• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adam 1 ,Muhammad Aras 1 ,Salman 1

Dalam dokumen Prosiding (Halaman 111-120)

KOMPOSISI JENIS ALAT TANGKAP YANG BEROPERSI DI PERAIRAN KABUPATEN BARRU PADA MASA PANDEMI COVID 19

Hasmawati 1 Adam 1 ,Muhammad Aras 1 ,Salman 1

101

KOMPOSISI JENIS ALAT TANGKAP YANG BEROPERSI DI PERAIRAN

102 PENDAHULUAN

Potensi sumberdaya ikan laut Kabupaten Barru sanagt beraneka ragam, utamanya ikan- ikan pelagis. Produksi ikan pelagis di Kabupaten Barru pada tahun 2011 adalah 9.286,2 Ton, total produksi pada tahun 2012 adalah 8.517,1 Ton dan total produksi tahun 2013 adalah 9.245,3 Ton. Dari data tersebut potensi perikanan Kabupaten Barru masih sangat besar, oleh karena itu, pengelolaan pemanfaatan sumberdaya perikanan sangat diperlukan dan memungkinkan masyarakat untuk dapat mengoperasikan berbagai alat tangkap ikan (DKP, 2013). Meskipun demikian keberadaan sumberdaya perikanan Kabupaten Barru untuk kegiatan perikanan tangkap perlu dikelola dengan baik sehingga dapat berkesinambungan (sustainability).

Di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini, masyarakat membutuhkan protein hewani khususnya dari Ikan untuk menjaga imunitas tubuh. Dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut, penyediaan jumlah kebutuhan dan ketersediaan pasokan ikan serta distribusinya di masyarakat harus berkesinambungan. Kabupaten Barru memiliki Sumberdaya perikanan yang beragam jenis (multi-species) mengakibatkan terjadinya penggunaan alat tangkap yang beragam jenis pula. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana komposisi alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di perairan Kabupaten Barru pada masa pandemi covid-19.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan di perairan Kabupaten Barru selama masa pandemi Covid 19. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenis alat tangkap yang beroperasi diperairan Kabupaten Barru, juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan informasi bagi peneliti-peneliti selanjutnya.

METODE

WaktudanTempatPenelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, yang dimulai dari bulan Agustus hingga Oktober 2020. Lokasi penelitian untuk pengkoleksian data lapangan yaitu di perairan sepanjang pesisir Kabupaten Barru,Propinsi Sulawesi Selatan.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk nelayan tangkap, sedangkan peralatan yang digunakan berupa Laptop, kamera dan Audio Visual untuk melakukan dokumentasi dan analisis data.

103

Metode

Metode yang digunakan pada penelitianini adalah metode survey deskriptif, dengan mengumpulkan data yang tersedia (data sekunder) berupa : kategori jenis dan jumlah alat tangkap yang berasal dari data statistik Dinas kelautan Perikanan. Selain itu juga dilakukan observasi lapangan dan wawancara untuk mengumpulkan data primer yang diperoleh dari data koesioner yang dibagikan kepada nelayan. (Effendi dan Tukiran 2014).

AnalisisData

Data yang dikoleksi kemudian dianalisis secara deskriptif dengan mencocokan jenis alat tangkap yang teridentifikasi dengan jenis alat penangkapan ikan yang telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan NOMOR KEP.06/MEN/2010 Tentang Alat Penangkapan Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Selain itu, juga dicari jenis alat tangkap yang dominan beroperasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Kabupaten Barru

Kabupaten Barru merupakan salah satu Kabupaten yang berada di pesisir Barat Provinsi Sulawesi Selatan terletak antara 4o 05’ 49o – 4 o 47’ LS dan 119o 49” 16o BT. Luas wilayah kurang lebih 1.174,72 Km2 . Wilayah Kabupaten Barru terbagi dalam 7 wilayah kecamatan dan 54 desa/kelurahan ini terletak dibagian tengah Provinsi Sulawesi Selatan. Batas wilayah Kabupaten Barru secara administratif adalah sebagai berikut:

 Sebelah Utara Berbatasan dengan Kota Parepare dan Kabupaten Sidrap

 Sebelah Timur Berbatasan dengan Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Bone

 Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kabupaten Pangkajene Kepulauan

 Sebelah Barat Berbatasan dengan Selat Makassar

Kabupaten Barru terletak pada jalan Trans Sulawesi dan merupakan daerah lintas provinsi yang terletak antara Kota Makassar dan Kota Pare-Pare. Secara administratif kecamatan yang ada di Kabupaten Barru terdiri dari 7 Kecamatan, 5 (lima) diantaranya merupakan wilayah pesisir yaitu Kecamatan Tanete Rilau dengan luas 79,17 km2, Kecalamatan Barru dengan luas 199,32 km2, Kecamatam Balusu dengan luas 112,2 km2 , Kecamatan Soppeng Riaja dengan luas 78,90 km2dan Kecamatan Mallusetasi dengan luas 216, 58 km2. Sedangkan 2 (dua) kecamatan yang merupakan wilayah ketinggian adalah Kecamatan Tanete Riaja dengan luas 174, 29 km2dan Pujananting dengan luas 314,26 km2 (BPS Kab. Barru, 2015).

