(Studi Kasus di MA Al-Awwabin Bedahan Sawangan Kota Depok)
Skripsi Ini Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
Ratu Aida Maqbullah NIM : 14311403
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 1439 H/2018 M
(Studi Kasus di MA Al-Awwabin Bedahan Sawangan Kota Depok)
Skripsi Ini Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Ratu Aida Maqbullah NIM : 14311403
Pembimbing:
Siti Rohmah, MA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 1439 H/2018 M
Skripsi dengan judul “Pengaruh Prestasi Belajar Aqidah Akhlak Terhadap Kecerdasan Emosional Peserta Didik Siswi MA Al- Awwabin Bedahan” yang disusun oleh Ratu Aida Maqbullah dengan Nomer Induk 14311403, telah melalui proses bimbingan dengan baik dan dinilai oleh pembimbing telah layak dan memenuhi syarat ilmiah untuk diujikan dalam siding munaqasyah.
Jakarta, 15 Agustus 2018 Pembimbing
Siti Rohmah, M.A.
xv
Ratu Aida Maqbullah, NIM: 14311403 skripsi dengan judul, “Pengaruh Prestasi Belajar Aqidah Akhlak Terhadap Kecerdasan Emosional Peserta Didik”. Di ajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd), Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, tahun 2018.
Prestasi belajar aqidah akhlak dalam pencapaian hasil belajar, kekeliruan dalam berkomunikasi, pola asuh yang keliru dalam keluarga, masih banyak orang tua yang lebih menekankan Intellectual Quotient (IQ) dari pada Emotional Quotient (EQ), kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya karena mayoritas orang tua (ibu dan bapak) sibuk dengan pekerjaannya sehingga berdampak pada buruknya sikap dan perilaku anak. Adakah karena ingin mengukur seberapa besar pengaruh belajar aqidah akhlak dan kecerdasan emosional siswi MA Al-Awwabin Bedahan? Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, untuk mengukur seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional di sekolah MA Al-Awwabin Bedahan.
Dalam penelitian ini, merupakan penelitian Quantitaive Approach (pendekatan kuantitatif) penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan melalui teknik pengukuran yang cermat terhadap variabel- variabel tertentu. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian korelasi yang mana melihat antara dua hubungan variabel atau lebih, pengambilan sampel sebanyak 100% dari populasi 42 siswa dan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, angket dan dokumentasi, Hasil penelitian diketahui bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara Prestasi Belajar Aqidah Akhlak dengan Kecerdsan Emosional hal ini dapat dilihat angka korelasi “X dan Y” product momen sebesar 0,998. Dengan memperlihatkan hasil perhitungan rxy (0,998) yang berkisar antara 0,90-1,00 dapat diinterprestasikan secara sederhana bahwa antara variabel X dan variabel Y memang terdapat korelasi yang sangat kuat dan sangat tinggi. Kemudian dibandingkan antara r hitung dengan r tabel bahwa rxy atau r hitung (yang besarnya = 0,998) adalah jauh lebih besar dari pada r tabel yang besarnya (0,288 dan 0,372). Karena r hitung lebih besar dari pada r tabel, maka hipotesis nol ditolak.
Kata Kunci : Prestasi Belajar dan Kecerdasan Emosional,
xv
Ratu Aida Maqbullah, NIM: 14311403 skripsi dengan judul, “Pengaruh Prestasi Belajar Aqidah Akhlak Terhadap Kecerdasan Emosional Peserta Didik”. Di ajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd), Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, tahun 2018.
Prestasi belajar aqidah akhlak dalam pencapaian hasil belajar, kekeliruan dalam berkomunikasi, pola asuh yang keliru dalam keluarga, masih banyak orang tua yang lebih menekankan Intellectual Quotient (IQ) dari pada Emotional Quotient (EQ), kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya karena mayoritas orang tua (ibu dan bapak) sibuk dengan pekerjaannya sehingga berdampak pada buruknya sikap dan perilaku anak. Adakah karena ingin mengukur seberapa besar pengaruh belajar aqidah akhlak dan kecerdasan emosional siswi MA Al-Awwabin Bedahan? Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, untuk mengukur seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional di sekolah MA Al-Awwabin Bedahan.
Dalam penelitian ini, merupakan penelitian Quantitaive Approach (pendekatan kuantitatif) penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan melalui teknik pengukuran yang cermat terhadap variabel- variabel tertentu. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian korelasi yang mana melihat antara dua hubungan variabel atau lebih, pengambilan sampel sebanyak 100% dari populasi 42 siswa dan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, angket dan dokumentasi, Hasil penelitian diketahui bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara Prestasi Belajar Aqidah Akhlak dengan Kecerdsan Emosional hal ini dapat dilihat angka korelasi “X dan Y” product momen sebesar 0,998. Dengan memperlihatkan hasil perhitungan rxy (0,998) yang berkisar antara 0,90-1,00 dapat diinterprestasikan secara sederhana bahwa antara variabel X dan variabel Y memang terdapat korelasi yang sangat kuat dan sangat tinggi. Kemudian dibandingkan antara r hitung dengan r tabel bahwa rxy atau r hitung (yang besarnya = 0,998) adalah jauh lebih besar dari pada r tabel yang besarnya (0,288 dan 0,372). Karena r hitung lebih besar dari pada r tabel, maka hipotesis nol ditolak.
Kata Kunci : Prestasi Belajar dan Kecerdasan Emosional,
xi
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN PENULIS ... iii
MOTTO ... iv
KATA PENGANTAR ... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
ABSTRAKSI ... xviii
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Pembatasan Masalah ... 10
D. Rumusan Masalah... 10
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Manfaat Penelitian... 10
G. Tinjauan Pustaka... 10
H. Sistematika Penulisan ... 13
BAB II: KAJIAN TEORI A. Prestasi Belajar ... 15
1. Pengertian Prestasi Belajar ... 15
2. Faktor yang Mempengaruh Prestasi Belajar ... 17
B. Akidah Akhlak……….. 1. Pengertian Akidah Akhlak ... 20
xii C. Kecerdasan Emoional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional………
2. Fungsi Kecerdasan Emosional………..
3. Ciri Kecerdasan Emosional………...
D. Peserta Didik………
1. Pengertian Peserta Didik………
2. Kedudukan dan Fungsi Peserta Didik………
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 45
B. Metode Penelitian ... 45
C. Populasi dan Sampel ... 46
D. Prosedur Pengumpulan Data ... 47
E. Analisis Data ... 48
F. Teknik Analisis Data ... 50
BAB IV: HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 52
1. Gambaran Umum MA AL-Awwabin ... 52
2. Visi dan Misi MA AL-Awwabin ... 53
3. Tujuan Pendidikan ... 53
4. Tenaga Pendidik ... 54
5. Data Siswa ... 55
6. Kegiatan Ekstrakulikuler ... 55
7. Sarana dan Prasarana ... 56
8. Fasilitas Belajar ... 57
9. Kurikulum ... 57
xiii BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ... 89
B. Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 91
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 92
vii
ِمْيِحَّرلا ِنَْحَّْرلا ِللها ِمْسِب
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT. Yang telah memberikan segala kenikmatan yang masih bisa penulis rasakan hingga saat ini baik itu nikmat iman yang ada di dalam hati, nikmat Islam yang selalu dalam pelukan dan nikmat sehat badan yang dengan semua ini penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Prestasi Belajar Aqidah Akhlak Terhadap Kecerdasan Emosional Peserta Didik di MA Al-Awwabin Bedahan Sawangan Depok.”
