• Tidak ada hasil yang ditemukan

makna jāhiliyyah dalam al-qur'an - repository iiq - IIQ Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "makna jāhiliyyah dalam al-qur'an - repository iiq - IIQ Jakarta"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Analisis Tafsir al-Munîr dan Tafsir al-Misbâh) Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Maulia Annisa NIM: 15210668

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA

1440 H/2019 M

(2)

MAKNA JÂHILIYYAH DALAM AL-QUR’AN (Studi Analisis Tafsir al-Munîr dan Tafsir al-Misbâh) Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Maulia Annisa NIM: 15210668 Pembimbing:

Hj. Mutmainnah, S. Th. I, MA

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR`AN (IIQ) JAKARTA

1440 H/2019 M

(3)
(4)
(5)
(6)

iv MOTTO

MINDSET IS DOA

KITA ADALAH APA YANG KITA PIKIRKAN

(7)

v

Terima kasih kepada Bapak dan Ibu yang selalu mendo‟akan di setiap sujudnya, selalu mencurahkan kasih sayangnya.

Terima kasih kepada seluruh dosen dan instruktur tahfiz yang selama ini telah membimbing dan memberikan ilmunya kepada kami.

Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan yang telah bersama selama masa perkuliahan dan teuntuk almamaterku

Institut Ilmu Al-Qur‟an Jakarta

(8)

vi

KATA PENGANTAR









Alhamdulillhirabbil’âlamîn, puji Syukur kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan nikmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Jâhiliyyah dalam Perspektif Tafsir al-Munîr dan Tafsir al-Misbâh (Studi Analisis Terhadap Lafadz Jâhiliyyah)” .

Selawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Allah SWT yakni Nabi Muhammad SAW yang telah membawa penerangan kepada umatnya agar senantiasa selalu menempuh jalan yang lurus. Semoga kita semua mendaptkan syafaatnya kelak. Âmîn ya Rabbal‟alamîn. Dengan selesainya skripsi ini, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan banyak bantuan-bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, yang selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya, serta memberikan kesehatan dan keberkahan disetiap langkah kami.

2. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah T.Yanggo, MA, selaku rektor Institut Ilmu Al-Qur‟an Jakarta.

3. Bapak Dr. H. Muhammad Ulinnuha, Lc. MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Ilmu Al-Qur‟an Jakarta.

4. Bapak KH. Haris Hakam, S.H, MA., selaku KAPRODI Ilmu Al- Qur‟an dan Tafsir Institut Ilmu Al-Qur‟an Jakarta.

5. Ibu Mamluatun Nafisah, M. Ag., selaku Sekretaris KAPRODI Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Instutut Ilmu Al-Qur‟an Jakarta.

(9)

vii

Al-Qur‟an Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama dibangku perkuliahan penulis.

7. Staf Fakultas Ushuluddin dan Dakwah, ibu Dra. Rukoyah Tamimi dan ibu Suci Rahayuningsih yag telah membantu penulis dalam pembuatan skripsi.

8. Ibu Hj. Muthmainnah M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar dan berkenan memberikan saran, arahan serta ilmunya kepada penulis.

9. Untuk pihak perpustakaan Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta, Iman Jama, Pusat Studi Al-Qur‟an (PSQ), perpustakaan umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menyediakan fasilitas untuk melakukan penelitian.

10. Terima kasih untuk Bapak dan Ibu yang selalu memberikan doa dan kasih sayangnya serta motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Terima kasih juga penulis ucapkan teruntuk keluarga besar penulis keluarga Ridwan Manda, yang mana telah banyak memberikan motivasi dan doa kepada penulis

12. Untuk teman-teman penulis yang satu atap dan tempat tinggal yang telah memberikan semangat, bertukar pikiran mengenai skripsi yang di analisi dan juga yang telah memberikan doa kepada penulis 13. Untuk teman-teman penulis angkatan 2015, khususnya Ushuluddin

IAT A, BKKBM 2018 terima kasih atas kebersamaanya.

(10)

viii

Penulis ucapkan maaf jika dalam penyusunan skripsi ini terdapat sesuatu yang kurang berkenan. Tidak ada yang sempurna, kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada yang membacanya.

Jakarta, 01 Agustus 2019

Maulia Annisa

(11)

ix

SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

SURAT PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN PENULIS ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xi

ABSTRAKSI ... xvi

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan ... 7

1. Identifikasi Masalah ... 7

2. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Tinjauan Pustaka ... 9

F. Metode Penelitian ... 15

1. Jenis Penelitian... 15

2. Sumber Data... 16

3. Teknik Pengumpulan Data ... 16

4. Metode Analisis Data ... 17

G. Teknik dan Sistematika Penulisan ... 17

(12)

x

BAB II: TINJAUAN UMUM TENTANG JÂHILIYAH

A. Definisi Jâhiliyyah ... 19

B. Sejarah Muncul dan Perkembangan Jâhiliyyah ... 24

C. Ciri-ciri Jâhiliyyah ... 34

D. Macam-macam Jâhiliyyah ... 40

E. Dampak Jâhiliyyah ... 42

F. Pandangan Mufasir Klasik Terhadap Jâhiliyyah ... 42

BAB III: BIOGRAFI WAHBAH AL-ZUHAILÎ DAN M. QURAISH SHIHAB SERTA TAFSIRNYA A. Profil Wahbah az-Zuhailî dan Kitab Tafsirnya ... 45

1. Sosio-Historis Biografi : Wahbah az-Zuhailî ... 45

a. Lahir dan Perjalanan Intelektual Wahbah az-Zuhailî ... 45

b. Guru dan Murid Wahbah az-Zuhailî ... 48

c. Karya Tulis Wahbah az-Zuhailî ... 49

2. Profil Kitab Tafsir al-Munîr Karya Wahbah az-Zuhailî ... 51

a. Latar Belakang Penulisan Kitab... 51

b. Metode dan Corak Penulisan Kitab ... 52

c. Sumber dan Referensi Kitab ... 53

d. Karakteristik dan Sistematika Penulisan Kitab ... 56

B. Profil M. Quraish Shihab dan Kitab Tafsirnya ... 57

1. Sosio-Historis Biografi : M. Quraish Shihab ... 57

a. Lahir dan Perjalanan Intelektual M. Quraish Shihab ... 57

b. Karya Tulis M. Quraish Shihab ... 62

2. Profil Tafsir al-Misbâh ... 65

a. Latar Belakang Penulisan Kitab ... 66

(13)

xi

c. Sumber dan Referensi Kitab ... 68

d. Karakteristik dan Sistematika Penulisan ... 70

BAB IV: JÂHILIYYAH DALAM PENAFSIRAN WAHBAH AL-ZUHAILÎ DAN M. QURAISH SHIHAB A. Penafsiran Wahbah az-Zuhailî dan M. Quraish Shihab Tentang Ayat-Ayat Jâhiliyah ... 73

1. QS Âli-„Imrân [3]:154 ... 73

2. QS Al-Mâidah [4]:50 ... 79

3. QS Al-Ahzâb [33]:33 ... 85

4. QS Al-Fath [48]:26 ... 96

B. Analisis Penafsiran Wahbah az-Zuhailî dan M. Quraish Shihab Terhadap Ayat-ayat Jâhiliyyah ... 99

C. Relevansi Jâhiliyyah Pra-Islam dan Jâhiliyyah Modern ... 102

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 107 DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

(14)

xii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang satu ke abjad yag lain. Dalam penulisan skripsi di IIQ, transliterasi Arab-Latin mengacu pada berikut ini:

1. Konsonan

1.

أ

:a 16.

ط

:th

2.

ب

:b 17.

ظ

:zh

3.

ت

:t 18.

ع

:„

4.

ث

:ts 19.

غ

:gh

5.

ج

:j 20.

ؼ

:f

6.

ح

:h 21.

ؽ

:q

7.

خ

:kh 22.

ؾ

:k
(15)

xiii

9.

ذ

:dz 24.

م

:m

10.

ر

:r 25.

ن

:n

11.

ز

:z 26.

و

:w

12.

س

:s 27.

ه

:h

13.

ش

:sy 28.

ء

:‟

14.

ص

:sh 29.

ي

:y

15.

ض

:dh

2. Vokal

Vokal tunggal vokal panjang vokal rangkap Fathah :a آ : â ْ يَ... : ai Kasrah :i ي : î ْ ْ و.َ.. : au

Dhammah :u و : û

3. Kata Sandang

a. Kata sandang yang diikuti alif lam )لا( qamariyah

Kata sandang yang diikuti oleh alif lam )لا( qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya. Contoh:

(16)

xiv

ةرقبلا

: al-Baqarah

ةنيدلما

: al-Madînah

b. Kata sandang yang diikuti oleh alif lam )لا( syamsiyah

Kata sandang yang diikuti oleh alif lam )لا( syamsiyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya.

