• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian tentang kekumuhan di Perkampungan Nelayan Tambak Lorok dikuatkan pula oleh beberapa kajian terkait dari para peneliti sebelumnya. Pustaka pertama yang menelaah tentang kekumuhan ialah disertasi dari Mohammad Gamal Rindarjono dengan judul Perkembangan Permukiman Kumuh di Kota

Semarang Tahun 1980-2006.22 Secara garis besar isi dari karya tersebut menjelaskan perkembangan sosial geografis permukiman kumuh di Semarang serta dampak negatifnya dalam kehidupan masyarakat kota Semarang. Gamal dalam disertasinya menjelaskan bahwa pemasalahan rob di Kota Semarang bukan hanya disebabkan oleh menurunnya ketinggian tanah, tetapi juga disebabkan adanya pengisian alat-alat penampungan air untuk kebutuhan permukiman. Selain itu, karya ini juga menjelaskan beberapa masalah lainnya yang secara umum menjadi faktor penyebab kekumuhan di Kota Semarang seperti permasalahan sampah, minimnya kesadaran penduduk terhadap kebersihan, pencemaran lingkungan oleh limbah industri, tata ruang permukiman yang belum baik, proses urbanisasi yang kurang terkendali dan sebagainya. Melalui metode kajian sosial georafis disertasi tersebut secara luas memberikan pengetahuan dan gambaran mengenai perkembangan kawasan kumuh di Kota Semarang yang secara umum terjadi karena hubungan antara manusia dan alam yang kurang seimbang.

Keterkaitan antara pustaka dengan skripsi ini ialah memuat proses interaksi antara manusia dengan alam yang kurang seimbang dalam masyarakat Kota Semarang sehingga terbentuk masalah kekumuhan. Perbedaan pustaka dengan skripsi ini adalah kajian yang dilakukan lebih berfokus pada perkembangan permukiman kumuh di Tambak Lorok Semarang dari tahun 1970-1993, sehingga diharapkan skripsi ini dapat turut berkontribusi menambah khasanah penelitian sebagaimana disertasi ini. Lebih lanjut, disertasi ini mengkaji persoalan kekumuhan dalam lingkup yang lebih luas yaitu beberapa kecamatan di sepanjang pantai utara Kota Semarang, seperti Genuk, Semarang Utara, Tugu, Krapyak, Mangkang dan lainnya. Disertasi ini juga menjelaskan perkembangan kekumuhan di Semarang dengan menggunakan data-data yang disusun dalam tabel-tabel. Data-data kuantitatif disertai ini dideskripsikan tanpa susunan yang kronologis. Data-data tersebut dapat bermanfaat bagi skripsi ini melalui penyusunan secara kronologis

22Mohammad Gamal Rindarjono, “Perkembangan Permukiman Kumuh di Kota Semarang Tahun 1980-2006” (Disertasi pada Program Doktor Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, 2010).

sehingga terbentuk narasi kualitatif tentang sejarah kekumuhan di Tambak Lorok Semarang.

Pustaka kedua, ialah karya Nawiyanto yang berjudul Pengantar Sejarah Lingkungan.23 Karya ini berisi penjelasan umum terkait definisi Sejarah Lingkungan. Penjelasan dalam pustaka ini juga disertai dengan informasi tentang perkembangan penelitian sejarah lingkungan pertama kali muncul pada tahun 1990-an di Indonesia. Pustaka ini memuat pendapat Worster yang menjelaskan pendapatnya terkait gagasan tentang sejarah lingkungan pertama kali muncul pada tahun 1990-an. Ketika berbagai konferensi yang membahas tentang berbagai dilema global yang sedang berlangsung serta gerakan environmentalism populer serta mendapatkan momentumnya dalam beberapa abad. Secara umum pengkajian sejarah lingkungan dapat dikategorikan menjadi empat kelompok besar antara lain: Permasalahan lingkungan, Perubahan lingkungan, Pandangan tentang lingkungan dan Politik lingkungan.

Perspektif permasalahan lingkungan menekankan bahwa kajian sejarah lingkungan lebih berurusan dengan keterlibatan manusia dalam proses munculnya masalah lingkungan serta tanggapan untuk memitigasi dampak permasalahan lingkungan tersebut. Permasalahan lingkungan di negara berkembang, seperti di Indonesia, rata-rata diakibatkan oleh kemiskinan yang kronis sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan itu antara lain kerusakan hutan, erosi tanah, degradasi lahan, kepunahan satwa liar akibat perburuan, kepunahan Flora, penurunan stok ikan dan udang akibat cara penangkapan yang serakah serta pencemaran udara, Air dan tanah.