Sholawat selalu tercurakan kepada baginda seluruh alam Nabi Muhammad SAW. Pemimpin sekaligus pembina umat Islam yang dengannya selalu ada keselamatan. Penegak kebenaran dan memusnahkan kebatilan .
Penulis menyadari bahwa selesainya penyusunan laporan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dan saran dari berbagai pihak. Oleh karenanya pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, M.A. Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta yang telah memimpin dan mengayomi kami semua dengan sangat bijaksana.
2. Ibu Dr. Hj. Umi Khusnul Khatimah, M.Ag. Dekan Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta yang telah mengayomi dan memberikan saran-saran yang terbaik bagi kami semua.
3. Ibu Siti Rohmah, M.A. Dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, petunjuk juga saran-saran dan juga meluangkan banyak waktunya senantiasa memberi motivasi, ilmu secara tulus
vii
penuh kesabaran dalam membimbing agar skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya dan sebaik-baiknya.
4. Para dosen juga instruktur Tahfidz Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta yang telah membimbing dan memberikan banyak sekali ilmu pengetahuan kepada penulis, baik secara teoritis maupun praktis selama penulis menimba ilmu di IIQ.
5. Seluruh staf bagian Tata Usaha fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al- Quran (IIQ) Jakarta yang telah banyak memberikan informasi terkait perkuliahan dan pengurusan penyelesaian skripsi serta kemudahan pengurusan administrasi kepada penulis.
6. Pimpinan dan staf perpustakaan Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Jakarta yang telah mempermudah penulis dalam mengakses berbagai informasi dan referensi dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Kedua orang tua (Bapak Tubagus Muhtadi Kadzim Asnawi dan Almarhumah Emih/Ibu Sami’ah S.pd) terimakasih kepada Bapak tercinta yang tiada hentinya memberikan dorongan, kekuatan, senyuman dan yang tiada henti-hentinya pula mengucap do’a demi kebaikan putrinya, meskipun Emih/Ibu tidak ada, tapi penulis yakin beliau selalu mendo’akan anak-anaknya sampai mencapai tujuan yang baik dan yang terbaik.
8. Kakak-kakakku tersayang, (Ratu Fitroh Mundiah S.pd dan Tubagus Syahrul Rizal), dan adik-adikku tercinta (Ratu Syirfi Layla, Tubagus Syahroni, Ratu Hana Rusdiah) yang tiada hentinya memberikan do’a, senyuman, dukungan, serta nasihat yang membangun motivasi untuk segara menyelesaikan skripsi ini.
9. Untuk Umi Syarifah Su’ud Alwi, S.H, M.H. yang tiada hentinya memberikan do’a, senyuman, dukungan saran-saran, nasihat yang membangun motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
vii
10. Drs. H. Ahmad Muchtar. Kepala Madrasah, Ibu Hanna Maria, S.Pd.
Waka Kurikulum, M. Munib, S.Ag sebagai guru bidang studi Akidah Akhlak yang telah meluangkan waktunya dan memberikan informasi, support, dan arahan yang penulis butuhkan untuk melengkapi skripsi ini.
11. Siswi MA Al-Awwabin terutama kelas X, XI, XII yang telah bersedia sebagai subjek dalam pelaksanaan penelitian.
12. Rekan-rekan seangkatan khususnya jurusan PAI kelas C tahun 2014 yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis sealama kuliah di IIQ ini.
13. Sahabat-sahabatku Zian Fauziah, Millatul Maftuhah, Salamah, Veren, Yasa, Neneng, terimakasih atas dukungan kalian sealama ini.
14. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis sangat menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini masih sangat jauh dari baik apalagi sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan guna penyempurnaan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga hasil penelitian ini betapapun kecilnya kiranya dapat memberikan masukan dalam mendidik generasi muda penerus bangsa, dan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan agama Islam dimasa sekarang, dan semoga bantuan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan ridho dan sekaligus sebagai catatan amal dari Allah SWT. Aaamiin
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
1 A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu usaha vital yang akan menentukan arah kemajuan suatu bangsa. Namun, pendidikan juga merupakan suatu proses yang tidak dapat dinikmati hasilnya secara langsung tetapi memerlukan waktu untuk dapat menikmati hasilnya. Untuk itu diperlukan usaha dan penerapan sistem yang tepat, cermat sistematis agar dapat menampakkan hasil yang optimal.1
Indonesia memiliki tujuan pendidikan yang diatur dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 bab II pasal 3, yang berbunyi:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”2
Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak sebagaimana tercantum dalam UUD 1945, dan diatur melalui peraturan pemerintah, sedangkan pelaksanaan program pendidikan dilakukan dalam sistem pendidikan nasional. Program pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
1 Suddin Bani, Pendidikan Karakter Menurut Al Gazali (Makassar: Alauddin Pers, 2011﴿ h. 5.
2Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diundangkan di Jakarta tanggal 8 Juli 2003, Lembaran Negara RI Tahun 2003 Nomor 78.
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan tidak hanya menjadikan manusia itu pandai secara intelektual (IQ) saja melainkan juga pandai dalam mengaplikasikan dan menerapkan pengetahuannya secara benar dan tepat guna, sekaligus menjadikan kepribadiannya lebih stabil, kondisional dalam berinteraksi terhadap masyarakat luas dan matang secara emosional (EQ) dan spiritualnya (SQ). Goleman (2005) mengemukakan bahwa kecerdasan emosi atau emotional intelligence merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan diri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.3
Namun dengan mengetahui prestasi belajar anak, akan diketahui pula kedudukan anak di dalam kelas, apakah siswa tersebut termasuk anak pandai, sedang, atau kurang. Prestasi belajar ini biasanya dinyatakan dalam bentuk angka atau huruf dalam raport.