Contoh:

لجرلا

: ar-rajul

ةديسلا

: as-syyidah

سمشلا

: asy-syams

يمرادلا

: ad-Dârimî

c. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah (Tasydîd) dalam system aksara Arab digunakan lambang

, sedangkan untuk alih aksara dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd yang berada di tengah kata, di akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah, contoh:

َّ نَمَآ

َّهللاابَّا

: Âmannâ billâhi

َّ ءاَهُّسلاََّنَمَآ :

Âmana as-Sufahâ’u

ََّنْيهذ لاَّ نهإ

: Inna al-ladzîna

َّهع كُّرلاَو :

wa ar-rukka’i
(17)

xv d. Ta Marbûthah ()

ة

Ta Marbûthah () apabila sendiri, waqaf atu diikuti oleh kata

ة

sifat (na’at), mak huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h”.

Contoh:

َّهةَدهئْفَْلْا

: al-Af’idah

َّ ة يَم َلَْسهْلْاَّ ةَعهماَْلَْا :

al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah.

Sedangkan ta marbûthah () yang diikuti atau disambungkan

ة

(di-washal) dengan kata benda (ism), maka dialih aksarakan menjadi huruf “t”.

Contoh:

ٌَّةَبهصاَنٌَّةَلهماَع

: „Âmilatun Nâshibah

ََّْلا

ىَرْػب بْلاََّةَي

: al-Âyat al-Kubrâ.

e. Huruf Kapital

Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf capital, akan tetpi apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketetuan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal kalimat, huruf awal nama

(18)

xvi

tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain. Ketentuan yang berlaku EYD berlaku pula dalam alih aksara ini, seperti cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold) dan ketentuan lainnya.

Adapun untuk nama diri yang di awali kata sandang, maka hutuf ditulis capital adalah awal nama diri, bukan kata sandangnya. Contoh: „Alî Husan al-„Âridh, al-Asqallânî, al- Farmawî dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Al- Qur‟an dan nama-nama surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-Qur‟an, Al-Baqarah, Al-Fâtihah dan seterusnya.

(19)

xvii

Maulia Annisa, Judul Makna Jâhiliyyah Dalam Al-Qur’an (Studi Analisis Tafsir al-Munîr dan Tafsir al-Misbâh), Program Studi Ilmu Al- Qur’an dan Tafsir, Tahun 2019.

Sebagaimana yang dapat diketahui, banyaknya penyimpangan- penyimpangan akidah, akhlak, dan syariat pada era modern ini, membuat masyarakat jauh dari Allah SWT. Penyimpangan terhadap Allah SWT bisa dikatakan jâhiliyyah. Di dalam Al-Qur‟an makna jâhiliyyah disebutkan dalam empat surah. zhann jâhiliyyah, hukm jâhiliyyah, tabarruj jâhiliyyah dan hamiyyah jâhiliyyah .Wahbah az-Zuhailî dan Muhammad Quraish Shihab, dua mufasir kontemporer, dikenal dengan penafsirannya yang lengkap mengenai permasalahan-permaslahan terkini.)

Penelitian ini merupakan jenis peneliatin kepustakaan (Library Research). yaitu pengumpulan data dengan cara membaca, menelaah buku dan literatur lainnya yang berhubungan dengan skripsi. Jadi penelitian ini berjenis penelitian kualitatif. Adapun metode yang digunakan penulis adalah analisis deskriptif kualitatif.

Dari hasil analisa yang penulis teliti: dalam menafsirkan ayat-ayat jâhiliyyah Wahbah az-Zuhailî dan M. Quraish Shihab memiliki persamaan dan perbedaan dalam menafsirkan ayat tersebut. Persamaan yang ada terkait dengan perilaku jâhiliyyah yakni terdapat pada lafadz tabarruj jâhiliyyah dan ẖamiyyah jâhiliyyah. Menurut Wahbah az-Zuhailî dan M. Quraish Shihab tabarruj jâhiliyyah tingkah laku wanita pada zaman dahulu suka memperlihatkan perhiasan. Selain itu menurut kedua mufasir yang dimaksud dengan ẖamiyyah jâhiliyyah adalah watak kaum jâhiliyyah yang sombong atau angkuh. Sedangkan perbedaan yang ada dalam penafsiran ini adalah mengenai prasangka jâhiliyyah dan hukum jâhiliyyah, menurut Wahbah az- Zuhailî prasangka jâhiliyyah adalah rasa takut, was-was dan kekhawatiran yang sangat berlebihan, sedangkan menurut M.Quraish Shihab prasangka jâhiliyyah adalah berprasangka buruk terhadap Allah SWT. Selain itu, perbedaan juga terdapat pada lafadz hukum jâhiliyyah, menurut Wahbah az- Zuhailî hukum jâhiliyyah adalah hukum yang bersifat diskriminatif, sedangkan menurut M. Quraish Shihab hukum jâhiliyyah adalah yang di dasarkan hawa nafsu. Meskipun perbedaan penafsiran ini tidak terlalu signifikan.

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hampir semua sejarawan sepakat, bahwa jâhiliyyah yang dirujuk pada masa itu bukan menunjuk kepada pengertian ignorance1 dalam keilmuan, akan tetapi menurut Umar Farrukh menyatakan bahwa kehidupan mereka yang penuh pertentangan, bunuh-membunuh, balas dendam dan sejenisnya.2

Menurut beberapa pendapat ulama yang dimaksud dengan jâhiliyyah adalah kondisi umat tertentu sebelum kedatangan petunjuk dari Allah SWT dan kondisi, dimana suatu umat atau sebagian umat menolak untuk mengikuti petunjuk Allah SWT.3

Banyak orang yang berprasangka bahwasanya jâhiliyyah adalah masa sebelum Islam yang berlangsung selama waktu tertentu di Semenanjung Arab. Mereka adalah orang-orang baik yang tidak menentang akan adanya kebenaran firman Allah SWT. Mereka yakin apabila dibandingkan dengan adanya Islam keadaan pada masa itu benar-benar jâhiliyyah.4

Ke-jâhiliyyah-an bukanlah bentuk tertentu yang digambarkan oleh orang-orang baik, mereka melihat bahwasanya ke-jâhiliyyah-an ini

1 Ketidaktahuan

2 Abd A’la, Jahiliyah Kontemporer dan Hegemoni Nalar Kekerasan: Merajut Islam Indonesia Membangun Peradaban Dunia, Yogyakarta: LKis Printing Cemerlang, 2014, Cet. I, h. 4

3 Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, Al-Masa‟il Allati Khalafa Fiha ar-Rasul ahlul Jahiliyah,Mewaspadai 100 Perilaku Jailiyah, terj. Abu Okasha, (Surabaya: Fitrah Mandiri Sejahtera, 2005), Cet I, h. 40-42

4 Muhammada Quthb, Jahilyah al-Qarn al-„Isyrin, Jahiliyah Abad Dua Puluh, (Bandung: Mizan, 1985) Cet I, h. 15.

(21)

kenyataan sejarah yang berlaku selama beberapa waktu tertentu pada masa lalu dan tak akan kembali lagi pada masa sekarang. Namun, ke- jâhiliyyah-an adalah kenyataan tertentu yang diambil dari berbagai macam kondisi lingkungan, waktu dan tempat, meskipun kejâhiliyyahan itu memperlihatkan gejala yang berbeda-beda, akan tetapi pada hakikatnya sama.5

Perkembangan zaman pada saat ini, memiliki kesamaan dengan bangsa Arab pada masa pra-Islam yakni masa jâhiliyah.6 Tingkah laku jâhiliyah yang dahulu kembali lagi pada zaman modern ini, yang mana perilaku seperti menyembah patung, menguburkan anak perempuan secara hidup-hidup, minum-minuman keras atau khamer, berjudi dan merampok yang saat ini banyak terjadi.7

Permasalahan ini terjadi karena nilai-nilai dalam kehidupan yang mereka ikuti bersifat tribal primordialistik8. Kelompok jahili ini selalu beranggapan bahwa mereka paling benar dan kelompok yang lain selalu dicurigai dan salah. Pola kehidupan yang mereka pilih selalu membuat bertentangan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain dan berujung saling bunuh membunuh.9

Jâhiliyyah pada era modern ini jauh lebih buruk dari pada ke-jâhiliyah-an masyarakat Arab yang hidup dalam zaman sebelum empat belas abad yang lalu. Ke-jâhiliyah-an masyarakat Arab zaman

5 Muhammada Quthb, Jahilyah al-Qarn al-„Isyrin, Jahiliyah Abad Dua Puluh, h.

17

6 Abd A’la, Jahiliyah Kontemporer dan Hegemoni Nalar Kekerasan: Merajut Islam Indonesia Membangun Peradaban Dunia, h. 4

7 Muhammad Hendra, Jahiliyah Jilid II, (Yogyakarta: Deepublish, 2015), Cet I, h.

2

8 Paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil

9 Abd A’la, Jahiliyah Kontemporer dan Hegemoni Nalar Kekerasan: Merajut Islam Indonesia Membangun Peradaban Dunia, h. 4

(22)

3

dahulu adalah ke-jâhiliyyah-an yang masih sederhana dan sangat licik.

