• Tidak ada hasil yang ditemukan

putusan 37 pk pdt 2011 20250110140150

N/A
N/A
daffa ismadi

Academic year: 2025

Membagikan "putusan 37 pk pdt 2011 20250110140150"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

P U T U S A N No. 37 PK/Pdt/2011

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

memeriksa perkara perdata dalam peninjauan kembali telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara :

1. DERMAWAN NUGROHO & CO, 2. P.D.D. DERMAWAN,

3. SOENARDI PARDI, SH.,LL.M,

4. RICHARD C. ADAM, SH.,LL.M, kesemuanya bertempat tinggal di Landmark Centre, Tower B, Lanlai 8, Jalan Jenderal Sudirman No. 1 Jakarta, dalam hal ini memberi kuasa kepada : Wemmy Muharamsyah, SH., dan kawan-kawan, para Advokat, berkantor di Landmark Centre, Tower B, Lanlai 8, Jalan Jenderal Sudirman No. 1 Jakarta 12910,

Para Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Kasasi/

para Penggugat/para Pembanding ; m e l a w a n :

1. HANS W. VRIENS, bertempat tinggal Jalan Bangka Raya No. 2 Jakarta Selatan, juga selaku Direktur Utama PT. APCO INDONESIA, berkantor di di World Trade Centre, Lantai 10 Jalan Jenderal Sudirman Kav 29-31 Jakarta, 2. PT. APCO INDONESIA, berkedudukan

di World Trade Centre, Lantai 10 Jalan Jenderal Sudirman Kav 29-31 Jakarta, 3. MONIQUE SOESMAN, bertempat

tinggal di NUFFIC (d/h Netherlands Education Center) Citra Graha Lantai 7 ruang 702 Jalan Gatot Subroto Kav 35-36 Jakarta,

4. NUFFIC (d/h Netherlands Education Centre), berkedudukan di Citra Garden Lantai 7 ruang 702, Jalan Gatot Subroto Kav 35-36 Jakarta,

Hal. 1 dari 64 hal. Put. No. 37 PK/Pdt/2011

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1

(2)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Para Termohon Peninjauan Kembali dahulu para Termohon Kasasi/para Tergugat/para Terbanding ;

Mahkamah Agung tersebut ;

Menimbang bahwa dari surat-surat yang bersangkutan ternyata Para Pemohon Peninjauan Kembali dahulu para Pemohon Kasasi/para Penggugat/

para Pembanding telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan Mahkamah Agung No. 2807 K/PDT/2008 tanggal 14 Agustus 2009 yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan para Termohon Peninjauan Kembali dahulu para Termohon Kasasi/para Tergugat/

para Terbanding dengan posita perkara sebagai berikut ;

Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang para Pemohon Kasasi dahulu sebagai Penggugat I s/d IV telah menggugat sekarang para Termohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat I s/d IV.

A. KASUS POSISI

Bahwa para Penggugat bertindak selaku kuasa hukum dari dan karenanya bertindak untuk kepentingan pemerintah Propinsi Kalimantan Timur (pemprop Kaltim) dan Gubemur Kalimantan Timur (Gubernur) selaku para Penggugat dalam perkara perdata No. 702/Pdt.G/2002/PN.Jak.Sel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yang diputus pada tanggal 24 Juni 2003, yang pada saat ini sedang pada tahap banding (Perkara Perdata), di mana Tergugat I dan Tergugat II digugat karena melakukan perbuatan melawan hukum yang menghina, merugikan dan merusak kehormatan dan nama baik Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur dan Gubernur Kalimantan Timur, melalui tulisan berjudul "Megawati Breaks a Business Impasse" (Megawati Memecahkan Kebuntuan Bisnis) yang dibuatnya dan disebar-Iuaskan melalui harian bersirkulasi global : “The Asian Wall Street Journal", halaman A 11, edisi 7 Oktober 2002 ("Tulisan Yang Menghina") ;

