• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN APPRECIATIVE INQUIRY DALAM PROSES PERENCANAAN PROGRAM IKATAN PELAJAR MUHAMMADIYAH

N/A
N/A
Fransisikus Febrian Aditya

Academic year: 2024

Membagikan "PENDEKATAN APPRECIATIVE INQUIRY DALAM PROSES PERENCANAAN PROGRAM IKATAN PELAJAR MUHAMMADIYAH "

Copied!
450
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN APPRECIATIVE INQUIRY DALAM PROSES PERENCANAAN PROGRAM IKATAN PELAJAR

MUHAMMADIYAH SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh:

Alfa Rezky Ramadhan NIM 11150182000008

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2022

(2)

i

(3)

ii

(4)

iii

PENDEKATAN APPRECIATIVE INQUIRY DALAM PROSES PERENCANAAN PROGRAM IKATAN PELAJAR

MUHAMMADIYAH SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh:

Alfa Rezky Ramadhan NIM 11150182000008

Dibawah bimbingan,

Pembimbing I

Dr. Hasyim Asy’ari, M.Pd.

NIP. 196610091993031004

Pembimbing II

Dr. Zahruddin, Lc., M.Pd.

NIP. 197306022005011002

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2022

(5)

iv

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

Skripsi yang berjudul “Pendekatan Appreciative Inquiry dalam Proses Perencanaan Program Ikatan Pelajar Muhammadiyah” disusun oleh Alfa Rezky Ramadhan, NIM 11150182000008, Jurusan Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 20 Juni 2022

Yang Mengetahui,

Pembimbing I

Dr. Hasyim Asy’ari, M.Pd.

NIP. 196610091993031004

Pembimbing II

Dr. Zahruddin, Lc., M.Pd.

NIP. 197306022005011002

(6)

v

UJI REFERENSI

Seluruh referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi yang berjudul

“Pendekatan Appreciative Inquiry dalam Proses Perencanaan Program Ikatan Pelajar Muhammadiyah” disusun oleh Alfa Rezky Ramadhan, NIM 11150182000008, Program Studi Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah diuji kebenarannya oleh dosen pembimbing skripsi pada Juni 2022.

Pembimbing I

Dr. Hasyim Asy’ari, M.Pd.

NIP. 196610091993031004

Pembimbing II

Dr. Zahruddin, Lc., M.Pd.

NIP. 197306022005011002

(7)

vi

ABSTRAK

Alfa Rezky Ramadhan 11150182000008. Pendekatan Appreciative Inquiry dalam Proses Perencanaan Program Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

Program Studi Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan pendekatan Appreciative Inquiry dalam perencanaan program Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif.

Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, studi dokumen dan observasi. Analisis data dilakukan melalui aktivitas reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses perencanaan program IPM dilakukan melalui tiga tahap yaitu forum pengayaan isu, permusyawaratan dan rapat. Perencanaan program yang dilakukan oleh IPM memenuhi syarat-syarat perencanaan yang ideal. Konsep 4D-Cycle dan analisis SOAR dari Pendekatan Appreciative Inquiry menjadikan perencanaan program IPM memiliki sudut pandang yang lebih positif dan progresif.

Kata Kunci: Appreciative Inquiry, IPM, Perencanaan Program

(8)

vii

ABSTRACT

Alfa Rezky Ramadhan 11150182000008. Appreciative Inquiry Approach in the Planning Process of the Muhammadiyah Students Association.

Departement of Educational Management. Faculty of Tarbiya and Teaching Sciences. State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta.

This study aims to describe the application of the Appreciative Inquiry approach in the planning of the Muhammadiyah Students Association (IPM) program. This study uses a qualitative approach with a descriptive method. Data was collected by using interview techniques, document studies and observation.

Data analysis was carried out through data reduction activities, data presentation and drawing conclusions. The results of this study indicate that the IPM program planning process is carried out through three stages, namely the issue enrichment forum, deliberation and meetings. Program planning carried out by IPM meets the requirements of ideal planning. The 4D-Cycle concept and SOAR analysis from the Appreciative Inquiry Approach make IPM program planning a more positive and progressive perspective.

Keywords: Appreciative Inquiry, IPM, Program Planning

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT. Yang selalu penulis panjatkan sebagai rasa syukur atas segala limpahan taufik dan hidayah Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan penuh hikmat sebagai persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Sebuah karya yang mudah-mudahan menjadi pencerahan (tanwir) sehingga bermanfaat untuk seluruh anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Shalawat serta salam tak lupa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang telah membimbing umatnya menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan bisa terwujud tanpa bantuan banyak pihak. Cukup lama penulis mengerjakan penelitian ini tidak lepas dari izin, arahan, bimbingan, bantuan serta motivasi dari berbagai pihak. Di ujung masa studi ini, izinkan penulis menghaturkan terima kasih sekaligus permohonan maaf dengan penuh kerendahan hati penulis kepada:

1. Prof. Dr. Amany Lubis, MA. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Sururin, M.Ag. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Muarif SAM, M.Pd, Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Atas bantuan beliau secara motivatif maupun administratif, penulis dapat menyelesaikan studi ini di waktu yang tepat.

4. Dr. Hasyim Asy’ari, M.Pd. Dosen Pembimbing I sekaligus dosen pembimbing akademik dan Dr. Zahruddin, Lc., M.Pd. Dosen Pembimbing II, yang sekaligus menjadi teman diskusi yang sabar dan penuh perhatian kepada penulis. Bimbingan, arahan dan kepercayaan beliau berdua kepada penulis menjadikan penulis percaya diri untuk menjalankan dan menyelesaikan penelitian ini.

5. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Manajemen Pendidikan yang telah mendidik, membimbing dan memotivasi serta memberikan pelayanan yang baik kepada penulis selama menjalani perkuliahan.

(10)

ix

6. Keluarga tercinta, Ayahanda Slamet Wahyono dan Ibunda Rohmatun yang menjadi promotor utama selama penulis mengarungi dunia pendidikan ini dan akan terus seperti itu. Ucapan terima kasih tidak akan cukup untuk mereka berdua, namun semoga pengamalan atas keilmuan penulis dan juga doa selepas sholat dapat memenuhi harapan mereka. Tidak lupa kepada adik tercinta Nova Tsania Ramadhan yang menjadi motivasi penulis untuk senantiasa berjuang, semoga adinda menjadi sosok yang melebihi kakaknya dalam bidang akademik maupun non akademik.

7. PP IPM, Lembaga Fasilitator dan Pendamping PP IPM, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Insani PP IPM, PW IPM Jawa Timur, PD IPM Kab. Lamongan, PC IPM Paciran, PR IPM desa Sendangagung, PW IPM DIY, PD IPM Kota Surabaya, PD IPM Kota Yogyakarta, PD IPM Kab.

Pasuruan, PC IPM Pandaan, PC IPM Wirobrajan, PC IPM Kenjeran, PR IPM SMAM 10 Surabaya, PR IPM SMKM 1 Pandaan, PR IPM SMAM 1 Yogyakarta, PR IPM SMAM 2 Yogyakarta, PR IPM Mu’allimiin dan Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta dan seluruh kader IPM yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu secara kelembagaan dan personal.

Mereka semua telah memberikan izin dan membantu terwujudnya penelitian ini.

8. Seluruh narasumber yang menyumbangkan informasi secara lisan dan memberikan dokumen kepada penulis yang nama-namanya terdapat di daftar pustaka penelitian ini.

9. Mas Widianto Muttaqien, Cak David Efendi, Mas Fauzan Sandiah, Mas Azaki Khoirudin yang senantiasa memberikan bantuan motivasi, bimbingan dan saran kepada penulis untuk memahami IPM dan konsep Appreciative Inquiry sehingga peneliti yang sempat masuk ke jurang kebingungan dapat keluar dan menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman dekat Yuviana Rohmawati yang senantiasa menguatkan hati penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Mba Dwi Indirasari, kakak angkat penulis yang senantiasa mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Karena jurusan perkuliahan

(11)

x

yang sama dengan penulis yaitu Manajemen Pendidikan sehingga banyak sekali inspirasi serta arahan yang penulis dapatkan darinya.

12. Abangda dan adinda penghuni dan pengunjung kosan tempat penulis mengerjakan skripsi ini. Bang Yuris, Bang Fahmi, Bang Rifqi, Bang Fathur, Bang Madhon, Bang Jauhari, Bang Aca, Bang Ilham, Bang Alfi, Bang Faras, Bang Akbar, Adinda Riski dan lainnya. Mereka senantiasa menemani dan memberikan ucapan semangat serta nasehat selama penulis mengerjakan skripsi ini.

