• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Islam atas Transaksi Ekonomi Modern

Dalam dokumen Konsep Ketuhanan dalam Islam - Repository UM (Halaman 183-187)

2. Prinsip ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam. Hal ini dapat dilihat ketentuannya dalam Q.S. al-Rum:41.

3. Motif ekonomi Islam adalah mencari keseimbangan antara dunia dan akhirat dengan jalan beribadah dalam arti yang luas.

Persoalan motif ekonomi menurut pandangan Islam dapat dilihat ketentuannya dalam Q.S. al-Qashash:77.

B. Respon Islam Atas Transaksi Ekonomi Modern

gateway, yaitu software pendukung (otoritas dan monitor) bagi acquirer, serta berguna untuk service online (Error! Hyperlink reference not valid.).

Komoditi yang diperdagangkan dalam E-Commerce dapat berupa komoditi digital dan komoditi non digital. Untuk komoditi digital seperti electronic newspapers, e-books, digital library, virtual school, software program aplikasi komputer dan sebagainya, dapat langsung diserahkan melalui media internet kepada pembeli, misalnya pembeli mendownload produk tersebut dari website yang ditentukan. Sedang untuk komoditi non digital, karena komoditi ini tidak dapat diserahkan secara langsung melalui internet, maka prosedur pengirimannya harus sesuai kesepakatan bersama, begitu juga spesifikasi komoditi, waktu dan tempat penyerahan. Sebelum transaksi berlangsung perlu disepakati batas waktu penyerahan komoditi.

2. Bunga Bank

Menurut UU Nomor 7 Tahun 1992 (pasal 1, ayat 1) tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Lubis, 2000:8).

Dari definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa bank merupakan perusahaan yang memperdagangkan utang-piutang, baik berupa uang sendiri maupun dana masyarakat, dan mengedarkan uang tersebut untuk kepentingan umum. Dilihat dari sistem pengelolaaannya, bank dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu bank konvensional dan bank syariah.

a. Bank Konvensional

Bank konvensional adalah bank yang menggunakan sistem bunga dalam bertransaksi dengan nasabah. Bank jenis ini ada dua macam, yaitu bank umum dan bank perkreditan. Dalam era globa- lisasi sekarang ini, umat Islam boleh dikatakan hampir tidak dapat menghindarkan diri dari bertransaksi dengan bank konvensional, termasuk dalam hal kegiatan ibadah (misalnya ibadah haji). Di sisi lain, dalam bidang aktivitas perekonomian nasional dan internasional serta era perdagangan bebas dewasa ini, penggunaan jasa bank konvensional tidak dapat dikesampingkan.

Pokok persoalannya sekarang ialah bagaimana pandangan hukum Islam terhadap umat Islam yang menggunakan jasa bank konvensional. Pertanyaan ini mendapatkan jawaban yang berbeda

dari para ulama. Dengan mengambil dasar Q.S. Ali „Imran:130, ada ulama yang mengatakan haram, mubah, dan mutasyabihat (tidak jelas halal-haramnya).

b. Bank Syariah dan Praktiknya

Secara sederhana bank syariah adalah bank yang dirancang sesuai dengan ajaran/syariat Islam. Perbankan Islam yang beroperasi atas prinsip syirkah (mitra usaha) telah diakui di seluruh dunia.

Artinya, seluruh bagian sistem perbankan yakni pemegang saham, depositor, investor, dan peminjam turut berperan-serta atas dasar mitra usaha. Untuk Indonesia, pendirian Bank Syariah sudah lama dicita-citakan oleh umat Islam. Hal ini terungkap dalam keputusan Majlis Tarjih Muhamadiyah yang diadakan di Sidoarjo pada tahun 1968.

Kedudukan bank syariah dalam sistem perbankan nasional mendapat pijakan yang kokoh setelah dikeluarkannya UU Nomor 7 Tahun 1992 yang diperkuat dengan PP Nomor 72 Tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Hal lain yang membedakan bank syariah dan bank konvensional adalah, selain dituntut untuk tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pengelolaannya dibatasi dengan pengawasan yang dilakukan oleh dewan syariah. Dengan kata lain, pengelolaan dan produk bank syariah ini harus mendapat persetujuan terlebih dulu dari Dewan Pengawas Syariah sebelum diluncurkan ke tengah - tengah masya- rakat.

Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah adalah sistem operasionalnya. Pada bank konvensional, sistem operasionalnya didasarkan pada bunga, sedangkan bank syariah dalam menjalankan usahanya minimal mempunyai lima prinsip operasional yang terdiri dari: sistem simpanan, sistem bagi hasil, margin keuntungan, sewa, dan fee (Antonio, 1994:138). Selain itu ada pula akad qardh, hiwalah, rahn, wakalah, kafalah yang semuanya menjadi ciri khas sekaligus pembeda antara Bank Syariah dan Bank Konvensional.

Akan tetapi dengan banyaknya pelayanan dan transaksi, sering dijumpai praktik menyimpang dari perbankan syariah. Misalnya dalam akad musyarakah, penentuan margin sepenuhnya dilakukan oleh Bank Syariah. Penentuan sepihak tidak diperbolehkan karena dalam akad harus ada keterbukaan dari pihak bank. Kebanyakan Bank Syariah juga tidak menyerahkan barang kepada nasabah, tetapi memberi uang kepada nasabah sebagai wakil untuk membeli barang yang dibutuhkan. Hal ini menyimpang dari aturan fikih, karena ada

dua transaksi dalam satu akad yaitu wakalah dan murabahah.

Dengan transaksi yang demikian, bisa saja nasabah melakukan penyelewengan terhadap dana yang diberikan oleh Bank Syariah.

Dalam praktik, masih ada Bank Syariah yang hanya mau memberikan pembiayaan pada usaha yang sudah berjalan selama kurun waktu tertentu, artinya bank memilih calon nasabah (mudharib).

Pembagian return pembiayaan tidak berdasarkan pada sistem bagi hasil dan rugi (profit and loss sharing) tetapi menggunakan sistem bagi pendapatan (revenue sharing). Sistem ini dipilih karena Bank Syariah belum sepenuhnya berani berbagi resiko secara penuh. Jika keadaannya seperti ini maka dapat dikatakan bahwa kegiatan bank syariah belum secara sempurna mengacu pada tujuan Ekonomi Islam (Hidayat, t.t).

c. Hukum Bunga Bank: Riba atau bukan?

Melihat fungsi dan peranannya yang bermanfaat bagi manusia dan masyarakat dalam perekonomian modern sekarang, keberadaan bank dapat dibenarkan dalam ajaran Islam. Permasalahannya adalah, apakah bunga bank yang dipungut oleh bank dan bunga yang diberikan kepada nasabah termasuk riba atau bukan. Jawaban terhadap pertanyaan ini sangat erat hubungannya dengan pemahaman seseorang atau sekelompok orang tentang riba sebagai hasil ijtihad mereka. Oleh karena itu para ulama sampai saat ini belum berkonsensus secara bulat. Berikut pendapat para ulama yang berbeda-beda tersebut.

1) Abu Zahra, Guru Besar Hukum Islam dari Universitas Kairo Mesir, mengatakan bahwa bunga (rente) adalah sama dengan riba nasi’ah yang dilarang dalam Islam. Akan tetapi karena sistem perekonomian sekarang dan peranan bank dan bunga tidak dapat dihapuskan, maka umat Islam dapat melakukan transaksi melalui bank berdasarkan keadaan darurat.

2) Menurut Mustafa Ahmad Az Zaqra, Guru Besar Hukum Islam dan hukum Perdata, bunga dalam hutang piutang yang bersifat konsumtif adalah riba, sedangkan bunga dalam hutang piutang yang bersifat produktif tidak sama dengan riba nasi’ah.

3) A. Hasan, ahli tafsir dan tokoh Islam Persatuan Islam (PERSIS), berpendapat bahwa bunga bank bukanlah riba yang diharamkan karena tidak bersifat berlipat ganda, sebagaimana disebut dalam Q.S. Ali Imron 130.

4) Hasil muktamar Muhammadiyah tahun 1968 di Sidoarjo menyatakan bahwa bunga yang diberikan oleh bank milik

negara kepada para nasabahnya termasuk dalam kategori tidak jelas hukumnya (Ali ,1988:12-13).

5) Hasil lokakarya Majlis Ulama Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 19-20 Agustus 1990 tentang status bunga bank menyebutkan bahwa untuk menghindari kesulitan, maka dapat dimungkinkan adanya rukhshah (keringanan hukum) jika dapat dipastikan adanya kebutuhan (Lubis, 2000:42-46).

C. Etos Kerja Dan Kemandirian Hidup

Dalam dokumen Konsep Ketuhanan dalam Islam - Repository UM (Halaman 183-187)