• Tidak ada hasil yang ditemukan

Endang Mangunkusumo

dan

Retno S. Wardani

Polip hidung ialah massa lunak yang me- ngandung banyak

cairan di dalam

rongga hidung, berwama

putih

keabu-abuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perem- puan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut.

Bila ada polip pada anak di bawah usia 2 tahun,

harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel.

Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit

atopi, tetapi

makin banyak penelitian yang mengemukakan berbagai teori dan para ahli

sampai

saat ini

menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti.

Patogenesls

Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom serta predisposisi genelik. Menurut teori Bemstein,

terjadi perubahan mukosa hidung akibat pe- radangan atau aliran udara yang berturbulensi, terutama

di

daerah sempit

di

kompleks ostio- meatal. Terjadi prolaps submukosa yang diikuti

oleh

reepitelisasi

dan

pembentukan kelenjar baru. Juga terjadi peningkatan penyerapan natium oleh permukaan sel epitel yang berakibat retensi air sehingga terbentuk polip.

Teori lain

mengatakan karena ketidak- seimbangan saraf vasomotor terjadi pening-,

katan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vaskular yang mengakibatkan dilepasnya sitokin- sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan edema dan lama-kelamaan menjadi polip.

.

Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan membentuk tangkai.

Makroskopis

Secara makroskopik polip merupakan massa bertangkai dengan permukaan licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwama putih keabu:abuan, agak bening, lobular, dapat tunggal atau multipel

dan tidak

sensitif

(bila

ditekan/ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat tersebut disebabkan karena mengandung banyak cairan dan sedikitnya aliran darah ke polip. Bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan wama polip dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat

menjadi

kekuning-kuningan

karena

banyak mengandung jaringan ikat.

Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari kompleks ostio-meatal

di

meatus medius dan sinus etmoid. Bila ada fasilitas pemerik- saan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat

Ada polip yang tumbuh ke arah belakang

dan

membesar

di

nasofaring, disebut polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari

dalam sinus maksila

dan

disebut

juga

polip antro-koana.

Ada juga

sebagian

kecil

polip koana yang berasal dari sinus etmoid.

Mikroskopis

Secara mikroskopis tampak epitel pada polip serupa dengan mukosa hidung normal yaitu epitel bertingkat semu bersilia dengan submukosa yang sembab. Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma, eosinofil, neutrofil dan makrofag. Mukosa mengandung sel-sel gobkit.

Pembuluh darah, saraf

dan

kelenjar sangat sedikit. Polip yang sudah lama dapat menga- lami metaplasia epitel karena sering terkena aliran udara, menjadi epitel transisional, kubik atau gepeng berlapis tanpa keratinisasi.

Berdasarkan

jenis sel

peradangannya, polip dikelompokkan menjadi 2, yailu polip tipe eosinofilik dan tipe neutrofilik.

Dragnosis Polip Nasi Anamnesis

Keluhan utama penderita polip nasi ialah hidung rasa tersumbat dari yang ringan sampai berat, rinore mulai yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-

bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala

di

daerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati posf nasa/ drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul ialah bemafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.

Dapat menyebabkan gejala pada saluran napas bawah, berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasidengan asma.

Selain itu harus ditanyakan riwayat rintis aler$i, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat lainnya serta alergi makanan.

Pemeriksaan Fisik

Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran'batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai rnassa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.

Pembagian stadium polip menurut Mackay

dan Lund

(1997),

stadium 1: polip

masih terbatas

di

meatus medius, stadium

2:

polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di

rongga hidung

tapi

belum memenuhi rongga hidung, stadium 3: polip yang masif.

Naso-endoskopi

Adanya fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang baru. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak tedihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi.

Pada kasus polip

koanal

juga

sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.

Pemeriksaan Radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi Waters,

AP, Caldwell dan lateral) dapat mempeilihat- kan penebalan mukosa dan adanya batas udara- cairan di dalam sinus, tetapi kurang bermafaat

pada kasus

polip. . Pemeriksaan tomografi komputer (TK,

Cf

soan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasi-

kan pada kasus polip yang gagal

diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada kom- plikasi

dari

sinusitis

dan

pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi.

Gambar 1. Polip hldung

'l . Edema mukosa

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-keluhan,'men- cegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.

Pemberian kortikosteroid untuk menghi- .[angkan

polip nasi

disebut

juga

polipektomi medikamentosa. Dapat dibeiikan topikal atau sistemik. Polip tipe eosinofilik memberikan respons

yang lebih bdik terhadap pengobatan kortiko- . steroid intranasal dibandingkan polip tpe neutrofilik.

Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikahentosa atau polip yang sangat

masif

dipertimbangkan.

untuk

terapi bedah.

Dapat dilakukan ekstraksi polip (polipektomi) menggunakan senar polip atau cunani dengan analgesi lokal, etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid, operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang

terbaik ialah

bila

tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan BSEF (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional).

Daftar pustaka

1.

Nuty

W

Nizar, Endang Mangunkusumo. Polip Hidung. Dalam Efiaty Soipardi, Nurbaiti lskandar (ed). Buku Ajar llmu Kesehatan Telinga-Hidung-

2 Terbentuk POLIP 3. POLIP menjadi besar dan bertangkai

Gambar 2.

2

4

Tenggorok, Kepala Leher. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001: p.96-8

Hilger PA. Diseases of the nose. ln: Adams GL,

Boies LR, Hilger

PA

Boies Fundamentals of Otolaryngology, 6th ed Philadelphia: WB Saunders, 1989: p.246-47

Dreake-Lee AB Nasal Polyps. ln: Mackay lS, Bull TR (Eds). Scoll-Brown's Otolaryngology. Sixth ed.

London: Butteruorth. 1997: 4/10/1-6

Bernstein JM. The lmmunohistopathology and pathophysiology of nasal polyp.ln: Settipane GA Lund VJ, Bernstein JM, Tos M eds. Nasal polyp:

epidemiology, pathogenesis and

its

treatment Providence. Rhode lsland: Ocean Side Publication;

1997.p.85-9.

Settipane GA. Nasal Polyps ln: Settipane GA (Ed) Rhinitis 2d ed Providence: Ocean Side Publications, 1nc.,1991: p.173-83.

Jareoencharsri P. Pathogenesis of Nasal Polyps.

ln: Bunnag C and Muntarbhorn K (Eds). Asean Rhinological Practice. Thailand: Siriyod Co., Ltd, 1997: p.54-74.

Larsen PL, Tos M. Origin and structure of nasal polyps. ln: Mygind N, Lildholdt

T

(Eds) Nasal

Polyposis:

An

inflammantory disease and its treatment. Copenhagen: Munksgaard,'1991: p.17-30.

Naclerio RM, Mackay

lS

Guideline

for

the 'management

of

nasal polyposis. ln: Mygind N Lildholdt T (eds). Nasal Polyposis: An inflamantory disease and its trealment. Copenhagen: Munksgaard,

?991: p.177-80.

7