Arti kata prestasi menurut W.J.S Poerwadarminta dalam bukunya kamus umum bahasa Indonesia adalah hasil yang dicapai, dilakukan atau dikerjakan.4
Prestasi belajar adalah hasil pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperoleh siswa selama mengikuti pembelajaran yang dinyatakan dalam bentuk huruf. Prestasi belajar dapat dievaluasi dalam bentuk raport. Dan raport inilah yang dijadikan rumusan
3Daniel Goleman, Kecerdasan emosional untuk mencapai puncak prestasi, terj.
Alex Tri Kantjono, (Jakarta: P.T Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal. 512.
4 W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia.Hlm. 768.
terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar murid-muridnya selama masa tertentu.
Berdasarkan pada permasalahan yang sudah dipaparkan, seharusnya prestasi belajar siswa harus tercermin berupa perilaku yang baik dalam kehidupannya sehari-hari, ini dikarenakan siswa sudah mendapatkan teori atau aspek kognitif yang ia terima dari pendidikan formal di sekolah khususnya dari mata pelajaran akidah Akhlak. Dengan pencapaian prestasi yang baik yang telah dicapai oleh siswa, mendorong peneliti untuk meneliti, pengaruh prestasi belajar aqidah akhlak terhadap kecerdasan emosional peserta didik.
Era globalisasi yang ditandai adanya perubahan di segala bidang; politik, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, social, budaya5 telah membawa dampak positif dan negatif bagi kehidupan umat manusia. Kemajuan di bidang teknologi, komunikasi, informasi dan transportasi membuat segala sesuatu yang terjadi di negeri yang jauh bahkan di benua yang lain bisa diketahui dan tempat tertentu bisa dicapai dalam waktu yang amat singkat,6 dunia seperti sebuah kampung yang kecil (perkampungan global).7
Dampak positif globalisasi antara lain; disiplin, kebersihan, tanggung jawab, egalitarianisme dan kerja keras.8 Disamping itu, juga mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan alam serta sosial di berbagai belahan bumi, mudah melakukan komunikasi yang semakin canggih, cepat dalam bepergian (mobilitas tinggi),
5 Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam; Isu-Isu Kontemporer tentang Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 10
6 Yusuf Al-Qardawi, Islam dan Globalisasi Dunia, terj. (Jakarta: Al-Kautsar), hal 21-23
7 Latief Dohack, Ekonomi Global (Surakarta: Muhammadiyyah Universitas Press, 2000), hal. 24
8 A. Qodri Azizy, Melawan Globalisasi: Reinterpretasi Ajaran Islam Persiapan SDM dan Terciptanya Masyarakat Madani (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 25
menumbuhkan sikap kosmopolitan dan toleran pada setiap individu, memacu untuk meningkatkan kualitas diri dalam perkembangan ekonomi, sosial, dan budaya, mudah memenuhi kebutuhan yang semakin kompleks dan tidak terbatas.
Dampak negatif, globalisasi telah menyebabkan manusia berperilaku keras, cepat, akseleratif, dan budaya instan.9 Manusia bagaikan robot, selalu bersaing ketat, hidup bagaikan roda berputar cepat, meningkatkan norma-norma universal10 dan semakin memudarnya penghargaan terhadap nilai-nilai spiritual nilai-nilai transendental, nilai-nilai budi pekerti, dan nilai-nilai agama, yang dapat memperlemah dan melonggarkan bentuk-bentuk identitas kultural suatu bangsa,11 termasuk pendidikan.
Globalisasi memiliki sisi positif dan negatif terhadap pendidikan karakter. Disatu sisi, arus globalisasi merupakan harapan yang akan memberikan berbagai kemudahan bagi kehidupan manusia. Namun disisi lain, era globalisasi juga memberikan dampak yang sangat merugikan. Dengan perkembangan sektor teknologi dan informasi, manusia tidak lagi harus menunggu waktu, untuk bisa mengakses berbagai informasi dari seluruh belahan dunia, bahkan yang paling pelosok sekalipun.
Kondisi ini menjadikan tidak adanya sekat serta batas yang mampu untuk menghalangi proses transformasi kebudayaan. John Neisbitt, menyebutkan kondisi seperti ini sebagai “gaya hidup global”, yang ditandai dengan berbaurnya budaya antar bangsa,
9 Azymardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Kalimah, 2004), 34
10 Haedar Nasir, Laptop Dewan (Yogyakarta: Kedaulatan Rakyat, 23 Maret 2007) hal. 1, Dalam Sigit Dwi Kusrahmadi. Dinamika Pendidikan No. 1/Th. XIV/Mei 2007, hal.
119
11 FK. Kalidjernih, Cakrawala Baru Kewarganeraan, Refleksi Sosiologis Indonesia, (Jakarta: Regina, 2007)
seperti terbangunnya tata cara hidup yang hampir sama, kegemaran yang sama, serta kecenderungan yang sama pula, baik dalam hal makanan, pakaian, hiburan dan setiap aspek kehidupan manusia lainnya. Kenyataan semacam ini, akan membawa implikasi pada hilangnya kepribadian asli, serta terpoles oleh budaya yang cenderung lebih berkuasa. Dalam konteks ini, kebudayaan barat yang telah melangkah jauh dalam bidang industri serta teknologi informasi, menjadi satu-satunya pilihan, sebagai standar modernisasi, yang akan diikuti dan dijadikan kiblat oleh setiap individu.
Globalisasi menyebabkan perubahan sosial yang memunculkan nilai- nilai yang bersifat pragmatis, materialistis dan individualistik.
Tidak terkecuali, bagi masyarakat Indonesia yang telah memiliki budaya lokal, terpaksa harus menjadikan budaya barat sebagai ukuran gaya hidupnya, untuk bisa disebut sebagai masyarakat modern. Disamping itu, sebagai bangsa yang berpenduduk mayoritas muslim, yang telah memiliki pedoman hidup, yakni Alquran dan tauladan nabi Muhammad SAW, masyarakat Indonesia juga telah menggantikan budaya Islam yang telah mampu mengangkat martabat serta derajat masyarakat jahiliyah Arab dengan budaya barat, yang merupakan produk revolusi industri, yang telah menjatuhkan martabat manusia. Dengan kebebasan individu dalam faham barat, telah menjadikan masyarakat muslim melepaskan kontrolnya dari kepercayaan moralitas serta spiritualitas (agama).
Kecanggihan teknologi sebagai produk globalisasi, telah mengakibatkan pergeseran substansi pendidikan ke pengajaran.
Makna pendidikan yang sarat dengan nilai-nilai akhlak bergeser pada pengajaran sebagai transfer pengetahuan, dengan tujuan agar mampu
menjalankan teknologi,12 demi mencapai tujuan materiil semata. Oleh karena itu, sekolah/madrasah yang keberadaannya sangat dipengaruhi oleh hampir seluruh disiplin ilmu pengetahuan, perkembangan masyarakat, filsafat dan kebudayaan, nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur bangsa lainnya,13 diharapkan mampu mengembangkan potensi dasar dan kepribadian peserta didik sesuai tujuan pendidikan Islam14, yang bertakwa dan berakhlak mulia.