Bahwa karena tulisan yang menghina tersebut, Gubernur melalui para Penggugat sebagai kuasa hukumnya, juga telah melaporkan Tergugat I secara pidana kepada Kepolisian Daerah Kalimantan Timur ("Polda Kaltim") atas dasar Pencemaran Nama Baik ex Pasal 310 dan Pasal 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ("KUHP"), perkara mana sekarang masih dalam tahap penyidikan di Polda Kaltim ("Perkara Pidana") ;

Bahwa, dalam kaitannya dengan proses acara perkara perdata dan perkara pidana tersebut, Tergugat I dan Tergugat II dengan sengaja telah merusak kehormatan dan nama baik para Penggugat dengan menyatakan bahwa para Penggugat mempunyai reputasi yang kotor karena telah melakukan

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2

(3)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

praktek penyuapan di pengadilan dan juga instansi-instansi terkait lainnya (dalam hal ini berarti Kepolisian) ("Pencemaran Nama Baik para Penggugat").

Tersiarnya pencemaran nama baik para Penggugat diketahui pada saat disampaikan oleh Tergugat III kepada dua orang Pengacara yang bekerja di Penggugat I, yaitu Ibrahim Senen dan Hasinah Yusuf ;

Bahwa Ibrahim Senen dan Hasinah Yusuf merupakan penerima beasiswa tahun 2003 dari NUFFIC untuk belajar dan memperoleh gelar Pasca Sarjana di Negara Belanda, yang dalam pengurusannya di Indonesia dibantu oleh Tergugat IV. Sebelum keberangkatannya ke Negara Belanda, yakni pada tanggal 17 September 2003, Ibrahim Senen dan Hasinah Yusuf diminta bertemu dengan Tergugat III yang adalah Kepala Departemen Beasiswa Tergugat IV dalam pertemuan tersebut, Tergugat III menyampaikan pernyataan-pernyataan kepada Ibrahim Senen dan Hasinah Yusuf bahwa Penggugat I, yang merupakan Kantor hukum tempat Ibrahim Senen dan Hasinah Yusuf bekerja, mempunyai reputasi yang buruk dan dikenal sebagai Kantor hukum yang kotor karena kantor hukum tersebut melalui para Pengacaranya (in casu Penggugat II, Penggugat III, Penggugat IV, Penggugat V) terlibat penyuapan di Pengadilan maupun instansi-instansi lainnya. Tergugat III menyatakan bahwa ia memperoleh informasi tersebut dari Warga Negara Belanda yang memiliki kaitan dengan perkara yang tengah ditangani oleh para Penggugat (in casu, perkara perdata antara klien para Penggugat dengan Tergugat I dan Tergugat II) ;

Bahwa satu-satunya perkara yang melibatkan Warga Negara Belanda yang tengah ditangani oleh para Penggugat pada saat ini adalah perkara antara klien para Penggugat (in casu, Pemprop Kaltim dan Gubernur) melawan Tergugat I dan Tergugat II. Karenanya, sangat jelas bahwa Tergugat III mendapatkan keterangan berupa pencemaran nama baik para Penggugat tersebut dari informasi atau kabar yang disiarkan secara sengaja atau disampaikan oleh Tergugat I dari Tergugat II. Hal tersebut secara jelas juga didukung oleh fakta bahwa Tergugat III hanyalah bekerja di Tergugat IV, suatu pusat lambaga pendidikan yang sama sekali tidak mempunyai hubungan dengan bidang usaha Tergugat I dan Tergugat II, yaitu sebagai konsultan yang dibayar oleh perusahaan-perusahaan multinasional asing untuk membentuk opini publik mengenai suatu permasalahan sehingga kepentingan kliennya, yakni perusahaan-perusahaan multinasional asing tersebut, dapat tetap terjaga di Indonesia, sehingga Tergugat III tentunya tidak akan mempunyai pengetahuan tentang pencemaran nama baik para Penggugat apabila hal tersebut tidak disampaikan oleh Tergugat I dan Tergugat II ;

