• Tidak ada hasil yang ditemukan

LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah andrias sudibya

andreas sudibya

Academic year: 2023

Membagikan "LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah andrias sudibya"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah

No. Masalah yang telah

diidentifikasi Hasil eksplorasi penyebab masalah Analisis eksplorasi penyebab masalah 1 Peserta didik masih memiliki

motivasi belajar yang rendah.

Gejalanya:

1. Perhatian terhadap pelajaran kurang.

2. Mengerjakan sesuatu merasa seperti diminta membawa beban berat, dan Mereka bisa jalan mengerjakan kalau sudah dipaksa.

3. Daya konsentrasi kurang, secara fisik ia berada di kelas, namun pikirannya mungkin di luar kelas.

4. Mudah berkeluh kesah dan pesimis ketika menghadapi kesulitan.

Hasil Kajian Literatur.

De Decce dan Grawford (dalam Kompri, 2016:243), ada empat fungsi guru sebagai pengajar yang berhubungan dengan cara pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar siswa, yaitu:

1. Guru harus menggairahkan peserta didik, artinya guru harus menghindari hal-hal yang monoton dan membosankan dalam pembelajaran.

2. Memberikan harapan yang realistis, artinya guru harus memelihara harapan-harapan siswa yang realistis dan memodifikasi harapan-harapan yang kurang atau tidak realistis.

3. Memberikan penghargaan, artinya guru diharapkan memberikan hadiah kepada siswa (dapat berupa pujian, angka yang baik, dsb) atas keberhasilannya, sehingga siswa terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut guna mencapai tujuan pembelajaran.

4. Mengarahkan perilaku siswa, artinya guru harus memberikan respon terhadap siswa yang tidak terlibat secara langsung dalam pembelajaran agar berpartisipasi aktif.

Dimyati (dalam Kompri, 2016:244), Unsur-unsur yang mempengaruhi motivasi belajar siswa antara lain:

1. Cita-cita atau aspirasi siswa, 2. Kemauan siswa,

3. Kondisi siswa,

4. Kondisi lingkungan siswa,

5. Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran,

6. Upaya guru dalam pembelajaran siswa.

Akhmad Sudrajat (2010) dalam Kompri (2016:250) beberapa ide yang dapat digunakan oleh guru untuk memotivasi siswa di dalam kelas:

1. Gunakan metode dan kegiatan yang beragam,

2. Jadikan siswa peserta aktif,

3. Buatlah tugas yang menantang namun

Lebih lanjut setelah dilakukan analisis masalah Peserta didik masih memiliki motivasi belajar yang rendah adalah karena:

1. Guru belum merancang

pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan. Atau guru belum memilih metode

pembelajaran yang

tepat dan

memanfaatkan media

pembelajaran.

2. Kurangnya

kepedulian orang tua terhadap hasil pembelajaran

anaknya di sekolah, 3. Cita-cita atau

aspirasi siswa.

Andrias Sudibya

(2)

realistis dan sesuai,

4. Ciptakan suasana kelas yang kondusif,

5. Berikan tugas secra proporsional, 6. Libatkan diri untuk membantu siswa

mencapai hasil,

7. Hargai kesuksesan dan keteladanan, 8. Antusias dalam mengajar,

9. Pemberian penghargaan untuk memotivasi. dst

Hasil Wawancara

Berikut ini Hasil Simpulan dari beberapa narasumber, diataranya Wakil Kepala Sekolah, Rekan sejawat, serta Guru Penggerak sebagai berikut:

1. Peserta didik merasa bosan di dalam kelas karena pembelajaran kurang variatif.

2. Kurangnya kepedulian orang tua terhadap hasil pembelajaran anaknya di sekolah.

3. Peserta didik termotivasi di kelas adalah ketika guru memilih metode pembelajaran yang tepat dan Memanfaatkan media belajar serta melakukan evaluasi pembelajaran yang tepat.

2 Beberapa peserta didik kesulitan meraih nilai yang baik dalam pembelajaran.

Gejalanya.