Perspektif perubahan lingkungan memandang manusia sebagai agen perubahan lingkungan, yang mengakibatkan lingkungan yang alami berubah, akibat dari campur tangan manusia. Contoh terkait hal itu seperti area perkebunan atau hutan diubah menjadi permukiman, perkotaan, dan pusat perindustrian yang baru.

23Nawiyanto, Pengantar Sejarah Lingkungan (Jember: UPT Penerbitan Universitas Jember, 2012).

Pandangan tentang lingkungan secara sederhana dibedakan menjadi dua yaitu pandangan Imanen atau Holistik, dan Pandangan Transenden. Pandangan Imanen atau Holistik memandang manusia mempunyai kemampuan untuk memisahkan diri dari lingkungan biofisik di sekitarnya seperti hewan, tumbuhan, sungai dan gunung serta unsur-unsur yang lainnya. Namun demikian manusia masih mengakui dan menempatkan diri sebagai bagian dari integral dalam konteks hubungan fungsional dengan faktor-faktor biofisik. Pandangan imanen masih digunakan oleh masyarakat timur. Pandangan Transenden memandang manusia terpisah dari lingkungannya meskipun secara ekologis merupakan bagian dari lingkungan. Dalam pandangan ini manusia menganggap bahwa sumber daya alam hanya diciptakan untuk dieksploitasi sebesar-besar kemampuan demi kepentingan manusia. Pandangan transenden digunakan oleh masyarakat barat.

Politik lingkungan menurut pustaka ini merupakan bidang kajian ilmu politik yang diarahkan pada masalah lingkungan. Politik lingkungan hanya mempertimbangkan lingkungan sejauh aspek lingkungan tersebut masuk dan mempengaruhi proses politik formal.

Pustaka ini dijadikan acuan karena memiliki keterkaitan dengan tema pokok yang dijadikan kajian dalam skripsi ini, terutama bahasan tentang permasalahan lingkungan di daerah pesisir di Indonesia. Penelitian dalam pustaka ini membahas sejarah lingkungan secara umum sebagai sebuah pengantar keilmuan, sedangkan skripsi ini membahas sejarah lingkungan sebagai pengaplikasian dari keilmuan tersebut, ini yang menjadi perbedaan dengan skripsi ini.

Pustaka ketiga ialah buku yang ditulis oleh Radjimo Sastro Wijono dengan judul Modernitas dalam Kampoeng: Pengaruh Kompleks Perumahan Sompok Terhadap Permukiman Rakyat di Semarang Abad ke-20.24 Isi utama buku ini membahas bagaimana dinamika pembangunan permukiman di Jawa Tengah dengan mengambil studi kasus di Semarang abad ke-20. Isi buku ini juga

24Radjimo Sastro Wijono, Modernitas dalam Kampung: Pengaruh Kompleks Perumahan Sompok Terhadap Permukiman Rakyat di Semarang Abad ke-20, (Jakarta: LIPI Press,2013).

berusaha menjelaskan awal mula sejarah permukiman modern di Semarang.

Radjimo menyampaikan bahwa untuk mengetahui secara tepat kapan awal mula sebuah permukiman berkembang memang tidak mudah. Berdasar dari beberapa sumber yang diperoleh, Radjimo memerkirakan awal mula perumahan di Semarang telah dimulai pada tahun 1918, saat pembangunan rumah secara massal dibangun, yaitu sebanyak 33 unit pada tahun 1918 dan 81 unit pada tahun 1919.

Buku ini memuat gambaran kebijakan permukiman yang diterapkan pemerintah kolonial di Semarang yang masih ada dampaknya pada keadaan Semarang saat ini. Radjimo juga menyantumkan penjelasan bahwa pada tahun 1972, Encyclopedia Americana vol. 24 mencatat Kota Semarang sebagai salah satu kota percontohan terbaik di Timur Jauh. Sayangnya, hal itu tidak mampu bertahan lama. Kebijakan-kebijakan pemerintahan yang mengelolanya tidak mencerminkan keberlanjutan pembangunan dari pemerintahan sebelumnya. Bahkan sejak tahun 1980-an muncul berbagai masalah permukiman yang menyelimuti kota ini.