Hal. 3 dari 64 hal. Put. No. 37 PK/Pdt/2011

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3

(4)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Bahwa pencemaran nama baik para Penggugat yang disampaikan dan dituduhkan terhadap para Penggugat adalah sama sekali tidak benar ; Secara logika, ketidakbenaran tuduhan tersebut sebenarnya dapat diketahui oleh siapapun karena putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa perkara perdata antara klien para Penggugat dengan Tergugat I dan Tergugat II justru berpihak kepada Tergugat I. dan Tergugat II, yakni menyatakan bahwa gugatan klien para Penggugat dalam perkara tersebut tidak dapat diterima (niet ontvankelljk) sehingga klien para Penggugat harus melakukan upaya hukum banding, sedangkan secara faktual akan mudah pula bagi Majelis Hakim yang terhormat untuk membuktikan ketidakbenaran tuduhan tersebut karena perkara perdata tersebut diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sendiri. Oleh karena itu bisa dibayangkan pula bagaimana jadinya apabila Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan perkara perdata tersebut, tuduhan-tuduhan atau pencemaran nama baik apalagi yang akan disampaikan oleh Tergugat I dan Tergugat II, khususnya terhadap para Penggugat ;

Bahwa pencemaran nama baik para Penggugat yang dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II tersebut telah menghina, merugikan dan merusak kehormatan dan nama baik para Penggugat, dan secara lebih jauh hal tersebllt sebenarnya juga telah menunjukkan tindakan Tergugat I dan Tergugat II yang telah menghina lembaga peradilan di Indonesia (in casu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan) dan sama sekali tidak menghargai proses hukum yang ada di Indonesia ;

Bahwa pencemaran nama baik para Penggugat itu merupakan perbuatan melawan hukum menurut Pasal 1365 KUHPer, perbuatan mana bertentangan dengan kewajiban hukum para Tergugat, atau melanggar hak subyektif para Penggugat, atau melanggar kaidah tata susila, atau bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat, sebagaimana diuraikan berikut ini :

Bertentangan dengan kewaiiban hukum para Tergugat :

• Bahwa adalah kewajiban hukum kita semua, termasuk para Tergugat, untuk tidak merusak kehormatan atau nama baik para Penggugat.

Karena itulah, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) memuat ketentuan yang memberi ancaman pidana bagi pelanggaran kewajiban hukum tersebut, yaitu :

Pasal 311 jo. Pasal 310 (Bab XVI ttg. Penghinaan) KUHP :

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

(5)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

"Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, ... [Pasal 310 (1)] ... dalam hal dibolehkan untuk membuktikan bahwa apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam karena melakukan fitnah, dengan pidana penjara paling lama empat tahun [Pasal 311 (1 )];

Sehingga perbuatan para Tergugat yang menghina para Penggugat bersifat melawan hukum baik dalam pengertian pidana ("wederrechtelijk") maupun perdata ("onrechmatig"); [Vide Setiawan SH, "Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata", Penerbit Alumni, Bandung, 1992, Cetakan I, Bab V - Perbuatan Melanggar Hukum, halaman 250- 252];

Melanggar Hak Subyektif Para Penggugat:

• Bahwa hak subyektif menurut doktrin adalah suatu kewenangan khusus seseorang yang diakui oleh hukum, kewenangan itu diberikan kepadanya untuk mempertahankan kepentingannya. Sedangkan hak-hak yang diakui sebagai hak subyektif, menurut yunsprudensi, adalah antara lain : hak- hak pribadi yaitu hak atas integritas pribadi dan integritas badaniah, kehormatan serta nama baik.

Perbuatan para Tergugat yang mencemarkan nama baik para Penygugat jelas melanggar hak subyektif para Penggugat, yaitu hak-hak pribadi para Penggugat atas integritas pribadi dan integritas badaniah, kehormatan serta nama baik, dan para Penggugat mempunyai kewenangan khusus yang diakui, dan diberikan kepadanya, oleh hukum untuk mempertahankan kepentingannya. [Vide Setiawan SH, "Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata", Penerbit Alumni, Bandung, 1992, Cetakan I, Bab V - Perbuatan Melanggar Hukum, halaman 260-261];

Melanggar Kaidah Tata Susila :

• Bahwa yang dimaksudkan dengan kaidah tata susila adalah kaidah moral yang diterima oleh masyarakat sebagai kaidah hukum yang tidak tertulis.