13. Terakhir, teman-teman seperjuangan yang telah menjadi keluarga HMI MP Angkatan 2015. Azam, Ajis, Azizah, Satria, Irfan, Rere, Anisha, Anis, Fuad, Deni, Naufal, Eza, Selfy dan Riza. Mereka sering sekali memberikan dukungan secara motivatif maupun teknis kepada penulis saat mengerjakan skripsi ini.

Semoga Allah SWT. Memberikan balasan kepada pihak-pihak yang tertera di atas. Penulis menyadari bahwa karya ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan banyak kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada banyak pihak khususnya Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Billahi Taufik Wal Hidayah, Nuun Wal Qolami Wamaa Yasthuruun.

Ciputat, 20 Juni 2022 Penulis

Alfa Rezky Ramadhan

(12)

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQOSAH ... i

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ... iii

UJI REFERENSI ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian... 7

E. Manfaat Penelitian... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Kajian Teori... 9

1. Perencanaan (Planning) ... 9

2. Appreciative Inquiry sebagai Pendekatan ... 24

B. Penelitian yang Relevan ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35

A. Tempat Penelitian ... 35

B. Jenis Penelitian ... 37

C. Teknik Pengumpulan Data ... 38

1. Observasi ... 39

2. Wawancara ... 40

3. Studi Dokumen ... 40

D. Sumber Data ... 41

(13)

xii

E. Analisis Data ... 42

F. Instrumen Pengumpulan Data Data... 42

1. Kisi-kisi Instrumen Wawancara Penelitian ... 42

2. Kisi-kisi Pedoman Observasi Penelitian ... 46

3. Kisi-kisi Pedoman Studi Dokumen Penelitian ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

A. Objek Penelitian ... 50

1. Sejarah Singkat IPM... 50

2. Struktur dan Permusyawaratan IPM ... 52

B. Proses Perencanaan Program IPM ... 55

1. Proses Perencanaan Program antara Dua Tingkatan Permusyawaratan ... 55

2. Proses Pembuatan Materi Permusyawaratan... 68

3. Mekanisme Permusyawaratan IPM ... 76

4. Rapat-rapat Pimpinan IPM ... 79

5. Identifikasi Jenis Perencanaan Program IPM... 99

C. Hasil Penilaian Perencanaan Program IPM ... 106

1. Specific ... 106

2. Measurable ... 107

3. Attainable ... 108

4. Rational ... 109

5. Timely ... 109

6. Simple ... 110

D. Pendekatan Appreciative Inquiry dalam Proses Perencanaan Program IPM ... 110

1. Pemakaian 4D-Cycle dalam Permusyawaratan IPM ... 111

2. Analisis SOAR dari Dua Pernusyawaratan IPM ... 129

E. Keterbatasan Penelitian ... 110

BAB V PENUTUP ... 139

A. Kesimpulan... 139

B. Rekomendasi ... 140

(14)

xiii

DAFTAR PUSTAKA ... 142

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 146

Lampiran 1: Surat Bimbingan Skripsi ... 147

Lampiran 2: Surat Permohonan Izin Penelitian ... 148

Lampiran 3: Surat Izin Penelitian ... 149

Lampiran 4: Lembar Uji Referensi ... 152

Lampiran 5: Instrumen Wawancara ... 161

Lampiran 6: Hasil Wawancara ... 172

Lampiran 7: Instrumen Studi Dokumen ... 329

Lampiran 8: Hasil Studi Dokumen ... 336

Lampiran 9: Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga IPM ... 360

Lampiran 10: Pedoman Persidangan IPM... 392

Lampiran 11: Pedoman Tata Keorganisasian IPM ... 406

Biodata Penulis ... 433

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penggabungan atau Sintesis dari Dua Konsep Ciri-ciri Perencanaan yang

Baik ... 20

Tabel 3.1 Data Pimpinan yang Menjadi Pusat Penelitian ... 35

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Wawancara ... 42

Tabel 3.3 Kisi-kisi Pedoman Observasi ... 46

Tabel 3.4 Kisi-kisi Studi Dokumen ... 46

Tabel 4.1 Strategi Optimalisasi Agenda Aksi IPM Tanwir 2018 ... 57

Tabel 4.2 Strategi Optimalisasi Gerakan IPM Jawa Timur Konpiwil 2018 ... 60

Tabel 4.3 Strategi Optimalisasi Agenda Aksi dan Gerakan IPM DIY Konpiwil 2018 ... 63

Tabel 4.4 Tahap Kebijakan Program PW IPM Jawa Timur ... 102

Tabel 4.5 Tahap Kebijakan Program PP IPM ... 103

Tabel 4.6 Uraian dari Masing-masing Bagian 4D-Cycle Materi Musyda XX IPM Kota Surabaya ... 122

Tabel 4.7 Penjelasan dari Masing-masing Potensi Sosial yang Ditemukan dalam Proses Discovery ... 123

Tabel 4.8 Daftar Pemangku Kepentingan yang Menjadi Sumber Data Materi Muktamar XXI IPM ... 130

Tabel 4.9 Strategi Aksi Hasil Analisis SOAR Muktamar XXI IPM ... 134

Tabel 4.10 Identifikasi Hasil Pra Musywil XXI IPM Jawa Timur Menggunakan Analisis SOAR ... 137

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ilustrasi Sirkulasi 4D ... 27

Gambar 2.2 Mengilustrasikan Konsep SOAR ... 31

Gambar 2.3 Kerangka Berpikir ... 34

Gambar 4.1 Bagan Struktur Pimpinan dan Permusyawaratan IPM ... 53

Gambar 4.2 Bagan Struktur Organisasi Pimpinan, Alur Peran dan Fungsi di IPM ... 55

Gambar 4.3 Proses Ideal Pengayaan Isu dan Strategi dari Permusyawaratan Tertinggi Kedua ke Permusyawaratan Tertinggi IPM ... 68

Gambar 4.4 Hasil Penemuan di Lapangan terkait Proses Pengayaan Isu dan Strategi dari Permusyawaratan Tertinggi Kedua ke Permusyawaratan Tertinggi IPM... 68

Gambar 4.5 Proses Perubahan Materi Permusyawaratan IPM ... 79

Gambar 4.6 Alur Logika Materi Muktamar XX IPM yang Berbentuk 4D-Cycle ... 112

Gambar 4.7 Ilustrasi 4D-Cycle dalam Materi Muktamar XXI IPM ... 115

Gambar 4.8 Ilustrasi 4D-Cycle dalam Materi Musywil XX IPM Jawa Timur .... 117

Gambar 4.9 Ilustrasi 4D-Cycle dalam Materi Musywil XXI IPM Jawa Timur ... 118

Gambar 4.10 Ilustrasi 4D-Cycle dalam Materi Musywil XXI IPM DIY ... 120

Gambar 4.11 Ilustrasi 4D-Cycle dalam materi Musyda XX IPM Kota Surabaya ... 121

Gambar 4.12 Ilustrasi 4D-Cycle dalam Materi Musyda XXI IPM Kota Surabaya ... 126

Gambar 4.13 Ilustrasi 4D-Cycle dalam Materi Musyda XXVI IPM Kota Yogyakarta ... 128

Gambar 4.14 Gambaran Penggabungan Silang Dimensi-dimensi SOAR ... 134

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai sebuah negara berkembang memiliki tanggung jawab yang besar dalam bidang pendidikan untuk masyarakatnya. Sesuai dengan Pembukaan UUD I945 Negara Kesatuan Republik Indonesia alinea ke-4 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. “Undang-Undang Dasar menempati tata urutan peraturan perundang-undangan tertinggi dalam negara.”1 Oleh sebab itu, tanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan menjadi keharusan bagi bangsa ini.

Pendidikan merupakan jangkar kemajuan sebuah bangsa. Tanggung jawab besar ini harus diimbangi dengan partisipasi aktif setiap masyarakat.

Hakikatnya pendidikan bukan hanya keperluan negara untuk kemajuannya, namun juga menjadi kebutuhan pokok dari masyarakatnya sendiri. Sehingga usaha pemerintah dan kesadaran aktif masyarakatnya dalam bidang pendidikan sangat penting demi kemajuan sebuah peradaban.

