• Tidak ada hasil yang ditemukan

Andi Rusdi Walinono 1 , Sulkifli 1 , Maryam 1 dan Sumarni 1

Dalam dokumen Prosiding (Halaman 102-111)

1 Jurusan Agribisnis, Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene Kepulauan Correspondence author andirusdiwalinono1@gmail.com

ABSTRAK

Studi ini dilaksanakan sebagai salah satu bentuk dukungan terhadap kebijakan strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mendorong peningkatan produksi perikanan melalui kegiatan budidaya perikanan. Teluk Mandar terletak di Polewali Mandar, Sulawesi Barat merupakan salah satu lokasi yang potensial untuk pengembangan budidaya laut.Tujuan penelitian menganalisis tingkat kesesuaian lahan usaha budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) di perairan Polewali Mandar Sulawesi Barat. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi acuan bahan pertimbangan dalam pengembangan usaha budidaya rumput laut di perairan Polewali Mandar.Metode yang digunakan adalah metode survey dan pengukuran langsung di lapangan. Parameter yang diukur adalah nitrat, suhu, fosfat, salinitas, pH, DO, kecepatan arus, kedalaman, kecerahan perairan; COD. Data data tersebut kemudian diberi bobot dan diskor yang disesuaikan dengan komoditi rumput laut yang akan dibudidayakan. Data yang diperoleh dianalisis secara spasial (overlay) dengan sistem informasi geoografi (SIG), dan dijabarkan secara deskriptif.Berdasarkan hasil analisis spasial (overlay) kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut di perairan Polewali mandar Sulawesi Barat diperoleh total luas lahan sebesar 1.252,66 ha, luas kesesuaian lahan sebesar 65,39 ha dan luas sesuai bersyarat sebesar 1.187,27 ha, jika dibagi menurut wilayah kelurahan, maka luas kesesuaian perairan di lima kelurahan pesisir masing-masing adalah : Kelurahan Polewali sebesar 13,16 ha, (1,05 %); Kelurahan Wattang sebesar 0 ha (0 %). Kelurahan Lantora sebesar 11,3 ha (0,9 %); Kelurahan Takatidung sebesar 39,85 ha (3,18 %), dan Kelurahan Manding sebesar 1,08 ha (0,09 %).

Kata kunci: SIG, Kesesuaian lahan, rumput laut, parameter fisika dan kimia

ABSTRACT

This study was carried out to support the strategic plan of the Ministry of Marine Affairs and Fisheries of Republic of Indonesia that seeks to increase fisheries production through the aquaculture, especially by developing seaweed culture around Mandar regency. This research was aimed to analyze the water suitability for seaweed (Eucheuma cottonii) cultivation business in Polewali Mandar of West Sulawesi. The results of this research are expected to be a reference to consideration in the management of sustainable seaweed cultivation business.

This research is an explorative research using the method of direct survey and measurement in the field.The data collected were analyzed spatially with geographic information system (GIS) approach and then outlined descriptively. Based on the spatial analysis results (overlay) of the water suitability for seaweed cultivation in Polewali Mandar of West Sulawesi, it was obtained that the total water area in Polewali District reached 1,252.66 ha, covering the suitable water area of

93

65.39 ha and the conditionally suitable water area of 1,187.27 ha. If divided based on the subdistrict area, the water suitability area of the five coastal subdistricts in Polewali District respectively was as follows: 1) Polewali Subdistrict’s suitable water area of 13.16 ha (1.05%); 2) Wattang Subdistrict’s suitable water area of 0 ha (0%); 3) Lantora Subdistrict’s suitable water area of 11.3 ha (0.9%); 4) Takatidung Subdistrict’s suitable water area of 39.85 ha (3.18%) and 5) Manding Subdistrict’s suitable water area of 1.08 ha (0.09%)

Key words : GIS, Land suitability, seaweed, parameters of physics and Chemistry

PENDAHULUAN

Polewali Mandar merupakan salah satu penghasil rumput laut di Sulawesi Barat. Produksi rumput laut Eucheuma cottonii di Kabupaten Polewali Mandar mengalami penurunan (DKP Polman, 2015). Potensi tersebut perlu mendapatkan prioritas penanganan, sehingga peluang peningkatan produksi hasil budidaya laut di masa mendatang akan semakin besar. Identifikasi kelayakan sumberdaya lahan untuk pengembangan budidaya laut penting artinya dalam rangka penataan ruang daerah yang sesuai dengan peruntukannya guna menghindari konflik kepentingan sektor kelautan dan perikanan dengan sektor lainnya. Identifikasi lokasi yang tepat juga dapat digunakan sebagai indikator awal keberhasilan usaha budidaya sesuai dengan jenis komoditas dan teknologi budidaya yang akan diterapkan (Dahuri, et al, 2001).

