• Tidak ada hasil yang ditemukan

denyut

nadi,

misalnya pada aneurisma dan aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan

tinitus objektif, seperti

tuba Eustachius terbuka, sehingga ketika bernapas membran timpani bergerak dan terjaditinitus.

Kejang klonus muskulus tensor timpani

dan

muskulus stapedius, serta otot-otot pala- tum dapat menimbulkan tinitus objektif.

Bila ada gangguan vaskuler

di

telinga te- ngah, seperti tumor karotis (carotid-body tumou), maka suara aliran darah akan meng-akibatkan tinitus juga.

Pada

tuli

sensorineural biasanya timbul tinitus subjektif nada tinggi (4.000 Hz).

Pada intoksikasi obat seperti salisilat, kina, streptomybin, dehidro-streptomysin, garamysin, digitalis, kanamycin, dapat terjadi tinitus nada tinggi, terus menerus atau hilang timbul.

Pada hipertensi endolimfatik seperti pe- nyakit Meniere dapat terjadi tinitus pada nada rendah atau tinggi, sehingga terdengar ber- gemuruh atau berdengung. Gangguan

ini

di- sertai dengan tuli sensorineural dan vertigo.

Gangguan vaskuler koklea terminal yang terjadi pada pasien yang stres akibat gang- guan keseimbangan endokrin, seperti menje- lang menstruasi, hipometabolisme

atau

saat hamil dapat juga timbul tinitus dan gangguan tersebut akan hilang bila keadaannya sudah normal kembali.

Diagnosis

Tinitus

merupakan

suatu gejala

klinik penyakit telinga, sehingga untuk pengobatan- nya perlu ditegakkan diagnosis untuk mencari penyebabnya yang biasanya sulit diketahui Anamnesis

Anamnesis merupakan

hal

yang utama dan sangat penting dalam penegakkan diagnosis

tinitus Perlu ditanyakan kualitas dan kuantitas tinitus, lokasinya, sifatnya apakah mendenging, mendesis, menderu, berdetak, gemuruh atau seperti riak air dan juga lamanya. Ditanyakan -apakah tinitusnya mengganggu atau bertam-

bah berat pada waktu siang atau malam hari, gejala-gejala

lain yang

menyertai, misalnya

vertigo atau

gangguan pendengaran serta gejala neurologik lain. Riwayat terjadinya tinitus

unilateral atau bilateral, apakah sampai meng- ganggu aktivitas sehari-hari. Beberapa hal yang

perlu diperhatikan dalam anamnesis adalah :

lama serangan tinitus, bila berlangsung dalam waktu 1 menit biasanya akan hilang sendiri, hal

ini bukan keadaan patologik. Bila berlangsung dalam

5

menit merupakan keadaan patologik Riwayat

minum

obat sebelumnya khususnya golongan aspirin

dan

kebiasaan sehari-hari

sepefti

merokok dan peminum kopi. Semua pertanyaan tersebut penting, walaupun tinitus dapat terjadi

pada

semua umur, penyebab tinitus mempunyai faktor predileksi terhadap umur dan jenis kelamin. Tinitus karena kelainan vaskuler, umumnya terjadi pada wanita muda.

Pasien dengan myoklonus palatal terjadi pada usia muda yang dihubungkan dengan kelainan neuorologi.

Pasien

hendaknya ditanyakan tentang riwayat cedera kepala, pajanan bising, trauma akustik, minum obat ototoksik, riwayat infeksi telinga dan operasi telinga. Gejala dan tanda gangguan audiovestibuler

lain

seperti otore, kehilangan pendengaran, vertigo dan gangguan keseimbangan harus ditanyakan pada pasien.

Pasien diharapkan dapat mendiskripsikan lokasi suara tinitus (unilateral, bilateral atau tidak dapat ditentukan secara pasti), frekuensi timbulnya

tinitus

(intermiten

atau

menetap), kualitas suara (nada murni, bising, suara multipel, bunyi klik, meletup-letup (popping), suara angin (blowing), berpulsasi (pulsing), intensitas suara secara subyektif (keras

atau

lembut), bunyi tinitus menetap, berkurang atau bahkan ber-

tambah berat berdasarkan siklus harian atau dihubungkan dengan

gejala di

penyakit di telinga dan sistemik.6

Pada tinitus subyektif unilateral perlu di- curigai adanya kemungkinan neuroma akustik atau trauma kepala, sedangkan yang bilateral kemungkinan intoksikasi

obat,

presbiakusis, trauma bising dan penyakit sistemik. Pada pen- derita yang sukar membedakan apakah tinitus sebelah kanan atau kiri, hanya mengatakan di tengah kepala, kemungkinan besar terjadi ke- lainan patologis di saraf ,pusat, misalnya serebro- vaskuler, siringomelia dan sklerosis multipel.l's'6

Kelainan patologis

pada

putaran basal koklea,

saraf

pendengar perifer

dan

sentral pada umumnya bernada tinggi (mendenging).