Muhammadiyah sebagai sebuah persyarikatan memiliki peran penting dan besar dalam ikut serta memajukan bangsa dalam bidang pendidikan. Amal usaha Muhammadiyah dalam bidang pendidikan cukup besar. Muhammadiyah memiliki 4.623 TK/TPQ, 2.604 Sekolah Dasar (SD)/MI, 1.772 Sekolah Menengah Pertama (SMP)/MTs, 1.143 Sekolah Menengah Atas (SMA)/SMK/MA, 67 Pondok Pesantren, 71 Sekolah Luar Biasa (SLB), dan 172 Perguruan Tinggi Muhammadiyah.2 Kesemua aset tersebut merupakan wujud Muhammadiyah dalam komitmen untuk berperan aktif memajukan Indonesia dalam bidang pendidikan.

1 Pimpinan MPR dan Badan Sosialisasi MPR RI Periode 2014-2019, Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2017), hlm. 117.

2 Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Data Amal Usaha Muhammadiyah, 2019, diakses dari http://m.muhammadiyah.or.id/en/content-8-det-amal-usaha.html, 09 Mei 2019.

(18)

Salah satu aspek penting dalam peningkatan mutu pendidikan di sekolah adalah manajemen. Paradigma baru dalam ilmu manajemen menganggap bahwa manusia memiliki potensi untuk mengembangkan sumber daya yang dimilikinya.3 Salah satu sumber daya tak terbatas yang dimiliki oleh diri manusia adalah daya kreatif. Daya kreatif ini merupakan sebuah potensi yang dimiliki oleh manusia. Apabila potensi ini dieksplorasi dan dikelola dengan baik maka akan menghasilkan karya yang luar biasa. Salah satu organisasi yang berfokus dalam pengembangan daya kreatif anggotanya yaitu Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).

Sebagai salah satu organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah di Lembaga Pendidikan Muhammadiyah,4 IPM pada Muktamar yang ke-20 di Samarinda5 mengambil tema “Menggerakkan Daya Kreatif, Mendorong Generasi berkemajuan”. IPM adalah “organisasi non-profit yang berfungsi sebagai wadah pengembangan diri maupun komunitas pelajar tentu saja membutuhkan pengetahuan dalam mengelola daya kreatif sehingga membantu organisasi mencapai visinya. Daya kreatif juga telah menjadi jawaban mengapa IPM mampu bertahan konsisten sebagai organisasi sejak tahun 1961.”6

Daya kreatif tersebut dikembangkan dengan cara yang terarah. IPM saat Muktamar ke-20 di Samarinda merancang tiga agenda aksi sebagai arah pergerakan dan eksplorasi daya kreatif anggotanya dengan penyesuaian terhadap isu nasional maupun global. Agenda aksi tersebut adalah gerakan jihad literasi, gerakan pendampingan teman sebaya dan gerakan konservasi ekologi. Dari ketiga agenda aksi atau program ini secara umum terlihat bahwa IPM berusaha mengarahkan sumber daya anggotanya terutama daya kreatif ke

3 Frans Mardi Hartanto, Paradigma Baru Manajemen di Indonesia, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2009), hlm. 550.

4 Lampiran Ketentuan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 08/KTN/1.4/F/2013 tentang Pembinaan Organisasi Otonom di Lembaga Pendidikan Muhammadiyah bab II pasal 3 ayat 1 menyebutkan bahwa Ikatan Pelajar Muhammadiyah adalah satu-satunya organisasi pelajar di lembaga pendidikan Muhammadiyah.

5 Muktamar merupakan permusyawaratan tertinggi di IPM. Muktamar ke-20 diselenggarakan di Samarinda pada tanggal 12-16 November 2016.

6 Fauzan Anwar Sandiah dan Khairul Arifin (Ed.), Tanfidz Muktamar XX IPM, (Yogyakarta, Jakarta: PP IPM, 2016), hlm. 33-34.

(19)

3

dalam dua aspek, yaitu pendidikan dengan gerakan jihad literasi dan advokasi.

Aspek advokasi sendiri terbagi menjadi dua, yaitu advokasi manusia yang termanifestasi dalam gerakan pendampingan teman sebaya dan advokasi lingkungan dengan gerakan konservasi ekologi sebagai manifestasinya.

Namun saat Tanwir7 yang diadakan di Martapura, dalam strategi optimalisasi agenda aksi PP IPM menambahkan aspek kewirausahaan sebagai agenda aksi.

Menelisik aspek penting manajerial dalam sebuah organisasi merupakan suatu hal yang sering dilakukan. Riset mengenai pengembangan manajemen organisasi dilakukan untuk perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang industri. Namun bagaimana dengan riset manajemen sebuah organisasi yang digerakkan oleh pelajar yang notabene masih muda? IPM merupakan salah satu Organisasi Kepemudaan (OKP) yang bergerak dengan basis masa pelajar yang rata-rata berumur 12-24 tahun.8 Sehingga penelitian mengenai manajemen dalam tubuh organisasi ini bukan hanya menarik namun sangat penting untuk dilakukan.

Selain itu kaitannya dengan dunia pendidikan, IPM merupakan salah satu lokus pendidikan yang sangat penting namun kurang diperhatikan. Padahal IPM merupakan sebuah organisasi yang memiliki program dalam pengembangan bakat dan minat pelajar di sekolah maupun di luar sekolah.

“Pada hakikatnya, organisasi otonom seperti Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah (NA), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) adalah lembaga pendidikan non formal dalam persyarikatan Muhammadiyah.”9 Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa IPM di dalam sekolah Muhammadiyah (formal) masuk ke dalam lokus

7 Dalam Anggaran Dasar IPM pasal 29 ayat 1 dijelaskan bahwa Tanwir adalah permusyawaratan tertinggi ikatan setelah Muktamar yang diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Pusat. Tanwir pertama (sebelumnya bernama Konpiwil) diselenggarakan di Martapura pada 2-4 Februari 2018.

8 Dalam Anggaran Rumah Tangga IPM pasal 23 dijelaskan bahwa batas umur maksimal pimpinan (pengurus) organisasi adalah 24 tahun untuk Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Pusat.

9 Azaki Khoirudin, Demi Pena: Sejarah dan Dinamika IPM 1961-2016, (Yogyakarta: Penerbit Horizon, 2016), hlm. 46.

(20)

pendidikan formal seperti OSIS dan memiliki jangkauan di luar sekolah sebagai lokus pendidikan non formal.

Selain itu, secara struktural IPM memiliki struktur organisasi yang memungkinkan jangkauan secara nasional.10 Struktur kepemimpinan yang ditempatkan dari pusat sampai ke pelosok desa atau sekolah menjadikan IPM secara organisasi mempunyai potensi gerakan yang masif. Oleh sebab itu, sangat penting untuk dianalisis bagaimana kerja organisasi yang dilakukan.

Sehingga agenda aksi (program) yang dirumuskan di tingkatan pusat bisa sampai ke ranah yang paling bawah (grass root) dan agenda aksi benar-benar terimplementasi ke dalam basis masa yang sesungguhnya.

Namun permasalahan manajerial yang dihadapi oleh IPM saat ini adalah dalam segi perencanaan yaitu kurangnya pemerataan agenda aksi di setiap jenjang struktur pimpinan. Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti memperlihatkan bahwa pimpinan di jenjang struktural kesulitan untuk memahami dan menafsirkan kembali rancangan program yang sudah dibuat di struktur pimpinan atas. Pimpinan Wilayah sering kali kesusahan dalam menerjemahkan hasil keputusan dari Pimpinan Pusat. Begitu pula pimpinan di bawahnya, sering tidak bisa memahami hasil dari penafsiran Pimpinan Wilayah. Selain itu, arogansi pimpinan sering menyebabkan perubahan rancangan agenda aksi secara radikal. Semisal, karena menganggap bahwa keadaan wilayah tidak sesuai dengan rancangan agenda aksi dari Pimpinan Pusat, sehingga pimpinan di bawahnya tidak menggunakan agenda aksi tersebut dan memilih untuk merumuskan sendiri agenda aksi yang lainnya.

Tesis Azaki Khoirudin menyimpulkan bahwa dengan perspektif Foucault, ternyata terdapat relasi wacana (rezim intelektual) dan sosial politik yang menghegemoni pengetahuan dalam tubuh IPM.11 Apabila dalam tesis tersebut

10 Anggaran Dasar IPM pasal 16-20 diatur struktural pimpinan (kepengurusan) yang terbagi menjadi lima jenjang yaitu Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang dan Pimpinan Ranting.