Perbuatan para Tergugat yang mencemarkan nama baik para Penggugat jelas melanggar kaidah tata susila atau kaidah moraI yang diterima oleh masyarakat sebagai kaidah hukum yang tidak tertulis karena sungguh merupakan perbuatan yang tidak bermoral dari para Tergugat yang melanggar bahkan mengorbankan hak-hak pribadi dall kepentingan para Penggugat untuk kepentingannya dan/atau semata-mata merusak kehormatan orang lain (in casu, Para Penggugat).

Hal. 5 dari 64 hal. Put. No. 37 PK/Pdt/2011

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5

(6)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Pelanggaran kaidah tata susila tercakup pulu dalam rumusan "bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan de"gan sesama warga masyarakat" yang akan diuraikan berikut ini. [Vide Setiawan SH, "Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata", Penerbit Alumni, Bandung, 1992, Cetakan I, Bab V - Perbuatan Melanggar Hukum, halaman 265-266];

Bertentangan Dengan Asas Kepatutan, Ketelitian Serta Sikap Hati-Hati Yang Seharusnya Dimiliki Seseorang Dalam Pergaulan Denqan Sesama Warga Masyarakat :

• Bahwa asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati mewajibkan setiap orang dalam memenuhi kepentingannya memperhatikan kepentingan orang lain. Sehingga tindakannya tidak boleh membahayakan atau merugikan (kepentingan) orang lain.

Perbuatan para Tergugat yang mencemarkan nama baik para Penggugat jelas bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat, dan perbuatan tersebut jelas merugikan kepentingan para Penggugat, baik yang menyangkut hak-hak pribadi para Penggugat atas integritas pribadi dan integritas badaniah, kehormatan serta nama baik, maupun yang menyangkut kuasa yang diberikan dan dijalankan oleh para Penggugat demi kepentingan Pemprop Kaltim dan Gubernur yang diwakilinya. (Vide Setiawan SH, "Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata", Penerbit Alumni, Bandung, 1992, Cetakan I, Bab V - Perbuatan Melanggar Hukum, halaman 266-267) ;

Bahwa melalui pencemaran nama baik para Penggugat, para Tergugat jelas terbukti telah secara melawan hukum menyerang dan merugikan kehormatan dan nama baik para Penggugat. Karenanya adalah kewajiban Pengadilan untuk memberikan perlindungan hukum kepada para Penggugat ;

Bahwa para Penggugat menuntut penggantian kerugian akibat perbuatan melawan hukum para Tergugat sebesar Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) ;

Bahwa akibat perbuatan melawan hukum para Tergugat tersebut, para Penggugat juga menuntut pemulihan kehormatan dan nama baik para Penggugat dalam bentuk permohonan maaf secara publik oleh Para Tergugat kepada para Penggugat dengan isi yang disetujui oleh para Penggugat yang dimuat secara mencolok dengan luas kolom sedikitnya seperempat halaman di (a) Harian bersirkulasi global "The Asian Wall Street Journal'; dan (b) Harian

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6

(7)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

bersirkulasi nasional "Kompas" selambat-Iambatnya tujuh (7) hari setelah putusan dalam perkara ini dijatuhkan, dengan denda keterlambatan Rp.

100.000.000,- (seratus juta rupiah) per hari ;

Bahwa karena gugatan ini memiliki dasar yang sah dan ditunjang dengan bukti- bukti yang otentik dan kuat, maka dengan merujuk pada Pasal 180 HIR, para Penggugat memohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar mengeluarkan putusan perkara ini secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);

B. SUMPAH PEMUTUS

B.1 Mengenai Sumpah Pemutus.