Menyembah dan memuja-muja patung adalah tingkah laku yang primitif.10 Tingkah laku mereka pun menyeleweng dari tuntunan Ilahi, akan tetapi penyelewangan tingkah laku mereka masih bersifat sederhana. Sedangkan jâhiliyyah modern lebih ganas dan lebih kejam, karena ada beberapa sebab, di antaranya adalah:11

1. Jâhiliyyah modern adalah jâhiliyyah ilmiah

2. Jâhiliyyah yang lahir dari hasil penelitian, studi dari berbagai macam teori

3. Jâhiliyyah yang muncul dari kemajuan material yang menyombongkan kekuasaan dan kekuatannya karena kesanggupannya menembus cakrawala.

4. Jâhiliyyahnya kedengkian yang diatur, dipelajari dan diarahkan untuk mengahancurkan manusia atas dasar asas ilmiah.

Di antara fenomena yang buruk yang harus dihindari adalah fenomena jâhiliyyah, dengan berbagai macam fenomena dan problematikanya. Ajaran islam secara tegas melarang perilaku jâhiliyyah dan memotivasi umatnya agar memiliki sifat antisipasi terhadap fenomena tersebut dan tingkah laku orang-orang terdahulu.12

Al-Qur’an tidak menyebutkan bahwasanya orang-orang Arab dahulu berada dalam suasana jâhiliyyah. Allah SWT hanya menyebutkan mereka adalah orang-orang jâhiliyyûn (orang-orang yang

10 Sederhana, Belum Maju atau Kuno

11 Muhammada Quthb, Jahilyah al-Qarn al-„Isyrin, Jahiliyah Abad Dua Puluh, h.

21-22

12 Muhammad Sarbini dan Rahendra Maya,” Gagasan Pendidikan Anti Jahiliyah dan Implementasinya”, dalam Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 8 No. 1 Februari 2019, h. 3.

(23)

dikuasai kebodohan), karena mereka mengambil keputusan sendiri dan menolak hukum Allah. Kemudian Allah menggantikan ke-jâhiliyah- an mereka dengan Islam.13

Di dalam Al-Qur’an kata jahil disebutkan sebanyak dua puluh empat kata yang terdapat dalam tujuh belas surah, sedangkan untuk makna jâhiliyyah sendiri hanya disebutkan dalam empat surah yakni QS Âli-‘Imrân [3]:154, QS Al-Mâidah [4]:50, QS Al-Aẖzâb[33]:33, dan QS Al-Fath[48]:26.14 Keempat ayat tersebut berisi tentang kecaman terhadap perilaku jâhiliyyah yang berkaitan dengan zhann (prasangka), hukm(hukum) jâhiliyyah, tabarruj (berhias/berprilaku) jâhiliyyah dan hamiyyah (kesombongan) jâhiliyyah.

Term jâhiliyyah yang berkaitan dengan zhann jâhiliyyah berisikan tentang ancaman terhadap kaum munafik yang meragukan atau tidak mempercayai pertolongan Allah SWT kepada kaum muslimin ketika peperangan terjadi.15 Term jâhiliyyah yang berkaitan dengan hukum jâhiliyyah menjelaskan tentang penolakan Kaum Yahudi atas ketetapan dan hukum yang Nabi SAW putuskan kepada mereka. Sedangkan term jâhiliyyah tentang tabarruj jâhiliyyah berhubungan dan tingkah laku dan cara berhias wanita pada zaman dahulu16, yang terakhir mengenai hamiyyah jâhiliyyah menjelaskan sebuah penolakan dari utusan suku Quraisy ketika bermusyawarah perjanjian damai untuk menuliskan nama Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.

13 Muhammada Quthb, Jahilyah al-Qarn al-„Isyrin, Jahiliyah Abad dua puluh, h.

18

14 Muhammad Fuad Abd al-Baqi, al-Mu;jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur‟an al- Karim, (Beirut, Dar al-Fikr, 1994), h. 184

15 Isma’il bin ‘Umar bin Katsir bin al-Qurasyi al-Bushrawi ad-Dimsyaqi, Tafsir Al- Qur‟an al-Azhim, (Dar Thayyibatu an-Nasyr, 1999), Jilid 2, h. 145

16 Isma’il bin ‘Umar bin Katsir bin al-Qurasyi al-Bushrawi ad-Dimsyaqi, Tafsir Al- Qur‟an al-Azhim, Jilid 6, h. 410

(24)

5

Menurut mufasir klasik yang dimaksud dengan jâhiliyyah adalah suatu kondisi bangsa Arab pada priode pra-Islam. Kondisi yang diliputi kebodohan tentang Allah SWT, Rasul-Nya, syariat agama, berbangga- bangga dengan nasab, kesombongan dan sejumlah penyimpangan lainnya. Sedangkan mufasir kontemporer jâhiliyyah tersebut adalah suatu keadaan dimana banyak masyarakat yang mengabaikan dengan ajaran-ajaran yang telah Allah SWT perintahkan, sehingga membuat suatu hukum dengan mengikuti hawa nafsunya. Istilah ini tidak menunjukkan ke masa sebelum Islam, akan tetapi menunjuk masa yang ciri-ciri masyarakatnya bertentangan dengan ajaran Islam, kapan pun dan dimana pun.

Jadi, menurutnya jâhiliyyah bukan suatu masa tertentu yang telah lalu dan tidak dapat terulang kembali. Jâhiliyyah dalam pandangannya adalah suatu keadaan yang boleh jadi terjadi baik masa lalu, sekarang ataupun depan disetiap masyarakat di mana saja selama keadaan masyarakat mengikuti nilai-nilai ajaran jâhiliyyah.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis mengambil dua mufasir kontempor yang memiliki tafsir dengan penjelasan yang lebih lengkap sehingga dapat memecahkan permasalahan yang terdapat di dalam skripsi ini, yaitu Wabah az-Zuhailî (Tafsîr al-Munîr) dan M.

Quraish Shihab (Tafsir al-Misbâh).

Wabah az-Zuhailî adalah salah seorang tokoh yang sangat terkenal di dunia pengetahuan, baik di bidang tafsir maupun dibidang fiqih.17 Tafsirnya yang berjudul Tafsîr al-Munîr sangat banyak diminati oleh

17 Sofia Ratna Awaliyah Fitri dan Tanto Aljauharie Tantowie, Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Al-Quran Surah Al-An‟am Ayat 151-153 dan Implementasinya dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Studi Analisis Terhadap Tafsir Al-Munir Karya Wahbah Az-Zuhaili),dalam jurnal Tarbiyah al-Aulad, Vol. 1, No. 1, 2016.

(25)

masyarakat terutama calon-calon mufasir yang sedang mencari pengetahuan di bidang tafsir. Tafsir yang berkembang di Era Modern ini memiliki bahasa yang mudah dipahami dan lugas, Selain itu Wahbah az-Zuhailî juga menggabungkan dua corak tafsir yakni tafsir, yakni tafsîr bir ra‟yi (berdasar akal), tafsîr bir riwâyah (berdasarkan riwayat).18

Selain itu, M. Quraish Shihab juga seorang cendikiawan muslim yang sangat ahli dibidang ilmu pengetahuan Islam, terutama di bidang ilmu-ilmu Al-Qur’an.19 M. Quraish Shihab dikenal sebagai orang yang aktif dalam menulis.20 Banyak karya-karya yang beliau tuliskan dan dipublishkan terutama karya-karya yang berkenaan dengan studi ilmu Al-Qur’an.21

Di antara karya-karya tafsirnya yang banyak tersebut, tafsir al- Misbâh merupakan karya tafsir yang paling terkenal di Indonesia.

Tafsir al-Misbâhlah yang membawa nama Quraish Shihab menjadi lebih dikenal dan disegani oleh masyarakat, karena ia mampu menulis tafsir Al-Qur’an 30 juz, dengan sangat detail, sehingga karya tafsir tersebut sampai 15 jilid, selain itu ia juga menafsirkan Al-Qur’an sesuai dengan tertib surah dan ayat.22

Adapun corak tafsir yang digunakan oleh Wabah az-Zuhailî dan M. Quraish Shihab adalah corak tafsir adabi ijtima’i. Corak tafsir adabi

18 Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. 175

19 Mafri Amri, Literarur Tafsir Indonesia, (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2014). Cet.

Ke-2, h. 269

20 Mafri Amri, Literarur Tafsir Indonesia, h. 272

21 Atik Wartini, Corak Penafsiran M.Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah, dalam Jurnal Studia Islamika, Vol. 1, No. 1 Juni 2014, h. 117

22 Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. 238.