11 Azaki Khoirudin, “Genealogi Pemikiran Pendidikan dalam Sistem Perkaderan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (1961-2015)”, Tesis pada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016, tidak dipublikasikan, hlm. 221-222

(21)

5

gaya kepemimpinan diuraikan menggunakan pendekatan teori filsafat pendidikan, menarik apabila ditinjau dengan pendekatan manajemen khususnya dalam ruang lingkup perencanaan. Selain itu akan bermanfaat apabila dianalisis hasil relasi wacana dan sosial politik tersebut dalam sudut pandang perencanaan program IPM.

IPM sebagai organisasi yang berfokus mengembangkan sumber daya khususnya dalam hal daya kreatif menarik untuk dijadikan bahan penelitian.

IPM juga memiliki struktural berskala nasional12 yang memiliki basis massa yaitu pelajar yang menjadi bagian penting dalam pendidikan sehingga sangat relevan untuk dijadikan sebagai objek penelitian. Selain itu, penggunaan pendekatan Appreciative Inquiry (AI) yang salah satunya dikembangkan oleh David L. Cooperrider oleh IPM dalam merencanakan program menjadikan program IPM berorientasi pada objek positif dan mengesampingkan objek negatif atau masalah yang bernuansa negatif. AI digunakan sebagai alat analisis perencanaan oleh IPM dengan model 4D-Cycle. Oleh sebab itu, penulis memilih judul “Pendekatan Appreciative Inquiry dalam Proses Perencanaan Program Ikatan Pelajar Muhammadiyah”.

Peneliti juga melakukan studi pendahuluan hasil penelitian terdahulu sebagai bahan kajian dalam merancang penelitian. Penelitian yang bertujuan untuk menganalisis proses perencanaan program banyak dilakukan sebelumnya. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Mubasysyir Hasan Basri dengan judul Pendekatan Sistem dalam Perencanaan Program Kesehatan Daerah. Penelitian tersebut menganalisis pendekatan sistem dalam sebuah perencanaan program, berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan ini menganalisis pendekatan Appreciative Inquiry di dalam suatu perencanaan program.

Terdapat juga penelitian yang mirip dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu Proses Perencanaan Program di Dinas Kesehatan Kota

12 Saat ini IPM memiliki 34 Pimpinan Wilayah (provinsi), 302 Pimpinan daerah (kabupaten), 10.030 Pimpinan Cabang (kecamatan) dan 19.372 Pimpinan Ranting (sekolah, desa, masjid, pondok pesantren) yang tersebar di seluruh nusantara. Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Pelajar Muhammadiyah dalam Angka, 2019, diakses dari https://ipm.or.id, 09 Mei 2019.

(22)

Gorontalo oleh Rono A. Adam. Perbedaan yang dapat dilihat adalah pada objek dan tema penelitian. Rono meneliti proses perencanaan program dengan objek Dinas Kesehatan sehingga bertemakan manajemen kesehatan. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan meneliti salah satu organisasi pelajar yaitu IPM dengan basis massa siswa Muhammadiyah sehingga bertemakan Manajemen Pendidikan.

Selain itu, penelitian terkait Appreciative Inquiry banyak dilakukan dalam program studi psikologi dengan jenis penelitian tindakan. Contohnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Kusyandi Aditya dengan judul Peningkatan Tingkah Laku Membuang Sampah yang Benar dengan Menggunakan Metode Appreciative Inquiry pada Murid SMPN 05 Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Namun penelitian filosofis yang dilakukan Satrio Wahono dengan judul Appreciative Inquiry sebagai Pendekatan Manajemen Postmodern membuktikan bahwa AI memiliki kesejajaran dengan pendekatan manajemen postmodern sehingga AI dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam ilmu manajemen. Oleh sebab itu, peneliti memberanikan diri untuk menganalisis pendekatan AI yang dipraktikkan di dalam perencanaan program IPM.

B. Fokus Penelitian

Penelitian ini berusaha untuk mengungkap belum maksimalnya proses perencanaan program yang menjadi konsep utama dalam permusyawaratan IPM. Secara umum penelitian ini berfokus dalam teori perencanaan umum.

Namun secara parsial, penelitian ini berfokus kepada pendekatan Appreciative Inquiry (AI) sebagai pisau analisis dan perencanaan dalam IPM. Selain itu, penelitian ini juga berfokus kepada perencanaan program IPM selama periode 2016-2020 yang dilakukan dalam berbagai jenis permusyawaratan IPM dan rapat-rapat yang terkait.

(23)

7

C. Rumusan Masalah

Dari fokus penelitian di atas dapat dirumuskan pertanyaan yang menjadi masalah utama penelitian yang diuraikan sebagai berikut:

1. Bagaimana tahapan IPM penyusunan perencanaan program dalam permusyawaratan tertingginya dan rapat-rapat yang terkait?

2. Apakah perencanaan program IPM sudah memenuhi syarat perencanaan yang ideal?

3. Bagaimana penggunaan pendekatan appreciative inquiry dalam penyusunan program IPM?

D. Tujuan Penelitian

Mengacu kepada rumusan masalah, sehingga dapat diuraikan bahwa tujuan penelitian di setiap jenjang kepemimpinan IPM sebagai berikut:

1. Menjelaskan proses perencanaan program IPM dalam permusyawaratan tertingginya dan rapat-rapat yang terkait.

2. Menganalisis perencanaan program IPM dengan indikator ciri perencanaan yang ideal.

3. Menjelaskan penggunaan pendekatan Appreciative Inquiry dalam perencanaan program IPM.

E. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan dan manfaat bagi IPM adalah sebagai berikut:

a. Membantu IPM di segala tingkatan pimpinan untuk mengevaluasi dan memaksimalkan perencanaan program yang telah dilakukan.

b. Memperkaya khazanah kajian gerakan IPM dalam sudut pandang manajemen khususnya perencanaan program.

c. Memperkaya khazanah kajian Appreciative Inquiry dalam ruang lingkup teoritik.

2. Kegunaan dan manfaat bagi Muhammadiyah adalah sebagai berikut:

(24)

a. Membantu Muhammadiyah dalam melihat dan mengawasi salah satu organisasi otonomnya dalam proses pengambilan keputusan.

b. Memperkaya khazanah kajian perencanaan program yang dapat dijadikan referensi dalam perencanaan program organisasi otonom lainnya.

3. Kegunaan dan manfaat bagi sekolah Muhammadiyah adalah membantu pengembangan dan memaksimalkan program IPM di sekolah-sekolah Muhammadiyah.

(25)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

Berikut akan dijelaskan secara teoritik terkait dua kata penting dalam skripsi ini, yaitu “perencanaan” dan “Appreciative Inquiry (AI)”. Penjelasan ini bertujuan untuk memberi landasan pemahaman sebelum membedah lebih lanjut tentang perencanaan program IPM dan pendekatan AI di dalamnya.

Sehingga kajian teori dalam skripsi ini dapat dipahami secara komprehensif.

1. Perencanaan (Planning) a. Hakikat Perencanaan

Sebuah organisasi (kelompok) tentu memiliki sebuah perencanaan sebagai langkah awal dalam menggerakkan roda organisasinya.

Langkah awal tersebut menjadi landasan untuk langkah-langkah berikutnya. Oleh sebab itu, Perencanaan merupakan langkah penting bagi sebuah organisasi khususnya IPM.

Planning results in the selection of courses of action (plans) that will direct an organization’s human and material resources for future time spans.”1 Perencanaan menghasilkan pemilihan tindakan yang akan mengarahkan sumber daya manusia dan materi organisasi untuk rentang waktu di masa depan. Sehingga sangat tepat apabila perencanaan dilakukan sebagai langkah awal untuk kepentingan di masa yang akan datang.