Bahwa Para Penggugat sama sekali tidak mengajukan pembuktian dalam gugatan a quo dan oleh sebab itu maka para Penggugat mengajukan permohonan Sumpah Pemutus, sebagaimana yang dinyatakan oleh R. Subekti

“sumpah pemutus ini merupakan”senjata pamungkas" (artinya senjata terakhir) bagi suatu pihak yang tidak mengajukan suatu pembuktian” (Vide R. Subekti,

“Hukum Pembuktian,” diterbitkan oleh Pradnya Paramita, cet. 12, halaman 60);

Bahwa sehubungan dengan Sumpah Pemutus, para Penggugat hendak menegaskan sebagai berikut :

Sumpah Pemutus (Decisoire Eed) dikenal dan diatur dalam hukum acara perdata dan hukum perdata yang berlaku di Indonesia.

Pasal 164 HIR dan Pasal 1866 BW jelas menegaskan bahwa alat-alat bukti yang sah adalah, antara lain, "sumpah". Dan berbeda dengan proses (persidangan) perkara pidana yang tidak mengenal "sumpah" sebagai alat bukti, dalam proses (persidangan) pcrkara perdata, "sumpah" merupakan alat bukti yang sangat penting. Dalam hukum (acara) perdata dikenal dan diakui adanya dua macam "sumpah", yaitu :

(1) Sumpah yang oleh Hakim karena jabatannya (ex officio) diperintahkan kepada salah satu pihak, yang dapat berupa sumpah penambah/pelengkap (suppletoire Eed) atau sumpah penaksir (suppletoire Eed); dan

(2) Sumpah yang oleh pihak yang satu diperintahkan kepada pihak yang lain untuk menggantungkan pemutusan perkara padanya, sumpah ini dinamakan sumpah pemutus (decisoire Eed); (Vide, Pasal 1929 KUHPerdata jo Pasal 155 dan 156 HIR) ;

Sumpah Pemutus (decisoire Eed) dapat dimintakan/diperintahkan (opdragen) terlepas dari ada atau tidak adanya bukti untuk memperkuat gugatan atau perlawanan atas gugatan ;

Pasal 156 ayat (1) HIR menegaskan:

Hal. 7 dari 64 hal. Put. No. 37 PK/Pdt/2011

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7

(8)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

“Bahkan jika sekalipun tidak ada suatu bukti untuk memperkuat gugatan atau perlawanan atas gugatan, satu pihak dapat meminta/memerintahkan (opdragen) supaya pihak lain untuk mengangkat sumpah di hadapan hakim, guna menggantungkan kepadanya pemutusan perkaranya, asal saja sumpah itu tentang satu perbuatan yang telah dilakukan oleh pihak lain tersebut yang kepada sumpahnya akan digantungkan pemutusan perkara itu ;

Sedangkan, Pasal 1930 ayat (2) BW menyatakan:

“Sumpah pemutus dapat dimintakan/diperintahkan (opdragen) dalam setiap tingkatan perkaranya bahkan juga apabila/dalam hal tiada upaya pembuktian lain yang manapun untuk membuktikan tuntutan atau tangkisan yang dimintakan penyumpahannya itu".

Kata-kata "Bahkan jika sekalipun (zelfs dan) tidak ada suatu bukti" dalam Pasal 156 Ayat (1) HIR maupun kata-kata "bahkan juga apabila/dalam hal (zelfs dan) tiada upaya pembuktian lain yang manapun" dalam Pasal 1930 ayat (2) BW jelas tidak dapat diartikan bahwa "sumpah pemutus hanya diperlukan apabila bukti-bukti sama sekali tidak ada". Ketentuan hukum yang berlaku sebagaimana disebutkan di atas tidak dan tidak pernah mengatakan bahwa sumpah pemutus (decisoire Eed) dapat dimintakan/diperintahkan/dibebankan hanya jika tidak ada suatu bukti atau tiada upaya perbuktian lain yang manapun. Ini dikuatkan Ny.

