• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profesionalisme Pendamping UMKM 35

Dalam dokumen Pendampingan UMKM Naik Kelas (Halaman 43-49)

S

ebagai entitas bisnis keberadaan UMKM sangat membutuhkan pendampingan dari berbagai kalangan dalam rangka mengak- selerasi peningkatan produktivitas dan daya saing UMKM meng- hadapi era global. Gerakan tersebut mensyaratkan tersedianya kon- sultan bisnis dan pendamping UMKM yang profesional dan tersedia di berbagai daerah. Pendamping UMKM pada hakekatnya juga sebagai agen-agen perubahan yang menuntut adanya kualifikasi dasar berupa tiga kompetensi utama yang harus mereka miliki, yaitu :

1. Kualifikasi teknis, yakni kompetensi teknis dalam tugas spesifik dari proyek perubahan yang bersangkutan.

2. Kemampuan administratif, yaitu persyaratan administratif yang paling dasar dan elementer, yakni kemampuan untuk mengalo- kasikan waktu untuk persoalan-persoalan yang relatif detailed.

3. Hubungan antarpribadi. Suatu sifat yang paling penting adalah empati, yaitu kemampuan seseorang untuk mengidentifikasikan diri dengan orang lain, berbagi akan perspektif dan perasaan mereka dengan seakan-akan mengalaminya sendiri. (Zulkari- mein Nasution, 2011 )

Profesionalisme berasal dari kata sifat professional, yang berarti selalu mengacu kepada profesi. Pengertian profesi menurut Sikun Pribadi dalam Oemar Hamalik bahwa profesi itu pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan da- lam arti biasa, karena orang tersebut merasa terpanggil untuk men- jabat pekerjaan itu.

Mengutip Wikipedia, professional adalah seseorang yang men- awarkan jasa atau layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam bidang yang dijalaninya dan menerima gaji sebagai upah atas jasanya. Orang tersebut juga merupakan anggota suatu enti- tas atau organisasi yang didirikan seusai dengan hukum di sebuah negara atau wilayah. Adapun ciri-ciri profesi adalah :

1. Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum me- masuki sebuah profesi

2. Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang sig- nifikan;

3. Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting ke- pada masyarakat.

4. Kadangkala harus mengikuti proses lisensi atau sertifikat 5. Terikat dalam suatu organisasi

6. Otonomi dalam pekerjaannya

Dengan demikian pendamping sebagai profesi harus memenuhi standar kompetensi tertentu sehingga bisa tampil sebagai pusat keunggulan atau center of excellence, punya kompetensi inti atau core competence, menjadi pemecah masalah atau center of prob- lem solving dan menjadi pusat rujukan atau center of referral bagi koperasi dan UMKM. Seorang pedamping Koperasi dan UMKM ha- rus memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang dibutuhkan dalam menjalankan pendampingan, yaitu meliputi :

1. Comfortable with quant/math. Pengetahuan akan matematika dan perhitungan kuantitatif mutlak diperlukan.

2. Bisa bekerja bagus dalam tim.

3. Multi tasking. Ibaratnya sistem operasi (Windows, Mac, Linux, UNIX, BSD), fasilitator pendamping dituntut untuk menyele- saikan berbagai assignment secara simultan.

4. Love school. Rajin membaca buku, jurnal, menghadiri seminar/

workshop, dan mengikuti perkembangan terbaru.

Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UMKM menye- lenggarakan konvensi Standar Kompetensi Kerja Nasional Indone- sia (SKKNI) bidang pendamping UMKM. Konvensi ini akan melahir- kan sebuah pedoman baku bagi para pendamping UMKM dalam memberikan layanan pendampingan, sekaligus diharapkan semakin membuka lapangan kerja baru melalui industri jasa. Saat ini menun- jukkan bahwa pendampingan telah menjadi instrumen penting di berbagai kementerian dan instansi seperti Kemendes, Kementan, Kemenaker dan lain-lainnya, termasuk di Kemenkop koperasi dan UMKM. Di berbagai kedeputian di Kemenkop terdapat beragam program yang melibatkan pendamping seperti KUR, PLUT KUMKM, TTG, BDSP, IUMK, OVOP, dan GKN.