(26)

7 ijtima’i berupaya menyingkap keindahan bahasa Al-Qur’an dan mukjizat-mukjizatnya, menjelaskan makna-makna yang terdapt di dalam Al-Qur’an. Selain itu corak tafsir tersebut memperlihatkan aturan-aturan Al-Qur’an tentang kemasyarakatan dan mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi umat Islam secara khusus dan permasalahan umat lainnya secara umum. Corak tafsir ini pun berupaya menjawab keraguan-kearguan yang dilemparkan musuh mengenai Al-Qur’an dan menghilangkan keraguan tersebut mengenai Al-Qur’an dengan mengemukakan argumentasi yang kuat.23

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, “Makna Jâhiliyyah Dalam Al- Qur‟an (Studi Analisis Tafsir al-Munîr dan Tafsir al-Misbâh)”.

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Dari Penjelasan di atas ada beberapa hal yang dapat diidentifikasi dari penelitian, di antaranya adalah:

a. Perkembangan zaman yang semakin canggih dapat mempengaruhi pola pikir kaum muslim sehingga mereka terjerumus ke dalam kegelapan

b. Banyaknya perilaku kaum muslim yang menyimpang dari perintah Allah SWT

c. Masifnya penyimpangan-penyimpangan akidah, akhlak, syariat yang terjadi pada kaum muslim sehingga mereka semakin jauh dengan keimanan

23 Al-Farmawi, Abdul Hayy, al-Bidayah fi at-Tafsir al-Maudhu‟i: Dirasah Manhajiyyah Maudhu‟iyyah, Metode Tafsir Maudhu‟i dan Cara Penerapannya, terj.

Rosihin Anwar, Bandung: Pustaka Setia, Cet I, 2002, h. 37

(27)

d. Perlunya menganalisa terkait jâhiliyyah yang berkembang di zaman sekarang

2. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada identifikasi masalah di atas maka penulis akan membatasi tulisan ini mengenai makna Jâhiliyyah dalam Al-Qur’an menurut pandangan mufasir modern yakni Wahbah al-Zuhaili dan Muhammad Quraish Shihab, yang berkaitan dengan akidah, hukum, prilaku dan sifat kaum jâhiliyyah.

Alasan penulis mengambil penelitian ini karena banyaknya permasalahan-permasalahan Jâhiliyyah yang terdahulu muncul lagi pada era modern ini dan bagaimana mufasir modern menyikapi perihal tersebut. Oleh karena itu, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah:

Bagaimana Makna Jâhiliyyah Dalam Al-Qur‟an (Studi Analisis Tafsir al-Munîr dan Tafsir al-Misbâh) ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui Makna Jâhiliyyah Dalam Al-Qur‟an (Studi Analisis Tafsir al-Munîr dan Tafsir al-Misbâh) .

D. Manfaat Penelitian

Adapun Manfaat dari Penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmiah terkait permasalahan jâhiliyyah dan memberi kontribusi terhadap pengembangan Ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

2. Manfaat Praktis

(28)

9

Memberikan wawasan kepada pembaca bahwa pada saat ini Jâhiliyyah yang dikenal sebelum pra Islam muncul kembali di era yang modern dan menjadi penelitian ini bahan kajian lebih lanjut mengenai jâhiliyyah.

E. Tinjauan Pustaka

Sebagaimana tujuan dari tinjauan pustaka ini berisi tentang kajian yang sejalan dengan tema yang akan dibahas oleh peneliti.

Jadi tinjauan pustaka diambil dari beberapa skripsi, jurnal dan buku yang berkaitan dengan pembahasan yang akan diteliti.

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti akan menguraikan beberapa tinjauan pustaka yang berkaitan dengan tema:

1. M. Fajrul Munawar, dalam jurnalnya yang dituliskan pada M.

Fajrul Munawar, dosen Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah Universitas Islam Negri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam jurnalnya pada tahun 2011 yang berjudul

“Relevansi Pemikiran Sayyid Qutb tentang Tafsir jâhiliyyah Bagi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Islam Kontemporer”. 24

Jurnal ini menguraikan dakwah memiliki keterkaitan dengan pengembangan masyarakat Islam dalam melakukan kinerja pemberdayaan masyarakat dari masyarakat yang tidak berdaya hingga menjadi masyarakat yang berdaya yang mengetahui potensi yang dimiliknya. Potensi yang dimiliki bertujuan untuk memfungsikan secara maksimal dalam mewujudkan masyarakat yang dinamis, progresif menuju kepada yang lebih baik.

24 M. Fajrun Munawir, Relevansi Pemikiran Sayyid Qutb tentang Tafsir jâhiliyah Bagi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Islam Kontemporer, dalam Jurnal Dakwah, Vol. 11, No. 1, 2011.

(29)

Salah satu upaya tersebut adalah melakukan penelitian terhadap kajian teks Al-Qur’an yang dilakukan oleh Sayyid Qutb mengenai tafsir jâhiliyyah. Memberikan gambaran yang tegas tentang masyarakat jâhiliyyah dan masyarakat Islam dalam perspektif teks (naql), konteks (nalar), dan kontektualisasi (falsafah dakwah). Perspektif teks bertujuan untuk melihat aya- ayat Al-Qur’an yang terkait dengan masyarakat jâhiliyyah, perspektif konteks untuk mengaitkan ayat-ayat jâhiliyyah dalam praktik ke-jâhiliyyah-an yang terjadi di Mesir, sedangkan perpsektif kontektualisasi memiliki tujuan untuk menganalisi tentang ide jâhiliyyah yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an.

Dari penjelasan di atas akan memperoleh suatu kontribusi yang berharga bagi dakwah dan pengembangan masyarakat yang memiliki orientasi yang jelas untuk merubah masyarakat yang kurang paham dalam bahasa Al-Qur’an yakni masyarakat jâhiliyyahyang jauh dari kebenaran Al-Qur’an.

Persamaan penelitian pada jurnal ini terletak pada tema yang diambil sama. Selain itu metode dan corak yang digunakan sama yakni menggunakan metode kualitatif dan corak adabi ijtima’i.

Sedangkan perbedaan yang terletak pada penelitian ini, penulis akan meneliti dari tafsir yang berbeda yakni menggunakan penafsiran Wabah az-Zuhailî (Tafsîr al-Munîr) dan M. Quraish Shihab (Tafsir al-Misbâh).

2. Zulfami, dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri (UIN) Alauddin, tahun 2015 dalam jurnal yang berjudul,

(30)

11

“Adat Istiadat Jahiliyiah yang Terlarang (Analisis Kualitas Haid tentang Khamar, Judi dan Aniaya Hewan)” 25

Jurnal di atas menjelaskan tentang hadis-hadis yang terkait dengan beberapa adat istiadat jâhiliyyah yang dilarang dalam Islam. Adat istiadat yang akan dibahas di jurnal ini adalah berjudi, menganiaya binatang dan meminum khamar. Hadis-hadis tersebut diteliti dari segi sanadnya dan diidentifikasi sumber rujukan utamanya sehingga mengentahui kedudukan hukumnya, apakah hadis tersebut dapat dijadikan rujukan atau tidak.

Penelitian ini lebih memfokuskan dari aspek sanadnya karena penelitian ini lebih diarahkan untuk mengetahui tingkat keshahihan suatu hadis.

Pembahasan mengenai hadis-hadis tentang adat istiadat masyarakat jâhiliyyah. Adat istiadat masyarakat jâhiliyyah yang dimaksud mencakup kebiasaan masyarakat jâhiliyyah mengkonsumsi khamar sebagai minuman mereka dan menganiaya hewan pada saat ihram. Kebiasaan mengkonsumsi khamar bukan saja bertentangan dengan pokok ajaran Islam tetapi juga menimbulkan penyakit sosial dan memicu berbagai tindakan kriminal. Menganiaya hewan ketika ihram mengganggu dalam beribadah haji dan umrah dan juga termasuk salah satu akhlak yang tidak terpuji di mata agama dan masyarakat. Dalam jurnal ini bahwa hadis tentang adat istiadat masyarakat jâhiliyyah ada sebagian dapat dijadikan hujjah dalam agama Islam dan sebagian lagi ditolak, karena tidak terpenuhi kriteria ke-shahih-an hadis.

25 Zulfahmi, Adat Istiadat Jahiliyah yang Terlarang (Analisis Kualitas Hadis tentang Khamar, Judi dan Menganiaya Hewan), dalam Jurnal al-Hikmah, Vol. 16, No. 2,

(31)

Persamaan jurnal di atas dengan penelitian penulis adalah tema yang diangkat, yakni tentang jâhiliyyah. Perbedaan dalam jurnal di atas membahas mengenai hadis-hadis tentang adat istiadat masyarakat jâhiliyyah dan mencantumkan hadis yang dapat dijadikan hujjah dan yang tidak dapat dijadikan hujjah.

