PEMBELAJARAN MIND MAPPING
C. Kekurangan dan Kelebihan
Beberapa kelebihan dari mind mapping ini adalah:
1. Dapat mengaktifkan otak dalam berpikir logis dan imajinatif dalam mengembangkan ide tulisan mulai dari ide utama menuju pada ide-ide spesifik yang mendukung ide utama.
2. Dapat membantu siswa menemukan ide dan menyusunnya dalam bentuk terstruktur yang memudahkan mengingat kata.
3. Dapat membantu siswa mengorganisasikan tulisan menjadi lebih sistematis.
4. Dapat memudahkan siswa menggolongkan kelas kata, sehingga memudahkan mereka dalam menulis.
Terdapat beberapa kekurangan dari penggunaan mind mapping, yang diungkapkan oleh Spoorthi, Prashanthi, dan Pandurangappa (2013), yaitu:
1. Sulit mengembangkan mind mapping yang baik mengenai topik atau tema tertentu, sehingga siswa diharapkan untuk memiliki pengetahuan/informasi awal sebelum membuat mind mapping, sehingga siswa cenderung memilih strategi menulis catatan daripada strategi mind mapping.
2. Apabila strategi mind mapping ini tidak direncanakan dengan baik, prosesnya akan menyebabkan siswa bosan dan kecewa karena tidak dapat menyelesaikan mind mappingnya dengan baik.
Alamsyah (2009) menyebutkan beberapa manfaat dari penggunaan metode mind mapping, antara lain,
1. Dapat melihat gambaran secara menyeluruh dengan jelas.
2. Dapat melihat detail tanpa kehilangan benang merahnya antar topik.
3. Terdapat pengelompokkan informasi.
4. Menarik perhatian mata dan tidak membosankan.
5. Memudahkan berkonsentrasi.
6. Proses pembuatannya menyenangkan karena melibatkan warna, gambar-gambar, dan lain- lain.
7. Mudah mengingat karena ada penanda-penanda visualnya.
Manfaat menggunakan mind mapping adalah dapat meningkatkan kreativitas dn aktivitas individu maupun kelompok, memudahkan otak memahami dan menyerap informasi dengan cepat, meningkatkan daya ingat, dapat mengakomodasikan berbagai sudut pandang terhadap suatu informasi, dapat memusatkan perhatian siswa, dapat mengaktifkan seluruh bagian otak.
Kelebihan model pembelajaran ini antara lain mempunyai teknik cepat, teknik ini dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul di kepala siswa, proses menggambar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain, diagram yang sudah dibentuk bisa menjadi panduan untuk menulis. Sedangkan kekurangannya antara lain hanya siswa yang aktif yang terlibat, tidak sepenuhnya murid yang belajar, jumlah detail informasi tidak dapat dimasukkan.
Menurut putra (2008:258) metode mind mapping memiliki kelebihan dan kekurangan, 1. Tema utama terdefinisi secara sangat jelas karena dinyatakan di tengah.
2. Level keutamaan informasi terindikasi secara lebih baik. Informasi yang memiliki kadar kepentingan lebih diletakkan dengan tema utama.
3. Hubungan antara masing-masing informasi secara mudah dapat dapat segera dikenali.
4. Lebih mudah dipahami dan ingat (sebagai akibat dari poin sebelumnya).
5. Informasi baru setelahnya dapat segera digabungkan tanpa merusak keseluruhan peta pikiran, sehingga mempermudah proses revisi informasi.
D. Hasil dan Temuan
Berdasarkan hasil pengolahan data post test, didapatkan bahwa terdapat perbedaan penguasaan konsep yang signifikan setelah penerapan pembelajaran dengan Metode Pemetaan Pikiran (Mind Mapping) pada kelas eksperimen, dan pembelajaran dengan Metode Diskusi pada kelas kontrol. terbukti bahwa penguasaan konsep siswa yang dibelajarkan dengan Metode
* 147 * Pemetaan Pikiran (Mind Mapping) memiliki skor rata - rata 74,50 lebih tinggi daripada penguasaan konsep siswa dengan Metode Diskusi dengan skor rata-rata 67,89 hal ini menunjukkan adanya pengaruh penggunaan.
