• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Pelayanan Umum

3.9. Lingkungan Hidup

Gambar 3.88. Jumlah Produksi Tanaman Hias (Tangkai) di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2021

Anggrek Mawar Sedap Malam

Jumlah Produksi 102.912 25.939 9

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta

Jenis tanaman lain yang memiliki lahan panen di DKI Jakarta adalah tanaman hias. Sama halnya dengan tanaman sayur dan buah, wilayah yang memiliki lahan panen tanaman hias terluas adalah Jakarta Timur, dengan luas lahan mencapai 7.178 m2 atau sebesar 53,02% dari total luas lahan panen di DKI Jakarta. Di antara ketiga jenis tanaman hias di atas, anggrek memiliki luas lahan panen terbesar, yakni seluas 12.445 m2. Oleh sebab itu, produksi tanaman anggrek juga merupakan kuantitas tertinggi di kategori ini, mencapai 80% atau sebanyak 102.912 tangkai dari total produksi tanaman hias. Jenis tanaman hias lain yang juga diproduksi di DKI Jakarta adalah mawar, dengan hasil panen sebanyak 25.939 tangkai dari luas lahan panen 1.092 m2, dan sedap malam dengan hasil panen sebanyak 9 tangkai dari luas lahan panen 1 m2.

uji emisi sebesar 164.028, sangat berbeda jika dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Kenaikan yang amat drastis tersebut tidak terlepas dari wacana pemberlakuan sanksi hukum berupa penilangan terhadap mobil dan sepeda motor yang tidak lulus uji emisi di DKI Jakarta pada 13 November 2021.

Gambar 3.90. Jumlah Kendaraan Bermotor yang Melakukan Uji Emisi di DKI Jakarta Menurut Hasil Uji Tahun 2021

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Lulus 42.915 31.402 32.893 25.656 18.022 18.083 7.274 10.071 12.285 18.720 162.910 56.053

Tidak Lulus 777 107 74 43 19 38 9 19 61 68 1.118 116

Total 43.692 31.509 32.967 25.699 18.041 18.121 7.283 10.090 12.346 18.788 164.028 56.169

- 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000 160.000 180.000

20.000 - 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000 160.000 180.000

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta

Grafik di atas menunjukkan jumlah kelulusan kendaraan yang telah melakukan uji emisi. Berdasarkan hasil uji emisi kendaraan yang dilaksanakan pada tahun 2021, total kendaraan yang diuji berjumlah sebanyak 438.733 kendaraan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 99.44% atau sekitar 436.276 kendaraan berhasil lulus uji emisi gas buang.

Gambar 3.91. Persentase Hasil Uji Emisi Kendaraan Bermotor Menurut Bahan Bakar Tahun 2021

Bensin Solar

Lulus 99,59% 98,45%

Tidak Lulus 0,41% 1,55%

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta

Berdasarkan jenis bahan bakarnya, kendaraan berbahan bakar bensin lebih banyak melakukan uji emisi gas buang dibandingkan dengan kendaraan berbahan bakar solar. Dari 438.733 kendaraan, sebanyak 381.761 kendaraan merupakan kendaraan berbahan bakar bensin, dan sebanyak 56.792 sisanya berbahan bakar solar.

Di antara kedua jenis bahan bakar, kendaraan berbahan bakar bensin memiliki persentase kelulusan uji emisi yang lebih tinggi, yaitu sebesar 99,59% atau sebanyak sekitar 380.195 kendaraan, dibandingkan kendaraan berbahan bakar solar, dengan persentase kelulusan sebesar 98,45% atau sebanyak 56.089 kendaraan.

Selain menyoal udara, hal lain yang memengaruhi keadaan lingkungan hidup di DKI Jakarta adalah potensi terjadinya pencemaran darat dan air. Untuk menghindari hal tersebut, dilakukan berbagai upaya oleh Pemerintan Provinsi DKI Jakarta, salah satunya adalah dengan menyediakan lokasi penyaringan sampah.

Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, lokasi penyaringan sampah di DKI Jakarta tersebar pada 28 sungai di lima wilayah, yaitu Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Utara.

Gambar 3.92. Rata-rata Volume Sampah Sungai (m3) di DKI Jakarta Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2021

Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara

Volume Sampah Sungai 311,34 700,83 79,00 829,49 543,27

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta

Gambar 3.93. Persentase Rumah Tangga (KK) di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2021 0,23

21,10

28,55 10,76

22,71

16,65

Kepulauan Seribu Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta

Proses penyaringan sampah sendiri dilakukan dengan menggunakan alat Mechanical Electrical Hydraulic (ME-H). Mesin tersebut bekerja sinergis dengan jeruji yang disebut bar screen, yang berguna untuk menjaring sampah di dalam sungai. Sampah yang tertahan di jeruji tersebut lalu akan diangkat oleh ME-H yang memiliki mekanisme kerja seperti forklift10.

