• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Pemerintah Menanggulangi Kekumuhan di Tambak Lorok Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk memerbaiki keadaan permukiman

C. Upaya Masyarakat dan Pemerintah Menghadapi Kekumuhan di Tambak Lorok

2. Kontribusi Pemerintah Menanggulangi Kekumuhan di Tambak Lorok Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk memerbaiki keadaan permukiman

periode 1970 sampai 1980-an di Tambak Lorok masih tergolong belum masif.

Pada waktu tertentu pemerintah setempat memberi himbauan kepada masyarakat Tambak Lorok untuk menyempatkan waktu dalam aktivitas kebersihan di sekitar tempat tinggalnya. Aktivitas itu diharapkan agar dilaksanakan, terutama dalam rangka memeringati hari-hari besar. Misalnya pada bulan Juli 1970, dalam rangka menyambut hari pembangunan di Semarang, maka diadakan gerakan kebersihan.

236“Kiat Kota Semarang”, hlm. 13.

Selain untuk menyambut hari pembangunan sekaligus persiapan menghadapi peringatan 17 Agustus 1970 di Semarang. Gerakan kebersihan ini dilakukan untuk menjaga kesehatan, kebersihan dan keindahan Kota Semarang. Semua warga dianjurkan untuk mengadakan pemugaran atau pengecatan rumah-rumah, pagar, dan pembersihan halaman rumah masing-masing. Disamping itu pada tahun 1970 diadakan pengerukan selokan-selokan untuk mengalirkan genangan air.

Mengadakan perbaikan jalan melalui pemasangan paving untuk menghindari jalan yang becek akibat hujan. Pemerintah waktu itu juga menghimbau kepada para pemilik tempat usaha, pertokoan, pasar, perkantoran, serta tempat-tempat beribadah supaya mengadakan gerakan kebersihan. Kepada camat, lurah, ketua RT/RW juga diinstruksikan untuk turut serta memeramai gerakan kebersihan pada hari-hari besar seperti yang terjadi di tahun itu.237 Pada waktu-waktu seperti yang dicontohkan tersebut, atas himbauan pemerintah setempat, warga Tambak Lorok melakukan kegiatan kebersihan secara gotong royong.

Selain aktivitas persuasif, peran pemerintah Kota Semarang juga turut hadir di Tambak Lorok ketika sedang dilanda banjir. Pada awal tahun 1970, banjir melanda di beberapa tempat di Semarang, salah satunya di Tambak Lorok. Jumani menceritakan bahwa pada tahun 1970 di Tambak Lorok sering terjadi banjir yang parah. Kondisi Tambak Lorok pada tahun itu belum ada saluran air dari rumah- rumah warga menuju ke sungai. Muara Kali Banger yang ada di sekitar Tambak Lorok juga sedang mengalami pendangkalan oleh endapan tanah dan sampah yang mengalir dari hulu sungai.238 Demi mengatasi hal itu, pada bulan Mei tahun 1970 pemerintah Kota Semarang mulai mengadakan upaya pembangunan beberapa waduk dan pompa air, serta pada sungai Semarang dan Kali Banger yang dangkal itu dilakukan pengerukan. Banjir tahun 1970-an itu cukup meresahkan, sebab banjir selalu muncul setiap kali terjadi hujan yang agak lebat.

Walikota kala itu R. Warsito Soegiarto segera mengadakan pengerukan saluran-

237“Warga Kota Semarang Dianjurkan Adakan Gerakan Kebersihan”, Suara Merdeka, 23 Mei 1970, hlm. 2.