104

Perairan utara Kabupaten Barru yang berbatasan langsung dengan Kota Pare-pare, secara administrasi, wilayah ini meliputi satu Kecamatan pesisir yaitu Kecamatan Mallusetasi.

Batas bentang alam wilayah ini berawal dari muara sungai yang berbatasan dengan Kota Pare- pare hingga di muara sungai yang berbatasan dengan Kecamatan Soppeng Riaja. Wilayah pesisir mallusetasi terdapat 4 pulau diantaranya pulau Bakki, pulau Batukalasi, pulau Dutungan dan pulau Umming. Untuk wilayah perairan laut Kecamatan Soppeng Riaja Batas bentang alam wilayah ini berawal dari muara sungai yang berbatasan dengan Kecamatan Mallusetasi hingga di muara sungai yang berbatasan dengan Kecamatan Balusu. Pada wilayah ini relatif lebih kompleks, dimana bentang alam pesisirnya terdapat teluk yang cukup besar dan kecil seperti Teluk Labosso, Teluk Siddo, Teluk Labunge dan Awerange, tanjung yang besar dan kecil, perairan terbuka menghadap Selat Makassar dengan sedikit dangkalan/gusung. Kecamatan Soppeng Riaja merupakan kecamatan yang memiliki jumlah pulau terbanyak diantara 5 wilayah pesisir yaitu Pulau Bangkalae, Pulau Batuloang, Pulau Batumalaja, Pulau Kessipute, dan Pulau Lawase. Untuk wilayah perairan laut Kabupaten Barru dengan batas administrasi dua kecamatan pesisir, yaitu Kecamatan Balusu dan Kecamatan Barru. Batas bentang alam wilayah ini berawal dari muara sungai yang berbatasan dengan Kecamatan Soppeng Riaja hingga di muara sungai yang berbatasan dengan Kecamatan Tanete Rilau. Wilayah ini berada di perairan selatan Kabupaten Barru yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Pangkep. Wilayah Kecamatan Balusu memiliki 1 pulau yaitu Pulau Pannikian sedangkan Kecmatan Barru juga memimiliki 1 pulau yaitu Pulau Gusungpadongko. Wilayah Kecamatan Tanete Rilau dengan batas bentang alam wilayah ini berawal dari muara sungai yang berbatasan dengan Kecamatan Barru hingga di muara sungai yang berbatasan dengan Kabupaten Pangkep juga terdapat 2 Pulau yaitu Pulau Gusungbulobulo dan Pulau puteangin (Arifin T. dkk., 2014 ).

Kegitan Perikanan Tangkap

Perikanan tangkap yang ada di Kabupaten Barru merupakan perikanan tangkap artisanal . Kegiatan penangkapan dilakukan dengan beragam alat tangkap dan dengan hasil tangkapan yang beragam pula. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat/nelayan Kabupaten Barru, selama masa pandemi Covid-19 tidak mempengaruhi kegiatan penangkapan (nelayan tetap melaut). Mereka malah memilih ke laut untuk mencari ikan dibandingkan tinggal di rumah karena menurut mereka dilaut mereka malah merasa aman karena tidak berkontak langsung dengan seseorang. Mereka akan bertemu dengan orang-orang jika memassarkan hasil tangkapannya, namun demikian mereka tetap mematuhi protokol Kesehatan sesuai dengan anjuran pemerintah setempat yang mewajibkan setiap masyarakat yang keluar rumah harus menggunakan masker. Hasil tangkapan nelayan tersebut di jual di TPI (Tempat Pelelangan Ikan).

105

Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan observasi, pada wilayah pesisir Kabupaten Barru, hanya memiliki 2 Pangkalan pendaratan Ikan (PPI) yaitu PPI Sumpang binangae juga merupakan TPI yang berada di Kecamatan Barru dan PPI Polejiwa yang terletak di Kecamtan Tanete Rilau, namun PPI ini hingga saat ini belum termanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat setempat.

Selain itu di Kecamatan Balusu dan Soppeng riaja terdapat dermaga yang merupakan tempat pendaratan ikan namun tidak terdapat aktifitas lelang. Hasil tankapan nelayan selain di daratkan di PPI nelayan juga menjual ke para pengumpul dan ada juga yang langsung memasarkan ke pasar-pasar tradisonal. Disamping itu, masih ada yang melakukan transaksi ditengah laut serta di tepi pantai.