Langkah awal tersebut mensyaratkan adanya pemilihan tujuan.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Chuck Williams bahwa “planning is choosing a goal and developing a method or strategy to achieve that

1 Robert L. Trewatha dan M. Gene Newport, Management, Edisi ke-3, (Texas: Business Publications, INC., 1982), hlm. 6.

(26)

goal.”2 Selain penentuan atau pemilihan tujuan, perencanaan juga berfungsi sebagai proses pemilihan aktifitas-aktifitas di dalam organisasi. Bateman dan Snell menjelaskan bahwa “planning is the conscious, systematic process of making decisions about goals and activities that an individual, group, work unit, or organization will persue in the future.”3

Sedikit melebar dari pembahasan, perlu juga dicermati pendapat Trewatha dan Newport yang menjelaskan bahwa “terdapat berbagai macam definisi mengenai manajemen, namun poin yang paling natural dan penting adalah proses manajemen. Aktivitas di dalam proses itu (planning, organizing, actuating, dan controlling) disebut fungsi-fungsi manajemen.”4 Seperti yang sudah disinggung di paragraf awal, bahwa perencanaan merupakan langkah awal yang melandasi langkah-langkah berikutnya. Langkah-langkah berikutnya merupakan fungsi-fungsi manajemen setelah perencanaan. Sehingga dapat diketahui bahwa perencanaan merupakan salah satu dari fungsi-fungsi manajemen yang berada di posisi awal dan menjadi landasan dalam proses manajemen berikutnya.

“Perencanaan adalah menetapkan pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh kelompok untuk mencapai tujuan yang sudah digariskan. Perencanaan mencakup kegiatan pengambilan keputusan, karena termasuk pemilihan alternatif-alternatif keputusan.”5 Sesuai dengan pendapat Trewatha dan Newport bahwa “decision making implies a choice from among two or more alternative courses of action.”6 Begitu pula dengan Griffin yang berpendapat bahwa “decision making can be defined as the process of choosing one alternative from

2 Chuck Williams, Effective Management, (USA: Thomson South-Western, 2008), hlm. 88.

3 Thomas S. Bateman dan Scott A. Snell, Management: Leading & Collaborating in a Compatitive World, Edisi Ke-7 (New York: McGraw-Hill Irwin, 2007), hlm. 118.

4 Robert L. Trewatha dan M. Gene Newport, Op. Cit., hlm. 5.

5 George R. Terry, Prinsip-Prinsip Manajemen, terj. J. Smith D.F.M., (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), hlm. 17.

6 Robert L. Trewatha dan M. Gene Newport, Op. Cit., hlm. 50.

(27)

11

among a set or rational alternatives.”7 Pemilihan alternatif keputusan tersebut dilakukan selain untuk memilih opsi perencanaan terbaik, juga untuk mengatasi berbagai hal yang tak terduga saat proses selanjutnya dilakukan khususnya saat pengaktualisasian. Senada dengan itu, Malayu S.P. Hasibuan juga berpendapat bahwa “perencanaan adalah masalah memilih, artinya memilih tujuan, dan cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut dari beberapa alternatif yang ada. Tanpa alternatif, perencanaan pun tidak ada. Perencanaan merupakan kumpulan dari beberapa keputusan.”8 Malayu juga menjelaskan hubungan antara perencanaan (planning), perencana (planner) dan rencana (plan). “perencanaan diproses oleh perencana, hasilnya menjadi rencana. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan rencana. Produk dari perencanaan adalah rencana.”9

b. Jenis Perencanaan

Stephen P. Robbins dan David A. Decenzo mengklasifikasikan perencanaan ke dalam delapan jenis yang diserap dari empat segi yaitu breadth (keluasan), time frame (bingkai waktu), specificity (kekhususan), dan frequency of use (frekuensi penggunaan). Ditinjau dari segi keluasan, dapat ditemukan dua jenis perencanaan yaitu strategic plans (perencanaan strategis) dan tactical plans (perencanaan taktis). Ditinjau dari segi bingkai waktu, perencanaan terbagi ke dalam short-term plans (perencanaan jangka pendek) dan long-term plans (perencanaan jangka panjang) yang keduanya memiliki perbedaan spesifik dalam rentan waktu perencanaan. Berikutnya perencanaan ditinjau dari segi kekhususan memuat dua jenis yaitu specific plans (perencanaan spesifik) dan directional plans (perencanaan langsung).

7 Ricky W. Griffin, Management, (Boston: Houghton Mifflin Company, 1984), hlm. 197.

8 Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), hlm. 91.

9 Ibid.

(28)

Terakhir, perencanaan dalam tinjauan frekuensi penggunaan yang terbagi juga menjadi dua yaitu single-use plans (perencanaan sekali pakai) dan standing plans (perencanaan Berkelanjutan atau berulang- ulang).10 Berikut penjelasan dari jenis-jenis perencanaan di atas:

1) Perencanaan Strategis

Perencanaan strategis merupakan frasa yang terdiri dari dua kata yaitu perencanaan dan strategi. Penjelasan terkait perencanaan sudah dijelaskan dalam sub bab pengertian perencanaan. Sedangkan kata strategi dapat diartikan sebagai “prioritas atau arah keseluruhan yang luas yang diambil oleh organisasi atau pilihan-pilihan tentang bagaimana cara terbaik untuk mencapai misi organisasi.”11

Senada dengan itu, menurut Nanang Fattah perencanaan strategis adalah “proses yang dilakukan suatu organisasi menentukan strategi atau arahan, serta mengambil keputusan untuk mengalokasikan sumber dayanya.”12 Secara definitif perencanaan strategis merupakan suatu proses yang memiliki langkah-langkah lain di dalamnya. Penentuan strategi dan pengambilan keputusan (decision making) merupakan proses-proses yang bertujuan untuk mengalokasikan atau mengelola sumber daya yang ada.

Pertanyaannya adalah di manakah posisi perencanaan strategis? Perencanaan strategis merupakan bagian awal dari manajemen strategis yang bertujuan untuk membuat standar perencanaan dan membuat laporan progresifitas. Langkah-langkah manajemen strategis yaitu penilaian organisasi (assessment);

membuat formulasi perencanaan strategis; melengkapi rencana dan mengkomunikasikan rencana; implementasi rencana; dan

10 Stephen P. Robbins dan David A. Decenzo, Fundamentals of Management: Essential Concepts and Applications, Edisi ke-6, (New Jersey, Pearson Education, Inc., 2008), hlm. 59-61.

11 Michael Allison dan Jude Kaye, Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Nirlaba: Pedoman Praktis dan Buku kerja, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), hlm. 3.

12 Nanang Fattah, Manajemen Stratejik Berbasis Nilai, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015), hlm. 43.

(29)

13

evaluasi.13 Sehingga perlu dipahami pula hakikat manajemen strategis.

The essence of strategic management is the study of why some firms outperform others.”14 Hakikat manajemen strategis adalah sebuah penyelidikan kenapa perusahaan (organisasi/komunitas) memiliki kinerja lebih dari yang diekspektasikan. Dapat diuraikan juga bahwa manajemen strategis merupakan sebuah penyelidikan bagaimana organisasi bekerja secara akseleratif melampaui target atau tujuan.

Lebih spesifik, perlu dijelaskan perbedaan antara perencanaan strategis dengan perencanaan operasional, dan antara perencanaan strategis dengan perencanaan jangka panjang. Berikut merupakan penjelasan Michael Allison dan Jude Kaye terkait hal ini:

Perencanaan strategis dan perencanaan operasional itu melibatkan dua jenis pemikiran yang berbeda. Keputusan strategis sifatnya fundamental, memberi arah, dan berorientasi masa depan. Sebaliknya keputusan-keputusan operasional itu terutama mempengaruhi pelaksanaan sehari-hari keputusan strategis. Sementara keputusan-keputusan strategis itu senantiasa memiliki implikasi jangka panjang, maka keputusan operasional cenderung memiliki implikasi jangka pendek. Perencanaan jangka panjang pada umumnya dianggap mengandaikan bahwa pengetahuan yang ada sekarang tentang keadaan masa depan itu cukup handal guna menjamin reliabilitas rencana itu selama durasi pelaksanaannya. Namun perencanaan strategis mengandaikan bahwa sebuah organisasi itu harus tanggap terhadap lingkungan yang dinamis dan sulit diramal. Perencanaan strategis menekankan pentingnya membuat keputusan-keputusan yang menempatkan organisasi untuk berhasil menanggapi perubahan lingkungan.

Penekanannya terdapat pada arah keseluruhan bukan meramalkan sasaran konkrit, tahun demi tahun secara terperinci. Fokus perencanaan strategis adalah pada pengelolaan strategis, artinya, penerapan pemikiran strategis

13 Ibid., hlm. 44.

14 Gregory G. Dess, G. T. Lumpkin dan Marilyn L. Taylor, Strategic Management: Creating Competitive Advantages, (New York: McGraw-Hill, 2005), hlm. 9.