Tinitus yang bernada rendah seperti gemuruh

ombak ciri khas penyakit telinga koklear (hidrop endolimfatikus). 1'2'5

Pemeriksaan fisik THT dan otoskopi harus

secara rutin dilakukan, pemeriksaan penala, audiometri nada murni, audiometri tutur, bila perlu dilakukan pemeriksaan OAE (Otoacustic Emmision) BERA (Erarnstem Evoked Response Audiometi) dan atau ENG (E/eclro Nystagmo-

g raph y) serta pemeriksaan laboratorium.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan fenomena psiko- akustik murni, sehingga tidak dapat diukur.

Perlu diketahuinya penyebab tinitus agar dapat diobati sesuai penyebabnya. Kadang- kadang penyebab itu sukar diketahui.

Penatalaksanaan bertujuan untuk meng- hilangkan penyebab tinitus dan atau mengurangi

keparahan akibat tinitus. Pada

tinitus

yang jelas diketahui penyebabnya baik lokal maupun sistemik, biasanya tinitus dapat dihilangkan bila kelainan penyebabnya dapat diobati. Pada tinitus yang penyebabnya tidak diketahui pasti penata- laksanaannya lebih sulit dilakukan.

Penatalaksanaan terkini yang dikemuka- kan oleh Jastreboff, berdasar pada model neuro- fisiologinya adalah kombinasi konseling terpimpin, terapi akustik dan medika mentosa bila diperlu- kan. Metode ini yang disebut sebagai Tinnitus Retraining Thercpy. Tujuan dan Tinnitus Retnining Therapy (TRT) adalah memicu

dan

menjaga

reaksi habituasi dan persepsi tinitus dan atau suara lingkungan yang mengganggu Habituasi diperoleh sebagai hasil modifikasi hubungan sistem auditorik

ke

sistem limbik dan sistem saraf otonom. TRT walau tidak dapat menghi- langkan tinitus dengan sempurna, tetapi dapat memberikan perbaikan yang bermakna berupa penurunan tolernsi terhadap suara.

TRT dimulai dengan

anamnesis awal

untuk mengidentifikasi masalah

dan

keluhan pasien, menentukan pengaruh

tinnitus

dan penurunan toleransi terhadap suara disekitarnya, mengevaluasi kondisi emosional dan derajat

stres

pasien, mendapatkan informasi untuk memberikan konseling yang tepat dan membuat data dasar yang akan digunakan untuk evaluasi terapi.T

Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dibagi dalam 4 cara yaitu :

1.

Psikologik, dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan pasien bahwa penyakitnya tidak membahayakan, mengajar- kan relaksasi setiap hari.

2.

EleKrofisiologik yaitu memberi stimulus eleKro akustik dengan intensitas suara yang lebih

keras dari tinitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau tinitus masker.

3. Terapi

medikamentosa sampai

saat

ini belum

ada

kesepakatan

yang jelas

di- antaranya untuk meningkatkan aliran darah

koklea, tranquilizer, antidepresan sedatif, neurotonik, vitamin dan mineral,

4.

Tindakan

bedah

dlakukan

pada

tumor akustik neuroma

Pasien yang menderita gangguan ini perlu diberikan penjelasan yang baik, sehingga rasa takut tidak memperberat keluhan tersebut.

Obat penenang atau obat tidur dap.at di- berikan saat menjelang tidur pada pasien yang tidurnya sangat terganggu

oleh tinitus

itu.

Kepada pasien harus dijelaskan bahwa gang- guan itu sukar diobati dan dianjurkan agar ber- adaptasi dengan gangguan tersebut.

Daftar pustaka

1.

Adams GL, Boies LR Paparella MM. Fundamenlals of otorhinolaryngology textbook of Ear, Nose and Throat Philadelphia, London, Toronto, W.B Saunders

Co 1989: p.250-25

2.

Coles RM. Tinnitus ln: Stephens D, editors Adult Audiology.6th

ed

London: Butterworths, 1997.

9.2t1811-32

3.

Schleuning AJ. Tinnitus. ln: Bailey JB, editors. Head and neck surgery-otolaryngology. Philadelphia: JB Lippincott Company, 1993 p.1826-32.

4

Moller AR Tinnitus ln: Jackles RK. Brackman DE.

Textbook of neurootology : Masby year book, Lnc;

1994.p 153-62.

5.

Mattox DE, Wilkins SA Tinnitus. 1st ed. Washington DC: American Academy

of

Otolaryngology-Head and Neck Surgery Foundation, lnc; 1989.p.12-32.

6.

Vernon JA, editors. Tinnitus-treatment and relief.

(book reviews by Setz V). The New Zealand Audiology Society 2001; 11(3): 50-3.

7.

PJ Jastreboff,MM Jastreboff. Tinnitus Retraining Therapy for pasients with tinnitus and decreased sound lolerance. Otolaryngol Clin N Am, 2003;

36:321-36.