Alat Tangkap

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan di pesisir Kabupaten Barru, umumnya alat tangkap yang dioperasikan merupakan alat tangkap artisanal. Berdasarkan data yang tercatat pada Dinas Perikanan Kabupaten Barru (2019) serta wawancara dengan nelayan dan observasi, jenis alat tangkap yang dioperasikan oleh nelayan di wilayah pesisir Kabupaten Barru teridentifikasi ada sekitar 13 jenis alat tangkap dengan jumlah sekitar 2.191 buah. Adapun komposisi dari jenis, jumlah dan persentase alat tangkap tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1, terlihat bahwa alat tangkap yang dominan dioperasikan oleh nelayan di perairan Kabupaten Barru adalah jaring insang (hanyut dan tetap), yaitu sebanyak 1.059 unit atau sekitar 48,3 % dari seluruh alat tangkap yang beroperasi. Hasil tangkapan utama jaring insang adalah ikan-ikan pelagis kecil seperti kembung, tembang, ikan gulamah, ikan tongkol, kepiting, udang dan lain-lain. Mendominasinya alat tangkap tersebut diduga selain jaring tersebut relatif mempunyai harga murah, rata-rata nelayan pesisir Kabupaten Barru merupakan nelayan tradisional yang hanya memiliki perahu-perahu sampan dengan menggunakan motor tempel yang berkekuatan 9 – 13 PK.

106

Tabel 1. Komposisi Alat tangkap yang teridentifikasi beroperasi pada Perairan Kabupaten Barru pada masa Pandemi Covid-19

No.

Komposisi Alat Tangkap

Jenis Alat Tangkap Jumlah (unit) Persentase (%)

1 Purse Seine 40 1.8

2 Jaring Insang Hanyut 622 28.4

3 Jaring Insang Tetap 437 19.9

4 Tombak 15 0.7

5 Bagan Tancap 8 0.4

6 Bagan Perahu 43 2.0

7 Light Fishing (Sodo)/Serok 97 4,4

8 Rawai Dasar 128 5.8

9 Pancing Ulur 475 21.7

10 Pancing Tonda 210 9.6

11 Bubu 25 1.1

12 Anco 49 2.2

13 Sero 42 1.9

Total 2191 100

Sumber : Data Primer yg diolah dalam Excel

Selain Jaring insang, alat tangkap yang mendominasi adalah alat tangkap pancing (pancing ulur, pancing tonda dan pancing rawai dasar). Hasil wawancara yang diperoleh, umumnya nelayan yang melakukan operasi penangkapan dengan alat tangkap jaring insang, juga melakukan operasi penangkapan menggunakan alat pancing (pancing ulur). Ini dilakukan untuk mengisi waktu masa menunggu jaring insang (sebelum hauling), Sehingga waktunya tidak terbuang percuma. Sedangkan alat tangkap yang paling sedikit dioperasikan adalah bangan tancap karena hanya ada di 2 (dua) desa yaitu desa Lasitae dan desa Bojo Baru. Sedikitnya alat tersebut dioperasikan diduga erat kaitannya dengan kondisi perairan dan hasil tangkapan yang semakin hari semakin berkurang. Terkhusus di desa Bojo Baru kemungkinan disebabkan adanya alat tangkap sodo (light fishing) yang beroperasi di sekitar bagan tancap. Secara prinsip metode penangkapan alat tangkap ini sama dengan bagan tancap yaitu memanfaatkan ikan-ikan fototaksis positif.

Berdasarkan KEPMEN. KP NOMOR: KEP.06/MEN/2010 mengelompokkan bagan ke dalam jaring angkat (lift net), karena pengoperasiannya dilakukan dengan menurunkan dan

107

mengangkat jaring secara vertikal dengan bantuan cahaya sebagai pengumpul ikan. Sedangkan menurut Brandt A. V ( 2005) dan Sudirman (2013), sodo merupakan alat tangkap serok (scope net) dengan menggunakan alat batu cahaya. Hasil observasi, sodo yang dioperasikan oleh nelayan di Kabupaten Barru menggunakan alat bantu cahaya berupa lampu LED dengan jumlah 181 -300 buah (13 – 24 watt) yang menggunakan genset 2500 – 8000 watt. Secara umum, hasil tangkapan utama dari ke 13 jenis alat tangkap yang beroperasi mencakup 2 kelompok ikan dan 2 kelompok non-ikan. Kelompok ikan yang ditangkap berasal dari kelompok ikan demersal dan kelompok ikan pelagis, sedangkan dari kelompok non-ikan terutama adalah kelompok krustace.