Volume sampah yang tersaring pada sungai di seluruh kabupaten/kota DKI Jakarta secara umum bervariasi. Dengan jumlah terbanyak di wilayah Jakarta Barat sebesar 829,49 m3 dan tersebar pada enam sungai saringan yang mengalir di wilayah tersebut. Sementara volume sampah paling rendah dari kelima wilayah DKI Jakarta terletak di Jakarta Pusat, yaitu sebanyak 79 m3, yang berada pada dua sungai saringan yang mengalir di wilayah tersebut. Hal ini sejalan dengan jumlah populasi Jakarta Pusat, yang memiliki presentase rumah tangga paling rendah dengan persentase sebesar 10,76% dari total penduduk di DKI Jakarta. Selain itu, Jakarta Utara, yang memiliki kepadatan penduduk di atas Jakarta Pusat, dengan persentase sebesar 16,65%, memiliki volume sampah terendah kedua yaitu sebesar 543,27 m3, walaupun memiliki sungai saringan sampah terbanyak dengan jumlah 11 sungai.

Sampah-sampah yang berhasil dikumpulkan oleh petugas Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta pada tahap selanjutnya akan ditampung di fasilitas tertentu. Salah satu fasilitas penampungan yang ada di DKI Jakarta adalah Tempat Penampungan Sementara (TPS). Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 95 Tahun 2021 tentang Standar Teknis Prasarana dan Sarana Penanganan Sampah, TPS—yang didefinisikan sebagai sebuah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu—dibagi menjadi 4 kategori utama, yaitu:

a) TPS Tipe 1:

Memiliki alat bantu pemindah sampah;

Memiliki hanggar yang berdinding tertutup;

10 forklift: sejenis truk yang dioperasikan untuk mengangkat, memindahkan, dan menurunkan barang-barang berat dari satu tempat ke tempat lain.

Memiliki kantor;

Memiliki penanggung jawab lokasi;

Memiliki petugas kebersihan maksimal 3 orang.

b) TPS Tipe 2:

Kontainer yang terbuat dari besi baja;

Memiliki kapasitas minimum 6m2;

Memiliki landasan;

Memiliki penanggung jawab.

c) TPS Tipe 3:

Dust bin yang terbuat dari plastik;

Memiliki kapasitas minimum 220-660 liter;

Memiliki penanggung jawab.

d) TPS Tipe 4:

Memiliki tempat dan waktu yang ditentukan untuk pemindahan sampah;

Titik pertemuan alat kumpul dan alat angkut harus bebas sampah;

Memiliki penanggung jawab.

Selain keempat tipe di atas, terdapat satu kategori tambahan dari prasarana penanganan sampah yang juga cukup umum ditemui, yaitu TPS 3R, yang didefinisikan sebagai tempat dilaksanakannya kegiatan pemilahan, pengomposan, penggunaan ulang, dan/atau pendauran ulang sampah. TPS 3R merupakan salah satu dari tiga opsi destinasi sampah setelah ditampung di TPS Tipe 1-4, bersama dengan Fasilitas Pengolahan Sampah Antara (FPSA) dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). 11

Gambar 3.94. Jumlah Tempat Pembuangan Sementara di DKI Jakarta Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2021

Kepulauan Seribu Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara

Jumlah TPS 12 193 331 156 200 265

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta

Gambar 3.95. Jumlah Tempat Pembuangan Sementara di DKI Jakarta Menurut Jenisnya Tahun 2021

Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4 TPS 3R

Jumlah TPS 82 245 12 791 27

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta

Lokasi TPS di wilayah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2021 berjumlah 1.157 lokasi. Kabupaten/kota yang memiliki jumlah TPS terbanyak adalah Jakarta Timur dengan 331 TPS dan wilayah dengan TPS paling sedikit adalah Kepulauan Seribu dengan 12 TPS. Sementara berdasarkan jenis TPS, TPS Tipe 4 merupakan yang terbanyak dengan jumlah 791 lokasi dan memiliki proporsi sebesar 68,3 persen dari seluruh TPS yang tersedia di DKI Jakarta.