1. Hal ini terlihat masih ada siswa yang memperoleh nilai masih dibawah KKM.

2. kebiasaan belajar dan sikap anak dalam belajar yaitu siswa cepat merasa bosan dalam belajar dan mereka belum bisa mengerjakan tugas dengan benar.

Hasil Kajian Literatur

Nurjan, Syarifan (2015 : 162) menyatakan bahwa anak anak yang memiliki kesulitan belajar ini dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal seperti siswa sedang dalam kondisi tidak sehat, cacat tubuh, intelegensi yang dimiliki anak, bakat dan minat anak, motivasi serta kesehatan mental yang dialami oleh anak. Faktor eksternal seperti faktor keluarga, keluarga merupakan tempat anak yang pertama untuk belajar.

(Solichin, 2013). Pada dasarnya kesulitan belajar siswa dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu sebagai berikut:

1. Kesulitan belajar yang tingkat kesulitannya ringan. Biasanya kesulitan pada tingkatan ini tidak begitu rumit dan pemecahan masalahnya pun juga masih sederhana.

2. Kesulitan yang tingkatannya sedang.

Salah satu contohnya dalam kesulitan belajar ini adalah siswa selalu tampak

Lebih lanjut setelah dilakukan analisis masalah beberapa peserta didik kesulitan meraih nilai yang baik dalam pembelajaran adalah karena:

1. Bakat dan minat belajar siswa.

2. Dukungan atau dorongan dari keluarga.

3. Peserta didik Belum dapat menangkap konsep secara cepat, akan secara cepat lupa terhadap pelajaran.

(3)

murung pada waktu mengikuti pelajaran, ataupun tak dapat berkonsentrasi pada ulangan atau tes dan sebagainya, perlu mendapat perhatian khusus dari guru maupun guru pengajar penyuluhan serta perlu meneliti apa penyebabnya.

3. Kesulitan yang tingkatannya berat.

Misalnya siswa mendapat gangguan pada organ fisiknya, mungkin gangguan pada sarafnya karena kecelakaan, sehingga tidak dapat menangkap konsep secara cepat, akan secara cepat lupa terhadap pelajaran.

(4)

Hasil Wawancara

Berikut ini Hasil Simpulan dari beberapa narasumber, diataranya Wakil Kepala Sekolah, Rekan sejawat, serta Guru Penggerak sebagai berikut:

1. Faktor intern diantaranya yang bersifat kognitif siswa masih rendahnya kapasitas intelektual atau intelegensi siswa, bersifat afektik antara lain labinya emosi dan sikap siswa, serta bersifat psikomotor dikarenakan ada siswa keterganggunya alat-alat indra penglihatan dan pendengaran.

2. Faktor eksternal siswa diantaranya lingkungan keluarga ada ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan renmdahnya kehidupan ekonomi siswa.

3. Peserta didik belajar belum terlalu fokus untuk mendapatkan nilai yang baik, yang penting masuk kelas mengikuti pembelajaran.

4. Peserta didik Belum dapat menangkap konsep secara cepat, akan secara cepat lupa terhadap pelajaran. Selain itu yang dilakukan peserta didik jika mendapatkan nilai yang kurang memuaskan tidak langsung mengajukan perbaikan nilai tanpa diperintah oleh guru langsung.

3 Hubungan komunikasi antar guru dan orangtua siswa terkait pembelajaran yang masih kurang dan terbatas.

Gejalanya.

1. Orang tua kurang peduli

dengan hasil

pembelajaran anaknya di sekolah.

2. Orang tua sibuk bekerja dan mempercayakan anak sepenuhnya kepada pihak sekolah.

Kajian Literatur

Siti Mawadah Huda (2018:54) Untuk dapat membangun hubungan kerjasama antara keduanya, Sekolah perlu mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam membina kerjasama antara guru dan orang tua. Adapun beberapa upaya yang bisa dilakukan adalah:

1. Memperbaiki cara pandang guru terhadap orangtua

2. memberikan pengetahuan dan keterampilan pada guru terkait kerjasama dengan orangtua.

