sebagian wilayahnya sehingga memerparah kekumuhan. Masalah kekumuhan ini diamati dari perilaku manusia yang memiliki hubungan dengan terjadinya kekumuhan serta upaya yang dilakukan dalam menghadapi keadaan itu dari tahun ke tahun. Berikutnya masalah kekumuhan dijelaskan berkembang di Tambak Lorok hingga batas pengamatan sampai tahun 1993, bahwa pada tahun itu Tambak Lorok mengalami perubahan yang cukup baik dari sebelumnya setelah adanya sumber listrik yang masuk ke daerah tersebut serta upaya-upaya lainnya yang dilakukan untuk memerbaiki kekumuhan. Skripsi ini diharapkan mampu memberi informasi dan melengkapi gambaran yang komprehensif tetang kawasan kumuh di Kota Semarang, khususnya di Tambak Lorok, Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Utara.
Lorok dan sekitarnya. Kekumuhan dipandang sebagai bagian dari hubungan manusia dengan lingkungan tempat tinggalnya.
Istilah permukiman menurut Undang-Undang No.4 tahun 1992 diartikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung yang dapat berupa kawasan perkotaan dan pedesaan, berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian serta tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.31 Maksud dari perikehidupan ialah hal ihwal tentang kehidupan, serta maksud dari penghidupan ialah upaya pemeliharaan hidup atau mata pencaharian. Menurut Kamus Tata Ruang Tahun 1997, istilah permukiman memiliki rincian tiga pengertian yaitu:
a. Bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
b. Kawasan yang didomisili oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga fungsi permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.
c. Tempat atau daerah untuk bertempat tinggal atau tempat untuk menetap.
Selanjutnya sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa permukiman tersebar di berbagai wilayah, sehingga memiliki jumlah yang cukup banyak.
Jumlah permukiman yang banyak tersebut tentu akan sulit untuk membedakan antara permukiman satu dengan permukiman yang lain, oleh karenanya diadakan penamaan bagi setiap wilayah permukiman baik dari wilayah terluas hingga ke wilayah terkecil. Salah satu penamaan permukiman itu ialah Permukiman Nelayan Tambak Lorok. Permukiman Tambak Lorok merupakan sebuah permukiman yang terletak di sekitar pusat perkotaan di Semarang yang memiliki taraf perikehidupan dan penghidupan masyarakat yang relatif rendah.
31Undang-Undang No.4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.
Istilah yang lingkupnya lebih sempit untuk menyebut permukiman masyarakat yang secara umum memiliki penghasilan rendah di sekitar perkotaan diistilahkan sebagai kampung. Kelompok rumah atau tempat tinggal yang merupakan kampung disebut perkampungan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, istilah perkampungan juga memiliki makna sebagai sekelompok, sekumpulan, kelompok kampung, dan atau tempat berkampung (berkumpul).
Umumnya kampung dihuni oleh pendatang dari daerah pedesaan (rural) yang memunyai harapan memeroleh kesempatan kerja dan penghasilan tinggi. Mereka bekerja pada sektor informal, dengan tingkat keterampilan ekonomi dan pendidikan yang rendah serta keahlian dan keterampilan yang terbatas.
Permukiman ini disebut pula dengan istilah lain yaitu „Kampung Kota‟ yang umumnya terletak di sekitar pusat kota, memunyai kepadatan penduduk tinggi tanpa halaman yang cukup, serta prasarana fisik lingkungan yang kurang memadai.32 Berdasar pada keadaan taraf hidup masyarakatnya serta disesuaikan dengan pengertian dari perkampungan, maka Tambak Lorok lebih tepat diistilahkan sebagai sebuah perkampungan. Meski demikian, istilah permukiman dan perkampungan pada intinya memiliki maksud yang sama dan hanya berbeda dalam pemakaian bahasa. Sebuah perkampungan terkadang juga memiliki ciri khas dalam kehidupan masyarakatnya yang membedakan antara satu perkampungan dengan perkampungan lainnya sesuai dengan nilai-nilai atau keadaan yang mendominasi di tengah masyarakat. Tambak Lorok merupakan sebuah perkampungan yang didominasi oleh penduduk yang berprofesi sebagai nelayan, sehingga Tambak Lorok dikenal dengan ciri khasnya yaitu perkampungan nelayan.