Berbagai perilaku destruktif, seperti premature immoralities, alkoholisme, seks bebas, narkoba, aborsi sebagai penyakit sosial yang harus diperangi secara bersama-sama. Sehingga kenyataan ini menjadikan banyak orang yang tidak lagi mempercayai kemampuan pemerintah, untuk menurunkan angka kriminalitas serta berbagai penyakit sosial lainnya.
Dari gambaran diatas, terlepas dari mana yang paling signifikan, namun kenyataan tersebut, telah menjadikan pendidikan karakter serta agama sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi penyakit serta krisis sosial yang ada ditengah masyarakat.
Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, runtuhnya nilai moralitas serta norma agama dikalangan masyarakat dan para pemimpin bangsa, sebenarnya sangat pantas untuk kita kemukakan kepermukaan, dalam upaya menemukan solusi bagi penyelesaian krisis multidimensional yang ada. Karena ketidak mampuan bangsa ini bangkit dari keterpurukan, lebih diakibatkan oleh kurangnya kebersamaan serta rasa saling menang dan meraih
12 Ruslan, Ibrahim, “Pendidikan Nilaid Dalam Era Pluralisasi,” Jurnal INSANIA, P3M STAIN Purwokerto, 2007 hal. 5
13 Abudi Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 14
14Haedar Nasir, Pendidikan Karakter berbasis Agama dan Budaya (Yogyakarta:
Multi Presindo, 2013), hal. 14
keuntungan sendiri. Kesadaran dari masing-masing individu serta kelompok akan kemaslahatan bersama-lah, yang akan menjadi solusi paling tepat bagi upaya penyembuhan penyakit sosial yang ada.
Dengan demikian, pendidikan karakter dan agama, menjadi sangat mutlak bagi terbangunnya tata kehidupan masyarakat yang damai, adil makmur dan bermartabat. Terlebih lagi, dalam konteks kehidupan global yang semakin transparan dan penuh kompetisi, nilai agama merupakan benteng agar setiap individu tidak terjerumus dalam praktik kesewenang-wenangan dan ketidakadilan.
Pendekatan Islam dalam menumbuhkembangkan nilai-nilai akhlak dapat dilihat melalui nas-nas Alquran dan Hadis yang banyak mengaitkan pembentukan akhlak dengan akidah atau iman,15 karena akhlak merupakan intisari keimanan/tauhid.16 Kuat atau lemahnya iman seseorang dapat diukur dan diketahui dari perilaku akhlaknya.17 Iman yang kuat akan mewujudkan akhlak yang baik dan mulia, sedangkan iman yang lemah akan melahirkan akhlak yang buruk dan keji.
Dilihat dari ajaran islam, anak adalah amanat Allah. Amanat wajib dipertanggungjawabkan. Jelas, tanggung jawab orang tua terhadap anak tidaklah kecil.18 Hal ini merupakan suatu wujud pertanggungjawaban dari setiap orang tua anak kepada khaliknya.
15 Imam Ahmad Ibn Hanbal, Al-Musnad Juz 3, nomor 7406. Lihat juga, Abu Abdullah Muhammad Ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardzibah al-Bukhari al- Jaifi, Shahih Bukhari (Surabaya: Penerbit al-Asriyah, 1981), hal. 10
16 Asmawati Suhid, “Adab dan akhlak Islam dalam pendidikan Islam, Satu Kajian Kesehatan di Selangor”, Jurnal CITU, Centre for Islamic Trought and Understanding, UiTM. Jilid 2, No. 1, Januari 2006, hal. 53-66
17 Mohd. Kamal Hasan. “Peranan Akhlak dalam Pendidik”. Jurnal Pendidikan Islam, 1987 vol. 8, hal. 3
18 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. 7, hal. 160
Dalam Alquran ada banyak ayat yang menyerukan keharusan orang tua untuk selalu menjaga dan mendidik seluruh anak-anaknya, dalam surat At-Tahrim ayat 6 :
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At- Tahrim: 6)
Orang tua mempunyai posisi sebagai pemimpin keluarga atau rumah tangga. Selain itu juga, sebagai pembentuk pribadi utama dalam kehidupan anak. Kepribadian orang tua, sikap, dan tata cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung dengan sendirinya akan masuk dalam pribadi anak yang sedang tumbuh.19
Keluarga merupakan pranata sosial yang di dalamnya terdapat anggota-anggota yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keluarga memiliki fungsi yang strategis bagi pembentukan pribadi anak.
Keluarga dalam kenyataannya bukan hanya sekedar pertemuan antar komponen yang ada di dalamnya, tetapi lebih dari itu keluarga juga
19 Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama. (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), Cet. XVII, hal.
67
mempunyai fungsi reproduktif, religius, rekreatif, edukatif, sosial dan protektif.20
Dalam kaitannya dengan fungsi edukatif ini, lingkungan keluarga memberikan pengaruh yang sangat besar dan menentukan dalam pendidikan anak. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Maka dari itu, setiap perbuatan ataupun perilaku yang diterapkan dalam keluarga baik disadari ataupun tidak, akan berpengaruh terhadap pendidikan anak. Menurut Khatib Santhut, kedua orangtua merupakan figur yang paling berpengaruh terhadap anak.