238Wawancara dengan Jumani, 10 Oktober 2017.

saluran air, terutama Kali Semarang dan Kali Banger yang bagian ujung salurannya berada di salah satu sisi perkampungan Tambak Lorok.239

Usaha yang telah dilakukan pada tahun 1970 membuahkan hasil yang cukup penting pada satu tahun selanjutnya. Pada akhir bulan Januari tahun 1971, untuk kali pertama di Semarang terjadi hujan yang berlangsung secara terus menerus di awal tahun tersebut tanpa berhenti selama seminggu. Kadang kala hujan tersebut sangat lebat dan kadang kala pula hanya gerimis, tetapi cukup dapat membuat pakaian menjadi basah. Tidak seperti tahun sebelumnya, di mana Tambak Lorok dan sekitarnya selalu banjir setiap kali turun hujan. Akan tetapi, pada awal tahun ini meskipun hujan berlangsung tanpa berhenti, tidak terdapat adanya daerah yang dilanda banjir. Ini merupakan bentuk keberhasilan pemerintah Kota Semarang dalam mengantisipasi banjir agar tidak terjadi sebagaimana pada tahun sebelumnya.240

Pada tahun 1970-an disebabkan adanya wabah malaria di Tambak Lorok dan daerah sepanjang pantai utara Semarang, pemerintah mengadakan upaya penyemprotan di gang-gang kampung yang menjadi sarang penyakit ini.

Penyemprotan tersebut seluruhnya menggunakan bahan pestisida sebanyak 8.183 kg. Bahan-bahan itu diperoleh dari DKR Provinsi Jateng dan biaya penyemprotan dipikul bersama oleh Walikota Semarang dan DKR Provinsi Jateng.

Peran pemerintah di tingkat kecamatan dapat dilihat seperti pada tahun 1973. Pemerintah Kecamatan Semarang Utara menghimbau masyarakat di Tambak Lorok beserta warga di perkampungan lainnya di kecamatan tersebut agar melakukan perbaikan tempat tinggal mereka. Bulan Mei tahun 1973 itu diisi oleh masyarakat dengan kegiatan lingkungan. Aktivitas pada bulan tersebut menunjukkan hal-hal positif dalam usaha memajukan wilayahnya, baik di bidang pembangunan, kesenian, olahraga, kegiatan-kegiatan sosial, dan lain-lain.

Kegiatan itu diselenggarakan dalam rangka memeringati hari pembangunan Jawa

239“Beberapa Waduk”, hlm. 2.

240“Di Semarang Turun Hudjan Terus”, Suara Merdeka, 28 Januari 1971, hlm. 2.

Tengah tanggal 2 Juli dan menyongsong tibanya HUT (Hari Ulang Tahun) Proklamasi Kemerdekaan RI ke-28. Sebelum bulan Juli tiba, warga-warga di kecamatan itu telah mulai sibuk melakukan kegiatan kebersihan dan keindahan, membersihkan jalan kampung, mengadakan gerakan kerja bakti membersihkan jalan-jalan di sekitar kompleks masing-masing dan beberapa ada yang dipimpin langsung oleh kepala desanya dan para pamong desa setempat lainnya.241

Pada awal tahun 1974, dalam hal peningkatan kesejahteraan ekonomi nelayan, diadakan program motorisasi kapal nelayan. Selain itu, dilakukan pula upaya yang lebih terorganisasi dalam rangka memajukan kehidupan mereka. Pada tahun itu dilakukan pelantikan anggota himpunan nelayan untuk seluruh Indonesia cabang provinsi Jawa Tengah. Ketua HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh lndonesia) tahun 1974 yaitu Soegiarto menegaskan di Semarang dalam pelantikan anggotanya di provinsi Jawa Tengah.

Nelayan-nelayan yang dalam melakukan penangkapan ikan masih menggunakan alat-alat sederhana dan tradisional harus dilindungi, jangan sampai mata pencaharian mereka itu dirusak oleh kapal- kapal ikan asing dengan jaring-jaringnya yang serba modern.

Kehidupan para nelayan tradisional harus kita tingkatkan dengan cara memodernisasi alat-alat penangkapan ikannya.242

Penegasan Soegiarto itu menandakan perjuangan untuk meningkatkan dan melindungi kesejahteraan kaum nelayan harus dilaksanakan. Mengingat beban hidup nelayan perlahan semakin bertambah, maka tentu mereka memerlukan penghasilan yang lebih banyak untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka tersebut. Bilamana penghasilan mereka berkurang karena ada pihak-pihak yang mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya demi kepentingan mereka sendiri, maka hal itu tidak boleh dibiarkan. Bagaimana pun para nelayan tradisional harus tetap dapat bertahan hidup sebagai penopang perikanan selama ini, jika keadaan demikian tetap dibiarkan maka akan sulit mereka dapat bertahan. Mengingat

241“Kerja Bakti Besar-besaran di Kompleks Jurnatan”, Suara Merdeka, 26 Mei 1973, hlm. 2.