Nelayan adalah istilah bagi orang-orang yang memiliki sumber mata pencaharian dari menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun permukaan perairan. Kesamaan makna juga disampaikan dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan, nelayan
32Augi Sekatia, “Kajian Permukiman Kumuh dan Nelayan Tambak Lorok Semarang, Studi Kasus Partisipasi Masyarakat”, Jurnal Jurusan Arsitektur Modul Vol. 15 No.I Januari-Juni (Universitas Diponegoro, 2015), hlm. 57.
didefinisikan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Makna nelayan dalam skripsi ini memiliki kesesuaian dengan makna nelayan yang dijelaskan yaitu orang atau masyarakat yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan.33 Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan ini dapat merupakan perairan tawar, payau maupun laut. Kebanyakan nelayan di Indonesia menangkap ikan menggunakan kapal-kapal tradisional. Ada pula yang menggunakan kapal-kapal yang dirancang khusus untuk menangkap ikan. Menggunakan alat-alat sederhana, para nelayan dapat memeroleh ikan yang banyak tanpa merusak ekosistem alam. Namun demikian, tidak semua nelayan di Indonesia yang menjaga ekosistem alam, atau yang disebut dengan nelayan ilegal, termasuk di Semarang. Cara mereka mendapatkan ikan dalam jumlah banyak menggunakan teknik bom atau dengan racun agar mendapat tangkapan yang banyak dan dalam waktu yang singkat.34 Hal-hal semacam itu tentu akan merusak terumbu karang dan alga yang hidup di perairan, dan racun ikan tidak hanya membunuh sasaran mereka, namun dapat membunuh semua makhluk hidup seperti ikan kecil dan biota lainnya. Masalah seperti ini pada akhirnya menyebabkan siklus perkembangbiakan biota laut terhambat, sehingga hasil tangkapan ikan dari nelayan itu sendiri juga akan menurun. Penurunan penghasilan kemudian bisa berdampak pada penurunan kesejahteraan dan taraf perikehidupan para nelayan, sehingga dapat memengaruhi kondisi permukiman mereka.
Empat konsep dasar dalam penelitian ini telah dijelaskan di atas secara ringkas. Selanjutnya dirasa perlu untuk membahas konsep yang terbentuk dari penggabungan antara konsep yang telah dijelaskan di atas. Penggabungan konsep yang digunakan dalam skripsi ini yaitu permukiman kumuh dan permukiman nelayan. Penggabungan setiap konsep merupakan hasil dari proses interaksi yang terjadi antara manusia dan tempat tinggalnya. Interaksi antara manusia dengan
33Kbbi, Nelayan dari http://kbbi.web.id/nelayan (diakses pada 1 April 2018).
34Zenzen Zain, “Nelayan” (https://www.agrotani.com/nelayan/, diunduh pada 11 Juli 2018).
lingkungan tersebut terus berkembang. Masyarakat menyadari bahwa merusak lingkungan ternyata sama halnya mereka tidak memikirkan masa depan lingkungan. Rusaknya lingkungan dan terjadinya bencana alam yang tidak terhindarkan, menyadarkan sebagian mereka akan rusaknya sistem sosial, cepat atau lambat.35
Donald L. Hardesty seorang sejarawan dan arkeolog menyatakan lingkungan fisik memainkan peran dominan sebagai pembentuk kepribadian, moral, budaya, politik, dan agama. Pandangan ini muncul tidak lepas dari asumsi dalam tubuh manusia ada tiga komponen dasar, yakni bumi, air, dan tanah yang merupakan unsur-unsur penting lingkungan. Adanya komposisi yang berbeda di antara masing-masing komponen dasar itu, menyebabkan perbedaan fisik, kepribadian dan tingkah laku manusia. Teori ini bisa untuk membenarkan watak- watak manusia. Mereka yang tinggal di lingkungan beriklim panas, akan berwatak keras, kasar, pemalas, dan tempramental. Sementara itu, mereka yang tinggal di daerah beriklim dingin cenderung memiliki watak, seperti halus, lembut, rajin, dan panjang usia. Secara ekologis, hal ini tidak lepas dari sisi ketercukupan udara dan air.36 Oleh karenanya keadaan lingkungan di sekitar kehidupan manusia berdampak besar terhadap kehidupan manusia itu sendiri.
Meninjau pengertian dari dua istilah dasar yang pertama yaitu permukiman dan kumuh bila digabungkan maka permukiman kumuh memiliki arti yang lebih luas, bahkan penggabungan makna dari kedua konsep tersebut bisa memunculkan permasalahan penelitian tersendiri bagi para ahli di bidang ini. Menurut pendapat para ahli permukiman kumuh didefinisikan sebagai berikut.