Kesadaran untuk mencerdaskan anak, tentulah dimiliki oleh setiap orang tua yang bijak. Betapa banyaknya orang tua bekerja keras, membanting tulang, mencari biaya untuk menyekolahkan anak-anaknya agar menjadi cerdas. Sebagian diantara mereka bahkan rela hidup sederhana, mengorbankan apa yang bisa dikorbankan, untuk mendapatkan anak-anak yang didambakan ini. Tetapi persoalannya adalah bahwa pengorbanan dan kerja keras para orang tua ini seringkali tidak disertai dengan kesadaran dan pengetahuan (know why dan know how) yang memadai tentang mencerdaskan anak itu sendiri.21
Mayoritas orang tua menilai cerdas tidaknya seorang anak hanya dilihat dari sisi kecerdasan intelektualnya saja tanpa menghiraukan faktor apa yang telah mempengaruhinya, sehingga anaknya itu bisa berprestasi. Orang tua akan sangat bangga apabila
20 Fuaduddin T, Pengasuhan Anak dalam Keluarga Islam, (Jakarta: Lemaga Kajian Agama dan Gender, 1999), hal. 6
21 Suharsono, Mencerdaskan Anak: Mensintesakan Kembali Intelegensi Umum (IQ) dan Intelegensi Emosional (IE) dengan Intelegensi Spiritual, (Jakarta: Inisiasi Press, 2000), Cet. I, hal. 2
anaknya mendapatkan prestasi akademik yang gemilang di kelas maupun di sekolahnya. Padahal, dari berbagai hasil penelitian, telah banyak terbukti bahwa kecerdasan emosi memiliki peran yang jauh lebih signifikan dibanding kecerdasan intelektual (IQ). Kecerdasan otak (IQ) berperan sebatas syarat minimal meraih keberhasilan, namun kecerdasan emosilah (EQ) yang sesungguhnya mengantarkan seseorang menuju puncak prestasi. Terbukti, banyak orang-orang yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi, terpuruk di tengah persaingan. Sebaliknya banyak yang mempunyai kecerdasan intelektual biasa-biasa saja justru sukses menjadi bintang-bintang kinerja, pengusaha-pengusaha sukses, dan pemimpin-pemimpin di berbagai kelompok. Disinilah kecerdasan emosi (EQ) membuktikan eksistensinya.22
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya, agar dapat mengungkapkannya secara selaras melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.23
Anak yang memiliki EQ tinggi lebih mampu mengenal emosinya sendiri, lebih mampu secara bijaksana menentukan sikap dan mengambil keputusan; lebih mampu mengendalikan emosi diri agar dapat terungkap dengan seimbang dan selaras; lebih mampu memotivasi diri lebih tekun dalam menghadapi frustasi, lebih tampil menyelesaikan konflik dan mengatasi stres sehingga kemampuan berpikirnya tidak terganggu dan sekaligus cukup berkonsentrasi terhadap berbagai materi pelajaran yang diterimanya. Anak tersebut
22 Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ Emotional Spiritual Quotient ; The ESQ Way 165 1 Ihsan, 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (Jakarta: Agra Publishing, 2008), cet. 43, hal. xvi-xvii.
23 Daniel Goleman, Emotional Intelligence; Kecerdasan Emosional, Penterjemah, T. Hermaya, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000), Cet. X, h. 411.
lebih mampu berempati, peka terhadap perasaan orang lain, lebih peduli pada keadaan disekitarnya. Dengan demikian lebih mudah bergaul dan berkomunikasi, dapat bekerja sama dengan baik dalam lingkungan sosialnya.24
Selain itu bermunculan lagi istilah baru tentang kecerdasan yang intinya menolak anggapan bahwa IQ bukanlah sebagai satu- satunya parameter untuk mengukur kecerdasan manusia, seperti SQ (Spiritual Quotient) atau yang lebih akrab dikenal dengan kecerdasan spiritual yang dipopulerkan oleh Danah Johar dan Ian Marshall.
Danah Johar dan Ian Marshall mendefinisikan kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah kecerdasan jiwa, yaitu kecerdasan yang dapat membantu manusia menyembuhkan dan membangun diri manusia secara utuh.25 SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan tertinggi seorang manusia. Kecerdasan spiritual (SQ) juga memungkinkan diri menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri dan orang lain. SQ juga membantu menjalani hidup pada makna yang lebih dalam; menghadapi baik dan jahat,
24 Nuraida, Character Building untuk Guru, (Jakarta: Aulia Publishing House, 2007), h. 78.
25 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual Dalam BerpikirIntegralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung: Mizan, 2001), hal. 135
hidup dan mati, serta asal-usul sejati dari penderitaan dan keputus- asaan manusia.26
Banyak orang tua berpendapat bahwa tugas mencerdaskan anaknya adalah tugasnya para guru dan institusi pendidikan, Sementara mereka sendiri asyik dengan profesinya sendiri. Implikasi dari pendapat ini adalah munculnya ketidakpedulian orang tua terhadap perkembangan spiritual, intelektual dan moral anaknya sendiri. Ketika anaknya gagal memenuhi harapannya, pihak pertama yang ditudingnya adalah guru dan institusi pendidikan. Pendapat seperti ini jelas keliru dan merugikan diri kita sendiri. Bagaimanapun, guru, sekolah dan institusi pendidikan lainnya, hanyalah pihak yang membantu mencerdaskan anak-anak kita. Tugas utama mencerdaskan anak, tetaplah ada pada orang tua itu sendiri.27
Kecerdasan emosional tidak hanya terbentuk dalam lingkungan formal saja, tetapi lingkungan informal pun memiliki peran dalam membentuk kecerdasan emosioal. Maka dari itu penyusun mencoba untuk meneliti pengaruh prestasi belajar akidah akhlak terhadap kecerdasan emosional peserta diddik.
B. Identifikasi Masalah
1. Pendidikan kecerdasan emosional belum sepenuhnya diterapkan dalam lingkungan pendidikan MA Al-Awwabin Bedahan.
2. Prestasi belajar akidah akhlak dalam pencapaian hasil belajar 3. Kekeliruan dalam berkomunikasi.
4. Pola asuh yang keliru dalam keluarga.
26 Agus Effendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21. (Bandung: Alfabeta, 2005), Cet. I, hal. 209
27 Suharsono, Mencerdaskan Anak: Mensintesakan Kembali Intelegensi Umum (IQ) dan Intelegensi Emosional (IE) dengan Intelegensi Spiritual, (Jakarta: Inisiasi Press, 2000), Cet. I, hal. 2-3
5. Masih banyak orang tua yang lebih menekankan Intellectual Qoutient (IQ) daripada Emotional Qoutient (EQ).
6. Kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya karena mayoritas orang tua (ibu dan bapak) sibuk dengan pekerjaannya sehingga berdampak pada buruknya sikap dan prilaku anak.
C. Pembatasan Masalah
1. Permasalahan seputar prestasi belajar akidah akhlak dalam pencapaian hasil belajar.
2. Kecerdasan emosional siswi yang meliputi kesadaran diri, emosi dan percaya diri.
3. Pengaruh prestasi belajar akidah akhlak terhadap kecerdasan emosional peserta didik.
D. Rumusan Masalah
1. Adakah karena ingin mengukur seberapa besar pengaruh belajar aqidah akhlak dan kecerdasan emosional siswi MA Al-Awwabin Bedahan?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengukur seberapa besar pengaruh kecerdasan emosional di sekolah MA Al-Awwabin Bedahan.
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat secara Teoritis
a. Menambah ilmu pengetahuan yang luas bagi peneliti mengenai bahwa prestasi belajar akidah akhlak dalam membentuk kecerdasan emosional peserta didik.
b. Dengan penelitian ini dapat diidentifikasikan bahwa prestasi belajar akidah akhlak dalam membentuk kecerdasan
emosional peserta didik sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.
c. Dapat diketahui juga, bahwa upaya-upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk prestasi belajar akidah akhlak membentuk kecerdasan emosional peserta didik kemampuan beradaptasi, dan inovasi serta memotivasi diri sendiri yang meliputi kesadaran emosi dan percaya diri.