242“Kapal-kapal Trawl Sering Timbulkan Insiden”, Suara Merdeka, 2 Desember 1975, hlm. 2.

sebagian besar nelayan seperti di Semarang masih tinggal di kawasan tepi pantai yang padat dan kumuh, ditambah kondisi lingkungannya yang bisa merusak rumah-rumah mereka, maka upaya melindungi penghasilan para nelayan perlu dilakukan. Penegasan itu diucapkannya ketika melantik pengurus HNSI Provinsi Jawa Tengah pada Jumat pagi tanggal 28 November tahun 1974 di Aquarium Lam

"Hiu Kencana” di Kompleks THR (Taman Hiburan Rakyat) “Tirta Ria" Pantai Laut Semarang.

Sementara itu Gubernur Moenadi juga turut memberikan sambutannya pada rapat tersebut dan menyatakan bahwa nelayan mempunyai peranan yang sangat penting bagi pembangunan. HNSI sebagai organisasi profesi wajib mendorong anggotanya untuk bekerja keras dan berpartisipasi dalam pembangunan. Nelayan merupakan kelompok masyarakat kita yang masih sangat rendah tingkat hidupnya, permukiman tempat tinggal mereka sarat dengan kekumuhan, rentan terhadap penyakit, serta rawan terhadap masalah abrasi, rob dan banjir. Moenadi mengharapkan agar pendapatan mereka terus ditingkatkan dengan cara antara lain merehabilitasi sumber produksi dan mengolah pemasarannya. Bagi HNSI yang penting bukan programnya saja yang baik, tetapi program itu harus baik dan dapat dilaksanakan. Organisasi ini harus mampu mengadakan pembaharuan sikap mental para nelayan yang pada umumnya lebih dekat dengan keris dan burung dari pada mesin. Sikap mental demikian ini tidak sesuai dengan jiwa budaya masyarakat. Sikap tersebut harus diubah agar mereka mau menerima pembaharuan. Mengenai kegiatan HNSI Jateng ini, karena rapat HNSI diadakan di Kompleks THR “Tirta Ria" Pantai Laut Semarang, Mayor Laut Ari Sarimo Kepala Dinas THR Kodya Semarang turut memerhatikan nasib nelayan dengan mengarahkan soal lokasi kantor HNSI tersebut, bahwa karena organisasi itu tugasnya mengurus nasib para nelayan maka kantor sebagai tempat kegiatannya diletakkan di sekitar Banjir Kanal Barat. Tempat yang dipilih tersebut selain sudah ada TPI-nya, juga terdapat perkampungan nelayan di sepanjang pantai dan berdekatan pula dengan Tambak Lorok yang merupakan salah satu

perkampungan nelayan terkenal di Semarang. Jalan menuju tempat tersebut juga sudah di upgrade.243

Pada bulan Februari tahun 1975, beberapa upaya telah dilakukan dalam rangka memajukan kehidupan nelayan di Perkampungan Tambak Lorok, namun demikian masih banyak kekurangan dalam upaya memajukan kehidupan mereka.