Memberikan penggambaran dinamika permukiman di Semarang, pustaka ini mampu menggambarkan proses dan bentuk-bentuk perubahan yang terjadi pada permukiman di Kota Semarang dengan studi kasus di daerah sompok dan sekitarnya dengan baik. Titik temu antara penelitian Radjimo dengan skripsi ini berada pada kesamaan tema utama. Kedua penelitian ini membahas tentang perkembangan permukiman di Semarang. Namun demikian, skripsi ini tetap memiliki perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Radjimo tersebut.

Penelitian skripsi ini membahas permasalahan yang lebih spesifik dan terfokus pada satu permasalahan yang dihadapi masyarakat pesisir dalam lingkup spasial yang relatif sempit yaitu kekumuhan di Tambak Lorok. Skripsi ini melihat permukiman dari sejarah masalah kekumuhan yang berkembang. Secara umum penelitian yang membahas tema tentang permukiman dan khususnya permukiman pesisir mungkin saja sudah banyak ditemukan, tetapi penelitian yang secara khusus membahas dari sisi historis tentang permukiman pesisir yang kumuh seperti di Semarang masih termasuk jarang ditemukan, sehingga masih layak untuk dilakukan. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan sedikit kontribusi

terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terkait sejarah permukiman kumuh di Pesisir Kota Semarang.

Pustaka keempat, ialah buku karya dari Djawahir Muhammad dkk., dengan judul Semarang Lintasan Sejarah dan Budaya.25 Isi pustaka ini menjelaskan sejarah Kota Semarang secara umum, mulai dari bagaimana awal terbentuknya, kemudian beralih ke masa mataram kuno, hingga menjadi Ibu Kota Provinsi pasca proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945. Isinya memuat pula penjelasan profil masyarakat serta identitas budaya masyarakat Kota Semarang yang berupa hasil pesilangan beberapa budaya. Budaya ini terbentuk dari keterbukaan masyarakat Semarang terhadap kedatangan budaya luar. Hasil pertemuan antara berbagai budaya yang masuk ke Semarang dalam jangka waktu panjang terus membaur dan berinteraksi sehingga melebur menghasilkan sebuah budaya yang disebut oleh Djawahir sebagai budaya pesisiran. Lebih jauh dalam memaparkan budaya pesisiran, terdapat bagian yang menjelaskan tentang wujud praktisnya seperti Warak Endok, Dugderan, Gambang Semarang, dan termasuk yang pernah pula dilaksanakan di Tambak Lorok yaitu Sedekah Laut. Djawahir juga melengkapi karyanya dengan penjelasan tentang berbagai peristiwa besar di Semarang. Keterkaitan pustaka dengan skripsi ini ialah karya ini memuat gambaran umum masyarakat Kota Semarang, khususnya tentang lokasi Semarang yang berada di pesisir utara Jawa memiliki pengaruh terhadap kehidupan sosial budaya masyarakatnya. Hal itu menambah keyakinan akan adanya fakta bahwa alam dan manusia memiliki ikatan interaksi yang saling memengaruhi. Skripsi ini melihat budaya sebagai salah satu bagian dari aktivitas sosial masyarakat Tambak Lorok di Semarang. Lebih lanjut, informasi yang diperoleh dari buku ini bermanfaat dalam mengungkapkan keadaan masyarakat Tambak Lorok yang merupakan bagian dari warga Semarang. Lingkup spasial yang lebih kecil dalam penelitian skripsi ini merupakan perbedaan yang dapat saling melengkapi dalam mengungkap sejarah Kota Semarang.

25Djawahir Muhammad dkk., Semarang Lintasan Sejarah dan Budaya (Yogyakarta: CV. Aswaja Pressindo, 2016).