Retnowulan Sutantio, SH. dan Iskandar Oeripkartawinata. SH. Dalam buku

"Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek" (Penerhit CV Mandar Maju.

1997, Sandung. hal 90) ;

"Menjadi persoalan apakah apabila salah satu pihak mempunyai suatu bukti.

misalnya seorang saksi atau surat biasa yang tidak dengan cukup membuktikan dalil yang menjadi dasar gugat, ia dapat mempergunakan senjata yang ampuh itu? Dapat. dalam hal ini sepertinya pihak tersebut mengatakan : Biarlah saya mau dikalahkan, asal kau berani bersumpah."

Demikian pula Mr. R. Tresna dalam buku "Komentar H.I.R" (Penerbit Pradnya Paramita, 1980. Jakarta, halo 136) mengenai ketentuan Pasal 156 HIR :

"Sumpah yang dimaksudkan disini, ialah yang dinamakan sumpah yang menentukan. Berlainan dengan sumpah tersebut dalam Pasal 155, yang diperintahkan oleh Hakim. maka sumpah yang menentukan, diberatkan oleh salah satu fihak kepada lawannya. Suatu perbedaan lagi ialah bahwa sumpah yang menentukan itu dapat dibebankan sekalipun tidak ada tanda-tanda pembuktian sama sekali";

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8

(9)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Jadi, terlepas dari ada atau tidak adanya bukti atau upaya pembuktian lain untuk memperkuat gugatan atau perlawanan atas gugatan. sumpah pemutus (decisoire Eed) dapat dimintakan/diperintahkan/dibebankan (opdragen) ;

Permintaan untuk melakukan sumpah pemutus (decisoire Eed) adalah hak pihak yang berperkara, dan ada tidaknya sumpah pemutus (decissoire Eed) diserahkan sepenuhnya kepada yang berperkara ;

Dengan perkataan “satu pihak dapat meminta supaya pihak lain untuk mengangkat sumpah: dalam Pasal 156 ayat 1 HIR tersebut di atas dan perkataan “sumpah yang oleh pihak yang satu dimintakan/diperintahkan kepada pihak yang lain untuk menggantungkan pemutusan perkara padanya” dalam Pasal 1929 angka 1 e BW, serta dari literature-literatur hukum yang berisikan doktrin-doktrin hukum, jelas bahwa pembuktian dengan sumpah pemutus merupakan hak pihak yang berperkara. Itulah sebabnya dalam teori maupun praktek hukum, sumpah pemutus sering disebut juga sebagai sumpah yang dimintakan oleh salah satu pihak, halmana berbeda dengan sumpah penambah/

pelengkap (suppletoire Eed) maupun sumpah penaksir (estimatoire Eed) yang diatur dalam Pasal 155 HIR dan Pasal 1929 angka 2e BW yang disebut juga sebagai sumpah yang dibebankan hakim.

Karenanya pula berdasarkan ketentuan Pasal 156 ayat (3) HIR dan Pasal 1932 BW barangsiapa disuruh bersumpah tetapi ia enggan atau menolak bersumpah, maka ia harus dikalahkan. Dan selanjutnya sesuai dengan ketentuan Pasal 157 HIR dan Pasal 1934 BW, sumpah itu dengan sendirinya harus diangkat oleh pihak yang bersangkutan (secara pribadi kecuali jika Ketua Pengadilan Negeri memberi izin kepadanya, karena sebab yang penting, untuk menyuruh bersumpah seorang wakil istimewa yang dikuasakan untuk mengangkat sumpah itu, kuasa mana hanya dapat diberikan dengan surat yang sah di mana dengan saksama dan cukup disebutkan sumpah yang akan diangkatnya itu).