Sedangkan penelitian yang akan penulis angkat dalam skripsi penulis mengenai makna jâhiliyyah yang ada dalam Al-Qur’an dan juga dari segi tafsir.

3. Muhd Hambali bin Zulkifli mahasiswa Universitas Islam Negri (UIN) Suska Riau jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin yang berjudul “Penafsiran Kata Jahiliyah Menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir fi Zhilal Al-Qur’an” pada tahun 2015.26

Skripsi ini menjelaskan tentang bagaimana makna kata jâhiliyyah yang sebenarnya, karena masyarakat Islam masih banyak yang kurang paham mengenai hakikat jâhiliyyah dan bagaimana penafsiran Sayyid Quthb terhadap lafadz jâhiliyyah.

Menurut Sayyid Quthb yang dimaksud dengan jâhiliyyah dalam Al-Qur’an adalah bukan satu masa yang telah lewat dan tdak dapat terulang kembali. Sayyid Quthb berpendapat jâhiliyyah merupakan suatu kondisi atau keadaan yang terdapat dalam suatu masyarakat yang tidak menerapkan hukum Allah SWT.

Penafsiran Sayyid Quthb berkaitan dengan pengalaman hidupnya yang penuh dengan tekanan dan siksaan dari pihak ysng merasa terancam dengan tulisan-tulisan Sayyid Quthb. Oleh karena itu mayarakat jâhiliyyah yang dimaksud oleh Sayyid

26 Muhd Hambali bin Zulkifli, Penafsiran Kata Jahiliyah Menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir fi Zhilal Al-Qur‟an, (Riau, 2015)

(32)

13

Quthn bukanlah sekumpulan individu tetapi lebih mengarah pada sebuah Negara.

Persamaan dan perbedaan dengan skripsi yang telah diteliti oleh Muhd Hambali bin Zulkfli. Persamaan, peneliti mengambil tema besar yang sama yakni mengenai jâhiliyah. Perbedaannya, ada perbedaan sedikit mengenai tema yang akan diteliti segi tafsirannya, yang mana penulis mengambil dua mufasir modern yakni Wahbah al-Zuhailî (tafsir al-Munîr) dan M. Quraish Shihab (tafsir al-Misbâh) yang menjelaskan bagaimana jâhiliyah dalam Al-Qur’an.

4. Mahdalena Nasrun, jurnal pada tahun 2016 yang berjudul

“Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Arab Jâhiliyyah (Ditinjau dari Fiqh al-Hadits)” 27

Dalam jurnal ini ia menjelaskan sosial budaya Arab jâhiliyah yang banyak dikemukakan adalah menempatkan perempuan hampir sama dengan hamba sahaya dan harta benda, bahkan mereka mengubur hidup-hidup bayi perempuan dengan alasan yang tidak jelas.tidak memberikan hak waris kepada perempuan, berpoligami dengan belasan perempuan dan membatasi hak-hak perempuan dalam wilayah publik.

Perubahan sosial budaya masyarakat Arab ia menjelaskan sosial budaya Arab jâhiliyah dilihat dari unsur budaya yang dimiliki. Diantaranya adalah bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup, teknologi, sistem mata pencarian hidup, sistem religi, kesenian yang keseluruhannya

27 Mahdalena Nasrun, Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Arab Jahiliyah (Ditinjau dari Fiqh al-Hadits), dalam Jurnal al-Mabhats, Vol. 1, No. 1, 2016

(33)

diwakili denga satu hadis. Tidak semua sosial masyarakat jâhiliyyahdiubah.

Persamaan jurnal ini dan penelitian yang akan penulis angkat sama-sama menggunakan tema jâhiliyyah. Sedangkan perbedaaan penelitian penulis dan jurnal di atas adalah permasalahan yang di angkat berbeda dan dalam penelitian yang angkat penulis ambil menggunakan tafsir yang telah penulis pilih sebagai alat penelitian penulis.

5. N. Fathurrohman, dosen Fakultas Agama Islam (FAI) UNISKA Karawang, dengan jurnal pada tahun 2017 yang berjudul

Karakteristik Paham Jahiliyah Modern Sebagai Politik Pemikiran dan Pengaruhnya Terhadap Keberagamaan Umat Islam” .28

Jurnal di atas menjelaskan bahwa kondisi dunia kontemporer yang serba modern dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menghasilkan kemakmuran duniawi di satu sisi, sedangkan disisi yang lan terjadi kegoncangan dan bahkan kehancuran terhadap kerohanian, moral, spiritual. Kondisi ini disebut dengan kondisi jâhiliyyah modern.

Jâhiliyyah modern merupakan pewaris budaya dan ideologi penyembahan akal dan jasad dalam bentuk keindahan sensory dan nilai-nilai paganisme dalam persepsinya terhadap alam, kehidupan manusia dengan Tuhan-nya karakteristik jâhiliyyah modern terbentuk akibat usaha mereka yang membebaskan diri dari penindasan dan pengekangan dari Eropa. Pembebasan atau biasa disebut dengan liberalisasi dari penindasan gereja

28 N, Fathurrohman, Karakteristik Paham Jahiliyah Modern Sebagai Politik Pemikiran dan Pengaruhnya Terhadap Keberagamaan Umat Islam, dalam Jurnal Handayani, Vol. 7, Juni 2017

(34)

15

kemudian berkembang menjadi pemahaman dan ideologi yang bernama liberlisme dengan berbagai sektenya bernama sekularisme, pluralism dan sejenisnya. Liberaisme, sekularisme dan pluraslime tersebut disebut dengan jâhiliyyah modern.

Liberaisme, sekularisme dan pluraslime adalah jâhiliyyah modern karena hakikatnya sama yakni sama-sama pengingkaran terhadap hukum-hukum-Nya.

Persamaan penelitian penulis dengan jurnal di atas adalah sama-sam membahas atau mengambil tema yang sama yakni jâhiliyyah. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penulis adalah dari permasalahan yang di angkat berbeda jurnal ini membahas bagaimana karakteristik jâhiliyyah pada era modern ini dalam jurnal di atas tidak memfokuskan kepada penafsiran para mufasir sedangkan penulis memfokuskan penelitian kepada para mufasir, bagaimana pandangan mufasir terhadap jâhiliyyah.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Library Research (penelitian kepustakaan) yaitu pengumpulan data dengan cara membaca, menelaah buku dan literatur lainnya yang berhubungan dengan skripsi. Jadi penelitian ini berjenis penelitian kualitatif yaitu pendekatan penelitian yang memerlukan pemahaman yang lebih dalam yang berhubugan dengan objek yang diteliti. Selain itu, penelitian ini menggunakan penelitian term tematik, yakni model kajian tematik yang secara khusus meneliti term (istilah-istilah)

(35)

tertentu dalam Al-Qur’an.29 Adapun jenis pendekatan penelitian ini bercorak adabi ijtima’i.

2. Sumber Data

Untuk mengumpulkan data dalam tulisan ini, penulis menggunakan sumber data yang sejalan dengan judul skripsi ini.

Adapun sumber-sumber primer dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tafsir al-Munîr karya Wahbah al-Zuhailî

2. Terjemahan Tafsir al-Munîr karya Abdul Hayyie al- Kattani

3. Tafsir al-Misbâh karya M. Quraish Shihab

Selain sumber primer ada pula sumber-sumber sekunder penulis gunakan, di antaranya:

1. Buku jahiliyah pada abad 20

2. Kitab-kitab tafsir yang mendukung penafsiran 3. Pedoman Penulisan Proposal dan Skripsi IIQ Jakarta 4. Dan buku-buku yang berkaitan dengan tema yang diambil.

4. Teknik Pengumpulan Data

Sebagaimana yang disebutkan di atas, bahwa teknik pengumpulan data melalui Library Research (penelitian kepustakaan), maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentatif yakni dengan membaca, menelaah buku dan referensi lainnya yang berhubungan dengan judul skripsi.

29 Abdul Mustaqiem, Metode Penelitian Al-Qur‟an dan Tafsir, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2015), Cet I, h. 61-62

(36)

17 5. Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis dan metode analisis komparatif.

Metode deskriptif analitis adalah penelitian yang menguraikan dan menganalisis data-data yang ada. Dengan demikian, penelitian ini terbatas hanya pada pengumpulan data, namun juga menganalisa data, guna memunculkan gagasan baru.

Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode komparatif.

Metode analisis komparatif adalah metode yang mendekripsikan gambaran umum yang berkaitan dengan Jâhiliyyah yang terdapat dalam kitab tafsir, kemudian dianalisa secara kritis, serta mencari persamaan dan perbedaan dari kedua tafsir.