Karya pustaka kelima yang ditinjau ialah buku berjudul “Bugis Tukak, Relokasi dari Kekumuhan” yang ditulis oleh Agung Dwi Laksono, dkk.26 Buku ini mengamati permasalahan permukiman kumuh dari sisi kesehatan. Pendekatan rasional yang umum digunakan sebagai pendekatan utama dalam penelitian masalah kesehatan lingkungan selama ini dinilai belum dapat menyelesaikan masalah-masalah kesehatan secara tuntas, oleh karenanya dirasa perlu dan penting untuk mengangkat kearifan lokal menjadi salah satu cara menyelesaikan masalah kesehatan masyarakat di permukiman kumuh. Berdasar tujuan itulah buku ini membahas hasil riset etnografi kesehatan sebagai salah satu alternatif mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait kesehatan. Buku ini merupakan bagian dari 20 seri buku etnografi kesehatan yang dihasilkan dari riset di berbagai daerah di Indonesia tahun 2016. Isi berikutnya yang lebih spesifik dari buku ini ialah sejarah kehadiran Suku Bugis di Desa Tukak Kabupaten Bangka Selatan. Informasi etnografi kesehatan suku tersebut diungkap dengan menggali nilai-nilai yang berkembang dalam kehidupan masyarakatnya.

Melalui pengamatan terhadap budaya dan kebiasaan masyarakat terkait kesehatan lingkungan di tempat tinggalnya buku ini berusaha mengungkapkan tema khusus yaitu soal kekumuhan yang ada di Desa Tukak. Lebih sempit lagi kekumuhan dikaji dari permasalahan sanitasi lingkungan. Isi pembahasan juga disertai pemaparan beberapa upaya relokasi yang dilakukan untuk memerbaiki masalah tersebut. Penelitian dalam buku ini menggunakan perspektif sosial yang mengangkat kearifan lokal dalam mengamati masalah kekumuhan sebagai rangkaian upaya menangani masalah kesehatan lingkungan yang dinilai merupakan sebuah perspektif baru.

Karya pustaka keenam, ditulis oleh Lutfi Muta‟ali dan Arif Rahman Nugroho dengan judul Perkembangan Program Penanganan Permukiman Kumuh

26Agung Dwi Laksono, dkk., Bugis Tukak, Relokasi dari Kekumuhan (Yogyakarta: PT Kanisius, 2016).

di Indonesia dari Masa ke Masa.27 Pustaka ini menjelaskan kondisi kota-kota di Indonesia yang berkembang menjadi pusat-pusat kegiatan mengundang penduduk daerah sekitarnya untuk datang mencari lapangan kerja dan kehidupan yang lebih baik. Mereka yang bermigrasi ke perkotaan relatif meningkat dari tahun ke tahun.

Padahal di sisi lain kota belum siap dengan rencana sistem perkotaan guna mengakomodasi perkembangan kegiatan perkotaan dalam sistem rencana tata ruang kota dengan berbagai aspek dan implikasinya termasuk di dalamnya menerima, mengatur, dan mendayagunakan pendatang. Hal itu menyebabkan terjadinya aktivitas yang sangat heterogen dalam kesatuan sistem kegiatan perkotaan yang terencana, yang mengakibatkan terjadinya pusat-pusat kegiatan yang tidak saling menunjang, termasuk dengan munculnya permukiman yang berkembang di luar rencana sehingga terbentuklah permukiman-permukiman kumuh. Isi buku ini memuat gagasan-gagasan yang digali dari berbagai kajian empiris secara umum ataupun pendapat para ahli dan mengurai hakikat konseptual permukiman, permukiman kumuh, perkembangan kota dan permasalahannya, serta mencoba melihat evolusi perkembangan program penanganan permukiman kumuh yang telah dilakukan selama ini oleh para pemangku kewajiban. Beberapa penjelasan program penanganan permukiman kumuh juga dimuat dalam skripsi ini, tetapi berbagai program dari beberapa pemangku kewajiban yang pernah menjabat dari masa ke masa sebagaimana digunakan Lutfi Muta‟ali dalam buku ini tidak menjadi acuan alur historis dalam skripsi ini. Penelitian tentang masalah kekumuhan pada skripsi ini dilakukan mengikuti perkembangan peristiwa di wilayah penelitian dari tahun ke tahun. Penuntasan masalah permukiman kumuh dari masa ke masa sampai saat ini masih menjadi tugas bersama yang harus diselesaikan. Meski sedikit, semoga skripsi ini dapat berkontribusi dalam upaya penuntasan masalah kekumuhan.

Pustaka ketujuh, meninjau buku karya Roanne van Voorst yang berjudul De beste plek ter wereld: Leven in de sloppen van Jakarta yang diterjemahkan dari

27Lutfi Muta‟ali dan Arif R. N., Perkembangan Program Penanganan Permukiman Kumuh di Indonesia dari Masa ke Masa (Yogyakarta: UGM Press, 2016).