2. Manfaat Praktis
Menjadi bahan informasi dalam meningkatkan kecerdasan emosional peserta didik melalui prestasi belajar akidah akhlak di sekolah. Sehingga output dari setiap lembaga pendidikan di samping cerdas intelektual juga cerdas emosinya dalam bertingkah laku.
G. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari pergaulan kajian yang diteliti dengan peneliti- peneliti sebelumnya, maka peneliti akan menyajikan perbedaan dan persamaannya. Agar diketahui sisi-sisi apa saja yang membedakan dengan peneliti terdahulu.
1. Ubaidillah (3198216), tahun 2009, Fakultas Tarbiyah, IAIN Walisongo Semarang, dalam karya ilmiahnya yang berjudul
“Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas XI Dalam Bidang Studi PAI di SMU Negeri 5 Semarang”.Pada penelitian ini data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan teknik rating scale, yaitu siswa hanya memberi kode atau menjawab soal yang telah disediakan peneliti.Pengujian hipotesis penelitian menggunakan analisis regresi satu predictor, pengajuan hipotesis penelitian menunjukkan bahwa terdapat atau ada pengaruh positif
kecerdasan spiritual terhadap prestasi belajar siswa. Dalam skripsi yang ditulis oleh saudara Ubaidillah terdapat persamaan yaitu terletak pada pengaruh dari kecerdasan spiritual (SQ), dan perbedaannya pada variable Y, dalam skripsi saudara Ubaidillah yaitu prestasi belajar siswa (Y), sedangkan variabel yang akan dteliti oleh penulis adalah tentang perilaku menyimpang pada remaja.
2. Elis Susanti (NIM : 073111019), tahun 2011, Fakultas Tarbiyah, Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, dengan judul skripsi “Hubungan Antara Kecerdasan Spiritual dan Akhlak Siswa Kelas VIII MTs Negeri Pamotan Rembang Tahun Pelajaran 2010/2011”. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitaif dengan menggunakan metode korelasi product moment.
Penelitian ini merupakan penelitian sampel karena responden yang berjumlah 50 siswa diambil dari 30% jumlah populasinya yaitu 163 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket atau kuesioner tertutup untuk memperoleh data variabel X yaitu kecerdasan spiritual dan variabel Y.
3. Siti Humaeroh (NIM: 107011000090), Fakultas Tarbiyah, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan judul skripsi “Pengaruh Tingkat kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam pada Siswa SMP Muhammadiyah 17 Ciputat Tahun Pelajaran 2013/2014”.
4. Siti Nurbaiti Zakiyah (NIMKO: 12. AQ. 913), Fakultas Tarbiyah, STAI Al-Karimiyah Sawangan Depok, dengan judul skripsi
“Hubungan Prestasi Belajar Aqidah Akhlak dengan Akhlak Siswa kelas MA Al-Awwabin Bedahan Sawangan Kota Depok Tahun Pelajaran 2016/2017”.
5. Siti sarah (13311295) dalam Skripsinya yang berjudul “Pengaruh Tingkat Kecerdasan Spritual Siswa Terhadap Kesadaran Menjauhi Perilaku Menyimpang di SMK” Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta tahun 2017. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keceradasan siswa kelas XI di SMK PGRI 1 Tangerang termasuk dalam kategori sedang (baik).
Jenis penelitian ini kuantitatif. Dalam penelitian ini untuk memperoleh data hasil yang merupakan hal penting dalam pemecahan masalah penelitian, maka digunakan dikolerasi yang merupakan bagian dari jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Maka dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh antara kedua variabel, yang menunjukkan korelasi tinggi atau kuat.
Dari judul-judul diatas mungkin cukup bayak yang sama, tetapi ketertarikan penulis ini karena belajar aqidah akhlak itu benar-benar diterapkan dan sesuai tidaknya dengan hasil belajar aqidah akhlak tersebut. Setelah penulis peneltian di sekolah tersebut mereka tidak banyak untuk mengerti tentang pengertian prestasi belajar aqidah akhlak dan kecerdasan emosional, jadi disini penulis ingin memberikan pemahaman kepada anak-anak tentang kecerdasan emosional, terkait dengan kepeduliannya terhadap seseorang itu seperti apa, dan emosionalnya dikontrol, mengalah kepada seorang teman, serta mengendalikan emosinya.
H. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing bab memiliki sub bab tersendiri. Walaupun terpisah melalui masing- masing bab, skripsi adalah satu kesatuan yang utuh.
Bab pertama, Pendahuluan mencakup garis besar kearah mana skripsi ini menuju. Bab ini juga terdapat Latar Belakang
Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab kedua, Kajian Teori mencakup landasan teoritas atau konsep yang mendukung penulisan yaitu mengidentifikasikan bahwa prestasi belajar akidah akhlak sangat penting dalam kehidupan sehari- hari dan dapat diketahui juga, bahwa upaya-upaya dilakukan oleh pihak sekolah dalam membentuk kecerdasan emosional peserta didik melalui kemampuan beradaptasi, dan inovasi serta memotivasi diri sendiri yang meliputi kesadaran emosi dan percaya diri.
Bab ketiga, Metodologi Peneltian terdiri dari Jenis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian, Metode dan Teknik Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian, Hipotesis Penelitian, Instrumen Penelitian, dan Teknik Analisa Data.
Bab keempat, Hasil Penelitian dan Pembahasan terdiri dari Gambaran Umum Tempat Penelitian, Proses Pengolahan Data, Pelaksanaan Pengolahan Data, Hasil Analisis Data, Pembahasan Hasil Penelitian.
Bab kelima, Kesimpulan, Implikasi, dan Saran terdiri dari Kesimpulan Hasil Penelitian dan Saran-Saran.
19 BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian Prestasi Belajar
Menurut kamus bahasa Indonesia, “prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan, dikerjakan dan sebagainya.”1 Bila diartikan secara bahasa, “kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu prestatie kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi prestasi yang berarti hasil usaha,”2 sedangkan menurut Nana Sudjana,”prestasi belajar diartikan sebagai penguasaan pengetahuan, keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai angka yang diberikan oleh guru.”3 Ada juga yang mengartikan dengan “hasil kerja yang keadaannya sangat kompleks.4 Dengan demikian prestasi dapat diartikan sebagai keberhasilan dari usaha yang telah dilakukan.
Pengertian dari prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan, dikerjakan. Prestasi tidak akan pernah didapatkan dari seseorang jika tidak usaha untuk melakukan kegiatan.Sedangkan pengertian belajar banyak dikemukakan para ahli, antara lain:
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun.5
1 Dessy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Karya Abditama, 2001), h. 330.
2Zaenal Arifin, evaluasi Hasil Instruksional, Prinsip, Teknik, Prosedur (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 1990), h. 2.