Tujuan metode komparatif ini adalah menghubungkan pemikir satu dengan pemikir lainnya, memperjelas kekayaan alternatif yang terdapat dalam satu permasalahan tertentu dan menyoroti titik temu pemikiran mereka dengan tetap mempertahankan dan menjelaskan perbdaan-perbedaan yang ada baik dalam metodologi maupun pemikirannya.30

G. Teknik dan Sistematika Penulisan

Teknik penulisan merujuk kepada pedoman yang diberlakukan di Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta tahun 2017.

Sedangkan sistematka penulisan bertujuan untuk menjelaskan bagianbagian yang akan ditulis dan dibahas dari penelitian ini secara sistematis.

30 Abdul Mustaqiem, Metode Penelitian Al-Qur‟an dan Tafsir, h. 170-171

(37)

Penelitian ini dibagi menjadi lima bab. Bab pertama adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian serta teknik dan sistematika penulisan.

Bab kedua merupakan uraian tentang Definisi Jâhiliyyah, Sejarah perkembangan Jâhiliyah, Ciri-ciri Jâhiliyyah, Macam-macam Jâhiliyyah dan Dampak Jâhiliyyah.

Bab ketiga merupakan pembahasan tentang pengenalan biografi mufasir kontemporer yakni Wahbah al-Zuhailî dan M.

Quraish Shihab, serta mengenal biografi tafsir dan metode tafsir dari kedua mufassir.

Bab keempat ini merupakan bab yang terpenting dari penelitian, karena dalam bab ini membahas pokok permasalah yang ada pada skripsi ini, yaitu analisis Penafsiran Wahbah al-Zuhailî dan M. Quraish Shihab terhadap QS Âli-‘Imrân [3]:154, QS Al-Mâidah [4]:50, QS Al-Ahzâb[33]:33, dan QS Al-Fath[48]:26 dan Pandangan Wahbah al-Zuhailî dan M. Quraish Shihab terhadap Jâhiliyyah serta Relevansi Jâhiliyyah Pra-Islam dan Jâhiliyyah Modern.

Bab kelima yaitu berisi penutup yang merupakan kesimpulan dari apa yang telah dituliskan di atas dan diakhiri dengan saran bagi penelitian lebih lanjut.

(38)

19 BAB II

TINJAUAN TEORITIS TENTANG JÂHILIYYAH A. Definisi Jâhiliyyah

Lafazh jâhiliyyah merupakan istilah yang berasal dari Al-Qur’an.

Bentuk kata jâhiliyyah berpola bentuk fâ‟iliyah yang tidak pernah dipergunakan di kalangan bangsa Arab sebelum Al-Qur’an diturunkan.

Bangsa Arab terdahulu hanya menggunakan bentuk kata kerja jahila (bodoh) dan bentuk-bentuk lain dari kata jahila, mereka juga menggunakan mashdar dari kata jahl dan jahala. Bangsa Arab pra Islam tidak menggunakan jâhiliyyah dan merekapun juga tidak mensifati dirinya atau yang lainnya dengan istilah jâhiliyyah, istilah ini hanya disebutkan di dalam Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah SAW.1

Kata jâhiliyyah berasal dari ja-ha-la yang memiliki arti lawan kata

„ilm atau bersikap tidak ramah, berpaling dari/menjauh (jafâ), dungu, tolol, bodoh, atau naik dara (hamuqa). Sinonim dari kata jahalaadalah al-Khiffah (kurang berfikir), istakhffah (meremehkan), fasakha (lemah akal atau bodoh), dafuta (bodoh atau dungu), safaha (merendahkan, , tolol, bodoh, atau buruk akhlaknya), ghalaza (kasar dalam perangainya).

Sedangkan antomnimya adalah al-„Ilm (pengetahuan), al-Jâmalah (bersikap baik dan ramah).2

Oleh karena itu, kata majhal adalah derivasi dari kata jahl yang diartikan dengan padang pasir yang tidak memiliki tanda, sehingga

1 Muhammada Quthb, Menyingkap Tabir Jahiliyah Modern, terj. Kathur Suhardi, (Solo: Ramdhani, 1994), Cet II, h. 11

2 Louia Ma’luf, Al-Munjid, fi al-Lufhah wa al-„Alam, (Beirut: Dar al-Mashriq, 2007), h. 108

(39)

apabila sesorang berjalan di dalamnya ia tidak tahu di mana ia berada.

Jahl adalah makna dasar dari kata jâhiliyyah.3

Menurut al-Asfahâni, makna al-jahl ada tiga, pertama, kosongnya jiwa dari ilmu, kedua meyakini sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan tidak dapat dipercaya), da ketika melakukan sesuatu yang salah (tidak sesuai dengan fakta), baik mengerjakannya dengan keyakinan bahwa pekerjaan itu benar atau menyakini bahwa perbuatannya itu memang salah, seperti orang yang meninggalkan perintah Allah dengan sengaja.4

Pembagian yang dilakukan oleh al-Asfahâni menunjukkan bahwa kata jahl tidak dipertentangkan dengan kata ‘ilm. Kata ini diperkuat oleh kata nâqah majhûlah yang menunjukkan kepada unta yang diperah.5 Meskipun demikian, al-Asfahâni bahwa kata jahl adalah bodoh, lawan dari kata‟ilm.

Istilah jâhiliyyah merupakan kosakata baru yang dikenal setelah munculnya Islam. Istilah ini muncul karena kondisi kehidupuan Arab sebelum Islam, yang membedakan kondisi setelah Islam datang. Hal ini membedakan antara masa yang dulu sebelum datangnya Islam dengan masa ketika datangnya Islam. Tujuannya untuk merendahkan pada kaum tersebut.6

Secara terminologi asal kata jâhiliyyah berasal dari kata jâhil yang merupakan isim fa’il atau pecahan dari kata Jahlun. Al-Jahl memiliki

3 Muhammad Ibn Makram ibn Manzhur, Lisan al-„Arab, (Beirut: Dar Shadir, 1990), Vol. XI, h. 129

4 Al-Raghib al-Asfahani, Mu‟jam Mufradat li Alfadz Al-Qur‟an, (Beirut: Dar al- Kutub al-‘Alamiyah, 2004), h. 115

5 Al-Raghib al-Asfahani, Mu‟jam Mufradat li Alfadz Al-Qur‟an,h. 115

6 Jawad Ali, Al-Mufashshal fi Târikh al- „Arb Qabla al-Islâm, Sejarah Arab Sebelum Islam, terj. Khalifurrahman Fath, (Ciputat: Pustaka Alfabet, 2018), Cet. I, h. 23

(40)

21

beberapa makna, sebagaimana ahli bahasa mengatakan: Menurut Ibnu Mandhur, al-Jahl yang tidak mempunyai ilmu. Menurut al-Alusi, al- Jahl adalah orang yang tidak mau mencari ilmu, sehingga apabila orang berbicara tentang kebenaran, baik dirinya paham atau tidak mengenai kebenaran tersebut maka ia dinamakan jahil (bodoh). 7

Sedangkan, secara etimologi jâhiliyyah adalah suatu zaman yang ada sebelum kedatangan agama Islam, inilah yang ditegaskan oleh Ibn Khalawih. 8 Menurut ulama yang lain, pada dasarnya kata jâhiliyyah merujuk pada suatu kondisi bangsa Arab pada periode pra-Islam.

Kondisi yang dipengaruhi oleh kebodohan tentang Allah SWT, Rasulullah, syariat agama, kesombongan dan sejumlah penyimpangan lainnya. Namun inti dari jâhiliyyah adalah untuk seluruh perkara yang bertentangan dengan ajaran Islam baik pelanggaran besar maupun kecil.9

Sebelum menjelaskan term jâhiliyyah dalam Al-Qur’an, penggunakan kata jahl dalam Al-Qur’an di nisbatkan kepada sesorang atau kelompok tertentu. Ada dua bentuk yang digunakan yakni bentuk isim (al-fâil) dan fi’il (mudhâri‟). Penggunaan isim (al-fâil) dan fi‟il (mudhâri‟) adalah suatu kaidah yang menyatakan bahwa redaksi yang menggunakan isim menunjukkan makna tetap sedangkan redaksi yang menggunakan fi‟il menunjukkan makna baru dan temporal. 10 Apabila kedua kaidah ini digunakan dengan kata jahl dalam Al-Qur’an, maka makna kata jahl yang ditujukan kepada kaum Nabi bersifat baru dan temporal.