Kekurangan tersebut sedikit demi sedikit, diusahakan dikurangi dan ditiadakan sama sekali. Pada tanggal 12 sampai dengan 14 bulan Maret tahun 1975 diadakan rapat Dinas Perikanan Provinsi Jateng di Semarang, dengan tema ”Pemantapan Aparatur Dinas dalam Mensukseskan Pelita II Sektor Perikanan Jawa Tengah Bisa Bermanfaat bagi Nelayan dan Petani Ikan”. Dinas Perikanan Provinsi Jateng telah mengambil langkah-langkah positif perbaikan tempat pelelangan, tempat pendaratan, pembinaan dan penyuluhan soal kredit usaha. Juga usaha untuk menyebarluaskan jenis ikan-ikan murah yang mudah dikembangkan sehingga akan bisa menaikkan penghasilan nelayan dalam mencukupi kebutuhannya yang semakin bertambah. Para nelayan di Tambak Lorok merupakan kalangan masyarakat yang tidak memerlukan teori-teori yang sulit dipahami oleh mereka, tetapi lebih pada usaha dan bukti nyata yang langsung bisa mereka rasakan.244

Pada bulan Maret tahun 1975, pemerintah tidak hanya berhenti pada upaya-upaya sebelumnya, kelanjutan dari program sebelumnya untuk memberi solusi perekonomian masyarakat nelayan di Semarang yang mengkhawatirkan, juga diberi perhatian oleh pemerintah melalui program yang berwujud usaha melindungi nelayan kecil dan menjaga kelestarian sumber-sumber hayati dengan menertibkan jumlah kapal-kapal yang beroperasi, serta cara dan alat-alat penangkapannya. Sebelum penerapan program tersebut ke masyarakat, dilakukan penataran terlebih dahulu kepada beberapa pihak pelaksana lapangan terkait dengan program. Beberapa pihak kemudian diundang untuk mengikuti penataran ini. Penataran itu akhirnya diikuti oleh 80 peserta dan berlangsung selama 15 hari,

243“Kapal-Kapal Trawl”, hlm. 2.

244“Taraf Hidup Nelayan Masih Rendah”, Suara Merdeka, 26 Februari 1975, hlm. 10.

serta dalam penataran tersebut juga dihadiri oleh Kepala Dinas Perikanan Provinsi Jawa Tengah Ir. Adwinirwan Kamiludin dan pejabat-pejabat teras dinas yang bersangkutan. Kegiatan ini dibagi menjadi 2 (dua) gelombang, pertama untuk para staf Dinas Perikanan tingkat Karesidenan atau Kabupaten Kodya dan kedua untuk tingkat Kepala Dinas Karesidenan atau Kabupaten Kodya.245

Pada akhir tahun 1975, di bidang perikanan yang dilaksanakan Pemda Jateng untuk meningkatkan penghasilan nelayan telah banyak ditempuh.

Sasarannya adalah meningkatkan produksi perikanan, merubah cara berpikir nelayan kearah modernisasi dan intensifikasi penangkapan ikan serta penggalian sumber, menaikkan taraf hidup nelayan dengan menaikkan penghasilan setiap orang serta memerluas lapangan kerja, dan membina kelestarian lingkungan dan sumber hayati. Untuk mencapai sasaran itu maka ditempuh melalui bidang sarana dan prasarana penunjang dan pemasaran, melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi serta mekanisasi alat perikanan. Selama Modernisasi Desa tahap pertama telah diselenggarakan penataran terhadap 1.039 orang nelayan, penyediaan air bersih di desa-desa nelayan dan penyediaan perumahan nelayan di Semarang, Kabupaten Rembang, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Pati, masing-masing 40 rumah. Dengan penyediaan perumahan, permodalan, kapal motor dan tempat berlabuh yang memadai tersebut maka penghasilan nelayan meningkat dari Rp. 70 setiap seorang sehari menjadi Rp. 280.

Adapun sarana-sarana yang diadakan adalah sarana kesehatan masyarakat nelayan sarana ekonomi, sarana-sarana lainnya yang terdiri dari sarana penyuluhan, sarana perkreditan, sarana produksi dan sarana pemasaran.246

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan di Tambak Lorok. Sayangnya sarana penyaluran informasi ke Tambak Lorok masih belum menggunakan teknologi yang canggih. Informasi masih disalurkan sebatas melalui penyuluhan-penyuluhan kepada lurah, kemudian

245“Dana Paceklik”, hlm. 2.

246“Kaum Nelayan Juga Dipikirkan Nasibnya”, Suara Merdeka, 28 Desember 1975, hlm 10.

lurah menyampaikannya ke ketua RW atau RT, hingga sampai ke penduduk.