3. metode yang tepat untuk berkomunikasi dengan orangtua Jurnal Ilmiah

Ike Junita Triwardhani, Wulan Trigartanti, Indri Rachmawati, Raditya Pratama Putra (2020)

https://jurnal.unpad.ac.id/jkk/article/view/

23620 Strategi Guru dalam membangun komunikasi dengan Orang Tua Siswa di

Lebih lanjut setelah dilakukan analisis masalah Hubungan komunikasi antar guru dan orangtua siswa terkait pembelajaran yang masih kurang dan terbatas

adalah karena:

1. metode yang tepat untuk berkomunikasi dengan orangtua 2. Kurangnya

kepedulian orang tua terhadap

perkembangan anaknya di sekolah 3. Orang tua sibuk

bekerja dan mempercayakan anak sepenuhnya kepada pihak sekolah

4. Ketidakpedulian

(5)

Sekolah Dimulai dengan memetakan bagaimana guru menerjemahkan kurikulum untuk anak, kemudian mengembangkan strategi komunikasi dalam membangun keterlibatan orangtua.

1. Guru menerjemahkan kurikulum dengan berbagai cara yang menarik.

2. Kemampuan memahami materi, berdiskusi, menjawab pertanyaan sampai pada mengelola berbagai kegiatan pembelajaran.

3. Kemampuan menciptakan berbagai program yang mensyaratkan keterlibatan orang tua dalam berbagai kegiatan anak di sekolah menjadi wadah komunikasi yang menarik.

4. Pola komunikasi guru dalam membangun keterlibatan orang tua di sekolah terbentuk karena ketertarikan orang tua terhadap berbagai program belajar dan kehadiran disekolah dengan semangat karena memang menarik, merasa nyaman dan adanya kebutuhan untuk mengikuti dan mendorong program belajar anak.

Jurnal Ilmiah

Pusitaningtyas, A. (2016). Pengaruh komunikasi orang tua dan guru terhadap kreativitas siswa. Proceedings of the ICECRS, 1(1), v1i1-632.

https://icecrs.umsida.ac.id/index.php/icecr s/article/view/1282

Ada beberapa Pengaruh komunikasi orang tua dan guru terhadap kreativitas siswa dan mencapai keberhasilan dalam belajar diantaranya.

1. Peran orang tua di rumah dan guru di sekolah sangat penting bagi pendidikan anak.

2. Komunikasi yang baik antara orang tua dan guru merupakan suatu keharusan agar tercapai kesinergian antara keduanya.

3. Komunikasi tersebut bisa berlangsung dalam satu arah ataupun dua arah.

Komunikasi satu arah terjadi saat guru memberikan informasi kepada orang tua tentang peristiwa, kegiatan, atau kemajuan yang dicapai anak.

Sedangkan komunikasi dua arah terjadi jika ada dialog interaktif antara guru dan orang tua.

4. Komunikasi yang baik akan menumbuhkan sikap saling percaya

orang tua terhadap masa hasil belajar anak.

(6)

antara orang tua dan guru.

5. Adanya sikap saling mempercayai, saling membantu dalam membimbing anak dan berkomunikasi antara orang tua dan guru, akan membuat anak merasa memiliki kebebasan berkreativitas guna pengembangan potensi dirinya, sehingga bisa meningkatkan kreativitas dan mencapai keberhasilan dalam belajar.

Hasil Wawancara

Berikut ini Hasil Simpulan dari beberapa narasumber, diataranya Wakil Kepala Sekolah, Rekan sejawat, serta Guru Penggerak sebagai berikut:

1. Masih terbatasnya komunikasi antara guru dengan orang tua dikarenakan rata rata orang tua bekerja.

2. Orang tua siswa sering tidak hadir ke sekolah saat pertemuan/ pemanggilan wali murid dengan alasan bekerja dan mempercayakan anak sepenuhnya kepada pihak sekolah.