Pengembangan pesisir untuk kegiatan budidaya rumput laut tidak terlepas dari faktor kesesuaian perairan. Faktor utama yang menjadi hambatan dalam pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia adalah ketidakcocokan lokasi perairan dan data parameter kualitas perairan yang tidak sesuai, disamping itu penetuan lokasi budidaya sering didasarkan pada feeling (Hartoko dan Helmi 2004). Penentuan kesesuaian perairan sangat penting untuk diketahui, karena menentukan lokasi perairan yang sesuai untuk peruntukan usaha budidaya, sehingga nantinya lokasi yang sesuai mampu untuk dimanfaatkan semaksimal mungkin. Lebih lanjut dikatakan Hardjowigeno (2001) bahwa kesesuaian lahan merupakan kecocokan suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu, melalui penentuan nilai (kelas) lahan serta pola tata guna lahan yang dihubungkan dengan potensi wilayahnya, sehingga dapat diusahakan penggunaan lahan yang lebih terarah untuk usaha dan kelestariannya.

Salah satu alternatif pendekatan analisis yang digunakan untuk mempermudah mengetahui kesesuaian lahan pada suatu kawasan atau wilayah yang luas dengan penggunaan teknologi Sistem Informasi Geoografis (Hambali, 2012). Lebih lanjut dikatakan bahwa berdasarakan analisis spasial dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG), maka akan diperoleh kelas kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut

94

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kesesuaian lahan usaha budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) di perairan Polewali Mandar Sulawesi Barat. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi acuan bahan pertimbangan dalam pengembangan usaha budidaya rumput laut.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di perairan Polewali Mandar, terletak 1190 22’ 03,971” - 1190 17’

34,744” E dan 03023’ 23,616” - 030 26’ 33,581” S Kecamatan Polewali Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat, pada suatu kawasan produksi rumput laut, pada bulan Agustus sampai Nopember 2020. Penelitian ini merupakan jenis penelitian survey dan pengukuran langsung dilapangan, menggunakan pendekatan kuantitatif dengan pengujian hipotesis bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi pada lokasi kajian untuk mendapatkan data aktual terkait kegiatan usaha budidaya rumput laut di perairan Polewali Mandar (Sugiyono, 2008).

Pengambilan sampel dilakukan pada 12 stasiun (Gambar 1), secara purposive sampling dengan pertimbangan ada kegiatan usaha budidaya rumput laut. Setiap lokasi pengamatan sedapat mungkin mewakili atau menggambarkan keadaan perairan tersebut. Menurut Hartoko dan Kangkan, 2009; Semedi et al, 2016. Sebelum pengukuran dan pengambilan sampel, terlebih dahulu menentukan titik koordinatnya dengan menggunakan Global Positioning System (GPS).

Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel

95 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada saat pengambilan sampel adalah kapal nelayan, GPS, Refractometer, ph meter, Current meter/bola duga, seichi disk, DO meter, water sampler, water quality checker dan botol sample 1 liter serta coolbox.

Analisis Data

Pemetaan wilayah perairan yang sesuai untuk usaha budidaya rumput laut dilakukan dengan perangkat lunak Arc GIS 10.4. Penyusunan meliputi peta dasar, penentuan batas dan titik sampling, pembuatan matrik kesesuaian perairan, pembobotan dan pengharkatan dan analisis spasial (overlay).

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data satelit, Data biofisik berupa suhu, salinitas, kecerahan, kedalaman, kecepatan arus, pH, oksigen terlarut, COD, BOD, nitrat, fosfat, diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran langsung. Untuk pembudidaya rumput laut, melalui wawancara dan quesioner.