7 Syaikh Abu Bakar Muhammad Zakaria, Bangsa Arab dan Kaum Jahiliyah, terj.

Abu Umamah Arif Hidayatullah, (IslamHouse.com, 2014), h. 9

8 Syaikh Abu Bakar Muhammad Zakaria, Bangsa Arab dan Kaum Jahiliyah, h. 10- 11

9 Muhammad Hendra, Jahiliyah Jilid II, h. 1-2

10 Jalal al-Din al-Suyuthi, al-Itqan fi „Ulum Al-Qur‟an, (Beirut: Dar al-Fikr), vol. I, h. 199

(41)

Dalam Al-Qur’an istilah jâhiliyyah hanya terdapat pada surah-surah Madaniyah, bukan pada surah-surah Makkiyah, karena istilah jâhiliyyah baru muncul dan terkenal setelah hijrahnya Rasulullah SAW ke Madinah. Oleh karena itu, Islam serentak menggunakan kata tersebut.11

Istilah jâhiliyyah di dalam Al-Qur’an mempunyai makna khusus dan termasuk kategori pengertian etimologis secara umum. Akan tetapi makna jâhiliyyah yang digunakan oleh Al-Qur’an adalah untuk suatu pembuktian khusus dan pembatasan maknanya yang khusus pula.12 Kata jâhiliyyah dalam Al-Qur’an digunakan untuk menyatakan kebodohan terhadap hakikat uluhiyah13 dengan segala kebodohan yang sesuai dengan kaidah rabbaniyah14.15

Menurut Ignaz Goldziher, kata jâhiliyyah adalah as-Safh yang mempunyai arti kasar, sedangkan antonim dari kata al-Hilm artinya sabar. Dalam pengertian ini, jâhiliyyah memiliki arti sombong, kurang berpikir, emosional dan lainnya. Sifat-sifat tersebut sangat kental pada masa jâhiliyyah dan sifat tersebut sangat menntang ajaran Islam.16

Semua jenis sifat jâhiliyyah adalah menghindari petunjuk dari Allah Swt, lebih menyukai kebutuhan dari pada hidayah dan menganggap semua yang ada pada ke jâhiliyyah an itu baik, sedangkan hidayah yang diserukan orang adalah, sebuah kecelakaan dan merugikan bagi diri

11 Jawad Ali, Al-Mufashshal fi Târikh al- „Arb Qabla al-Islâm, Sejarah Arab Sebelum Islam, h. 24

12 Muhammada Quthb, Menyingkap Tabir Jahiliyah Modern, h. 12

13 Mengesakan Allah Swt dalam Ibadah

14 Segala konsep akidah dan syariat bersumber dari Allah Swt

15 N. Fathurrohman, Karakteristik Paham Jahiliyah Modern Sebagai Politik Pemikiran dan Pengaruhnya Terhadap Keberagamaan Umat Islam, dalam Jurnal Handayani, Vol. 7, Juni 2017, h. 64

16 Jawad Ali, Al-Mufashshal fi Târikh al- „Arb Qabla al-Islâm, Sejarah Arab Sebelum Islam, h. 24

(42)

23

manusia. Ke-jâhiliyyah-an tidak akan mampu melihat kesesatan, penyelewengan, penderitaan dan keguncangan, sebelum ia keluar dan kembali ke jalan yang lebih benar.17

Terkadang, kata jâhiliyyah diikuti dengan kata al-juhalâ, sehingga menjadi al-jâhiliyyah al-juhalâ. Al-juhalâ sifat dari kata al-jâhiliyyah yang memiliki fungsi sebagai menguatkan. Maksudnya adalah jâhiliyyah dahulu. Kata al-jâhiliyyah al-juhalâ biasanya digunakan untuk mencela atau menganggap buruk sesuatu. Pada mulanya, kata al-jâhiliyyah al- juhalâ memiliki makna pemujaan berhala yang ditentang oleh Islam. Al- Qur’an benar-benar mengutuk perbuatan jâhiliyyah yang mereka lakukan.18

Ibn Taimiyah berkata: “Bila pengertian jâhiliyyah sudah jelas, maka manusia sebelum diutusnya Rasulullah SAW adalah orang-orang yang berada dalam kondisi jâhiliyyah . Kata jâhiliyyah dinisbatkan kepada jahl (kebodohan). Perbuatan dan perkataan mereka adalah hasil perbuatan orang-orang bodoh. Maka siapapun yang meniru perbuatan dan perkataan yang serupa adalah orang yang bodoh. Begitu pula segala sesuatu yang bertentangan dengan apa yang dibawa para Nabi, seperti perbuatan orang-orang Yahudi dan Nashara juga termasuk sikap jâhiliyyah. Inilah yang dinamakan jâhiliyyah secara umum.19

Para sahabat Nabi mengartikan yang dimaksud dengan jâhiliyyah adalah masa kehidupan bangsa Arab sebelum masuknya Islam dan turunnya wahyu. Ketika Islam telah masuk, para sahabat Nabi

17 Muhammada Quthb, Jahilyah al-Qarn al-„Isyrin, Jahiliyah Abad Dua Puluh, h. 8

18 Jawad Ali, Al-Mufashshal fi Târikh al- „Arb Qabla al-Islâm, Sejarah Arab Sebelum Islam, h. 26

19 Muhammada Quthb, Menyingkap Tabir Jahiliyah Modern, h. 19

(43)

mempertanyakan kembali kepada Nabi perihal hukum jâhiliyyah, sikap mereka terhadap jâhiliyyah dan janji yang pernah ikrarkan pada masa itu. Lantas, Nabi pun menanggapi pernyataan sahabat tersebut, sebagia ada yang disetujui oleh Rasulullah SAW dan sebagian lagi dilarang oleh Rasulullah SAW. Sejak itu, kata jâhiliyyah memiliki makna khusus.20

Jadi jâhiliyyah dengan pengertian seperti di atas tidak hanya tertuju kepada zaman, tempat, dan kaum tertentu, akan tetapi jâhiliyyah merupakan gambaran dan sikap yang menyimpang dari dari Allah SWT.

B. Sejarah Muncul dan Perkembangan Jâhiliyyah

Sejarah jâhiliyyah dikenal dengan sejarah Arab pra-Islam. Menururt mereka, corak kehidupan bangsa Arab memiliki karakter nomadis.

Secara garis besar pola hidupnya berkelompok dan berpindah-pindah, dari kebodohan dan keterasingan. Mereka adalah termasuk yang buta huruf (ummi) dan penyembah berhala. 21

Sejarah jâhiliyyah merupakan data sejarah yang memiliki tingkat yang paling lemah yang ditulis oleh sejarawan Arab. Sehingga masih membutuhkan tahqiq22 dan penyunting yang serius. Kebanyakan data sejarah yang di ambil berupa mitos, legenda dan cerita yang bersumber dari ahli kitab. Oleh karena itu para ilmuan melakukan penelusuran terhadap manuskrip-manuskrip Arab yang telah dihimpun bangsa Arab pra-Islam dan mengajarkan banyak orang membaca manuskrip tersebut.

Dengan adanya manuskrip tersebut, terbukalah gerbang sejarah mengenai jâhiliyyah. Setelah ditelusuri lebih dalam sejarah jâhiliyyah

20 Jawad Ali, Al-Mufashshal fi Târikh al- „Arb Qabla al-Islâm, Sejarah Arab Sebelum Islam, h. 26

21 Jawad Ali, Al-Mufashshal fi Târikh al-„Arb Qabla al-Islâm, Sejarah Arab Sebelum Islam, h. 23

22 Penelitian Ilmiah Hingga Mencapai Kebenaran yang Tepat

(44)

25

menempati ratting tertinggi dan berada diposisi teratas sebagai sejarah terpanjang.23

Ahli tafsir berbeda pendapat dengan makna al-jâhiliyyah al-ûlâ (jâhiliyyah dahulu). Ada yang meanfsirkan al-jâhiliyyah al-ûlâ adalah masa dilahirkannya Nabi Ibrahim, sedangkan al-jâhiliyyah al-ukhrâ adalah masa dilahirkannya Rasulullah SAW. Ada pula yang menafsirkan al-jâhiliyyah al-ûlâ adalah masa antara Nabi isa dan Nabi Muhammad.