Metode Pemetaan Pikiran (Mind Mapping) terhadap penguasaan konsep siswa pada materi kubus dan balok Jadi secara umum menunjukkan bahwa penerapan Metode Pemetaan Pikiran (Mind Mapping) dalam pembelajaran matematika dapat memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan penguasaan konsep siswa. Pernyataan tersebut diperkuat dengan adanya hasil Mind Map siswa secara kelompok yang menandakan bahwa cara bantu siswa untuk mengingat lebih mudah karena telah terpetakan dan memiliki kreasi tersendiri agar mudah mengingat materi seperti pernyataan.
Gagne (Trianto, 2007: 12) yang mengatakan bahwa untuk terjadinya belajar pada diri siswa diperlukan kondisi belajar, baik kondisi internal maupun kondisi eksternal. Agar siswa memperoleh hasil belajar yang diharapkan, sebaiknya memerhatikan atau menata pembelajaran yang memungkinkan mengaktifkan memori siswa yang sesuai agar informasi yang baru dapat dipahaminya. Kondisi internal merupakan peningkatan memori siswa sebagai hasil belajar terdahulu. Kondisi eksternal bertujuan antara lain merangsang ingatan siswa, penginformasian tujuan pembelajaran, membimbing belajar materi yang baru, memberi kesempatan kepada siswa menghubungkannya dengan informasi baru.
Hasil analisis uji-t yaitu paired sample t-test pada kelompok eksperimen, diperoleh bahwa metode mind mapping berpengaruh positif terhadap peningkatanprestasi belajar fisika. Hasil analisis uji-t diperoleh nilai t= -11,006 dengan p= 0,000(p<0,01), artinya sangat signifikan. Hasil analisis uji-t yaitu paired sample t-test pada kelompok kontrol, diperolehbahwa metode konvensional tidak berpengaruh positif terhadap peningkatan prestasibelajar fisika. Hasil analisis uji-t diperoleh nilai t= -1,941 dengan p= 0,070 (p>0,05), artinya tidak signifikan.Hasil analisis uji-t yaitu Independent sample t-test pada kelompok eksperimendan kelompok kontrol, diperoleh bahwa ada perbedaan rata-rata (mean) hasil posttest antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil analisis uji-t diperoleh nilai t= 2,144 dengan p= 0,020 (p<0,05), artinya signifikan.
Hasil nilai rata-rata (mean) post test pada kelompok eksperimen menunjukkan nilai M= 7,55 dan pada kelompok kontrol menunjukkan nilai M= 6,62.Dari hasil analisis data dengan menggunakan teknik uji-t yaitu paired samplet-testtelah membuktikan bahwa prestasi belajar fisika pada kelompok yang diberikanperlakuan berupa penggunaan metode mind mapping dalam proses kegiatan belajar-mengajar (KBM) (kelompok eksperimen) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang menggunakan metode konvensional dalam proses KBM (kelompok kontrol).
Artinya penggunaan metode mind mapping dalam proses KBM pelajaran fisika lebih efektif dibandingkan dengan metode konvensional dalam peningkatan prestasi belajar fisika. Simpulan tersebut dikuatkan dengan hasil analisis data dengan teknikuji-t independent sample t-test, diperoleh hasil bahwa nilai t= 2,144 dengan p=0,020 (p<0,05), artinya ada perbedaan prestasi belajar fisika yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan nilai rata- rata (mean) posttest pada kelompok eksperimen (M= 7,55) lebih tinggi dibandingkan dengankelompok kontrol (M= 6,62).