3. Orang tua kurang peduli dengan hasil pembelajaran anaknya di sekolah.

4. Kurangnya komunikasi antara guru dan orang tua terkait pembelajaran.

5. Guru dan orang tua merupakan dua komponen yang berperan penting dalam proses pembentukan karakter siswa. Guru disekolah berperan mendidik dan mengajar siswa,

sedangkan orang tua

bertanggungjawab membimbing dan membentuk kepribadian anak dilingkungan keluarga. Adanya hubungan sosial yang positif antara guru dan orang tua akan mampu mencapai tujuan pendidikan berkarakter yang sesungguhnya.

Interaksi sosial atau hubungan sosial akan menciptakan suatu bentuk kerjasama dan komunikasi yang efektif antara guru dan orang tua dalam memperbaiki perkembangan karakter peserta didik.

4 Guru belum maksimal dalam pemanfaatkan model-model pembelajaran yang inovatif berdasarkan karakteristik materi pelajaran PPKn.

Gejalanya.

Hasil Literatur

Darmadi, H. (2017). Pengembangan model dan metode pembelajaran dalam dinamika belajar siswa. Yogyakarta:

Deepublish. Pembelajaran inovatif mengandung arti pembelajaran yang

Lebih lanjut setelah dilakukan analisis terhadap Guru belum mengoptimalkan model pembelajaran yang inovatif sesuai dengan karakteristik materi

(7)

1. Guru masih menggunakan metode pembelajaran yang konvensional atau metode ceramah sehingga cenderung masih berpusat pada guru atau teacher sentris.

2. Guru belum memahami setiap karakteristik dari berbagai model-model pembelajaran atau belum menguasi model-model pembelajaran yang inovatif.

dikemas oleh guru atau instruktur lainnya yang merupakan wujud gagasan atau teknik yang dipandang baru agar mampu menfasilitasi siswa untuk memperoleh kemajuan dalam proses dan hasil belajar.

Pembelajaran inovatif bisa mengadaptasi dari model pembelajaran yang menyenangkan. “Learning is fun”

merupakan kunci yang diterapkan dalam pembelajaran inovatif. Jika siswa sudah menanamkan hal ini di pikirannya tidak akan ada lagi siswa yang pasif di kelas, perasaan tertekan, kemungkinan kegagalan, keterbatasan pilihan, dan tentu saja rasa bosan. Membangun metode pembelajaran inovatif sendiri bisa dilakukan dengan cara diantaranya mengukur daya kemampuan serap ilmu masing-masing orang.

Syah dkk. Pembelajaran Inovatif (Jakarta : Duplish, 2013) berpendapat bahwa Pembelajaran inovatif dapat menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan apabila dilakukan dengan cara mengelola media yang berbasis teknologi dalam proses pembelajaran. Sehingga, terjadi proses dalam membangun rasa pecaya diri pada siswa. Pembelajaran yang inovatif diharapkan siswa mampu berpikir kritis dan terampil dalam memecahkan masalah. Siswa yang seperti ini mampu menggunakan penalaran yang jernih dalam proses memahami sesuatu dan mudah dalam mengambil pilihan serta membuat keputusan. Hal itu dimungkinkan karena pemahaman yang terkait dengan persoalan yang dihadapinya. Kemampuan dalam mengidentifikasi dan menemukan pertanyaan tepat yang dapat mengarah kepada pemecahan masalah secara lebih baik. Informasi yang diperolehnya akan dikembangkan dan dianalisis sehingga akan dapat menjawab pertanyaan- pertanyaan tersebut dengan baik.

Indah Fajar, dkk (2017), Penerapan model pembelajaran guru terkendala karena:

1. Guru kurang memahami RPP

2. Langkah-langkah pembelajaran sesuai sintak yang ada pada model pembelajaran

3. Guru kurang menstimulus siswa untuk menemukan masalah sendiri yang ada

pembelajaran PPKn.

1. Ketidakpahaman guru tentang perkembangan teknologi dalam membuat model pembelajaran yang inovatif

2. Guru sudah terbiasa dengan

pembelajaran yang konvensional atau cenderung monoton.