(30)

pada tugas memimpin sebuah organisasi guna mencapai maksudnya.15

2) Perencanaan Taktis

Menurut Stephen P. Robbins dan David A. Decenzo perencanaan taktis merupakan “plans that specify the details of how an organization’s overall objectives are to be achieved”.16 Dari sini dapat dimaknai bahwa perencanaan taktis berfokus kepada perincian dalam sebuah rencana yang memang kurang terbahas dalam perencanaan strategis. Namun perencanaan strategis menjadi dasar dari perencanaan taktis. Perencanaan taktis juga terkadang disamakan dengan istilah lain yaitu perencanaan operasional.17

Sedangkan perencanaan operasional sendiri “yaitu perencanaan yang memuat cara-cara melakukan pekerjaan tertentu agar lebih maksimal dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.”18 Sehingga juga disebut dengan perencanaan kerja yang dibahas di dalamnya kegiatan bersifat taktis seperti analisis program, penetapan prosedur kerja, metode kerja dan penentuan tenaga pelaksana.19

3) Perencanaan Jangka Pendek

Perencanaan jenis ini menurut Abd. Rohman merupakan

“perencanaan yang dalam pelaksanaannya pada umumnya membutuhkan waktu kurang lebih setahun. Perencanaan ini biasanya dipersiapkan dengan tergesa-gesa karena pelaksanaanya bersifat tiba-tiba dan waktu yang ada sangat sempit.”20 Pendapat

15 Michael Allison dan Jude Kaye, Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Nirlaba: Pedoman Praktis dan Buku kerja, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004), hlm. 4-5.

16 Stephen P. Robbins dan David A. Decenzo, Op.Cit., hlm. 60.

17 Ibid., hlm. 59.

18 Abd. Rohman, Dasar-dasar Manajemen Publik, (Malang: Empatdua, 2018), hlm. 88.

19 Ibid.

20 Ibid.

(31)

15

terkait jangka waktu ini juga diperkuat dengan pendapat Stephen P.

Robbins dan David A. Decenzo yang mendefinisikan short term plans sebagai “plans that cover less than one year.”21Jangka waktu ini dapat dijadikan sebuah pembeda terhadap perencanaan jangka panjang yang akan dijelaskan di bawah.

4) Perencanaan Jangka Panjang

Sedangkan perencanaan jangka panjang “dalam pelaksanaanya membutuhkan waktu yang cukup lama, biasanya hingga sepuluh tahun”22. Namun, inti dari jangka waktu perencanaan ini adalah

more than one year.”23 Sehingga apabila suatu perencanaan pelaksanaanya lebih dari satu tahun maka sudah dapat dikatakan sebagai perencanaan berjangka panjang.

5) Perencanaan Spesifik

Perencanaan ini merupakan “plans that have clearly defined objectives and leave no room for misinterpretation.”24 Maksudnya adalah karena perencanaan ini membahas perihal yang spesifik sehingga perencanaan ini memiliki fokus tertentu. Titik fokus ini yang diharapkan dapat menciptakan sebuah kejelasan rencana dan meminimalisir kesalahan dalam interpretasi.

6) Perencanaan Terarah

Sedangkan perencanaan terarah (directional plans) merupakan perencanaan yang bersifat fleksibel. Sesuai dengan penjelasan Stephen P. Robbins dan David A. Decenzo bahwa “directional plans: flexible plans that set out general guidelines.”25 Fleksibilitas

21 Stephen P. Robbins dan David A. Decenzo, Loc. Cit.

22 Abd Rohman, Dasar-dasar Manajemen Publik, Op. Cit., hlm. 88.

23 Stephen P. Robbins dan David A. Decenzo, Loc. Cit.

24 Ibid.

25 Ibid.

(32)

perencanaan ini yang mensyaratkan perencanaan harus dibuat seumum mungkin agar dapat dijadikan sebagai garis panduan.

7) Perencanaan Sekali Pakai

Abd. Rohman menjelaskan bahwa “Single use planning, yaitu perencanaan yang dimaksudkan untuk satu kali perencanaan.

Artinya, rencana yang disusun hanya digunakan pada satu pelaksanaan saja dan setelah pelaksanaan dianggap selesai.

Perencanaan jenis ini seperti rencana yang digunakan untuk kepanitiaan suatu kegiatan tertentu.”26 Sesuai dengan pendapat Richard L. Daft yang menjelaskan bahwa “single use plans are developed to achieve a set of goals that are not likely to be repeated in the future.”27 Alasan kenapa digunakan sekali adalah karena perencanaan sekali pakai dianggap sebagai “a plan that is used to meet the needs of a particular or unique situation”.28 Jadi perencanaan jenis ini hanya digunakan di dalam situasi khusus tertentu. Perencanaan jenis ini berbentuk proyek dan program sesuai dengan penjelasan Richard L. Daft bahwa “single use plans typically include both programs and projects.”29

Contoh dari penggunaan perencanaan ini memang paling mudah ditemukan dalam sistem kepanitiaan. Sebuah panitia suatu kegiatan memiliki satu tujuan khusus yaitu bagaimana membuat kegiatan yang dapat dikatakan sukses. Sehingga sebuah rencana yang khusus dirancang untuk kegiatan menyesuaikan dengan tema, jenis, dan kebutuhan kegiatan tersebut. Apabila kegiatan tersebut sudah selesai, maka sebuah rencana dianggap sudah terimplementasikan dan rencana belum tentu dapat diterapkan di

26 Abd Rohman, Op. Cit., hlm. 87.

27 Richard L. Daft, New Era of Management, edisi ke-9, (South-Western: Cengange Learning, 2010), hlm. 171.

28 Stephen P. Robbins dan David A. Decenzo, Loc. Cit.

29 Richard L. Daft, Loc. Cit.

(33)

17

kegiatan lain karena perbedaan tema, jenis dan kebutuhan dari sebuah kegiatan.

8) Perencanaan Berkelanjutan

Perencanaan berkelanjutan atau juga biasa disebut standing plans atau repeats plans merupakan “perencanaan yang digunakan dalam pelaksanaan yang berulang-ulang. Artinya tidak hanya digunakan hanya pada satu pelaksanaan, sehingga perencanaan ini bersifat permanen.”30 Walau sifat permanen ini tidak juga dibutuhkan karena inti dari perencanaan ini adalah pengulangan perencanaan sampai mencapai tujuan yang sudah ditentukan.

Inti dari perencanaan ini adalah “a plan that is ongoing and provides guidance for repeatedly performed actions in an organization.” Dari sini dapat digambarkan bahwa perencanaan ini berbentuk pedoman atau panduan tertulis. Seperti pendapat Richard L. Daft yang menyebutkan “the primary standing plans are organizational policies, rules, and procedures.”31 Panduan yang dimaksud dapat berubah suatu saat sesuai dengan perkembangan zaman dan juga tantangan yang dihadapi oleh sebuah organisasi.

9) Perencanaan Cadangan

Selain kedelapan jenis di atas, ada juga jenis perencanaan yang cukup penting untuk dijelaskan, yaitu perencanaan cadangan (contingency plans). Perencanaan ini “define company responses to be taken in the case of emergencies, setbacks, or unexpected conditions.”32 Perencanaan ini digunakan untuk merespon kondisi darurat, kemunduran sebuah perencanaan dan kondisi-kondisi lain yang tidak dapat diprediksi.

30 Abd Rohman, Loc. Cit.

31 Richard L. Daft, Loc. Cit.

32 Richard L. Daft, Ibid.

(34)

Sekilas perencanaan ini mirip dengan jenis perencanaan terarah dan perencanaan terarah dapat dikatakan sebagai salah satu bagian dari perencanaan cadangan. Karena kesamaan tujuan yaitu untuk merespon perubahan yang tidak dapat diprediksi. Sesuai kata Stephen P. Robbins dan David bahwa “when uncertainty is high and management must maintain flexibility in order to respond to unexpected changes, directional plans may be preferable.”33

c. Kriteria Perencanaan yang Ideal

Menurut Anis Eliyana perencanaan yang ideal harus memenuhi beberapa syarat dengan singkatan “SMART” yang terdiri dari:

1) specific: tidak mengandung multitafsir, agar tidak menimbulkan kerancuan; 2) Measurable: terukur; 3) Attainable: menantang.