11 Peraturan Gubernur No. 95 Tahun 2021 tentang Standar Teknis Prasarana dan Sarana Penanganan Sampah.

Gambar 3.96. Luas Lahan (m2) Tempat Pembuangan Sementara di DKI Jakarta Menurut Jenisnya Tahun 2021

Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3 Tipe 4 TPS 3R

Luas Lahan (m2) 18.753,00 11.138,00 245,00 44.147,20 6.542,00

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta

Grafik di atas menunjukkan luas TPS berdasarkan jenisnya pada tahun 2021. TPS Tipe 4 menjadi TPS dengan luas terbesar yaitu 44.147,20 m2. Untuk TPS dengan luas terkecil saat ini ada pada TPS Tipe 3 dengan luas 245 m2. Sementara, jenis potensi pencemaran lain yang juga menjadi perhatian bagi Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta adalah potensi pencemaran udara. Kualitas udara di DKI Jakarta dipantau secara harian melalui Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU). Stasiun tersebut memantau beberapa zat pencemar udara seperti Partikel Debu (PM 10), Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), dan Ozon Permukaan (O3). Hasil pemantauan selanjutnya diolah oleh server yang ada di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Laboratorium Lingkungan Hidup Daerah (LLHD) Dinas Lingkungan Hidup dan hasilnya dipublikasikan sebagai Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU).

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, untuk memantau kualitas udara secara harian di DKI Jakarta, Dinas Lingkungan Hidup mengoperasikan Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) mobile. SPKU tersebut berlokasi di lima daerah yang diberi nama DKI1, DKI2, DKI3, DKI4 dan DKI5. Kelima lokasi ini mewakili lima wilayah di DKI Jakarta, dengan perincian sebagai berikut:

a) DKI1: Bundaran HI, Jakarta Pusat;

b) DKI2: Kelapa Gading, Jakarta Utara;

c) DKI3: Jagakarsa, Jakarta Selatan;

d) DKI4: Lubang Buaya, Jakarta Timur;

e) DKI5: Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Tabel 3.1. Indeks Standar Pencemaran Udara

ISPU TINGKAT

PENCEMAR UDARA DAMPAK KESEHATAN

0-50 Baik Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika.

51–

100

Sedang Kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika.

101–

199

Tidak Sehat Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika.

200–

299 Sangat Tidak Sehat Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar.

300–

500 Berbahaya Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi.

Sumber: www.kualitasudara.menlhk.go.id

2

Gambar 3.97. Tingkat Pencemaran Udara di DKI Jakarta Menurut Nilai Ukur Paling Tinggi Tahun 2021

DKI 1 DKI 2 DKI 3 DKI 4 DKI 5

Tingkat Pencemaran Udara 112 134 151 179 140

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta

Grafik di atas menunjukkan nilai ISPU di stasiun-stasiun pengukuran yang ada di DKI Jakarta. Terdapat lima kategori yang menjelaskan tingkat pencemaran udara berdasarkan ISPU yaitu kategori baik, sedang, tidak sehat, sangat tidak sehat, dan berbahaya. Sementara pada grafik di atas, dapat dilihat tingkat pencemaran udara berdasarkan nilai ukur tertinggi (maksimal) yang diambil pada daerah DKI1, DKI2, DKI3, DKI4, dan DKI5.

Tingkat pencemaran udara tertinggi berada di stasiun DKI4 atau daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur, dengan indeks sebesar 179 atau 45,95% dari keseluruhan hasil pengukuran tertinggi di lima stasiun. Hasil pengukuran tertinggi pada kelima stasiun menunjukkan kondisi udara “Tidak Sehat”. Kondisi tersebut dapat merugikan kesehatan beberapa segmen populasi yang terpapar. Data dari alat pemantau juga menunjukkan bahwa kandungan senyawa polutan udara terbanyak di wilayah DKI4 adalah partikel debu (PM 10). PM 10 merupakan partikel udara yang berukuran 10 mikrometer atau lebih kecil. Partikel tersebut umumnya berasal dari tempat- tempat pembangunan, pembuangan sampah, dan lahan pertanian.

Gambar 3.98. Kualitas Udara di DKI Jakarta Berdasarkan Indeks Standar Pencemar Udara Tahun 2021

DKI 1 (Bundaran HI) DKI 2 (Kelapa Gading) DKI 3 (Jagakarsa) DKI 4 (Lubang Buaya) DKI 5 (Kebon Jeruk)

Baik 57 24 26 28 53

Sedang 294 297 294 202 262

Tidak Sehat 14 41 43 125 49

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta

Namun jika ditinjau secara keseluruhan, sepanjang tahun 2021, kualitas udara di wilayah DKI Jakarta masih tergolong ‘aman.’ Dalam konteks ini, kondisi ‘aman’ merujuk pada mayoritas kualitas udara harian di DKI Jakarta yang masuk ke dalam kategori “Baik” dan “Sedang”, yaitu sebesar 84,22% dari keseluruhan pemantauan kualitas udara harian di DKI Jakarta pada tahun 2021.

Kategori “Baik” dalam ISPU, yang memiliki range indeks sebesar 0-50, merujuk pada kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika, sedangkan kategori “Sedang,” yang memiliki range indeks sebesar 51-100, merujuk pada kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitif dan nilai estetika.

Dalam dokumen Statistik Sektoral DKI Jakarta Tahun 2022 (Halaman 82-88)