(8)

materi pembelajaran

4. Kurang aktif guru dalam pengelolaan kelas terhadap siswa yang kurang pintar

5. Terkendala dalam menyediakan alat dan bahan jika dalam menyediakan proyek

6. Guru kurang menyiasati waktu yang tersedia

7. Siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran

Hasil Wawancara

Berikut ini Hasil Simpulan dari beberapa narasumber, diataranya Wakil Kepala Sekolah, Rekan sejawat, serta Guru Penggerak sebagai berikut:

1. Pemahaman guru terhadap pembelajaran inovatif yang masih kurang.

2. Guru kurang mengerti tentang teknologi dalam membuat model pembelajaran inovatif.

3. Waktu untuk menyiapkan pembelajaran inovatif membutuhkan persiapan lebih banyak dan lama.

4. Keterbiasaan serta nyaman dengan metode pembelajaran konvensional (ceramah).

5 Pembelajaran yang dilakukan di kelas masih belum berbasis HOTS.

Gejalanya.

1. Ada sedikit materi ajar yang terlewatkan karena guru masih belum persiapan sehingga belum memahami materi yang akan diajarkan.

2. Pembelajran yang di lakukan masih berbasis LOTS.

Hasil Literatur Jurnal Ilmiah

Mudrikah Ms, M. M. (2020). Analisis Kemampuan Guru PPKn Dalam Menyusun Soal HOTS (Higher Order Thinking Skills) Di UPT Satuan Pendidikan SMP Negeri 5 Mandai, Kabupaten Maros (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR).

http://eprints.unm.ac.id/18543/

Kemampuan Guru PPKn dalam Menyusun Soal HOTS (Higher Order Thinking Skills) adalah sebagai berikut:

1) Kemampuan guru dalam menyusun soal HOTS masih rendah dalam memahami dan menerapkan kriteria- kriteria HOTS dalam menyusun instrumen soal.

2) Faktor yang menjadi kendala dalam menyusun soal HOTS adalah terletak pada kemampuan guru dalam mengetahui dan memahami kriteria soal HOTS dan terkendala atau kesulitan dalam mengimplementasikan

Lebih lanjut setelah dilakukan analisis terhadap pembelajaran berbasis HOTS belum dapat diterapkan kepada peserta didik disebabkan oleh:

1. Kurangnya pembinaan

(pelatihan) terhadap

guru dalam

pengembangan sistem pembelajaran HOTS.

2. Kemampuan dalam berfikir peserta didik masih cukup rendah terkait permasalahan yang terjadi sehingga sulit menganalisis soal HOTS.

3. Kemampuan guru dalam menyusun soal HOTS masih

(9)

kriteria soal HOTS keinstrumen soal yang mereka susun , terutama dalam menyusun stimulus soal HOTS, selanjutnya kendala tersebut juga terdapat pada kemampuan peserta didik dalam menjawab atau menganalisis soal karena kemampuan peserta didik masih rendah

3) Upaya yang dilkukan oleh guru Pkn dalam membuat atau menyusun soal HOTS adalah mengikuti pelatihan- pelatihan penyusunan soal di forum MGMP, disamping itu, juga dilakukan pembimbingan oleh teman sejawab bagi guru Pkn yang sudah mengikuti pelatihan soal HOTS secara khusus.

Jurnal Ilmiah

Sofyan, F. A. (2019). Implementasi HOTS pada kurikulum 2013. INVENTA:

Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 3(1),1-9.

https://jurnal.unipasby.ac.id/index.php/jur nal_inventa/article/view/1803

dalam menghadapi tantangan yang akan menimpa dunia pendidikan, kurikulum 2013 dianggap mampu untuk menjawab persoalan dan implementasi HOTS sangat dibutuhkan untuk membenahi kinerja pendidikan yang jauh tertinggal dengan negara-negara maju di dunia. Usaha tersebut mesti dilakukan demi menciptakan generasi masa depan, bukan hanya berkarakter, produktif, kreatif, dan inovatif namun juga yang memahami jati diri bangsanya dan menciptakan anak yang unggul dan mampu bersaing di dunia internasional.