1. Watson berpendapat bahwa permukiman kumuh ialah permukiman yang berstatus tidak layak untuk tempat tinggal manusia.
35Rachmad K. Dwi Susilo, Sosiologi Lingkungan, (Jakarta:
PT.Rajagrafindo Persada, 2008), hlm. x.
36Susilo, Sosiologi Lingkungan, hlm. 30-31.
2. Permukiman kumuh diartikan oleh Drakakis-Smith sebagai permukiman dengan unit-unit rumah berukuran kecil-kecil dan kondisi lingkungannya yang buruk.
3. Judohusodo menyatakan bahwa permukiman kumuh adalah bentuk hunian tidak teratur, tidak tersedia fasilitas umum (prasarana dan sarana permukiman yang baik), dan bentuk fisik bangunan yang tidak layak huni.
4. Menurut Johan Silas permukiman kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian.
Pertama, ialah kawasan yang proses pembentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan, sedangkan kawasan permukiman berkepadatan tinggi merupakan embrio permukiman kumuh. Kedua, ialah kawasan yang lokasi penyebarannya secara geografis terdesak perkembangan kota yang semula baik, lambat laun menjadi kumuh. Penyebabnya ialah mobilitas sosial ekonomi yang stagnan.37
Permukiman kumuh biasanya terjadi di daerah yang dapat dikatakan merupakan sebuah desa yang terletak dekat dengan pusat kota atau yang disebut dengan istilah perkampungan. Makna yang dimaksud dalam istilah perkampungan dapat dikatakan tidak jauh berbeda dengan yang dimaksud dari makna permukiman, hanya saja perkampungan lebih cenderung menggambarkan kondisi sosial masyarakat yang relatif belum mengalami kemajuan, baik di bidang perekonomian, pendidikan maupun sarana-prasarana dan infrastruktur.
Sebagian ciri-ciri permukiman atau perkampungan kumuh di antaranya ialah penduduk sangat padat antara 250-400 jiwa per ha. Pendapat para ahli perkotaan menyatakan bahwa apabila kepadatan suatu kawasan telah mencapai 80 jiwa per ha, maka timbul masalah akibat kepadatan ini, antara rumah-rumah yang dibangun tidak mungkin lagi memiliki persyaratan fisiologis, psikologis, dan perlindungan terhadap penyakit. Kondisi Tambak Lorok sesuai dengan hal-hal demikian. Pengelolaan sampah belum dibentuk, sehingga sampah sehari-hari ada yang langsung dibakar. Ada sebagian sampah yang dibuang ke sungai. Ada pula
37Rindarjono, “Perkembangan Permukiman Kumuh”, hlm. 6.
yang membuang sampah mereka sembarangan di lahan tak berpenghuni hingga menumpuk. Jalan-jalan sempit tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, karena sempitnya, kadang-kadang jalan ini sudah tersembunyi di balik atap-atap rumah yang sudah bersinggungan satu sama lain. Fasilitas drainase sangat tidak memadai, dan biasa terdapat jalan-jalan tanpa drainase, sehingga apabila hujan kawasan ini dengan mudah akan tergenang oleh air dan ada kalanya sampah- sampah juga ikut menggenang. Fasilitas pembuangan air kotor atau tinja sangat minim sekali. Ada di antaranya yang langsung membuang tinjanya ke saluran atau sungai terdekat dengan rumah, atau ada juga yang membuangnya ke pantai.
Fasilitas penyediaan air bersih sangat minim, sehingga beberapa warga ada yang memanfaatkan air sumur dangkal, air hujan atau membeli secara tangkian.38
Kasus perkampungan kumuh yang cukup sering terjadi di berbagai daerah ialah di kawasan tempat tinggal nelayan yang kita sebut sebagai perkampungan nelayan. Berdasar sebab itu skripsi ini lebih mengkaji kehidupan masyarakat nelayan dan perkampungannya. Demikian pula ada baiknya penulis jelaskan maksud dan pengertian dari konsep perkampungan nelayan yang digunakan dalam skripsi ini agar terbentuk suatu kesepahaman.