Tidak terlalu rendah dari hasil yang dicapai, namun juga jangan terlalu tinggi. Harus dapat melahirkan komitmen terhadap seluruh anggota untuk bekerja dalam upaya mewujudkan tujuan; 4) rasional/realistic: masuk akal dan logis. Tidak terlalu mudah dan tidak juga terlalu sulit. Artinya, apa-apa yang dirumuskan adalah wajar, masuk akal untuk dicapai dalam kondisi tertentu; 5) Timely:

tepat waktu. Adanya batas waktu yang jelas. Harus menetapkan berapa lama jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapainya.34

Perencanaan dengan standar SMART berusaha untuk membentuk sebuah rancangan yang sederhana namun memiliki kualitas di dalamnya. Perencanaan harus terfokus menuju pencapaian tujuan sehingga perencanaan tidak membahas sesuatu yang melebar.

Ketepatan dalam membuat gagasan dalam perencanaan ini sangat dibutuhkan khususnya dalam pemahaman tujuan dari rencana tersebut.

Karena dasar dari pembuatan sebuah rencana adalah mencapai tujuan tersebut. Sehingga titik fokus atau spesifikasi yang tinggi dalam sebuah perencanaan sangat dibutuhkan.

33 Stephen P. Robbins dan David A. Decenzo, Loc. Cit.

34 Suhardi, Pengantar Manajemen dan Aplikasinya, (Yogyakarta: Penerbit Gava Media, 2018), hlm. 45-46.

(35)

19

Selain itu, untuk menjadikan perencanaan itu terfokus dibutuhkan rasionalitas di dalam perencanaan tersebut. Karena perencanaan yang rasional atau dapat dipahami adalah perencanaan yang dapat diukur pula. Hal yang tidak dapat diukur cenderung sulit dipahami. Apabila ketiga syarat tersebut sudah terpenuhi maka dengan sendirinya akan tercipta perencanaan yang dapat dicapai atau attainable karena realistis.

Syarat-syarat perencanaan di atas membentuk perencanaan yang strategis. Namun perlu satu syarat lagi yang sangat penting yaitu ketepatan waktu. Perlu adanya pembahasan terkait waktu dalam perencanaan untuk membentuk sebuah target tertentu. Hal ini dilakukan agar perencanaan yang strategis dapat benar-benar terimplementasikan dengan baik dan terselesaikan sesuai dengan target waktu yang sudah dirancang.

Selain itu lebih spesifik, Sondang P. Siagian menjelaskan sepuluh ciri-ciri rencana dapat dikatakan baik. Berikut merupakan uraiannya:

1) Rencana harus mempermudah tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Artinya, bahwa penyusunan suatu rencana tidak boleh dipandang sebagai sebuah tujuan, melainkan sebagai cara yang sifatnya sistematis untuk mencapai tujuan; 2) Perencana sungguh-sungguh memahami hakikat tujuan yang ingin dicapai. Artinya, harus terdapat jaminan bahwa orang-orang yang mendapat tugas menyusun rencana adalah orang yang titik tolak berpikir dan bertindaknya adalah yang sepenuhnya berorientasi kepada organisasi; 3) Pemenuhan persyaratan keahlian teknis. Penyusunan suatu rencana untuk kemudian disahkan oleh manajer seyogianya diserahkan kepada orang yang betul-betul memenuhi persyaratan keahlian teknis menyusun rencana; 4) Rencana harus disertai oleh suatu rincian yang cermat.

Suatu rencana tidak hanya merupakan keputusan tentang apa yang akan dikerjakan di masa depan, tetapi juga memberikan petunjuk operasionalisasinya; 5) Keterkaitan rencana dengan pelaksanaan. Ujian tepat tidaknya rencana tidak terlihat pada cara perumusannya akan tetapi pada pelaksanaanya. Untuk mempermudah proses pelaksanaan, data, saran, informasi, dan pendapat orang-orang dalam organisasi menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan; 6) Kesederhanaan. Yang dimaksud dengan kesederhanaan sebagai ciri rencana menyangkut berbagai hal seperti teknik penyusunan, bahasa yang digunakan, sistematik, format, penekanan berbagai prioritas, dan sebagainya;

(36)

7) Fleksibilitas. Berarti memperhitungkan apa yang mungkin dilaksanakan, tergantung pada keadaan nyata yang dihadapi.

Ketergantungan pada keadaan inilah yang mengharuskan organisasi memiliki apa yang disebut dengan contingency plan;

8) Rencana memberikan tempat pada pengambilan resiko.artinya, penyusunan rencana per definisi menggambarkan resiko. Hanya saja resiko itu harus merupakan suatu yang telah diperhitungkan sebelumnya (calculated risk) sehingga faktor ketidakpastian dalam menghadapi masa depan dapat dikurangi hingga ke tingkat yang minimal; 9) Rencana yang pragmatik. Untuk kepentingan perencanaan, intinya terletak pada penggabungan pandangan yang idealistik dengan yang pragmatik; 10) Rencana sebagai instrumen peramalan masa depan. Rencana harus merupakan suatu keputusan yang didalamnya telah tergambar situasi dan kondisi yang diperkirakan akan dihadapi di masa depan dan memberikan petunjuk tentang cara-cara yang dipandang tepat untuk menghadapinya.35

Dapat dicermati bahwa pendapat Anis Eliyana dan Sondang P.

Siagian memiliki substansi yang sama. Namun Anis berusaha menyajikan sebuah indikator yang sederhana dan mudah dipahami.

Sedangkan Sondang berusaha untuk menguraikan indikator perencanaan yang baik serinci mungkin. Sehingga kedua pendapat di atas dapat dijadikan sebagai indikator dalam mengukur proses dan substansi perencanaan IPM.

Kedua konsepsi perencanaan yang baik di atas memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Sehingga penggabungan atau sintesis dari kedua konsep tersebut akan menjadi sebuah konsep baru yang lebih baik. Berikut merupakan tabel penggabungan atau sintesis dari kedua konsep:

Tabel 2.1 Menunjukkan Tabel Penggabungan atau Sintesis dari Dua Konsep Ciri-ciri Perencanaan yang Baik

Hasil Sintesa Aspek Gabungan Penjelasan

35 Sondang P. Siagian, Fungsi-fungsi Manajerial, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), hlm. 47- 50.

(37)

21

Specific

Rincian yang cermat Antara aspek spesifik menurut Eliyana dengan ciri rincian yang cermat menurut Siagian memiliki substansi yang sama.

Measurable

1. Keterkaitan rencana dengan pelaksanaan

2. Fleksibilitas 3. Memperhitungkan

pengambilan resiko 4. Peramalan masa depan

Ciri keterkaitan rencana dengan pelaksanaan, fleksibilitas, perhitungan pengambilan resiko dan peramalan masa depan memiliki titik substansi yang sama yaitu keterukuran dalam perencanaan. Sehingga keempat ciri perencanaan yang baik menurut Siagian tersebut dapat digabungkan ke dalam aspek terukur menurut Eliyana.

Attainable

Idealistik-Pragmatik Aspek attainable (dapat dicapai) menurut eliyana memiliki makna ke- seimbangan dalam perencana- an dan melahirkan komitmen kerja. Hal ini sesuai dengan ciri perencanaan yang baik menurut Siagian yaitu konsep keseimbangan antara idealistik dan pragmatik.

Rational

1. Pemenuhan persyaratan keahlian teknis

2. Perencana memahami hakikat tujuan

Ciri perencanaan yang baik menurut Siagian yaitu pemenuhan persyaratan keahlian teknis untuk perencana dan perencana yang memahami hakikat tujuan merupakan dua aspek yang rasional untuk dipenuhi dalam sebuah perencanaan.

Timely

Aspek waktu atau ketepatan waktu tidak di temukan di dalam ciri perencanaan yang baik menurut siagian.

Sehingga apabila keduanya

digabungkan maka

menjadikan konsepsi yang lebih komprehensif.

Simple

1. Mempermudah tercapainya tujuan

2. kesederhanaan

Dua ciri menurut siagian yang tidak terdapat di dalam konsep

SMART adalah

kesederhanaan dan mempermudah tercapainya tujuan dikarenakan kesederhanaan tersebut sehingga keduanya saling berkaitan. Jadi, dua ciri ini dapat digabungkan menjadi satu aspek yaitu simple.