Kemampuan para pendamping sendiri sangat beragam, dengan rentang pengalamannya bisa dari nol tahun sampai belasan tahun.

Jenis layanan yang disediakan juga bisa dari hal yang sangat umum sampai dengan hal yang sangat spesifik. Teknis pendampingan yang digunakan juga juga bermacam-macam pula, tergantung dari KUM- KM yang dilayani. Kondisi ini menuntut Kementerian koperasi dan UMKM perlu menyusun standarisasi layanan pendampingan yang berlaku secara nasional. Standar layanan tersebut dibuat beberapa kategori dengan memperhatikan kebutuhan KUMKM dan kemam- puan SDM pendamping di berbagai daerah.

Asosiasi BDS Indonesia (ABDSI) sebagai wadah bagi konsultan bisnis dan pendamping Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) siap mener- apkan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang Pendamping UMKM. Upaya menghadirkan SKKNI bagi Pendamping UMKM sesungguhnya sudah dirintis ABDSI sejak 2010, namun baru di era tahun 2016 isu SKKNI Pendamping kembali digulirkan. Puncak- nya adalah terbitnya Peraturan Menteri koperasi dan UMKM nomor 02/Per/M.KUKM/I/2016 tentang Pendampingan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil. Di dalam Peraturan Menteri tersebut ditekankan perlunya standarisasi kompetensi pendamping UMKM dalam rangka pengem- bangan peran dan fungsi pendamping Koperasi dan UMKM.

Menjaga profesional juga melalui sertifikasi. Sertifikasi merupakan salah satu bukti bahwa anda telah diakui secara profesionalitas mau- pun kemampuan. Harga diri seorang konsultan keuangan dapat dilihat dari sertifikat yang dimiliki dan dapat menjadi cara yang mudah dalam mencapai puncak popularitas di kalangan klien. Meski demikian, tetap harus disertai dengan keahlian, pengalaman dan pengetahuan yang mumpuni.

BAGIAN KEEMPAT

MANAJEMEN PENDAMPINGAN UMKM

Manajemen yang baik adalah seni memecahkan masalah se- hingga memperoleh solusi yang konstruktif bagi semua orang

dimana mereka bekerja dan bersepakat bersama.

Paul Hawken A. URGENSI MANAJEMEN DALAM PENDAMPINGAN

M

anajemen Pendampingan tidak terlepas dari prinsip-prinsip manajemen pada umumnya, yaitu 1) Perencanaan ; dengan pe- rencanaan yang baik dan disepakati bersama tentang batasan, keberhasilan, peran serta dan tanggungjawab, maka sebenarnya tel- ah diketahui akan adanya batasan dan pengalihan/transformasi dalam proses pendampingan. 2) Memonitoring ; adanya pemantauan dari Pendamping dan Kelompok Masyarakat secara periodik, sehingga bila terjadi penyimpangan dari yang direncanakan akan dapat diketahui se- jak dini. 3) Sistem Informasi ; proses komunikasi terus terjaga dengan dukungan informasi secara tertulis dan transparan. 4) Evaluasi ; sebagai tolok ukur kegiatan pendampingan, sejauhmana efektivitas dan efisen- si proses pendampingan telah dicapai.

Manajemen pendampingan dilakukan untuk menghindari adan- ya pelampauan batas-batas hubungan interaksi antara kelompok masyarakat dengan lembaga pendamping dirasakan perlunya cara pengelolaan interaksi tersebut yang sejak semula telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Inilah yang menjadikan mengapa perlu adanya Manajemen Pen- dampingan yang mendasari hubungan antara Kelompok Masyarakat dengan Pendamping atau Lembaga Pendamping. Adapun Manaje- men Pendampingan itu sendiri tidak terlepas dari prinsip-prinsip manajemen pada umumnya, yakni adanya : 4 aspek pokok, yaitu :

1. Perencanaan

Didalam perencanaan akan dibuat tahapan pendampingan maupun kegiatan yang akan dilakukan secara bersama, yang dilengkapi dengan batasan waktu, tolak ukur keberhasilan ke- giatan serta peran dan tanggung jawab masing-masing pihak.