Perkampungan nelayan yang dimaksud dalam skripsi ini ialah sekumpulan tempat tinggal di suatu wilayah di daerah pinggir pantai atau tepi pantai yang kita sebut sebagai pesisir dan dihuni oleh sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian sebagai nelayan. Tambak Lorok, meskipun disebut perkampungan nelayan tidak berarti perkampungan ini hanya dihuni oleh para nelayan saja, tetapi beberapa penduduknya juga ada yang berprofesi di bidang lain seperti pedagang, pengrajin, buruh, pegawai negeri sipil, guru, dan sebagainya. Karena lokasi yang berada di sekitar pantai dan masyarakat perkampungan ini didominasi oleh masyarakat nelayan, maka ciri khas ini yang menjadi label bagi perkampungan ini sehingga dikenal sebagai perkampungan nelayan.
Adapun masyarakat nelayan yang secara umum menghuni perkampungan nelayan dapat digolongkan dengan menijau dari tiga sudut pandang. Pertama, dari
38Rindarjono, “Perkembangan Permukiman Kumuh”, hlm. 7.
segi penguasaan alat-alat produksi atau peralatan tangkap seperti perahu, jaring, dan perlengkapan yang lain, struktur masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan pemilik yang memiliki alat-alat produksi dan nelayan buruh.
Nelayan buruh tidak memiliki alat-alat produksi. Selama kegiatan produksi sebuah unit perahu, nelayan buruh hanya menyumbangkan jasa tenaganya dengan memeroleh hak-hak yang sangat terbatas. Secara kuantitatif, jumlah nelayan buruh di suatu desa nelayan lebih besar dibandingkan dengan nelayan pemilik. Kedua, ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya, struktur masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan besar dan nelayan kecil. Disebut nelayan besar karena jumlah modal yang diinvestasikan dalam usaha perikanan relatif banyak, sedangkan pada nelayan kecil justru sebaliknya. Ketiga, dipandang dari tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan, masyarakat nelayan terbagi dalam kategori nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan modern menggunakan teknologi penangkapan yang lebih canggih dibandingkan dengan nelayan tradisional. Jumlah nelayan modern relatif kecil dibandingkan dengan nelayan tradisional. Perbedaan-perbedaan tersebut membawa implikasi pada tingkat pendapatan dan kemampuan atau kesejahteraan sosial-ekonomi. Setiap kategori nelayan itu saling bersaing di perairan, kekayaan dari hasil laut tidak termonopoli oleh salah satu kategori saja, karena meskipun nelayan modern mampu menjangkau tangkapan yang lebih banyak tetapi jumlah mereka tidak sebanyak nelayan tradisional. Baik nelayan besar dan atau nelayan tradisional, biasanya masing-masing kategori memiliki tingkat sosial-ekonomi yang relatif sama dengan orientasi usaha dan perilaku yang berbeda-beda. Tingkat kemampuan sosial-ekonomi ini memengaruhi tingkat pendidikan dan kesejahteraan keluarga masing-masing, sehingga pada tahap selanjutnya juga akan memengaruhi pola prilaku dan gaya hidup.39
39Kusnadi, Konflik Sosial Nelayan, hlm 3. Pendapat yang disitir oleh Kusnadi tentang perbedaan kedua kategori nelayan dan karakteristik usahanya, berasal dari Carmelita E. Veloro, “Suwerte and Diskarte: Notions of Fishing, Success, and Social Relations in Two Palawan Villages”, dalam Imo Ushijima dan Cynthia Neri Zayas (eds.), Fishers of the Visayas, (Diliman, Quezon City:
University of the Philippines Press, 1994), hlm.135-136.
Data dan sebagian hasil studi mengenai perkampungan nelayan seperti Tambak Lorok selama ini telah menunjukkan bahwa dibandingkan dengan nelayan pemilik, tingkat kehidupan sosial ekonomi nelayan buruh sangat rendah dan bahkan dapat dikatakan sebagai lapisan sosial yang paling miskin di desa- desa pesisir. Kemiskinan ini memengaruhi minat masyarakat yang hanya berorientasi pada pemenuhan kebutuhan hidup saja, sehingga kurang memperdulikan kemajuan dalam pendidikan dan kesehatan. Hal itu memengaruhi pola berpikir sebagian besar masyarakat Tambak Lorok, karena jumlah nelayan buruh sangat besar, sehingga pola hidup dan pola berpikir dari para nelayan buruh ini mendominasi di lingkungan sosial masyarakat kawasan tersebut. Lingkungan tempat tinggal pada akhirnya juga mengalami pengaruh dari perilaku dan gaya hidup masyakarat.40