Penyampaian masih dilakukan secara tradisional menggunakan lisan atau dengan surat karena tenaga listrik yang resmi belum masuk ke Tambak Lorok, mengingat daerah itu didominasi oleh penduduk yang bermukim dengan tanpa seizin dari pemerintah. Permukiman yang didominasi oleh rumah berstatus liar menyebabkan tidak tersedianya fasilitas yang memadai. Untuk mengurangi kondisi demikian, pada tahun 1978 pemerintah melakukan pembangunan sumber daya listrik untuk beberapa perkampungan di Semarang. Kota Semarang berhutang jutaan rupiah kepada perusahaan listrik negara. Jumlah hutang Pemerintah Kota Semarang ini hampir mencapai Rp. 70 juta. Sayangnya pembangunan sarana kelistrikan ini belum sampai ke Tambak Lorok, karena masih mengutamakan penyediaan layanan listrik di daerah permukiman yang telah mendapat izin dari pemerintah.247 Pada tahun ini pembangunan sumber-sumber listrik di pedesaan yang sedang dilakukan ialah sebanyak 71 kalter listrik pedesaan. Pengadaan itu dilakukan sejak bulan Januari tahun 1978.248

Menjelang tahun 1980-an, kesadaran masyarakat terhadap kondisi lingkungan yang terus menurun kualitasnya semakin bertambah, terutama kondisi pesisir yang semakin mengkhawatirkan. Ketersediaan pelindung pantai seperti tanaman bakau di sepanjang pantai Jawa Tengah sudah sangat menipis, apalagi di Semarang yang kondisi pantainya paling mengkhawatirkan. Tahun ini mulai muncul kesadaran masyarakat terhadap dampak dari kemajuan teknologi yang menuntut upaya produksi dalam jumlah banyak dan tempo yang singkat, sehingga terjadi banyak usaha memanfaatkan kekayaan alam secara berlebihan dan tidak sesuai kebutuhan yang seharusnya. Hal ini menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan alam yang mulai jelas dirasakan oleh masyarakat yang bahkan tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain seperti yang tergabung dalam organisasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Kondisi yang sama dari beberapa

247“Hutang Kodya pada PLN Hampir Rp. 70 Juta Sumbangan Penerangan Jalan Diperdakan”, Suara Merdeka, 13 Januari 1978, hlm. 2.

248“71 Kalter Listrik Pedesaan di Drop”, Suara Merdeka, 10 Januari 1978, hlm. 2.

negara anggota PBB tersebut memunculkan keinginan mereka untuk mengangkat isu lingkungan menjadi topik yang perlu diperbincangkan sejak tahun ini di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah seperti Tambak Lorok. Kasus yang terjadi di Tambak Lorok ialah perkampungan masyarakat yang semakin kumuh akibat terkena imbas dari penebangan tanaman bakau untuk membuat tambak-tambak, pantai menjadi mudah tegerus oleh gelombang laut tanpa adanya perlindungan. Beberapa rumah penduduk di tepi pantai menjadi rusak, retak dan pecah-pecah. Rumah itu terlalu sering terendam air laut yang sifatnya lebih merusak daripada air hujan. Beberapa warga terpaksa harus pindah menjauh dari pantai, sehingga akibat perpindahan itu kondisi perkampungan semakin padat dan tidak tertata. Salah satu sebab peristiwa ini terjadi ialah perilaku orang-orang yang menjalankan usaha tanpa memikirkan dampak jangka panjang dari usahanya tersebut terhadap permukiman masyarakat yang ada di sekitar lokasi usahanya. Melihat kondisi demikian, maka perlu ada upaya untuk menyelamatkan lingkungan pesisir dari kerusakan yang lebih parah.249