Hasil tersebut juga dikuatkan lagi dengan hasil tes ulangan fisika pada kelompok eksperimen sebelum diadakan penelitian, dari tiga kalites ulangan fisika yang telah dilakukan pada kelompok eksperimen, rata-rata siswa mendapatkan hasil di bawah 6,5, sedangkan hasil tes ulangan fisika setelah menggunakan metode mind mapping dalam proses KBM fisika pada materi alatoptik, rata-rata siswa mendapatkan nilai di atas 6,67. Peningkatan hasil tersebut diakui oleh guru fisika, hasil wawancara yang dilakukan dengan guru yaitu, guru mengakui adanya peningkatan nilai yang cukup bagus saat sebelum mengajar menggunakan metode mind mapping dengan setelah menggunakan metode mind mapping. Menurut guru, hal tersebut terjadi karena
saat mengajar menggunakan metode mind mapping, secara keseluruhan respon anak-anak jauh lebih baik dari pada biasanya, hampir seluruhnya mereka memerhatikannya, mereka terlihat lebih senang, sehingga mereka lebih paham.
Hasil tersebut dikuatkan dengan hasil observasi yang dilakukan oleh penulis pada saat penelitian berlangsung, bahwa pada saat guru menerangkan menggunakan metode mind mapping, secara keseluruhan mereka memperhatikan. Hasil wawancara yang dilakukan dengan guru, sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa siswa kelompok eksperimen, yaitu siswa merasa senang, tidak bosan dan menarik saat guru mengajar dengan menggunakan metode mind mapping, karena terdapat warna, simbol-simbol dan kata-katanya singkat, serta diperintah untuk membuat mind map, sehingga mereka lebih mudah memahami, menghafal, dan mengingatnya.
Perasaan senang yang timbul pada diri siswa tersebut, merupakan emosi positif yang diatur oleh sistem limbik. Menurut Rose dan Nicholl (2002), sistem limbic berfungsi untuk mengendalikan emosi, di antaranya mengontrol rasa senang yang merupakan salah satu elemen penting dalam proses belajar karena melibatkan emosipositif. Rose dan Nicholl (2002) menjelaskan bahwa para peneliti mencatat ketika emosi positif dalam keadaan terbangkitkan, zat-zat keceriaan yang disebut endorphin terbentuk, hal ini meningkatkan aliran neurontransmiter (pelumas) yang disebutas etilkolin, proses tersebut memungkinkan terjadinya sambungan antar sel otak, sehingga otak dapat bekerja dengan sendirinya dan berfungsi lebih efisien, maka terdapat landasan ilmiah untuk menggunakan seni, drama, warna, emosi bahkan permainan sebagai alat dan sarana pendidikan.
Kemampuan berpikir kritis pada penelitian ini meliputi nilai tes kemampuan berpikir kritis siswa, peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa, persentase setiap indikator kemampuan berpikir kritis, uji perbedaan dua rerata kemampuan berpikir kritis siswa, nilai akhir siswa, dan persentase ketuntasan klasikal siswa. Persentase Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Secara teoritis, model pembelajaran problem solving terbukti dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, seperti pendapat Sadia (2008) bahwa kemampuan berpikir kritis siswa dapat dikembangkan karena kebiasaan berpikir melalui penerapan modelmodel pembelajaran konstruktivisme, seperti problem solving.
Hasil penelitian kemampuan berpikir kritis siswa menunjukkan bahwa persentase tes kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal ini, dikarenakan problem solving dapat menciptakan suasana belajar mengajar yang lebih efektif dalam memberikan pengaruh pada kemampuan berpikir kritis siswa. Pembelajaran model problem solving adalah suatu penyajian materi pelajaran dengan menghadapkan siswa kepada persoalan yang harus dipecahkan atau diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini, sesuai dengan pendapat Darmawan (2010) yang menyatakan bahwa problem solving dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang sangat berarti, siswa menjadi lebih kritis, baik itu dalam mengeluarkan pendapat, bertanya, mengidentifikasi, maupun memecahkan masalah yang ada.