Hal ini sekaligus mecerminkan tingkat partisipasi dan Kemandi- rian kelompok masyarakat sejak awal. Dengan Perencanaan yang baik dan disepakati bersama, maka sejak semula sebenarnya tel- ah diketahui akan adanya batasan dan pengalian dalam proses pendampingan.

2. Memonitoring

Realisasi dari kegiatan yang telah disusun dalam perencanaan hendaknya selalu dipantau ( di-monitor) oleh kedua belah pihak (Pendamping dan Kelompok Masyarakat) dari waktu, sehingga bila terjadi atau adanya Penyimpangan dari yang direncanakan akan dapat diketahui sejak dini. Selanjutnya akan dapat diambil langkah-langkah perbaikan sesuai dengan peran dan tanggu- ng jawab yang telah ditetapkan. Jadi monitoring bukan hanya dilakukan oleh pendamping terhadap Pokmas (seperti yang se- lama ini terjadi), tetapi juga dilakukan sebaliknya.

3. Sistem Informasi

Hubungan antara Kelompok Masyarakat dengan Pendamp- ing atau Lembaga Pendamping perlu dijaga kesinambungannya melalui proses Komunikasi diantara keduanya. Hal ini tentunya tidak akan memadai bila hanya dalam bentuk komunikasi ver- bal masih perlu didukung oleh sejumlah data atau bukti otentik berupa informasi tertulis, dengan demikian unsur kealpaan atau subyektivitas dapat terhindarkan. Bentuk-bentuk informasi baik lisan maupun tertulis inilah yang perlu disepakati dan dikem- bangkan menjadi suatu sistem.

Bentuk informasi lisan yang telah menjadi suatu sistem ialah keharusan adanya pertemuan anggota secara rutin yang wa- jib dihadiri oleh segenap fungsionaris kelompok maupun pen- damping, sehingga masing-masing pihak dapat menerima infor- masi secara langsung dan terbuka.

4. Evaluasi

Walaupun pada saat pelaksanaan setiap kegiatan telah dilaku- kan monitoring yang kemudian diikuti oleh langkah-langkah perbaikannya, tetapi pada saat berakhirnya pelaksanaan suatu kegiatan tetap diperlukan adanya evaluasi. Sebab dengan evalu- asi inilah akan dilihat hasil akhir dari suatu pelaksanaan kegiatan pendampingan dan sejauh mana efektivitas dan efisensi proses pendampingan telah dicapai. Hasil evaluasi ini sekaligus jugaa akan menjadi dasar dalam menentukan langkah maupun kebija- kan didalam proses pendampingan atau Perencanaan Kegiatan selanjutnyaTetapi dari hasil evaluasi berbagai program pengem- bangan masyarakat dan pengalaman pendampingan atau per- encanaan kegiatan selanjutnya

Tetapi dari hasil evaluasi berbagai program pengembangan mas- yarakat den pengalaman pendampingan selama ini menunjukkan, bahwa aspek Manajemen Pendampingan ini pada umumnya masih lemah.

Dengan mengacu pada manajemen pendampingan di atas maka pedamping koperasi dan UMKM akan melakukan 2 (dua) kegiatan utama, yaitu :

1. Melakukan observasi awal atau penjajakan kebutuhan pen- dampingan, dimaksudkan untuk mengetahui keadaan rill klien dan lingkungannya. Hasil observasi menjadi masukan yang ber- harga untuk menyusun materi pendampingan. Observasi awal menjadi momentum membangun komunikasi yang baik sehing- ga proses pendampingan berjalan tampa resistensi.

2. Melakukan tugas-tugas pendampingan, seperti: membimbing, mengoreksi, menasehati, memediasi, mengadvokasi, menfasili- tasi, mengedukasi dan mensupervisi pelaku Koperasi dan UMKM agar tumbuh menjadi pelaku usaha yang produktif dan berdaya saing

Dalam dokumen Pendampingan UMKM Naik Kelas (Halaman 43-49)