Kondisi di atas turut mengundang perhatian pemerintah pusat untuk menerapkan kebijakan pembangunan daerah. Pada tahun 1980 dibentuk program pembangunan atas instruksi presiden yang dikenal sebagai proyek Inpres (Instruksi Presiden). Inpres diadakan dengan salah satu tujuan untuk melengkapi sarana prasarana di daerah yang masih minim fasilitas. Pemerintah Kota Semarang mengarahkan proyek dari pemerintah pusat ini ke Tambak Lorok, salah satunya untuk mengembangkan SDM (Sumber Daya Manusia) melalui penyediaan fasilitas pendidikan Sekolah Dasar (SD). Melalui proyek ini didirikan SD Inpres di Tambak Lorok. Fasilitas pendidikan ini diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan dan memerbaiki perilaku negatif masyarakat.250

249Martono, “Deklarasi Stockholm dan Perkembangan Global”

(http://www.martonomily.com/ materi-kuliah/ content/ hukum-tata-lingkungan /materi-perkuliahan-kedua/materi, dikunjungi pada 8 Maret 2018).

250Intruksi Presiden Republik Indonesia, No. 4 Tahun 1980, tentang Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II Tahun 1980/1981.

Keadaan lingkungan kian memburuk yang ternyata tidak hanya terjadi di satu tempat ini juga mengundang respons pemerintah untuk mengeluarkan undang-undang. Peraturan ini dianggap dapat mencegah timbulnya masalah lingkungan yang lebih berat. Pada tahun 1980-an, disahkan lah UU No.4 Tahun 1982 yang menyatakan setiap orang memunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, bahkan setiap orang memunyai hak dan kewajiban untuk berperan serta dalam pengelolaan lingkungan hidup. Regulasi yang disusun tersebut diharapkan menjadi salah satu upaya yang dapat menjadi pelindung bagi potensi kekayaan alam yang ada serta menjaga kondisi lingkungan hidup manusia maupun makhluk hidup lain dari perilaku sewenang-wenang. Selama ini memang belum ada aturan yang jelas dalam rangka mengatur segala bentuk pemanfaatan alam di Indonesia, sehingga munculnya undang-undang ini merupakan langkah yang sangat penting bagi perbaikan kondisi yang ada saat itu. Namun demikian, sejak persoalan lingkungan mencuat ke permukaan pada awal tahun 1980-an, hak dan peran sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No.4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup itu belum bisa dilakukan dengan baik hingga beberapa tahun selanjutnya.251

Di Tambak Lorok tahun 1984, karena deburan ombak tidak hanya menggerus pantai tapi juga memusnahkan tambak-tambak di tepi pantai yang kini telah menjadi lautan. Itu tidak hanya terjadi di sekitar Tambak Lorok tetapi juga di daerah lain seperti di Jepara. Abrasi di desa tersebut mencapai ke darat hingga 200 meter, sedangkan abrasi di Tambak Lorok belum mencapai jarak demikian, sehingga permukiman warga yang padat masih selamat, sedangkan beberapa tambak milik warga tenggelam. Terkait hal ini, pihak DPR RI kemudian menegaskan akan membuat aturan yang tidak mengizinkan pembuatan tambak di kawasan hutan bakau, agar hutan bakau dapat diselamatkan.252

Sementara itu, dalam perkembangan tahun selanjutnya masalah sosial lainnya seperti perilaku yang membuat lingkungan menjadi tidak menarik dilihat

251“Masyarakat Masih Sering”, hlm. 3.

252“Penggerusan Pantai Utara”, hlm. 9.

bertambah parah, maka Soeparto selaku walikota mengarahkan masyarakat dengan beberapa imbauannya seperti di atas melalui surat kabar di Kota Semarang.253 Pada tahun 1986, Walikota Semarang Iman Soeparto Tjakrajoeda bertekad akan lebih meningkatkan pembangunan di Kota Semarang. Ia menghimbau semua pihak mampu dan mau mengendalikan diri. Organisasi Politik (Orpol) dan Organisasi Masyarakat (Ormas), diharapkan pula meningkatkan pendidikan seluruh anggotanya. Walikota mengatakan bahwa kekurangan di Semarang selama ini adalah kurang mampu dan kurangnya kemauan mengendalikan diri atau mengutamakan kepentingannya masing- masing, baik aparat pemerintah maupun segenap warga Kota Semarang khususnya. Bila hal itu sudah dapat diatasi, maka kekurangan yang menyangkut penduduk maupun wilayah Kota Semarang, bisa diatasi.254