Selanjutnya berdasarkan hal-hal tersebut di atas, sebagaimana dikatakan pula oleh Mr.R Tresna dalam buku “Komentar HIR (Penerbitan Pradnya Paramita 1977, Jakarta. Hal 159) mengenai ketentuan Pasal 137 HIR ;

“Hakim tidak boleh menolak penyumpahan ini”

Sumpah pemutus (decisoire Eed) adalah “litis decisoir”, yaitu memutus perkara ;

Fakta yang dipertentangkan oleh para pihak, yang untuk pembuktiannya dimintakan sumpah (decisoire Eed), harus bersifat memutus perkara yang sedang berlangsung. Jadi harus benar-benar bersifat “litis decisoir” ;

Hal. 9 dari 64 hal. Put. No. 37 PK/Pdt/2011

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9

(10)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Sumpah pemutus (decisoire Eed) adalah tentang satu perbuatan yang telah dilakukan oleh pihak tehadap siapa sumpah pemutus (decisoire Eed) dimintakan untuk dilakukan ;

Fakta yang dipertentangkan oleh para pihak, yang untuk pembuktiannya dimintakan sumpah pemutus (decisoire Eed), harus benar-benar merupakan suatu perbuatan yang telah dilakukan sendiri oleh pihak terhadap siapa sumpah pemutus (decisoire Eed) dimintakan untuk dilakukan (persoonlijke dead/fait personnel) (dan karenanya hanya diketahui oleh pihak tersebut sendiri);

Jadi, sumpah pemutus (decisoire Eed) yang diminta haruslah tentang suatu perbuatan yang telah dilakukan oleh pihak lain tersebut, yang kepada sumpahnya akan digantungkan pemutusan perkara itu ;

Sumpah pemutus dapat dimintakan setiap saat dalam setiap proses berperkara.

Prof. R. Subekti, S.H.. dalam buku "Hukum Pembuktian" (Penerbit Pradnya Paramita, 1995, Jakarta, hal. 60) menyatakan bahwa :

"Bahwa sumpah pemutus dapat diperintahkan 'dalam setiap tingkatan perkara berarti bahwa sumpah pemutus itu dapat diperintahkan pada detik atau saat manapun juga sepanjang pemeriksaan pada permulaan perkara diperiksa oleh Hakim, pada waktu diajukan jawaban, pada waktu diadakan replik, pada waktu diajukan duplik, pada saat perkara sudah akan diputus, bahkan juga kemudian dalam tingkatan banding di muka Pengadilan Tinggi. Dan lagi, sumpah pemutus itu dapat diperintahkan, meskipun tiada pembuktian sama sekali ;

Pelaksanaan sumpah pemutus itu sejalan dengan prinsip "peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan" ;

Pelaksanaan sumpah pemutus itu juga sejalan dengan prinsip "peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan", yang termuat dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970, yang merupakan prinsip yang harus dilaksanakan oleh semua badan peradilan di Indonesia ;

Karena sumpah pemutus (decisoire Eed) yang dimintakan, yang sesuai dengan hukum (acara) perdata yang berlaku, tidak boleh ditolak penyumpahannya oleh Majelis Hakim yang mengadili perkara yang bersangkutan dan karenanya Majelis Hakim yang bersangkutan harus rncrnbebankan sumpah pemutus (decisoire Eed) ini kepada pihak yang terhadap siapa sumpah pemutus ini dimintakan.

Jika pihak tersebut enggan bersumpah atau menolak mengangkat sumpah pemutus ini, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat 3 HIR dan Pasal 1932 BW, maka pihak tersebut harus dikalahkan.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10

(11)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Jika pihak tersebut menyatakan keberaniannya untuk bersumpah maka pelaksanaannya harus dilaksanakan berdasarkan agamanya. Sumpah pemutus ini harus dilaksanakan berdasarkan atau menurut teks yang dimintakan oleh pihak yang memintakan sumpah pemutus ini dilakukan.