Dari 13 jenis alat tangkap yang dioperasikan tersebut (Tabel 1), terdapat 4 jenis alat tangkap yaitu bagan tancap, bagan perahu, sodo dan anco (berjumlah 614 buah atau 21,64%) merupakan alat tangkap yang tidak selektif. Jenis-jenis alat tangkap tersebut mempunyai ukuran mata jaring yang sangat kecil, yaitu kurang atau sama dengan 5 mm, sehingga hasil tangkapannya tidak selektif termasuk ikan-ikan kecil atau juvenil. Pada lokasi penelitian, daerah operasi ke empat jenis alat tangkap tersebut umumnya di daerah padang lamun yang merupakan daerah asuhan (nursery ground) sehingga diduga dapat mengakibatkan penurunan stok ikan atau dengan kata lain menurunkan produktivitas sumberdaya perikanan yang ada. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Kelautan dan Perikanan NOMOR : 71/PERMEN-KP/2016 Tentang Jalur Penangkapan Ikan Dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, untuk ukuran mata jarring yang digunakan. < 1 inch (25,4 mm) dilarang melakukan kegiatan penangkapan ikan. Selain itu, menurut Dwiponggo (1986) dan Badrudin (1987) dalam Nuraini (2000) akibat penggunaan alat tangkap yang tidak selektif /merusak, populasi ikan menjadi menurun karena laju kematian menjadi lebih tinggi. Bagan tancap dan sodo dalam pengoperasiannya memakai alat bantu lampu sehingga species ikan dan non-ikan yang tertangkap adalah species-species yang tertarik oleh cahaya atau menurut Ayodhyoa (1981) serta Brandt A. V, (2005) merupakan species-species yang bersifat fototaksis positif. Selain mempunyai ukuran mata jaring yang sangat kecil, pada lokasi penelitian, bagan ada yang ditancapkan di sekitar lokasi karang dan padang lamun, maka dari hasil tangkapan teridentifikasi adanya benih-benih ikan karang, seperti ekor kuning (Caesio cuning). selektif lainnya Berdasarkan hasil survey alat tangkap yang pengoperasiannya ditarik sudah tidak ditemukan selama masa pandemi covid-19.

108 KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : Selama masa pandemi Covid-19 pengoperasian alat tangkap di perairan Kabupaten Barru yaitu sebanyak 13 jenis alat tangkap, dengan komposisi terdiri dari empat jenis alat tangkap yang dominan digunakan yaitu jarring insang hanyut berjumlah 622 buah (28,4 %), pancing ulur (21,7%), jarring insang tetap (19,9 %), pancing tonda (9,6%). Sedangkan alat tangkap yang paling sedikit digunakan adalah bagan tancap sebanyak 8 buah (0,4 %).

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kepada Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep dan Ketua Pengembangan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat yang telah mengganggarkan dana penelitian melalui Anggaran DIPA Politeknik Pertanian Negeri Pangkep Tahun 2020, Ketua Jurusan beserta jajarannya yang telah mensupport kami dalam melaksanakan penelitian, Rekan- Rekan dosen yang ikut berpartisipasi dalam penelitian ini, Pemerintah dan masyarakat nelayan Kabupaten Barru yang telah memberikan informasi berupa data-data yang diperlukan dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin T. dkk. 2014. Model Pengelolaan Kawasan Pesisir & Pulau-Pulau Kecil Berbasis Zonasi di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir. Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikan. Kementeri RI.

Ayodhyoa, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dewi Sri.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Barru, 2015. https://barrukab.bps.go.id. Diakses 18 Juli 2020.

Brandt A. V 2005. Fish Catching Methods of the World. London: Fishing News Book.

[DKP] Dinas Perikanan Kabupaten Barru, 2013. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Barru. Pemerintah Kabupaten Barru Dinas Kelautan dan Perikanan.

[DKP] Dinas Perikanan Kabupaten Barru, 2019. Statistik Perikanan Kabupaten Barru. Laporan Tahunan Dinas Perikanan Kabupaten Barru.

Effendi, S dan Tukiran. 2014. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Kepmen NOMOR KEP.06/MEN/2010 Tentang Alat Penangkapan Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

109

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2016. Kepmen NO.71/PERMEN-KP/2016 Tentang Jalur Penangkapan Ikan Dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Nuraini, S. 2000. Identifikasi Kekayaan Jenis Ikan dan Penangkapannya di Teluk BantenSerangdalam Seminar Identifikasi Potensi dan Permasalahan Pengelolaan Kawasan Teluk Banten, Serang.

Sudirman. 2013. Mengenal Alat dan Metode Penangkapan Ikan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

110

PENERAPAN K3 DI LABORATORIUM ALAT TANGKAP PRODI PENANGKAPAN

Dalam dokumen Prosiding (Halaman 111-120)