Hasil penelitian berikutnya adalah peningkatan kemampuan berpikir kritis yang menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Pembelajaran Problem solving dengan mind mapping memberikan pengaruh lebih baik terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa karena penerapan model pembelajaran problem solving dengan mind mapping dapat mempermudah siswa dalam mempelajari materi ekosistem. Pada pembelajaran ini, siswa diarahkan melakukan penyelidikan untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang diberikan. Siswa menganalisis, mendefinisikan masalah, mengumpulkan informasi, mengumpulkan referensi, sampai dengan merumuskan simpulan. Hal ini, mampu membiasakan siswa untuk berpikir terlebih dahulu sebelum memecahkan masalah, bukan menerima penjelasan lalu berpikir. Pernyataan ini juga didukung
* 149 * oleh pendapat Wasis (2006) bahwa pembelajaran yang mampu mengasah kemampuan berpikir kritis dirancang untuk mencapai pemahaman yang seharusnya menghasilkan kemampuan menganalisis, mengkritisi, dan menyarankan ide-ide untuk memberi alasan secara induktif dan deduktif dan untuk mencapai simpulan yang faktual berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang rasional.
Pembelajaran yang diterapkan pada penelitian ini di setting dengan diskusi problem solving secara kelompok dalam rangka usaha pemecahan masalah, siswa mampu membangun pengetahuan secara bersama-sama, melalui kerja kelompok memungkinkan siswa dapat mengungkapkan gagasan, mendengarkan pendapat teman, dan bersama-sama meningkatkan kemampuan berpikirnya dengan tujuan terpecahkannya masalah yang ada. Lebih tingginya kemampuan berpikir kritis maupun peningkatan kemampuan berpikir kritis pada kelas eksperimen juga dikarenakan siswa kelas eksperimen diberikan tugas untuk membuat mind mapping, melalui teknik mencatat tersebut siswa mampu mengembangkan pikiran, meningkatkan daya ingat, serta membantu siswa dalam mengonstruksi kembali informasi yang telah mereka dapatkan ketika dilakukan pembelajaran karena informasi disusun secara bercabang dari tema utama dengan menyertakan gambar, simbol, warna, dan huruf untuk menyampaikan ide-ide mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulah, I. H. (2013). Program studi pendidikan matematikajurusan pendidikan matematika dan ilmu pengetahuan alamFkip Universitas Khairun. 2(1). 67-75
Amri, S. Ahmadi, I, A. (2010). Proses Pembelajaran Inovatif Kreatif dalam Kelas. Jakarta: PT Prestasi Pustakarya
Arifin, Zaenal. Dan Haryono, A. 2016. Metode Pengajaran Bahasa dan Sastra.Jakarta: PT Pustaka Mandiri.
Arnyana, Ida Bagus Putu. (2007). pengembangan peta pikiran untuk peningkatan kecakapan berpikir kreatif siswa. Jurnal Pendidikan Dan Pengajaran Undiksha (3): 670-683
Buzan, Tony. (2004). Untuk Meningkatkan Kreatifitas. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Darusma, R. (2014). Penerapan metode mind mapping (peta pikiran) untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif matematik siswa SMP. 3(2). 165-173 Fisher, A. (2009). Berfikir Kritis Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga
Heruman. (2008). Model Pembelajaran Matematika. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Labertus. (2009). Pentingnya melatih ketermpilan berpikir kritis dalam pembelajaran matematikatk di SD [Versi elektronik]. Jurnal Forum Kependidikan, 28(2), 136-142
Permana, Gugun. (2014). Pengaruh Kemampuan Berpikir Kritis Terhadap Prestasi Belajar Matematika. Skripsi unindra
Sari, S, A. Husna, N. (2015). The development of an earthquake mind mapping. Journal of Education and Learning, 10(2). 109-118
Sugiarto, I. (2004). Mengoptimalkan Daya Kerja Otak Dengan Berfikir Holistik dan Kreatif. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Suherman, Eman. Dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Yogyakarta:
Universitas Pendidikan Indonesia
Supardi. (2013). Hasil belajar matematika siswa ditinjau dari interaksi tes formatif uraian dan kecerdasan emosional. Formatif: Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA, 3(2). 78-96.
Surya, H. (2015). Strategi Kognitif dalam Proses Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Syah, Muhibbin. (2001). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Ristiasari, T. Priyono, B. Sukaesih, S. (2012). Model pembelajaran problem solving dengan mind mapping terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Unnes.J.Biol.Educ. 1 (3). 35-41
39