Bahasa Belanda oleh Martha Dwi Susilowati menjadi Tempat Terbaik di Dunia:

Pengalaman Seorang Antropolog Tinggal di Kawasan Kumuh Jakarta.28 Roanne van Voorst ialah seorang antropolog yang meneliti tentang responss manusia terhadap banjir, memutuskan mengikuti seorang anak muda yang ia temui dan tiba di salah satu kampung kumuh termiskin di Jakarta. Dia menetap di sana lebih dari setahun, di sebuah rumah dari papan dan asbes. Semakin lama Voorst semakin mengenal tetangganya dan keadaan hidup mereka: kemelaratan luar biasa, ancaman penggusuran karena pemukiman tersebut ilegal, dan terutama pergulatan mereka dengan banjir dari sungai yang sangat tercemar. Menghadapi masalah- masalah tersebut, Voorst mengungkapkan pandangan lain tentang permukiman kumuh bahwa penghuni pemukiman kumuh dalam penelitiannya menemukan cara-cara yang efisien, kerap inovatif dan kreatif, yang mereka ajarkan kepada generasi penerus mereka selanjutnya. Secara informatif, Roanne van Voorst memberikan wawasan unik tentang kehidupan penghuni kampung kumuh yang keras, tetapi pantang menyerah. Buku ini mematahkan prasangka negatif dari para pejabat dan kelas menengah atas Indonesia yang cenderung melabelisasi penghuni kampung kumuh sebagai kriminal dan pemalas, sekaligus juga praduga positif dari sebagian aktivis dan peneliti yang kerap memandang persoalan riil kemiskinan secara romantik. Relevansi karya Van Voors dengan skripsi ini terletak pada tema kekumuhan yang terjadi di salah satu kota besar di Indonesia, terutama pembahasan tentang kondisi sosial yang menjadi faktor penyebab terbentuknya kekumuhan serta upaya yang dilakukan masyarakat terhadap kekumuhan di sekitar tempat tinggalnya. Van Voorst memusatkan pengamatan terhadap permukiman kumuh melalui kejadian yang sedang berlangsung selama obrservasinya sebagai seorang antopolog, sedangkan skripsi ini meneliti kekumuhan dari masa lalu hingga jangka waktu yang telah ditentukan secara kronologis berdasarkan metode sejarah. Objek penelitian Van Voorst ini memusatkan pada manusia dan aktivitasnya yang sedang berlangsung ketika

28Roanne van Voorst, Tempat Terbaik di Dunia: Pengalaman Seorang Antropolog Tinggal di Kawasan Kumuh Jakarta (Tanggerang: Penerbit Marjin Kiri, 2016).

observasi dilakukan, sedangkan skripsi ini mengamati semua aspek baik fisik lingkungan maupun aktivitas manusia terkait kekumuhan selama lingkup temporal yang telah ditentukan.

Pustaka kedelapan yaitu karya Peter Boomgaard berjudul Paper Landscape, Explorations in the Environmental History of Indonesia.29 Pustaka ini menunjukkan variasi dalam isu-isu sejarah lingkungan di Indonesia. Isinya terdiri atas empat belas artikel yang berasal dari beberapa peneliti yang menekuni pengkajian di bidang lingkungan seperti Colombijn, De Jong Boers, Kathirithamby Wells, Nibbering, Potter, Robert Cribb, dan Masyhuri. Bagian awal disambut dengan sebuah pengantar dari Peter Boomgaard mengenai pendapatnya tentang sejarah ekologi atau sejarah lingkungan di Indonesia yang merupakan spesialisasi baru dan sangat sedikit sarjana yang menekuninya.

