• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etos Kerja Islami

Dalam dokumen Konsep Ketuhanan dalam Islam - Repository UM (Halaman 187-191)

C. Etos Kerja dan Kemandirian Hidup

1. Etos Kerja Islami

negara kepada para nasabahnya termasuk dalam kategori tidak jelas hukumnya (Ali ,1988:12-13).

5) Hasil lokakarya Majlis Ulama Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 19-20 Agustus 1990 tentang status bunga bank menyebutkan bahwa untuk menghindari kesulitan, maka dapat dimungkinkan adanya rukhshah (keringanan hukum) jika dapat dipastikan adanya kebutuhan (Lubis, 2000:42-46).

C. Etos Kerja Dan Kemandirian Hidup

yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakini (Ismail, 2012). Dengan etos kerja yang kuat, sebuah pekerjaan akan mencapai hasil maksimal. Berkaitan dengan etos kerja, Allah berfirman:

ىَلَع اوُلَمْعا ِمْوَ ق اَي ْلُق ْمُكِتَناَكَم

ٌلِماَع ينِِّإ ُةَبِقاَع ُهَل ُنوُكَت ْنَم َنوُمَلْعَ ت َفْوَسَف ۖ

ِراَّدلا َنوُمِلاَّظلا ُحِلْفُ ي َلَ ُهَّنِإ ۖ

Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan (Q.S. Al-An’am:135).

Bekerja adalah suatu keharusan bagi umat Islam. Allah tidak akan menurunkan rezeki dari langit, tetapi rezeki tersebut harus diusahakan. Umat Islam diharuskan untuk bekerja dan dilarang menganggur atau bermalas-malasan. Hal ini disebutkan dalam Q.S.

al-Mulk ayat 15.

َضْرَْلْا ُمُكَل َلَعَج يِذَّلا َوُه ًلَوُلَذ

ِهِقْزِر ْنِم اوُلُكَو اَهِبِكاَنَم ِفِ اوُشْماَف ِهْيَلِإَو ۖ

ُروُشُّنلا

“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya- lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”

Ungkapan Arab menyebutkan „alfaraaghu mafsadatun‟, me- nganggur itu merusak. Sifat malas, tidak memiliki etos kerja, sikap menganggur, hanya akan melahirkan pikiran-pikiran negatif, kesengsaraan, penyakit jiwa, kerapuhan jaringan saraf, menghayal tanpa realitas, keresahan dan kegundahan. Sebaliknya, kerja dan semangat akan menghadirkan kreatifitas, kegembiraan, sukacita dan kebahagiaan.

Islam sangat menganjurkan kepada pemeluknya untuk bekerja dan berusaha. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah SAW memuji seorang sahabat yang mencari nafkah dengan cara mencari dan membelah kayu di hutan. Tangannya keras dan kaku, pakaian dan penampilannya sangat sederhana dan bersahaja. Itu dilakukannya setiap hari untuk menafkahi anak dan istrinya. Rasulullah meng-

hampiri sahabat tersebut dan memegang tangannya seraya berkata,

“Inilah tangan yang dicintai oleh Allah SWT.”

Agama Islam memberikan apresiasi yang sangat tinggi kepada siapa pun yang melakukan kerja keras mencari rezeki yang halal, thayyib (baik), dan berkah. Lebih dari itu, bekerja merupakan sarana untuk menjadikan watak dan kepribadian manusia bersifat mandiri, tekun, teliti, peduli, berani, taat, dan bertanggung jawab. Rasul SAW bersabda:

“Adalah Nabiyullah Daud tidak makan kecuali dari hasil kerja kedua tangannya”

(HR. Imam Bukhari dari Abi Hurairah).

Bahkan sejarah mencatat bahwa Rasulullah SAW sendiri dalam usia 8 tahun sudah bekerja menggembala kambing yang hasilnya diserahkan kepada pamannya untuk meringankan beban ekonomi keluarga pamannya, Abu Thalib. Pada usia 12 tahun, Muhammad SAW sudah diperkenalkan berwiraswasta oleh pamannya untuk berdagang dengan melakukan perjalanan jauh melintasi beberapa kota sampai ke negeri Syam.

