ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO
1.4 Pencapaian Sasaran dan Indikator Pembangunan Tahun 2018–2022 dan
1.3.3 Dampak Terhadap Neraca Pembayaran
Dampak APBN terhadap neraca pembayaran Indonesia (NPI) direpresentasikan melalui pengaruh transaksi keuangan Pemerintah terhadap transaksi valuta asing (valas).
Dalam periode 2019–2021, operasi keuangan Pemerintah memberikan dampak yang positif terhadap penerimaan valas Pemerintah, dipengaruhi oleh valas yang bersumber dari transaksi berjalan serta transaksi modal dan finansial. Dalam tahun 2019, penerimaan valas Pemerintah mencapai sekitar Rp202,0 triliun, ditopang oleh valas dari transaksi berjalan serta transaksi modal dan finansial.
Dalam tahun 2020 penerimaan valas Pemerintah meningkat 22,3 persen menjadi Rp247,1 triliun dibandingkan tahun 2019.
Peningkatan ini bersumber dari penerimaan valas transaksi yang terkait dengan ekspor dan impor barang dan jasa, serta aliran masuk valas dari penarikan pinjaman dan penerbitan SBN luar negeri yang lebih besar dibandingkan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri Pemerintah dan SBN luar negeri yang jatuh tempo.
Penerimaan valas operasi keuangan Pemerintah dalam tahun 2021 turun sebesar 6,1 persen menjadi Rp232,1 triliun, dibandingkan tahun 2020. Hal ini terutama karena adanya
penurunan penerimaan valas dari transaksi berjalan dan aliran masuk valas dari transaksi modal dan finansial. Penurunan penerimaan valas dari transaksi berjalan terutama bersumber dari aliran keluar valas pada neraca jasa terkait pembayaran bunga utang luar negeri. Sementara pada neraca modal dan finansial terjadi penurunan aliran masuk valas neto akibat peningkatan pembayaran SBN luar negeri yang jatuh tempo. Dalam tahun 2022 penerimaan valas dari operasi keuangan Pemerintah diperkirakan mencapai Rp206,1 triliun, terkontraksi sebesar 11,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini terutama akibat penurunan aliran masuk valas dari transaksi berjalan serta transaksi modal dan finansial. Dampak APBN terhadap neraca pembayaran dapat dilihat pada Tabel 1.6.
1.4 Pencapaian Sasaran dan Indikator
Rasio gini yang menggambarkan ketimpangan pengeluaran penduduk juga menunjukkan perbaikan dan mencapai angka terendah di tahun 2019, yaitu sebesar 0,380 dari 0,384 pada tahun 2018. Pada periode yang sama, tingkat pengangguran terbuka (TPT) juga berada pada posisi terendah, yaitu turun dari 5,3 persen menjadi sebesar 5,2 persen.
Di sisi lain, indikator pembangunan nasional, yakni nilai tukar petani (NTP) dan nilai tukar nelayan (NTN) juga semakin membaik sebelum pandemi Covid-19. NTP dan NTN merupakan rasio antara indeks harga yang diterima petani/
nelayan dengan indeks harga yang dibayar petani/nelayan. Dengan demikian, NTP dan NTN adalah salah satu indikator untuk melihat kesejahteraan petani dan nelayan berdasarkan pendapatan dan pengeluaran. Perkembangan NTP dan NTN menunjukkan peningkatan masing-masing menjadi sebesar 103,2 dan 113,7 di 2019 dari 102,5 dan 113,3 pada 2018.
Pada tahun 2020, tren perbaikan capaian sasaran pembangunan mengalami perubahan arah akibat merebaknya pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 secara langsung mengakibatkan adanya penurunan aktivitas perekonomian dan selanjutnya mengakibatkan kontraksi pertumbuhan ekonomi. Hal ini kemudian menyebabkan menurunnya ketersediaan lapangan pekerjaan. Sebanyak 29,1 juta (14,3 persen) penduduk usia kerja mengalami pemutusan hubungan kerja, pengurangan jam kerja, ataupun dirumahkan akibat adanya pandemi Covid-19. Jumlah penganggur pada tahun 2020 mencapai 9,8 juta orang, naik sebesar 2,7 juta orang dibandingkan tahun 2019. Kenaikan tingkat pengangguran berimplikasi pula terhadap kenaikan tingkat kemiskinan menjadi double digit sebesar 10,2 persen dan meningkatkan jumlah penduduk
miskin menjadi sebesar 27,6 juta orang pada tahun 2020. Secara spasial, Pulau Jawa sebagai episentrum Covid-19 merupakan pulau dengan tambahan jumlah penduduk miskin baru terbesar yaitu sebesar 14,75 juta jiwa sekaligus sebagai pulau dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Indonesia. Sedangkan Pulau Maluku dan Papua mengalami kenaikan tingkat kemiskinan terendah meskipun pulau tersebut memiliki persentase penduduk miskin terbesar di Indonesia.