Analisis kesesuaian yang dilakukan, didasarkan atas parameter pembatas sesuai pemanfaatannya ditinjau dari aspek ekologis. Untuk menentukan lokasi yang sesuai dengan menggunakan analisis spasial dan SIG. Kriteria awal yang disusun adalah 1) Menentukan nilai dari tiap parameter dengan membuat matriks yang memuat skor dan bobot; 2) Data tiap parameter dimasukkan atau didigit kedalam peta sehingga akan diperoleh peta tematik; 3) Dengan teknik tumpang susun (overlay) semua peta tematik yaitu tematik suhu, salinitas, kecerahan, kedalaman perairan, kecepatan arus, pH, oksigen terlarut, COD, BOD, nitrat, dan fosfat maka diperoleh total nilai dari tiap parameter; 4) Total nilai akan disesuaikan dengan range kelas kesesuaian.

Penghitungan kesesuaian dilakukan dengan mengalikan bobot dengan skor, untuk sangat sesuai (skor 5), sesuai (skor 3) dan tidak sesuai (skor 1). Hasil perkalian bobot dan skor tertinggi adalah 115 sedangkan nilai perkalian bobot dan skor terendah adalah 23. Untuk perkalian bobot dengan skor berkisar antara > 92 – 115, termasuk katagori sangat sesuai (SS), perkalian bobot dengan skor berkisar antara > 69 – 92, termasuk katagori Sesuai, sedangkan perkalian bobot dengan skor 46 - 69 termasuk kategori sesuai bersyarat (SB). Sementara itu perkalian bobot dengan skor < 46, termasuk katagori tidak sesuai (TS). (Bakosurtanal 1996 dan DKP 2002)

96 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengukuran parameter kualitas air diperoleh kisaran suhu antara 30,0–30,6 oC, kisaran salinitas 29,6–30,6 ppt, kisaran kecerahan 0,5–9,6 m, kisaran kedalaman 0,7-15,8 m, kisaran kecepatan arus 3,5-8,3 cm/dtk, kisaran pH 7,28-7,96, kisaran DO 2,05-2,45 ppm, kisaran nitrat antara 0,00010 – 0,00315 mg/l, kisaran phosphat antara 0,0069 – 0,1607, kisaran BOD antara 1,85 – 9,79 mg/l, dan kisaran COD antara 31,04 – 118,83 mg/l.

Berdasarkan hasil analisis spasial (overlay) kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut di perairan Polewali Mandar Sulawesi Barat yang didasarkan pada faktor penentu pertumbuhan rumput laut. seperti kedalaman perairan, kecerahan, kecepatan arus, suhu, salinitas, pH dan DO, Nitrat, Orthofosfat, BOD, dan COD. Untuk lebih jelasnya tingkat kesesuaian lahan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 2.

Tabel 1. Luas lahan, Luas Kesesuaian bersyarat dan Luas kesesuaian Lahan No Kelurahan

Luas Pemanfatan

lahan (Ha)

Luas Lahan (Ha)

Sesuai

Bersyarat (Ha) Sesuai (Ha)

1 Polewali 60 245,05 231,89 13,16

2 Wattang 25 126,22 126,22 0

3 Lantora 210 153,42 11,30 11,3

4 Takatidung 150 382,08 342,23 39,85

5 Manding 150 345,89 344,81 1,08

595 1.252,66 1187,27 65,39 Data setelah diolah, 2020

Tabel 1 dan Gambar 2 menunjukkan bahwa luas lahan di Kecamatan Polewali sebesar 1.252,66 Ha, luas sesuai bersyarat 1.187,27 ha, luas kesesuaian lahan 65,39 ha, dan Luas pemanfaatan lahan sebesar 595 Ha

Gambar 2. Grafik kesesuaian lahan,

97

Jika dirinci pada setiap kelurahan yaitu :Kelurahan Polewali diperoleh luas kesesuaian perairan 13,16 ha dengan tingkat pemanfaatan lahan 60 ha; Kelurahan Wattang tidak memiliki kesesuaian perairan atau 0 ha (0 %) dengan tingkat pemanfaatan lahan sebesar 25 ha, dimana lokasi ini tidak mampu untuk mendukung kegiatan usaha budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii); Kelurahan Lantora diperoleh kesesuaian perairan dengan luas 11,3 ha dengan tingkat pemanfaatan lahan sebesar 210 ha; Kelurahan Takatidung diperoleh luas kesesuaian perairan 39,85 ha dengan tingkat pemanfaatan lahan sebesar 150 ha, Kelurahan Manding di peroleh luas krsesuaian perairan 1,08 ha dengan tingkat pemanfaatan lahan sebesar 150 ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Kesesuaian dan Pemanfaatan lahan