Pada tahun 1986, untuk mewujudkan pembangunan yang mantap, pemerintah menginginkan adanya peningkatan sumber daya manusia di Semarang. Demi mewujudkan cita-cita tersebut, perlu ada pendidikan bagi masyarakat. Perkampungan Tambak Lorok merupakan salah satu tempat yang masih banyak menampung kalangan dengan kualitas pendidikan yang sangat perlu diperhatikan. Menurut Soeparto, di Indonesia sarana pendidikan ini sebetulnya sudah ada, yaitu lewat organisasi di bidang sosial, politik, dan juga organisasi masyarakat umum. Bila organisasi itu dapat memikirkan dan memerjuangkan pendidikan bagi seluruh anggota dan tidak hanya terbatas pengurus, maka tugas pemerintah lebih ringan. Pemerintah dapat merencanakan program pembangunan yang lebih luas dan menyentuh hati masyarakat, serta tidak mengurusi hal yang kecil-kecil. Pihak pemerintah merasa sering terhambat dengan keadaan yang harus diselesaikan, padahal masalahnya mendasar.

Misalnya, perilaku masyarakat yang tidak sehat, buruknya pengelolaan sampah, perbuatan anak-anak muda yang merusak keindahan lingkungan dan lainnya, yang

253“Tahun 1986 Lebih Tingkatkan Pembangunan”, Suara Merdeka, 2 Januari 1986, hlm. 7.

254“Tahun 1986 Lebih”, hlm. 7.

kuncinya terletak pada kemauan dan kemampuan pengendalian diri semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat secara umum. Bila setiap masyarakat sudah memilikinya, disiplin ini pun akan terwujud jika mau dan mampu mengendalikan diri, serta kepentingannya masing-masing. Himbauan akan kesadaran pendidikan ini disampaikan kepada masyarakat dari pemerintah melalui surat kabar.

Selain perbaikan dalam masalah pendapatan dan pendidikan, hal-hal terkait kesehatan juga merupakan yang terpenting bagi masyarakat. Pada tahun 1988, dibentuklah pilot proyek yang diprakarsai oleh Direktorat PLP (Penyehatan Lingkungan Permukiman), Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. Direktorat PLP melalui bantuan sebuah konsultan telah mencoba sebuah pilot proyek “on-site sanitation” di dua buah kota di Jawa Tengah yaitu Kota Semarang dan Surakarta. Pilot Proyek “on-site sanitation” adalah suatu proyek yang mengarah pada upaya pelayanan fasilitas sanitasi khususnya fasilitas jamban keluarga dengan mendasarkan diri pada penggalian potensi swadaya masyarakat.

Berselang tiga tahun tepatnya tahun 1991, pihak pemerintah dalam hal ini melalui Perusahaan Listrik Negara akhirnya mewujudkan salah satu fasilitas yang selama ini masih sangat minim di Tambak Lorok, yaitu adanya listrik untuk rumah-rumah warga. Sumber listrik di Tambak Lorok baru disediakan tahun ini karena pemerintah mendahulukan pelayanan kepada daerah yang sudah mendapat izin dari pemerintah, sedang Tambak Lorok merupakan perkampungan yang sejak awalnya berdiri tanpa perencanaan pemerintah.

Pada tahun 1991 ini pula, di Semarang sedang berlangsung persiapan menyongsong penilaian kebersihan lingkungan dalam kompetisi meraih adipura.

Untuk merealisasikan keberhasilan bagi kota ini meraih Penghargaan Adipura, maka setiap wilayah kecamatan dikoordinasi langsung oleh kepala camat masing- masing untuk melaksanakan kegiatan Kebersihan, Ketertiban dan Keindahan.

Pada tahun 1991 ini, Walikota Semarang Soetrisno Soeharto yang baru dilantik setahun yang lalu, mulai mengeluarkan beberapa kebijakan untuk menanggulangi