkan nafas, tidak menghalanginya untuk ber- puasa, "Semoga rasa haus di panas terik

ini

akan menjadi pelepas dahaga bagi kita

di

hari kiamat nanti," ujarnya.

Di hari yang cerah, ajal pun datang menyambut. \Tajahnya menyinar- kan cahaya cemerlang, wajah seorang yang mengharapkan rahmat serta pahala Allah fu-Rahman. Kalimat yang selalu diulang-ulang, dan menjadi buah bibinya sepanjang hayatnya yang

diliputi

keimanan iru, diulang dan menjadi buah bibirnya juga

di

saat ia hendak pergi berlalu. Kalimat-kal- imat itu berbunyi, "Ya Allah, Kamulah Maha Penyelamat, dan dari-Mulah kumohon Keselamatan.'

{.

146

I0I

SohobotNobi

Dalam dokumen Hikmah dan Pelajaran untuk Kehidupan Modern (Halaman 165-175)