Dampak pandemi Covid-19 menyebabkan naiknya rasio gini dan perlambatan pertumbuhan IPM. Rasio gini tercatat sebesar 0,385 pada tahun 2020, meningkat dari 0,380 pada tahun 2019. Peningkatan rasio gini terutama disebabkan oleh penurunan pendapatan yang lebih dalam pada kelompok masyarakat lapisan terbawah apabila dibandingkan dengan kelompok lapisan teratas.
Penurunan konsumsi dan daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19 juga berdampak terhadap melambatnya pertumbuhan IPM Indonesia. Pada tahun 2020, IPM Indonesia meningkat menjadi 71,94, hanya naik sebesar 0,02 poin dari 71,92 pada tahun 2019. Hal ini disebabkan aspek dimensi standar hidup layak yang diukur melalui pengeluaran riil per kapita mengalami penurunan sebagai dampak pandemi Covid-19.
Selama masa pandemi Covid-19, sektor pertanian tetap tumbuh dan membantu meredam dampak pandemi. Sektor pertanian menjadi satu dari tiga sektor usaha yang mampu tumbuh dan membantu sebagian besar penduduk tetap bertahan dalam masa pandemi. NTP dan NTN pada tahun 2020 mampu berada pada level di atas 100, yakni masing-masing adalah sebesar 101,7 dan 100,2. NTP subsektor tanaman perkebunan
rakyat merupakan yang tertinggi di antara subsektor pertanian lainnya, yakni sebesar 104,3. Sedangkan, NTP subsektor peternakan merupakan yang terendah, yakni sebesar 98,1.
NTN cenderung stabil di angka 100 pada tahun 2020 meskipun sempat berada di bawah angka 100 (defisit) pada bulan April, Mei, dan Juni.
Pada tahun 2021, capaian sasaran pembangunan mulai pulih seiring dengan perbaikan aktivitas ekonomi dan pengurangan pembatasan mobilitas. Meskipun masih dalam situasi pandemi, pengangguran, tingkat kemiskinan, rasio gini, dan IPM mengalami perbaikan di tahun 2021 dibandingkan tahun 2020.
Perekonomian Indonesia pada tahun 2021 yang tumbuh positif sebesar 3,7 persen (yoy) mendorong penciptaan lapangan kerja. Jumlah pekerja meningkat menjadi sebesar 131,1 juta orang yang menekan TPT sebesar 0,6 poin persentase (pp) dari tahun sebelumnya sehingga menjadi sebesar 6,5 persen. Jumlah pengangguran turun menjadi sebesar 9,1 juta orang dengan tingkat pengangguran di perkotaan turun lebih besar dibandingkan dengan di perdesaan. Perkembangan jumlah pengangguran dan tingkat pengangguran terbuka dalam beberapa tahun terakhir dapat dilihat pada Grafik 1.16. Seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat, kualitas pembangunan SDM terus mengalami
perbaikan pada tahun 2021 yang ditunjukkan dengan IPM tahun 2021 meningkat sebesar 0,4 poin dari tahun sebelumnya menjadi 72,29.
Peningkatan IPM ini didorong oleh perbaikan pada dimensi standar hidup layak yang sempat menurun akibat pandemi.
Di sisi lain, tingkat kemiskinan mengalami perbaikan kembali ke level single digit. Laju inflasi di tahun 2021 yang tetap rendah dan cukup terkendali yaitu sebesar 1,9 persen (yoy) turut berperan dalam menjaga garis kemiskinan dan mendorong perbaikan daya beli masyarakat.
Selain itu, program perlindungan sosial yang dijalankan oleh Pemerintah juga turut menjaga daya beli masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Tingkat kemiskinan di tahun 2021 tercatat turun sebesar 0,5 pp menjadi 9,7 persen dari 10,2 persen pada tahun 2020.
Jumlah penduduk miskin pun berkurang sebesar 1,1 juta orang pada periode yang sama.
Selanjutnya, seiring penguatan pemulihan ekonomi dan program perlinsos, tingkat kemiskinan menurun di Maret 2022 sebesar 9,54 persen.