Terjadinya penurunan produksi usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Polewali Mandar dimulai tahun 2014 sampai 2020 diduga terjadinya pemanfaatan lahan yang melebihi kapasitas lingkungan perairan, disamping itu ada beberapa parameter kualitas air tidak sesuai untuk mendukung usaha budidaya rumput laut seperti :

a. Kecepatan arus

Hasil yang diperoleh berdasarkan pengukuran kecepatan arus di perairan teluk Mandar berkisar antara 3,5 – 8,3 cm/dtk. Hal ini diduga disebabkan karena lemahnya arus dan kurangnya ombak sehingga perairan diteluk tersebut tenang sehingga tidak mampu menunjang pertumbuhan rumput laut dengan baik. Menurut SNI (2010), menyatakan bahwa kecepatan arus yang baik untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii dengan metode long line antara 20 – 30 cm/detik.

b. Oksigen terlarut

Hasil pengukuran oksigen terlarut untuk budidaya rumput laut di perairan Polewali Mandar berkisar antara 2,05 - 2,45 ppm. Hal ini diduga disebabkan karena tercemarnya

98

lingkungan pesisir oleh sampah plastik, disamping itu rendahnya arus dan ombak sehingga diperairan tersebut tidak terjadi resirkulasi air. Menurut Kamlasi (2008), bahwa kandungan oksigen terlarut lebih rendah dari 4 ppm, dapat dikatakan perairan tersebut mengalami kekurangan oksigen yang dapat disebabkan oleh kenaikan suhu pada siang hari dan malam hari, akibat proses respirasi organisme air serta masuknya limbah organik yang mudah larut ke dalam perairan.

Rendahnya kadar oksigen terlarut di perairan Polewali Mandar tersebut menunjukkan bahwa kisaran oksigen terlarut dibawa ambang batas terendah, sehingga tidak mampu menunjang pertumbuhan rumput laut Eucheuma cottonii di perairan tersebut, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya kualitas dan kuantitas rumput laut yang dipanen oleh pembudidaya, sehingga semakin menurun harga dan akhirnya akan berdampak pada kerugian finansial yang diderita oleh para petani rumput laut

c. Nitrat (NO3)

Hasil uji laboratorium mengenai kadar nitrat yang di peroleh berkisar antara 0,00010 – 0,00315 ppm. Berdasarkan sebaran nitrat di lokasi penelitian bahwa rendahnya kadar nitrat di perairan tersebut diduga disebabkan kecilnya arus, dan rendahnya oksigen sehingga keseimbangan akan menuju amoniak. Menurut Aslan (2011) menyatakan bahwa konsentrasi nitrat yang baik untuk pertumbuhan rumput laut 0,0071 – 0,0169 ppm. Lebih lanjut dikatakan bahwa senyawa nitrogen dalam air laut terdapat dalam tiga bentuk utama yang berada dalam keseimbangan yaitu amoniak, Nitrit dan Nitrat, Jika oksigen dalam kondisi normal, maka keseimbangan akan menuju nitrat.

Pada saat oksigen rendah keseimbangan akan menuju amoniak d. Orthofosfat (PO4)

Orthofosfat (PO4) adalah zat hara anorganik yang diperlukan untuk pertumbuhan rumput laut. Hasil uji laboratorium mengenai kadar fosfat di perairan Polewali Mandar berkisar antara 0,0069 – 0,1607 ppm. Berdasarkan sebaran fosfat dilokasi penelitian bahwa rendahnya kadar fosfat di perairan tersebut diduga disebabkan kecilnya arus, dan rendahnya oksigen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kisaran kadar fosfat di perairan teluk Mandar Kecamatan polewali dibawah ambang batas terendah, sehingga tidak mampu menunjang pertumbuhan rumput laut Eucheuma cottonii di perairan tersebut.

Menurut Romimohtarto (2003), bahwa perairan dikatakan memiliki tingkat kesuburan yang baik untuk kegiatan budidaya rumput laut apabila memiliki kadar fosfat berkisar 0,2 – 0,5 ppm.