3 Nana Sudjana, Penilaian Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), h. 22.
4 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002), Cet. I, h. 4.
5 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Cet. III, h. 9.
Menurut Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai.6
Menurut Rominc mengungkapkan bahwa belajar merupakan proses atau kegiatan belajar bukan hanya mengingat, tetapi belajar merupakan suatu modifikasi atau memperteguh sikap melalui pengalaman. Jadi perubahan tingkah laku individu didapatkan sebagai hasil dari interaksinya dengan lingkungan.7
Syaiful Bahri mengatakan bahwa belajar adalah “serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan yang menyangkut aspek kognitif, efektif dan psikomotorik.8
Mengenai prestasi belajar Hadari Nawawi mengatakan: “prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai jumlah materi pelajaran tertentu”.9
Atwi Suparman mengemukakan bahwa prestasi hasil belajar adalah penilaian hasil belajar siswa dalam mencapai perilaku yang berada di dalam dirinya dan tergantung dalam tingkah laku yang dapat diterima atau dicapai siswa secara sempurna.10
6 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Cet. III, h. 10.
7 Romanus Mudjiana, Hubungan Antara Iklim Sekolah dan Kecerdasan Emosional Siswa dengan Prestasi Belajar Siswa, (Jakarta: Jurnar Pendidikan Penabur No.2/th.III/Maret 2004), h. 87.
8 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), Cet.
I, h. 13.
9 Hadari Nawawi, Pengaruh Hubungan Mabusia terhadap Prestasi Belajar di Sekolah Dasar, (Jakrata: Depdikbud, 1981), h. 100.
10 Atwi Suparman, Desain Instruksional, (Jakarta: Penerbit Pendidikan UT, 1996), h. 126.
Belajar dalam arti sempit adalah “sebagai usaha penguasan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagaian kegiatan menuju terbentuknya kepribadaian seutuhnya.11
Dengan demikian prestasi belajar merupakan suatu hasil belajar dari pengalaman individu dalam mempelajari materi pelajaran sekolah yang telah dicapai siswa secara sempurna.
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Faktor internal siswa
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa meliputi dua aspek, yakni:
1) Aspek Fisiologis Siswa
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ dan sendi tubuh, dapat mempengaruhi semangat dan identitas dalam belajar.12 Kondisi organ-organ otot siswa seperti tingkat kesehatan indera pendengaran dan indera penglihatan, juga sangat pempengaruhi kemampuan siswa dalam informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas.
2) Aspek Psikologis Siswa
Pada umumnya faktor psikologis siswa di bagi atas:
1) Intelegensi/ kecerdasan siswa 2) Sikap siswa
3) Bakat siswa 4) Minat siswa
11 Sadirman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 21
12 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), Cet. I, h. 132.
5) Motivasi siswa.13 b. Faktor Eksternal Siswa
Faktor yang berasal dari luar diri siswa terdiri atas dua macam, yakni:
1) Lingkungan sosial
Yang termasuk lingkungan ini ialah: lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Lingkungan sosila yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktek pengelolaan rumah tangga, ketegangan keluarga, demografi keluarga, semuanya dapat member dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staff administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Selain itu, yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga serta teman-teman sepermainan di sekitar siswa tersebut tinggal.
2) Lingkungan non-sosial
Yang termasuk dalam lingkungan ini adalah:
a) Gedung sekolah dan letaknya
b) Rumah tempat tinggal siswa dan letaknya c) Alat-alat belajar
d) Keadaan cuaca
e) Waktu belajar yang digunakan14 2. Cara Mengetahui Prestasi Belajar
Rangkaian akhir dari suatu proses pendidikan Islam adalah evaluasi atau penilaian. Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam
13 Ibid., h. 135.
14 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), Cet ke-16, h. 105.
dalam mencapai tujuannya dapat dilihat setelah dilakukan evaluasi terhadap out put yang dihasilkannya.
Secara sederhana evaluasi pendidikan Islam dapat diberi batasan sebagai suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan dalam proses pendidikan Islam.15
Dalam ruang lingkup terbatas, evaluasi dilakukan dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan pendidik dalam menyampaikan meteri pendidikan Islam kepada peserta didik. Sedangkan dalam ruang lingkup luas, evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kelemahan suatu proses pendidikan Islam (dengan seluruh komponen yang terlibat didalamnya) dalam mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
Adapun untuk mengetahui hasil belajar siswa dapat digunakan teknik-teknik evaluasi hasil belajar di sekolah. Istilah “teknik-teknik”
dapat diartikan sebagai “alat-alat”. Jadi dalam istilah “teknik-teknik evaluasi hasil belajar” terkandung arti alat-alat (yang dipergunakan dalam rangka melakukan) evaluasi hasil belajar. Dalam konteks evaluasi hasil proses belajar di sekolah, dikenal adanya dua macam teknik, yaitu teknik tes dan teknik non-tes.16
Dalam dunia evaluasi pendidikan, yang dimaksud dengan tes adalah cara atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka penukaran dan penilaian dibidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas (baik berupa pertanyaan- pertanyaan yang harus dijawab), atau perintah-perintah (yang harus dikerjakan) oleh testee, sehingga (atas dasar data yang diperoleh dari hasil pengukuran tersebut) dapat dihasilkan nilai yang
15 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, op.cit., h. 77.
16 Anas Sudiyono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 62.
melambangkan tingkah laku atau prestasi testee; nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya, atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu.
Teknik non-tes yaitu evaluasi hasil belajar peserta didik yang dilakukan tanpa “menguji” peserta didik, melainkan dilakukan dengan melakukan pengamatan secara sistematis (observation), melakukan wawancara (interview), penyebaran angket (questionnaire), dan memeriksa atau meneliti dokumen-dokumen (documentary analysis).17
3. Indikator Prestasi Belajar
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa murid, sangat sulit.
Hal ini disebabkan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh karena itu, yang dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa.
a. Ranah cipta (kognitif), yang berupa: pengamatan, ingatan, pemahaman, aplikasi/penerapan, analisis, sintesis (membuat paduan baru dan utuh).