(38)

Sintesa di atas menghasilkan enam kriteria atau ciri perencanaan yang baik. Keenam ciri tersebut yaitu Specific, Measurable, Attainable, Rasional, Timely dan Simple. Kriteria yang dapat disingkat menjadi

“SMARTS” ini menjadi indikator yang cukup komprehensif bagi sebuah perencanaan yang baik. Berikut merupakan penjelasan syarat perencanaan yang ideal dengan model SMARTS:

1) Specific

Perencanaan yang baik atau ideal salah satunya adalah memiliki rincian dalam perencanaan. Rincian tersebut berupa pandangan di masa depan sebagai jembatan dengan pengimplementasian dan juga rincian operasional. Namun tujuan dari perencanaan harus jelas sehingga perencanaan bisa fokus terhadap spesifikasi tertentu dalam perencanaan.

2) Measurable

Perencanaan yang ideal juga harus terukur. Kriteria keterukuran sebuah perencanaan dapat diuraikan dengan keterkaitan rencana dengan pelaksanaan, fleksibilitas dengan cara memperhitungkan kemungkinan yang terjadi, selanjutnya yaitu memperhitungkan resiko yang diperkirakan akan muncul, dan yang terakhir yaitu perencanaan harus juga meramalkan masa depan sebagai indikator ketercapaian dalam pelaksanaan.

3) Attainable

Sebuah perencanaan harus diperkirakan dapat terimplementasikan dengan baik, maksudnya adalah dapat dicapai dalam pelaksanaanya. Perencanaan yang terlalu ideal seringkali kurang dapat terimplementasikan. Sehingga perlu memandang aspek pragmatik agar tersusun perencanaan yang ideal sekaligus realistik.

(39)

23

4) Rational

Syarat attainable di atas erat kaitannya dengan syarat yang akan dijelaskan berikut ini yaitu rasional. Sebuah perencanaan yang dapat dicapai merupakan perencanaan yang rasional. Selain itu, perencanaan yang rasional juga memandang nilai ketepatan.

Maksudnya adalah kesesuaian dalam keahlian perencana dengan bidang yang akan direncanakan. Selanjutnya, perencanaan yang rasional juga mensyaratkan perencana harus memahami tujuan dari perencanaan yang dibuat. Sehingga rasionalitas perencana maupun yang direncanakan akan terjaga.

5) Timely

Kemudian adalah ketepatan waktu. Aspek waktu merupakan salah satu kunci yang paling efektif dalam sebuah perencanaan.

Pertama, perencanaan haruslah direncanakan sesuai dengan waktu perencanaan yang ada. Karena apabila sebuah perencanaan tidak sesuai dengan waktu yang sudah disediakan maka akan mempengaruhi waktu pengimplementasian sebuah rencana.

Kedua, perencanaan harus merumuskan perkiraan waktu yang dapat ditempuh dalam pengimplementasian. Sehingga ketepatan waktu pengimplementasian perencanaan dapat diukur. Perencanaan yang baik adalah perencanaan yang dalam pengimplementasiannya juga tepat waktu.

6) Simple

Kesederhanaan dalam sebuah perencanaan menjadi syarat terakhir perencanaan dapat dikatakan ideal. Perencanaan harus disusun sesederhana mungkin agar mudah dilaksanakan.

Kesederhanaan sebuah perencanaan juga mempengaruhi efisiensi

(40)

sebuah kegiatan. Sehingga semakin sederhana sebuah rencana maka pelaksanaan juga akan semakin efektif dan efisien.

2. Appreciative Inquiry sebagai Pendekatan a. Definisi Appreciative Inquiry (AI)

Secara terminologis AI terdiri dari dua kata (dalam bahasa Inggris) yaitu “appreciative” yang bermakna penghargaan atau menghargai dan

inquiry”. Menurut kamus Oxford kata “appreciative” merupakan kata sifat (adjective) yang berarti “feeling or showing pleasure or admiration.”36 Sedangkan kata “inquiry” bermakna penyelidikan, dalam kamus Oxford berarti “the action of seeking; the action of asking questioning; interrogation.”37

Secara etimologis, David Coperrider dan Diana Whitney mendeskripsikan bahwa AI “is the cooperative, coevolutionary search for the best in people, their organization, and the world around them. It involves systemic discovery of what give life to an organization or a community when it is most effective and most capable in economic, ecological, and human terms.”38 Inti dari AI adalah sebuah kerjasama yang bertujuan untuk kebaikan masyarakat, organisasi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. AI berusaha menemukan apa yang diberikan oleh kehidupan untuk dimanfaatkan secara efektif dalam berbagai bidang.

Pendapat lain yang memiliki substansi makna yang sama menurut Diana Whitney dan Amanda Trosten “Appreciative Inquiry is the study of what gives life to human systems when they function at their best. This approach to personal change and organization change is based on the

36 Keith Brown, dkk, Oxford Student’s Dictionary of English, (London: Oxford University Press, 2001), hlm. 31.

37 Eric Buckley, The Oxford English Dictionary, (London: Oxford University Press, 1978), hlm. 323.

38 David L. Cooperrider dan Diana Whitney, Appreciative Inquiry: A Positive Revolution in Change, (San Francisco: Berrett-Koehler Publishers, 2005), hlm. 8.

(41)

25

assumption that questions and dialogue about strengths, successes, values, hopes, and dreams are themselves transformation.”39 Appreciative mengandung makna “the act of recognition and the act of enhancing value”.40 Sedangkan inquiry mengandung makna “the act of exploration and discovery”.41 Sehingga terdapat empat diksi penting yang terkandung di dalam pengertian AI yaitu pengakuan, penguatan nilai, eksplorasi dan penemuan.

Keempat term di atas memiliki hubungan yang apabila dikaitkan akan menjadi dasar dari konsep AI itu sendiri. Penemuan apa yang diberikan oleh sebuah kehidupan merupakan sebuah pengakuan terhadap aset-aset atau hal-hal yang bermakna dalam kehidupan.

Disinilah pentingnya sebuah nilai-nilai dari kehidupan ditemukan.

AI assumes that every organization and community has many untapped and rich accounts of the positive-what people talk about past, present, and future capacities, or the positive core.”42 Asumsi AI terhadap struktur komunal manusia yaitu organisasi dan komunitas yang kaya akan inti positif merupakan sebuah kekuatan nilai yang dimiliki oleh AI. AI memandang bahwa setiap percakapan manusia kapanpun dilakukan mengandung inti positif. Sehingga inti positif (positive core) menjadi sumber nilai, kekuatan dan dasar berpikir AI.

AI merupakan pendekatan yang sering digunakan di dalam dunia psikologis karena memang AI berangkat dari asumsi psikologis. Namun di manakah posisi AI dalam organisasi atau manajemen organisasi?

Pertanyaan ini berusaha dijawab oleh Widyanto Muttaqien sebagai berikut:

AI cocok diterapkan dalam berbagai tipe rapat (perencanaan strategis, monev, sesi curah pendapat) dan berbagai tingkatan manajemen (pekerja, manajemen madya dan eksekutif). AI juga

39 Diana Whitney dan Amanda Trosten, The Power of Appreciative Inquiry: A Practical Guide to Positive Change Second Edition, (San Francisco: Berrett-Koehler Publishers, 2010), hlm. 1.

40 Ibid., hlm. 2.

41 Ibid., hlm. 3.

42 David L. Cooperrider dan Diana Whitney, Loc. Cit.

Gambar

Gambar 2.2 Mengilustrasikan Konsep SOAR 50
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir
Tabel 3.1 Menunjukkan Data Pimpinan yang Menjadi Pusat  Penelitian
Tabel 3.2 Menunjukkan Kisi-kisi Instrumen Wawancara  Aspek  Sub Aspek  Indikator
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan kinerja pengelola program TB paru di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai 63,89% termasuk kurang, 52,8% keterampilan petugas termasuk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) perencanaan kebutuhan obat di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam implementasi JKN belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) perencanaan kebutuhan obat di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam implementasi JKN belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) perencanaan kebutuhan obat di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam implementasi JKN belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman

Hasil pengendalian nyamuk dewasa secara kimia dari 12 kabupaten kota yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota penelitian diperoleh hasil sebagai berikut;

Hasil pengendalian nyamuk dewasa secara kimia dari 12 kabupaten kota yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota penelitian diperoleh hasil sebagai berikut;

Analisis Perencanaan dan Penganggaran Program Kesehatan Ibu dan Anak pada Puskesmas di Kota Banjar Barat Tahun 2007, Tesis Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Hasil pengendalian nyamuk dewasa secara kimia dari 12 kabupaten kota yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota penelitian diperoleh hasil sebagai berikut;