99 e. Biochemical Oxygen Deman (BOD)

Berdasarkan Hasil pengukuran BOD di perairan Polewali Mandar berada pada kisaran antara 1,85 – 9,79 ppm. Aslan (2011), menyatakan bahwa jika nilai BOD > 5, berarti perairan tersebut mengalami pencemaran. Jika dilihat dari nilai B OD di perairan Polewali Mandar, kelima kelurahan telah mengalami pencemaran kualitas air, sehingga berdampak pada usaha budidaya rumput laut menyebabkan produksi semakin menurun f. Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah Kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi agar limbah organik yang ada dalam perairan dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Berdasarkan hasil pengukuran COD di perairan Polewali Mandar berada pada kisaran antara 31,04 – 118,83 ppm. Menurut Aslan (2011) nilai COD dalam perairan sebaiknya kurang dari 90 ppm. Hasil pengukuran nilai COD di beberapa stasiun di perairan Polewali Mandar di peroleh nilai kisaran diatas 100, kelima kelurahan telah mengalami pencemaran kualitas air hal ini diduga disebabkan k arena rendahnya oksigen terlarut dalam perairan sehingga tidak mampu untuk mengurai bahan organik, maka terjadi pencemaran dan berdampak pada usaha budidaya rumput laut menyebabkan produksi semakin menurun dan akhirnya pembudidaya menutup usahanya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis spasial (overlay) kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut di perairan Polewali Mandar Sulawesi Barat diperoleh total luas lahan di Kecamatan Polewali sebesar 1.252,66 ha, luas kesesuaian lahan sebesar 65,39 ha dan luas sesuai bersyarat sebesar 1.187,27 ha. Dengan tingkat pemanfaatan lahan sebesar 595 ha.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, Kami mengucapkan Terima kasih yang sebesar besarx Kepada Direktur Politani Pangkep beserta seluruh Asdir, Ketua P3M Politani Pangkep Dan Kajur Agribisnis Politani Pangkep yang telah menyediakan dana penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar. A and Burhanuddin, 2016. The Parameters Analysis of Physics, Chemistry and Biology in Sealayar Marine For Feasibility Seaweed Cultivation Eucheuma cottonii. J of Oceans and Oceanography V.10 (2) : 287-297.

Aslan (2011) Studi Kualitas Air Kaitannya dengan Pertumbuhan Rumput Laut. Ojs uho.ac.id.

100

Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, 1996. Pengembangan prototipe wilayah pesisir dan marine Kupang Nusa Tenggara Timur. Pusat Bina Aplikasi Inderaja dan SIG. Jakarta (ID): Bakosurtanal.

Dahuri R, J. Rais, SP. Ginting dan MJ. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta PT. Pradnya Paramita.

Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002, Modul Sosialisasi dan Orientasi Penataan Ruang, Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta.

DKP Polman, 2015. Data Potensi Dan Produksi Perikanan Budidaya Laut. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Polewali Mandar.

Hambali, M. 2012. Aplikasi SIG Untuk Kesesuaian Kawasan Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Metode Lepas Dasar di Pulau Mantang, Kecamatan Mantang. Kabupaten Bintang.

Hardjowigeno S. 2001. Kesesuaian lahan dan perencanaan tata guna tanah. Bogor (ID): Faperta IPB.

Hartoko. A and M. Helmi. 2004. Development of digital multilayer ecological model for padang coastal water (West Sumatera). J of Coastal Development. 7.(3):129-136.

Hartoko.A and Kangkan. 2009. Spatial Modeling For Mariculture Site Selection Based on Ecosystem Parameters at Kupang Bay, East Nusa Tenggara, Indonesia. J of Remote Sensing and Earth Sciences. 6:57-64.

Kamlasi. 2008 Kajian ekologis dan biologi untuk pengembangan budidaya rumput laut K. alvarezii di kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang NTT. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rauf A. 2007. Pengembangan terpadu pemanfaatan ruang kepulauan tanakeke berbasis daya dukung. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Romimohtarto, K. 2003. Kualitas Air Dalam Budidaya Laut. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, Vol.1 hal 1-13 (www.fao.org/docrep/field/003.

Semedi, B, Da Kosta and Mahmudi, M. 2016. Feasibility of Seaweed (Kapaphycus alvarezii) Maricultur Using Geografic Information System In Hading Bay, East Flores Indonesia. J of Natural Environment and pollution Technology.15.(4) : 1347-1349.

SNI, 2010. Produksi Rumput Laut Cottonii (Eucheuma cottonii). Bagian 2 : Metode Longline. SNI 7579. 2. 2010. Badan Standarisasi Nasional.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Penerbit CV Alfabeta.

Bandung.

101

KOMPOSISI JENIS ALAT TANGKAP YANG BEROPERSI DI PERAIRAN

Dalam dokumen Prosiding (Halaman 102-111)