Artikel-artikel di dalamnya terdiri atas beberapa isu: (1) lingkungan, (2) pertumbuhan penduduk, (3) penyakit yang berhubungan dengan lingkungan, dan (4) diforestasi (aktivitas eksploitasi kekayaan alam yang berkaitan dengan pertumbuhan penduduk). Periode yang dikaji dalam pustaka ini yaitu pada abad ke-16 hingga pertengahan abad ke-20. Boomgaard dalam artikelnya membahas tentang pentingnya perilaku memeroleh mata pencaharian dengan berburu binatang, terutama yang berkaitan dengan dampak lingkungannya. Lebih jauh Boomgaard menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk sangat erat hubungannya dengan proses matapencaharian. Isu yang juga krusial dalam sejarah lingkungan menurut Boomgaard adalah masalah deforestasi. Ekspansi dari ekploitasi hutan, pertanian, peternakan hewan, perburuan, dan pertambangan sangat berkaitan dengan pertumbuhan penduduk. Semua aktivitas ini mengakibatkan terjadinya penggundulan hutan dan kehancuran beberapa sumberdaya alam. Isi pustaka ini menggambarkan keterkaitan antara perilaku bertahan hidup masyarakat di Indonesia terhadap lingkungan tempat tinggal dan tempat memeroleh mata pencahariannya.

29Peter Boomgaard, dkk. Paper Landscapes: Explorations in the Environmental History of Indonesia (Leiden: KITLV Press, 1997).

Isi pustaka ini memuat artikel yang berjudul Industri Perikanan dan Kerusakan Lingkungan di Pantai Utara Jawa, 1850-1900. Artikel yang ditulis oleh Masyhuri ini bertujuan untuk menguji saling pengaruh antara industri perikanan dan lingkungan laut di laut Jawa selam periode 1850-1900, khususnya untuk melihat dampak terhadap lingkungan perikanan yang jauh dan yang dekat dari pantai. Menurut Masyhuri, periode tahun 1870-an, merupakan masa pertumbuhan dari sektor perikanan laut di perairan Jawa dan Madura. Dikatakan lebih jauh, Jawa dan Madura merupakan pusat yang sangat penting dari aktivitas perikanan di Nusantara. Industri ikan asin juga tumbuh dengan subur dalam masa ini. Pertumbuhan yang pesat industri perikanan laut kata Masyhuri, dimungkinkan oleh sebuah fakta bahwa sektor perikanan diintegrasikan ke dalam sebuah sistem perdagangan. Pada akhir abad ke-19, industri perikanan di Jawa dan Madura mengalami kemunduran dan terjadi pergantian dari skala besar perikanan yang jauh dari pantai menjadi skala yang lebih kecil dengan daerah operasi dekat dengan pantai. Pergantian daerah operasi ini juga memengaruhi kondisi lingkungan di daerah operasi yang baru.

Keterkaitan pustaka dengan skripsi ini terletak pada permasalahan yang dikaji. Pertumbuhan penduduk di Indonesia seperti di Tambak Lorok sering berlangsung tanpa terkendali. Hal ini menimbulkan dampak terhadap lingkungan.

Masyarakat Tambak Lorok yang membabat bakau dan memanfaatkan lahan pantai untuk tambak menimbulkan permasalahan abrasi dan rob. Rob kemudian memperparah kekumuhan di permukiman Tambak Lorok. Perbedaan dengan skripsi ini adalah pustaka ini disusun atas beberapa artikel sehingga menampilkan pembahasan yang kurang lengkap dan mendetail.

Berdasar pada beberapa pustaka yang telah dijelaskan di atas, isi utama kajian sejarah ini yaitu tentang lingkungan kumuh pada tahun 1970-1993 yang berlangsung di Tambak Lorok, Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Utara menjadi fokus dalam skripsi. Tambak Lorok yang notabene merupakan wilayah pesisir, pada tahun 1970-an merupakan kawasan yang dapat dikatakan masih belum terlalu mengalami masalah bencana abrasi dan rob, namun kemudian mengalami abrasi yang perlahan terus meluas ke darat hingga menenggelamkan

sebagian wilayahnya sehingga memerparah kekumuhan. Masalah kekumuhan ini diamati dari perilaku manusia yang memiliki hubungan dengan terjadinya kekumuhan serta upaya yang dilakukan dalam menghadapi keadaan itu dari tahun ke tahun. Berikutnya masalah kekumuhan dijelaskan berkembang di Tambak Lorok hingga batas pengamatan sampai tahun 1993, bahwa pada tahun itu Tambak Lorok mengalami perubahan yang cukup baik dari sebelumnya setelah adanya sumber listrik yang masuk ke daerah tersebut serta upaya-upaya lainnya yang dilakukan untuk memerbaiki kekumuhan. Skripsi ini diharapkan mampu memberi informasi dan melengkapi gambaran yang komprehensif tetang kawasan kumuh di Kota Semarang, khususnya di Tambak Lorok, Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Semarang Utara.