Dengan bekerja, seseorang bisa hidup mandiri dan tidak menjadi beban orang lain. Dengan bekerja pula, seseorang dapat memiliki harga diri dan percaya diri, bahkan menjadi manusia terhormat karena bisa meringankan beban orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling banyak manfaatnya (HR. Bukhari Muslim).

Islam adalah agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk selalu berdoa dan berusaha (bekerja) demi mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Hal ini dinyatakan dalam al-Qur‟an,

َلِمَع ْنَم اًِلِاَص

ىَثْ نُأ ْوَأ ٍرَكَذ ْنِم ييَط ًةاَيَح ُهَّنَ يِيْحُنَلَ ف ٌنِمْؤُم َوُهَو

ًةَب ْمُهَّ نَ يِزْجَنَلَو ۖ

َنوُلَمْعَ ي اوُناَك اَم ِنَسْحَأِب ْمُهَرْجَأ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S. An- Nahl:97).

Agar dalam bekerja bisa memperoleh kesuksesan dan keridhaan, terdapat sejumlah panduan yang perlu dipatuhi, di antaranya adalah:

a. Mulailah mencari pekerjaan yang halal.

b. Jadilah pekerja yang jujur (bisa dipercaya) saat mengembangkan usaha.

c. Carilah mitra kerja yang baik dan ajak mereka bekerja secara baik pula.

d. Gunakan cara yang baik dalam bekerja supaya memperoleh hasil yang baik.

e. Setelah memperoleh upah, keluarkanlah sebagian rezeki yang diperoleh untuk zakat, infak atau sedekah.

f. Bersyukurlah atas nikmat Allah yang diperoleh dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan- Nya.

Senada dengan pendapat di atas, Uchrowi menyatakan bahwa untuk membuka pintu kesuksesan diperlukan lima kunci, yaitu:

berdoa, bercita-cita, bekerja keras, bekerja sama dan berhijrah. Sehi- ngga sukses menurutnya adalah orang yang memiliki peningkatan setiap harinya, dan memastikan orang tersebut berimbang dalam urusan dunia dan akhirat yang dapat membawa keberkahan dan kebahagiaan dalam hidup (Anonim, 2013:14).

Tasmara (2002:73-105) menjelaskan bahwa etos kerja berhubungan dengan beberapa hal penting seperti:

a. Orientasi ke masa depan, yaitu segala sesuatu direncanakan dengan baik (waktu maupun kondisi) agar hari esok lebih baik dari kemarin.

b. Menghargai waktu. Disiplin waktu merupakan hal yang sangat penting guna efisiensi dan efektivitas bekerja.

c. Tanggung jawab, yaitu memberikan asumsi bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan sesuatu yang harus dikerjakan dengan ketekunan dan kesungguhan.

d. Hemat dan sederhana agar pengeluaran bermanfaat untuk masa depan.

e. Persaingan sehat, yaitu dengan memacu diri agar saat bekerja tidak mudah patah semangat dan berusaha menambah kreativitas diri.

Etos kerja islami memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah: (a) baik dan bermanfaat; (b) kualitas kerja yang mantap; (c) kerja keras, tekun dan kreatif; (d) berkompetisi dan tolong- menolong; (e) objektif (jujur); (f) disiplin atau konsekuen; (g) konsisten dan istiqamah; (h) percaya diri dan kemandirian; efisien dan hemat (Ismail, 2012).

Dalam hadis Nabi juga disebutkan bahwa Allah sungguh sangat mencintai orang yang berjerih payah untuk mencari yang halal (HR.

al-Dailami), dan orang yang bekerja dengan tekun (HR. Baihaqi).

Bahkan, dalam hadis lain dijelaskan bahwa hanya dengan kesusahpayahan dalam mencari nafkah dapat menghapuskan dosa yang tidak bisa dihapus dengan pahala shalat dan sedekah atau haji (HR. Al-Thabrani).

Dalam dokumen Konsep Ketuhanan dalam Islam - Repository UM (Halaman 187-191)