17 Anas Sudiyono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h. 76.
b. Ranah rasa (afektif), yang berupa: penerimaan, sambutan, apresiasi (sikap menghargai), internalisasi (pendalaman), karakteriasi (penghayatan).
c. Ranah karsa (psikomotorik), yang berupa: keterampilan bergerak dan bertindak, kecakapan ekspresi verbal dan non-verbal.18
Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur.19
B. Pengertian Akidah Akhlak
Mata pelajaran akidah akhlak ini merupakan cabang dari pendidikan Agama Islam, menurut Zakiyah Daradjat pendidikan agama islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.20
Akidah dilihat dari segi bahasa (etimologi) berarti “ikatan”. Akidah seseorang, artinya “ikatan seseorang dengan sesuatu”. Kata akidah berasal dari bahasa arab yaitu aqoda-ya‟qudu-aqidatan.21
Sedangkan menurut istilah akidah yaitu keyakinan atau kepercayaan terhadap sesuatu yang dalam setiap hati seseorang yang membuat hati tenang. Dalam Islam akidah ini kemudian melahirkan iman, menurut Al- Ghozali, sebagai mana dikutip oleh Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan,
18 Muhibban Syah, Psikologis Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), Cet ke-II, h. 217-218.
19 Ibid., h. 216.
20 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep Implementasi Kurikulum 2004), (Bandung Remaja Rosda Karya, 2005), hal. 130.
21 Taufik Yumansyah, Buku Aqidah Akhlak cetakan pertama, (Jakarta: Grafindo Media Pratama, 2008), hal. 3.
iman adalah mengucapkan dengan lidah mengakui kebenarannya dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan.22
Muhaimin menggambarkan ciri-ciri aqidah Islam sebagai berikut:
a. Akidah didasarkan pada keyakinan hati, tidak yang serba rasional, sebab ada masalah tertentu yang tidak rasional dalam akidah;
b. Akidah islam sesuai dengan fitrah manusia sehingga pelaksanaan akidah menimbulkan keterangan dan ketentraman;
c. Akidah islam diansumsikan sebagai perjanjian yang kokoh, maka dalam pelaksanaanya akidah harus penuh dengan keyakinan tanpa disertai dengan kebimbangan dan keraguan;
d. Akidah islam tidak hanya diyakini, lebih lanjut perlu pengucapan dengan kalimat “thayyibah” dan diamalkan dengan perbuatan yang saleh;
e. Keyakinan dalam akidah islam merupakan masalah yang supraempiris, maka dalil yang digunakan dalam pencarian kebenaran. Tidak hanya berdasarkan indra dan kemampuan manusia melainkan membutuhkan usaha yang dibawa oleh Rasulullah SAW;23
Untuk mengembangkan akidah akhlak bagi siswa atau remaja diperlukan modifikasi unsur-unsur moral dengan faktor-faktor budaya dimana anak tinggal. Program pengajaran moral seharusnya disesuaikan dengan karakteristik siswa tersebut, yang termasuk unsur moral adalah 1) Penalaran moral, 2) Perasaan, 3) Perilaku moral serta 4) Kepercayaan eksistensial/iman.24
22 Hamdani Ihsan, A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hal. 235.
23 Muhaimen et at. Kawasan dan Wawasan Study Islam, (Jakarta: Kencana Wardana Media,2005), hal. 259.
24 Asri Budiningsih, Pembelajaran Moral, (Jakarta: Asdi Mahasatya, 2004), hal. 10.
Pendidikan Akidah Akhlak adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah SWT dan meralisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan alquran dan hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta penggunaan pengalaman. Dibarengi tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dan hubunganya dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.25
Peranan dan efektifitas pendidikan agama di madrasah sebagai landasan bagi pengembangan spiritual terhadap kesejahteraan masyarakat harus ditingkatkan, karena jika pendidikan Agama Islam (yang meliputi: Akidah Akhlak, Qur‟an Hadits, Fiqih, Sejarah Kebudayaan Islam, dan Bahasa Arab) yang dijadikan landasan pengembangan nilai spiritual dilakukan dengan baik, maka kehidupan masyarakat akan lebih baik.
1. Kedudukan Akidah
Dalam ajaran islam, akidah memiliki kedudukan yang sangat penting.
Ibarat suatu bangunan, akidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran islam yang lain seperti ibadah dan akhlak adalah suatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak uasah ada gempa bumi atau badai, bahkan sekedar menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur berantakan.
Maka akidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan diterimanya suatu amal. Dalam surat Al-Kahfi ayat : 110. Allah SWT berfirman:
25 Tim Perumus Cipayung, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Pengelolaan Kurikulum Berbasis Madrasah (Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Untuk Madrasah Tsanawiyah), (Departemen Agama Ri, 2003), hal. 1.
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Esa. Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya Maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya". (Q.S. Al-Kahfi: 110).26 Dalam surat Az-Zumar ayat : 65.
Artinya:“Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau Termasuk orang-orang yang rugi”. (Q.S. Az-Zumar: 65).27
Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para nabi dan rasul mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari aspek akidah, sebalum aspek yang lainya. Rasulullah SAW berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota Makkah dengan menanam nilai-nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu selama kurang lebih tiga belas tahun.
Dalam rentang waktu tersebut, kaum muslimin yang merupakan minoritas Makkah mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu kemudian terbukti menjadikan keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau landasan yang kokoh bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan pengajaran dan penegakan
26 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Duta Ilmu Surabaya:2005), hal. 418.
27 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Duta Ilmu Surabaya:2005), hal. 668.
hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu yang lebih singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan teramat pokoknya aqidah atau keimanan dalam ajaran Islam.28
2. Dasar Aqidah Akhlak a. Dasar aqidah
Dasar aqidah islam adalah Al-Qur‟an dan hadits. Di dalam Al- Qur‟an banyak disebutkan pokok-pokok aqikah seperti cara-cara dan sifat Allah, malaikat, kitab-kitab Allah, hari kiamat, surga dan neraka.
Mengenai pokok-pokok atau kandungan aqidah islam, antara lain, dalam surat Al-Baqarah ayat : 285.
Artinya:
“Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (AlQur‟an) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semua beriman kepada Allah, malaikat-malaikat- Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata),
“Kami tidak membeda-bedakan seseorang pun dari rasul-rasul- Nya.” Dan mereka berkata, “Kami dengar dan kami taat.
Ampunilah kami Ya Tuhan kami, dan kepada-Mu tempat (kami) kembali.” (Q.S. Al-Baqarah: 285).29
b. Dasar akhlak
28 http//ertikahuda.weebly.com/4/post/2012/05/kedudukan-aqidah-dalam-islam.
html, diakses tgl 11 Juni 2018, pukul 20.00
29 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Duta Ilmu Surabaya:2005), hal. 60-61.
Allah SWT telah menunjukkan tentang gambaran dasar-dasar akhlak yang mulia, sebagaimana yang tertera dalam surat Al-„Araf ayat : 199.
Artinya :
“Jadilah Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh”.(Q.S. Al- A‟raf: 199).30
Akhlak merupakan satu hal yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap individu umat Islam. Hal ini didasarkan atas dari Rasulullah SAW yang begitu berakhlak mulia dan kita sebagai umatnya sudah selayaknya memiliki akhlak mulia ini. Dalam surat Al-Qalam ayat : 4.
Artinya:
“Dan Sesungguhnya engkau benar-benar,