Anderson dan Karthwohl (2017:4) mengemukakan bahwa Secara umum, tingkatan berpikir HOTS yaitu sebagai berikut:

1. Mengingat

Mengingat adalah kegiatan berpikir dengan mengingat pengetahuan yang relevan dalam memori jangka panjang seseorang murid.

2. Memahami

Memahami berarti membangun makna pesan pembelajaran, keduanya lisan tertulis atau grafik, yang disampaikan melalui pengajaran, buku atau layar komputer.

3. Menerapkan atau mengaplikasikan

rendah dalam memahami dan menerapkan kriteria- kriteria HOTS dalam menyusun instrumen soal.

(10)

Menerapkan termasuk penggunaan prosedur atau cara kerja tertentu yang harus dilakukan latihan atau menyelesaikan masalah.

4. Menganalisis

Menganalisis terdiri dari kemampuan

atau membedakan,

mengorganisasikan, dan

menggabungkan keterampilan.

5. Membedakan

Melibatkan proses memilah bagian- bagian penting dari suatu struktur, kemudian diskriminasi menjadi informasi yang relevan dan tidak relevan.

6. Mengevaluasi

Mengevaluasi adalah sebuah kemampuan membuat keputusan berdasarkan kriteria.

Hasil Wawancara

Berikut ini Hasil Simpulan dari beberapa narasumber, diataranya Wakil Kepala Sekolah, Rekan sejawat, serta Guru Penggerak sebagai berikut:

1. Kurangnya pemahaman guru tentang konsep dan penerapan HOTS

2. Siswa yang memiliki kemampuan kognitif kurang maka sulit untuk mengikuti pembelajaran HOTS karena terbiasa dalam pembelajaran berbasis LOTS.

3. Kemampuan guru dalam menyusun soal HOTS masih rendah dalam memahami dan menerapkan kriteria- kriteria HOTS dalam menyusun instrumen soal.

6 Guru masih belum

mengoptimalkan

pemanfaatan Teknologi Informasi (TIK) dalam pembelajaran.

Gejalanya.

1. Masih monoton menjadikan buku sebagai sumber belajar.

2. Guru yang jarang menggunakan informasi seperti PPT interaktif.

3. Guru belum

menggunakan aplikasi TIK sebagai pendukung pembelajaran.

Hasil Literatur Jurnal Ilmiah

Sahelatua, dkk. (2018). Kendala Guru Memanfaatkan Media It Dalam Pembelajaran Di Sdn 1 Pagar Air Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 3(2).

http://www.jim.unsyiah.ac.id/pgsd/article/

view/8579

Guru masih mengalami kendala dalam mengoperasikan IT sebagai media pembelajaran diantaranya yaitu

1. kurangnya pengetahuan guru tentang IT,

2. kurangnya fasilitas IT yang tersedia di sekolah,

Lebih lanjut setelah dilakukan analisis terhadap penggunaan teknologi yang belum maksimal oleh guru disebabkan:

1. Kurangnya

Pemahaman guru tentang penggunaan teknologi dalam pembelajaran 2. Guru sudah terbiasa

dan nyaman

menggunakan model pembelajaran

konvensional 3. Keterbatasan

(11)

3. arus listrik di sekolah tidak normal, 4. internet tidak dapat menjangkau ke

seluruh kelas,

5. serta tidak adanya kewajiban dari pihak sekolah agar guru yang mengajar harus menggunakan IT.