Perbedaan pendapat ahli tafsir ini membawa kesimpulan jâhiliyyah terbagi menjadi dua jâhiliyyah qadîmah dan jâhiliyyah ukhrâ yang ditujukan pada masa Rasulullah Saw.24

Para ulama juga berbeda pendapat mengenai penentuan awal masa jâhiliyyah. Ada yang berpendapat jâhiliyyah bermula diantara masa Nabi Nuh dan Nabi Idris, ada juga yang berpendapat antara masa Nabi Adam dan Nabi Nuh, pendapat lain antara masa Nabi Musa dan Nabi Isa, dan peandapat terakhir ada yang mengatakan pada masa fattrah, yakni masa kekososongan antara Nabi Isa dan Nabi Muhammad SAW, sedangkan batas akhir masa jâhiliyyah sejak diutusnya Nabi Muhammad SAW dan turunnya wahyu, karena banyaknya perbedaan pendapat Ibnu Khalawaih menegaskan dalam Islam kata jâhiliyyah diartikan masa sebelum kenabian.25

Zaman jâhiliyyah dikenal dengan bangsa Arab sebelum Islam. Jazirah Arab sebuah kota yang dikenal dengan zaman jâhiliyyah. Alasannya, karena politik dan agama yang tidak memiliki aturan sebelum Islam

23 Jawad Ali, Al-Mufashshal fi Târikh al-„Arb Qabla al-Islâm, Sejarah Arab Sebelum Islam, h. 29

24 Jawad Ali, Al-Mufashshal fi Târikh al-„Arb Qabla al-Islâm, Sejarah Arab Sebelum Islam, h. 27

25 Jawad Ali, Al-Mufashshal fi Târikh al-„Arb Qabla al-Islâm, Sejarah Arab Sebelum Islam, h. 27

(45)

datang. Akan tetapi, sebenarnya mereka memiliki sifat-sifat yang baik sebelum Islam, sifat tersebut menjadi salah satu ciri khas dari mereka, yakni mereka bangsa yang pandai berpidato, lancer berbicara, memiliki ingatan yang kuat, tegas dalam memberi keputusan, mahir berkuda, loyal, amanah dan bebas dari pengaruh luar. 26

Abul Hasan ‘Ali Nadwi menulis: “isolasi yang berabad-abad dalam jazirah dan desakan yang tidak wajar terhadap kepercayaan nenek moyang mereka mengakibatkan moral dan kesehatan jiwa mereka tidak menentu. Pada abad ke-6 mereka mereka berada dalam moral yang tidak baik, kemusyirakan dan kejahatan-kejahatan mulai mempengaruhi mereka dan selalu mengikuti hawa nafsunya dan mengikuti kehidupan primitif lainnya. 27

Dahulunya bangsa Arab beriman dengan agama tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim as dan Ka’bah yang berada di samping mereka.

Ketika mereka sudah jauh dari masa Nabi Ibrahim as, mereka terpengaruh dengan ajaran menyembah berhala. Mereka meningkatkan kesyirikan, menjadikan patung sebagai Tuhan, dan mereka juga percaya bahwa berhala tersebut bekerja sama dengan Allah Swt dalam mengatur alam semesta. Disekitar Ka’bah sudah banyak terdapat behala- berhala untuk mereka sembah, bahkan mereka juga menyebah bebatuan dari segala jenis.28

26 Majid ‘Ali Khan, Muhammad The Final Messenger, Muhammad Saw Rasul Terakhir, terj. Fathul Umam, (Bandung: Pustaka, 1985), Cet. I, h. 26

27 Majid ‘Ali Khan, Muhammad The Final Messenger, Muhammad Saw Rasul Terakhir, h. 26-27

28 Abul Hasan Ali al-Hasany an-Nadwy, As-Sirah An-Nabawiyyah, Riwayat Hidup Rasulullah Saw, terj. Bey Arifin dan Yunus Ali Muhdhar, (Surabaya: Bina Ilmu, 1989), Cet.

ke-2, h. 7

(46)

27

Keadaan sosial bangsa Arab pada saat itu semakin memburuk, Mereka lebih suka bermabuk-mabukkan, perjudian, perampokan yang terjadi dimana-mana dan mencegat kafilah-kafilah dagang. Bahkan lebih dari itu, mereka senang untuk menguburkan bayi secara hidup-hidup.29 Apabila seorang mengurangi perjudian dianggap pekerjaan tidak hormat.

Pada saat itu, wanita tidak mempunyai kehormatan, mereka makhluk Tuhan yang paling menderita, tersiksa, dan sebagai barang yang murah.

Laki-laki bebas menikahi maupaun menceraikan wanita kapan pun dia mau. Hak waris wanita dicabut semena-mena, dan para janda tidak diperbolehkan untuk menikah kembali. Salah satu tradisi dalam masyarakat jâhiliyyah adalah mengawaini ibu tiri bahkan saudara perempuan sendiri. Seorang anak laki-laki tertua mengawini janda ayahnya (ibu tiri) sebagai warisan, seperti hak milik lainnya. Rasulullah datang membawa penerangan dan mengangkat derajat wanita dari posisi yang hina.30

Kondisi ekonomi pada masa jâhiliyyah bisa dilihat dari kondisi sosialnya, jalan kehidupan bangsa Arab pada saat itu lebih dominan dengan perdagangan. Perdagangan merupakan sarana yang paling dominan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jalur-jalur perdaganagn tidak bisa dikuasai dengan semaunya, kecuali jika mereka sanggup memegang keamanan dan perdamaian. Mengenai perindustrian atau kerajinan, mereka tidak mengenal sejenis itu, kebanyakan hasil kerajinan

29 Abul Hasan Ali al-Hasany an-Nadwy, As-Sirah An-Nabawiyyah, Riwayat Hidup Rasulullah Saw, h. 15

30 Majid ‘Ali Khan, Muhammad The Final Messenger, Muhammad Saw Rasul Terakhir, h. 27-28

(47)

yang ada di Arab tersebut berasal dari Yaman, Hirah dan Pinggiran Syam.31

Kehidupan orang-orang jâhiliyyah bayak dikenal dengan kurangnya moral, permasalahan yang tidak bisa diterima akal sehat dan hina, akan tetapi dibalik perilaku yang mereka lakukan tersebut, mereka memiliki beberapa sifat yang membuat masyarakat lain kagum terhadapnya, diantaranya adalah32, pertama sifat kedermawanan. Bangsa Arab saling berlomba-lomba dalam membanggakan diri mereka. Pada suatu hari datanglah seseorang yang berkunjung ke rumah mereka, sedangkan mereka tidak memiliki bentuk jamuan apapun, yan mereka miliki hanya seeokor onta yang masih hidup, karena kedermawanan mereka yang sangat tinggi, akhirnya mereka memasak onta tersebut untuk diberikan kepada tamu yang berkunjung ke rumah mereka.

Dampak dari kedermawanan ini mereka bisa hidup dengan berfoya- foya, minum khamar dan bermain judi. Kebanggaan mereka terhadap khamar bukan semata-mata karena meminumnya dan judi merupakan keuntungan bagi mereka dan memberikan orang-orang miskin makan dari uang tersebut, ini adalah salah satu cara menunjukkan kedermawanan dan merupakan cara paling mudah untuk menunjukkan pemborosan. Oleh karena itu Al-Qur’an mengingkari manfaat khamr dan judi sebagaiamana dalam QS Al-Baqarah [2]: 291

31 Syaikh Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury, Ar-Rahiqul Makhtum Bahtsun Fis Sirah an-Nabawiyah Ala Shahibiha Afdhalish Shalati was Salam, Sirah Nabawiyah,

Gambar

Tabel Hukum jâhiliyyah pra-Islam dan Hukum jâhiliyyah Modern No.  Hukum jâhiliyyah pra-Islam  Hukum jâhiliyyah Modern  1
Tabel Tabarruj jâhiliyyah pra-Islam dan Tabarruj jâhiliyyah modern No  Tabarruj jâhiliyyah pra-Islam   Tabarruj jâhiliyyah Modern   1

Referensi

Dokumen terkait

Pada ayat ini, terlihat bahwa kata /a - ikru bermakna wahyu Makna ini muncul ketika berada dalam konteks ayat yang menceritakan bahwa orang-orang kafir berkata “apakah

Pada skripsi ini peneliti memberikan judul “ Al-Dh ā m ā n dalam Asuransi Syariah Menurut Wahbah Az-Zuhaili ”, dengan judul tersebut peneliti ingin menjelaskan beberapa hal

3) az-Zamakhsyari dalam tafsirnya mengartikan al-bala>’ berkaitan dengan konsep adil yang merupakan salah satu dari konsep al-usul al- khamsah, pada hakikatnya adalah

Menurut Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya Tafsir al-Misbah, menjelaskan bahwa ayat di atas memberikan tuntunan kepada kaum beriman untuk memelihara dirinya dari api

Para ulama tafsir, dalam hal ini Ibnu Jarȋr, Ibnu Katsȋr dan Wahbah Zuhaili menafsirkan ayat-ayat Nashārā hampir dengan nada yang sama, bahwa mereka ada yang baik, ada yang tidak

al-Qaari’ah dan az-Zalzalah sama-sama menjelaskan tentang fenomena hancurnya alam semesta al-Qaari’ah pada ayat ke 5 (Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan)

Beliau diuji dengan penyakit keras yang membuatnya kurus dan lemah sampai diibaratkan seperti jasad yang tergeletak di atas kursi.13 Senada dengan penjelasan dalam Shafwatut Tafâsîr,

Kemudian data disajikan secara deskriptif-analitis yaitu mendeskripsikan akar kata dan hukum pidana hirâbah, kemudian menganalisa ayat hirâbah Surat Al-Maidah ayat 33-34 dalam tafsir