Pola penurunan tingkat kemiskinan di 2021 masih bervariasi dan belum merata antar daerah dan pulau. Tingkat kemiskinan di perkotaan dan perdesaan mengalami penurunan menjadi 7,6 persen dan 12,6 persen dari sebelumnya
7,1 7,1
9,8 9,1
5,3 5,2
7,1 6,5
Agustus 2018 Agustus 2019 Agustus 2020 Agustus 2021
GRAFIK 1.16
PERKEMBANGAN JUMLAH PENGANGGURAN DAN TPT
Pengangguran (juta orang) TPT (RHS, %)
7,9 persen dan 13,1 persen. Sementara itu, penurunan jumlah penduduk miskin terbesar berada di Pulau Jawa sebanyak 0,7 juta orang. Di sisi lain, penurunan tingkat kemiskinan di Pulau Maluku dan Papua merupakan yang terendah dengan tingkat kemiskinan turun sebesar 0,2 pp menjadi 20,4 persen. Perkembangan tingkat kemiskinan dapat dilihat pada Grafik 1.17.
Perbaikan pertumbuhan ekonomi juga berdampak positif terhadap perbaikan distribusi pengeluaran penduduk dan kesenjangan pendapatan. Rasio gini pada tahun 2021 turun sebesar 0,004 poin dari tahun sebelumnya menjadi sebesar 0,381.
Pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan perbaikan ketimpangan dan penurunan tingkat kemiskinan mencerminkan adanya pembangunan ekonomi yang berkualitas dan inklusif karena dinikmati oleh seluruh kelompok pendapatan. Hal ini dapat terlihat dari porsi pengeluaran penduduk kelompok 40 persen terbawah yang masih stabil berada pada kisaran 17 persen pada tahun 2021. Menurut World Bank, porsi pengeluaran penduduk yang berada di atas 17 persen termasuk kategori ketimpangan rendah.
Indikator pembangunan yang diperlihatkan oleh perkembangan NTP dan NTN juga memperlihatkan peningkatan. Pada tahun 2021,
NTP dan NTN mengalami kenaikan menjadi sebesar 104,6 dan 104,7. Di sisi lain, kenaikan NTN tahun 2021 terjadi sepanjang tahun kecuali pada bulan Maret. Kenaikan NTN ini didorong oleh kenaikan permintaan perikanan tangkap baik dari domestik maupun ekspor serta kenaikan harga beberapa komoditas perikanan.
Pemerintah berkomitmen untuk mencapai sasaran pembangunan dan indikator pembangunan di tahun 2022. Sejalan dengan penguatan pemulihan ekonomi, program- program Pemerintah yang dilaksanakan, dan mempertimbangkan berbagai risiko yang dihadapi, Pemerintah akan berupaya mencapai sasaran pembangunan di tahun 2022. Tingkat kemiskinan dan TPT akan dicapai masing- masing pada kisaran 8,5–9,0 persen dan 5,5–6,3 persen. Selain itu, ketimpangan pengeluaran yang digambarkan oleh rasio gini juga akan menurun pada kisaran 0,376–
0,378. Upaya Pemerintah dalam penguatan program-program pembangunan ekonomi dan sumber daya manusia juga akan meningkatkan IPM pada kisaran 73,41–73,46. Indikator pembangunan yang terdiri dari NTP dan NTN akan meningkat di tahun 2022 melalui upaya Pemerintah dalam melaksanakan kebijakan- kebijakan yang afirmatif, terutama melalui bantuan subsidi dan peningkatan infrastruktur
25,67 24,79 27,55 26,50
13,10 12,60 13,20 12,53
6,89 6,56 7,88 7,60
9,66 9,22 10,19 9,71
2018 2019 2020 2021
GRAFIK 1.17
PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN
Jumlah Penduduk Miskin (juta orang) Tingkat Kemiskinan (%) - desa Tingkat Kemiskinan (%) - kota
terkait. NTP dan NTN pada tahun 2022 masing-masing akan mencapai kisaran 103–
105 dan 104–106.
Target sasaran pembangunan dan indikator pembangunan pada tahun 2023 ditetapkan menuju ke arah pemulihan yang lebih kuat.
Tingkat pengangguran diharapkan akan terus menurun hingga mencapai rentang 5,3–6,0 persen dengan adanya percepatan pemulihan ekonomi yang semakin menguat. Hal tersebut juga diharapkan akan meningkatkan pendapatan yang pada akhirnya dapat menurunkan kemiskinan ke level 7,5–8,5 persen dan rasio gini ke level 0,375–0,378. Di samping itu, kualitas dan daya saing sumber daya manusia juga diproyeksikan terus membaik dan meningkatkan IPM hingga kisaran 73,31–73,49. Demikian juga dengan perbaikan kesejahteraan petani dan nelayan yang direpresentasikan dalam NTP dan NTN juga ditargetkan untuk terus meningkat hingga masing-masing mencapai 105–107 dan 107–
108. Pencapaian serta proyeksi sasaran dan indikator pembangunan dapat dilihat pada Tabel 1.7.
1.5 Proyeksi Asumsi Dasar Ekonomi