Tantri Nurhayati (2016), problematika guru dalam mengusai TIK adalah:

1. Kemampuan dasar guru dalam bidang TIK yang memang masih rendah 2. Ketersedian fasilitas TIK yang masih

belum memadai

3. Sekolah tidak mengharuskan guru menggunakan TIK dalam proses pembelajaran, sehingga guru kurang terangsang untuk mengembangkan diri 4. Keterbatasan waktu yang digunakan untuk mempersiapkan media TIK di dalam pembelajaran

5. Anggapan guru yang menganggap bahwa materi yang ada dibuku sudah cukup untuk mengajarkan siswa dengan baik, sehingga tidak diperlukan media TIK

6. Kenyamanan guru dalam menggunakan metode mengajar konvesnsionalyang dianggap mudah dan tidak menyulitkan

7. Tidak adanya kegiatan pelatihanpelatihan guru untuk meningkatkan kemampuan dalam bidang TIK.

Jurnal Ilmiah

Rahmadhani, D. D., Putri, I. C., Putri, D. A., & Furnamasari, Y. F. (2021).

Teknologi Informasi Dan Komunikasi Sebagai Salah Satu Pemanfaatan

Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan Di Sekolah Dasar. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(6), 4904-4912.

https://edukatif.org/index.php/edukatif/arti cle/view/1574

Media pembelajaran dirancang sesuai dengan perkembangan teknologi, seperti penggunaan internet, gadget dan alat-alat elektronik pun sudah menjadi menjadi faktor keberhasilan dalam mengembangkan pendidikan, sehingga sudah menjadi keharusan sebagai seorang pendidik untuk mengembangkan media pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi

fasilitas pendukung di sekolah (infocus).

4. Sekolah masih belum

mengharuskan guru menggunakan TIK dalam proses pembelajaran, sehingga guru kurang terangsang untuk

mengembangkan diri mengajar harus menggunakan IT.

(12)

terutama pada Pendidikan Kewarganegaraan sebagai acuan untuk meningkatkan jiwa kebangsaan ditengah perkembangan teknologi di dunia, serta Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tujuan tertentu untuk menanamkan nilai- nilai ideologi Pancasila di tengah era globalisasi terhadap generasi muda.

Hasil Wawancara.

Berikut ini Hasil Simpulan dari beberapa narasumber, diataranya Wakil Kepala Sekolah, Rekan sejawat, serta Guru Penggerak sebagai berikut:

1. Guru sudah cukup baik dalam memanfaatkan media pembelajaran berbasis TIK, namun masih dibutuhkan banyak bimbingan dalam mengakses langsung media dari internet.

2. Guru yang kurang mampu menggunakan TIK disebabkan oleh faktor usia.

3. Guru yang kurang mampu menggunakan TIK masih terikat dengan media konvensional yang ada di lingkungan sekitar.

4. lemahnya pengetahuan dan

kemampuan guru dalam

mengoperasikan IT atau aplikasi- aplikasi untuk kegiatan pembelajaran.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil eksplorasi penyebab masalah Akar penyebab masalah Analisis akar penyebab masalah 1 Setelah melakukan analisis kajian literatur dan wawancara serta dilakukan pengamatan maka

LK 1.3 Eksplorasi Masalah LK ini berisi tentang identifikasi masalah yang akan dibahas dan merupakan langkah awal untuk membuat

Dalam menyelesaikan soal masih ada siswa yang Setelah dilakukan analisis terhadap hasil kajian literatur dapat diketahui bahwa penyebab masalah belum terbiasa diterapkannya model

Eksplorasi Konsep - Topik 1 - LK Individu Tujuan SDGs seperti yang tercantum ada 17 poin yang perlu diperhatikan, yang pertama mengakhiri kemiskinan yang dalam bentuk apapun, yang

5 Motivasi belajar siswa yang masih rendah Faktor penyebab motivasi belajar siswa yang masih rendah adalah : Akar penyebab masalah dari hasil eksplorasi yaitu guru belum Berdasarkan

disimpulkan bahwa memang inilah masalah yang sering dihadapi oleh siswa dalam kelas rendah bukan hanya pada materi PJOK tapi pada materi lainnya juga, sehingga memang guru harus lebih

Jabatan: Guru Bahasa Indonesia SMKN 1 Mempawah Hilir Motivasi belajar peserta didik rendah disebabkan beberapa faktor sebagai berikut.. Media pembelajaran yang kurang menyenangkan

Eksplorasi Penyebab Kemampuan Peserta Didik dalam Memecahkan Masalah