• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korupsi: Pengertian, Ragam dan Hukumnya

Dalam dokumen Konsep Ketuhanan dalam Islam - Repository UM (Halaman 161-166)

Kompetensi Dasar:

Memahami konsep korupsi, menganalisis perilaku-perilaku korupsi, dan mampu mengambil keputusan secara bertanggung jawab dalam bidang moral yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi.

Indikator:

1. Memahami hakikat, ragam, dan hukum korupsi dalam pandangan Islam;

2. Mengidentifikasi motif-motif korupsi sebagai upaya preventif menghindari perilaku korupsi;

3. Meyakini dan menyadari akan bahaya yang ditimbulkan oleh tindak korupsi dalam kehidupan pribadi maupun sosial;

4. Menumbuhkembangkan budaya anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari;

5. Mengamalkan perilaku anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari.

A. Korupsi: Pengertian, Ragam, Dan Hukumnya

maan uang sogok dan lain sebagainya. Istilah ini kemudian dikaitkan dengan perilaku jahat, buruk atau curang dalam hal keuangan dimana individu berbuat curang ketika mengelola uang milik bersama. Oleh karena itulah korupsi diartikan sebagai tindak pemanfaatan dana publik yang seharusnya untuk kepentingan umum dipakai secara tidak sah untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Inilah istilah korupsi yang lazim dipakai dalam istilah sehari-hari (Hasibuan, 2012).

Dalam undang-undang negara Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 pasal 2 ayat 1 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan, korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi (perusahaan atau badan usaha) yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dengan pengertian tersebut praktik-praktik kecurangan yang termasuk dalam kategori korupsi antara lain adalah manipulasi, penyuapan (uang pelicin), pungli (pungutan liar), mark up (pengge- lembungan anggaran tidak sesuai dengan belanja riil), dan pencairan dana publik secara terselubung dan bersembunyi di balik dalil-dalil konstitusi, dengan niat untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar secara tidak sah dari apa yang seharusnya diperoleh menurut kadar dan derajat pekerjaan seseorang.

2. Bentuk-bentuk Korupsi

Dalam pandangan Islam tidak dikenal istilah korupsi karena kata tersebut bukan berasal dari agama Islam. Akan tetapi dengan melihat arti korupsi sebagaimana disebutkan di atas, banyak istilah pelanggaran hukum dalam pandangan Islam yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. Bentuk-bentuk pelanggaran hukum tersebut antara lain ghulul (penggelapan), risywah (suap), hadiyyah (gratifikasi), sariqah (pencurian), dan khiyanah (khianat/kecura- ngan).

a. Ghulul (penggelapan)

Kata ghulul secara bahasa adalah “akhdzu syai wa dassuhu fi mata’ihi” (mengambil sesuatu dan menyembunyikannya dalam hartanya). Pada mulanya ghulul merupakan istilah untuk peng- gelapan harta rampasan perang sebelum dibagikan kepada yang berhak (Qal‟aji, tt:334). Ibnu Hajar al-„Asqalani mengartikannya dengan al-khiyanat fil maghnam (pengkhianatan pada rampasan perang). Lebih jauh, Ibnu Qutaybah (dalam Al-Zarqani, tt:37) menjelaskan bahwa perbuatan khianat dikatakan ghulul karena orang

yang mengambilnya menyembunyikannya pada harta miliknya. Kata ghulul, menurut al-Rummani, berasal dari kata ghalal yang artinya masuknya air ke dalam sela-sela pohon. Khianat disebut ghulul karena memasukkan harta yang bukan miliknya secara tersembunyi dan samar dari jalan yang tidak halal (Ridha, 1990:175). Larangan penggelapan ini tertera dalam Q.S. Ali Imran:161.

اَمَو َناَك يِبَنِل لُغَ ي نَأ نَمَو ْلُلْغَ ي ِتْأَي اَِبِ

لَغ َمْوَ ي ِةَماَيِقْلا ُث فَّوُ ت لُك ٍسْفَ ن ا م

ْتَبَسَك ْمُىَو

َنوُمَلْظُي َل

“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang.

Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” (Q.S. Ali Imran:161) b. Risywah (suap)

Istilah lain yang juga merupakan salah satu bentuk korupsi adalah risywah. Istilah ini berasal dari kata rasyā, yarsyū, risywah yang berarti “menyuap” atau “menyogok”. Orang yang menyuap disebut al-rāsyī sedangkan orang yang mengambil atau menerima suap disebut al-murtasyī. Sementara orang yang menjadi perantara antara pemberi dan penerimanya dengan menambahi di suatu sisi dan mengurangi di sisi lain disebut al-ra’isy. Umar bin Khaththab mendefinisikan risywah sebagai sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada orang yang mempunyai kekuasaan (jabatan, wewenang) agar ia memberikan kepada si pemberi sesuatu yang bukan haknya.

Risywah merupakan perbuatan yang dilarang oleh al-Quran, hadis dan ijma‟ ulama. Larangan tersebut berlaku bagi yang memberi, menerima dan yang menjadi penghubung di antara keduanya. Nabi SAW bersabda:

ْنَعَو ِدْبَع ِو للا ِنْب وِرْمَع ِنْب ِصاَعْلا َيِضَر ُو للا اَمُهْ نَع َلاَق َنَعَل : {

ُلوُسَر ِو للا

ى لَص ُو للا ِوْيَلَع َم لَسَو يِشا رلا يِشَتْرُمْلاَو ُهاَوَر . }

وُبَأ دُواَد يِذِمْرِّ تلاَو

“Dari Abdullah bin Amr bin „Ash, dia berkata: Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap dan orang yang menerima (minta) suap.” (HR. Abu Dawud dan al- Tirmidzi)

c. Hadiyyah (gratifikasi)

Hadiyyah (hadiah) dalam fikih Islam juga disebut hibah, yaitu pemberian sesuatu kepada orang lain atas dasar kerelaan dan tanpa mengharap sesuatu apapun selain ridha Allah. Pada dasarnya pemberian hadiah seperti ini merupakan hal yang diperbolehkan, bahkan dianjurkan dalam Islam. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:

اْوَداَهَ ت نِإَف َة يِدَْلْا ُبِىْذُت َرَحَو ِروُد صلا

“Saling memberi hadiahlah kalian, sesungguhnya hadiah itu dapat melunakkan hati yang keras” (HR. Al-Tirmidzi).

Pemberian hadiah menjadi haram hukumnya jika untuk kepentingan tertentu, seperti memberi hadiah kepada pejabat, atasan, atau penguasa untuk mendapatkan keuntungan. Hadiah seperti ini disebut juga dengan gratifikasi, yaitu uang hadiah kepada pegawai atau pejabat di luar gaji yang telah ditentukan untuk memuluskan proyek dan sebagainya. Rasulullah SAW melarang jenis hadiah (gratifikasi) seperti ini dengan menyatakan,

“Hadiah bagi para pekerja adalah ghulul (korupsi)” (HR. Ahmad).

Pemberian hadiah (persembahan) kepada pejabat atau atasan merupakan salah satu bentuk korupsi yang banyak dilakukan di Indonesia. Bentuknya bisa bermacam-macam; tanah yang luas, perhiasan, rumah mewah, uang tunai dan sebagainya (Mas‟udi, 2004).

d. Sariqah (pencurian)

Sariqah berasal dari bahasa Arab saraqa-yasriqu yang berarti

“mencuri”. Termasuk dalam kategori mencuri adalah merampok, merampas, mencopet, dan memalak. Tindak pencurian merupakan salah satu bentuk dari tindak pidana korupsi karena pada hakikatnya korupsi adalah mencuri atau “ngemplang” uang negara, uang perusahaan, uang organisasi, atau uang orang lain tanpa alasan yang sah. Dalam hukum Islam perbuatan mencuri termasuk dalam kategori dosa besar yang dalam batas tertentu pelakukan harus dihukum dengan cara dipotong tangannya.

e. Khiyanah (khianat/kecurangan)

Khiyanah (khianat) adalah perbuatan tidak jujur, melanggar janji, melanggar sumpah atau melanggar kesepakatan. Ungkapan khianat juga digunakan untuk seseorang yang melanggar atau

mengambil hak-hak orang lain, dapat dalam bentuk pembatalan sepihak perjanjian yang dibuatnya, khususnya dalam masalah mu’amalah (transaksi jual-beli, utang-piutang, dan sebagainya).

Khianat juga ditujukan kepada orang yang mengingkari amanat politik, ekonomi, bisnis, sosial dan pergaulan. Khianat adalah tidak menepati amanah. Allah SWT sangat membenci dan melarang perbuatan khianat. Allah berfirman:

َل اوُنَمآ َنيِذ لا اَه يَأ اَي اوُنوَُتَ

َنوُمَلْعَ ت ْمُتْ نَأَو ْمُكِتاَناَمَأ اوُنوَُتََو َلوُس رلاَو َو للا اوُمَلْعاَو .

للا نَأَو ٌةَنْ تِف ْمُكُد َلْوَأَو ْمُكُلاَوْمَأ اَ نََّأ ٌميِظَع ٌرْجَأ ُهَدْنِع َو

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar” (Q.S. al-Anfal:27-28)

Selain itu, dalam sebuah hadis disebutkan bahwa jika kita berbuat khianat, maka kita termasuk dalam golongan orang munafik (na’udzu billah min dzalik):

ُةَيآ ِقِفَانلما ٌةَثَلاَث ْنإَو َماَص ى لَصَو َمَعَزَو ُو نَأ ٌمِلسُم اَذِإ : َث دَح َبَذَك اَذإَو َدَعَو

َفَلخَأ اَذإَو َنِمُتْ ئا َناَخ ( . هاور ىراخبلا ملسمو

)

“Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, sekalipun dia puasa, shalat, dan mengaku sebagai Muslim: jika berbicara bohong, jika berjanji ingkar, dan jika dipercaya khianat” (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Hukum Korupsi dalam pandangan Islam

Korupsi memiliki bentuk dan tingkatan yang beragam. Namun semua kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi merupakan dosa besar, karena dampak negatifnya bukan hanya bagi pelaku yang bersangkutan tetapi juga menimpa pada bangsa dan negara.

Dengan demikian, hukuman bagi para koruptor disesuaikan dengan modus kejahatan yang dilakukan. Misalnya, korupsi dengan modus mencuri atau menggelapkan dana negara, maka baginya berlaku hukum potong tangan jika barang/uang yang digelapkan sudah mencapai satu nisab pencurian, yaitu senilai 94 gram emas.

Allah SWT berfirman:

ُقِرا سلاَو ُةَقِرا سلاَو

اوُعَطقاَف اَمُهَ يِديَأ ًءاَزَج

اَِبِ

اَبَسَك

ًلاَكَن

َنِم

ِللا

ُللاَو

ٌزيِزَع

ٌميِكَح

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al- Nur:38).

Hukum potong tangan, jika dilihat sepintas memang nampak kejam dan melanggar hak asasi manusia, tetapi perlu diingat bahwa di balik hukum tersebut tersimpan hikmah yang amat besar. Pencuri atau perampok, lebih-lebih koruptor telah merampas hak orang lain atau hak negara. Pada kenyataannya, dengan dihukum penjara, jarang dari mereka yang kemudian jera dan berhenti dari perbuatan mencuri. Tetapi dengan adanya pencuri yang dipotong tangannya, orang lain akan takut dan berpikir panjang untuk melakukan pencurian, karena dia takut jika ketahuan akan dipotong tangannya.

Hukuman lain bagi koruptor adalah ta’zir (hukuman), mulai yang paling ringan berupa dipenjara, lalu memecatnya dari jabatan dan memasukkannya dalam daftar orang tercela (tasyhir), penyitaan harta untuk negara, hingga hukuman mati. Hukuman ini disesuaikan dengan besar kecilnya jumlah uang/barang yang dikorupsi dan dampaknya bagi masyarakat.

Dalam dokumen Konsep Ketuhanan dalam Islam - Repository UM (Halaman 161-166)