Permohonan Sumpah Pemutus

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan mengingat Tergugat I telah membuat pernyataan tertulis dalam Bukti T-11 perkma No. 665/Pdt.G/2003/

PN.Jak.Sel, sebagai berikut :

"neither I nor PT APCO Indonesia, have made any public statement expressing any judgment or opinion that DNC (in casu para Penggugat) is a disreputable law firm that had been involved in bribery in courts and other offices or issued any other harmful statement that could tarnish the reputation ot DNC;"

terjemahannya:

" ... baik saya maupun PT APCO Indonesia tidak pernah membuat suatu pernyataan terbuka yang menegaskan suatu penilaian atau pendapat bahwa DNC adalah sebuah firma hukum yang mempunyai reputasi buruk yang telah terlibat dalam suap menyuap di pengadilan-pengadilan dan instansi-instasi lainnya, atau mengeluarkan pernyataan-pernyataan merugikan lainnya yang dapat menodai reputasi DNC;"

Oleh karena itu maka para Penggugat dengan ini mohon agar menghadirkan Tergugat I dalam persidangan untuk melakukan sumpah pemutus (decisoire/

beslissing eed) di depan Hakim sebagimana dimaksud Pasal 156 ayat 1 HlR, tentang "Tergugat I dan, mengingat fungsi (qualitate qua) Tergugat I dalam Tergugat II (PT APCO INDONESIA) karenanya, Tergugat II tidak pernah membuat dan/atau menyebarluaskan tuduhan yang bersifat penghinaan terhadap para Penggugat";

Hal ini dimohonkan karena telah terjadi perselisihaan antara para Penggugat dan para Tergugat, khususnya Tergugat I mengenai suatu fakta apakah

"Tergugat I dan, mengingat fungsi (qualitate qua) Tergugat I dalam Tergugat II (PT APCO INDONESIA) karenanya, Tergugat II tidak pernah membuat dan/atau menyebarluaskan tuduhan yang bersifat penghinaan terhadap Para Penggugat";

Bahwa mengingat Jawaban Tergugat III dalam pokok perkara No. 665/

Pdt.G/2003/PN.Jak.Sel adalah "Tergugat III tidak pernah mendengar dari Tergugat I dan/atau Tergugat II mengenai tuduhan yang bersifat penghinaan kepada Para Penggugat (in casu: 'Kantor Hukum Para Penggugat adalah Kantor Hukum yang Kotor karena terlibat dalam penyuapan di pengadilan dan instansi lainnya)" oleh karena itu maka para Penggugat dengan ini mohon agar

Hal. 11 dari 64 hal. Put. No. 37 PK/Pdt/2011

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11

(12)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

menghadirkan Tergugat I dalam persidangan untuk melakukan sumpah pemutus (decisoire/beslissing eed) di depan hakim sebagimana dimaksud Pasal 156 ayat 1 HIR, tentang: "Tergugat III tidak pernah mendengar dari Tergugat I dan/atau Tergugat II, melainkan dari (sebutkan pihak dari mana Tergugat III mendengar apa yang disampaikan kepada Sdr. Ibrahim Senen dan Sdri. Hasinah Jusuf) mengenai tuduhan yang bersifat penghinaan kepada para Penggugat (in casu

"Kantor Hukum para Penggugat adalah Kantor Hukum yang kotor karena terlibat dalam penyuapan di pengadilan dan instansi lainnya)";

Hal ini dimohonkan karena telah terjadi perselisihaan antara para Penggugat dan para Tergugat, khususnya Tergugat I mengenai suatu fakta dari manakah Tergugat III mendengar tuduhan yang bersifat penghinaan kepada para Penggugat tersebut.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, para Penggugat memohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang terhormat untuk mengeluarkan penetapan sebagai berikut :

DALAM PERMOHONAN SUMPAH PEMUTUS:

1. Menerima permohonan para Penggugat agar Tergugat I, (qualitate qua, dalam keadaan ini, karena jabatan dan/atau fungsinya) juga Tergugat II, dan Tergugat III melakukan sumpah pemutus di hadapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat 1 HIR ;

2. Memanggil dan meminta supaya Tergugat I, (qualitate qua, dalam keadaan ini, karena jabatan dan/atau fungsinya) juga Tergugat II, dan Tergugat III hadir di persidangan secara pribadi melakukan sumpah pemutus di hadapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat 1 HIR ; sumpah pemutus tentang :

Berkenaan dengan Tergugat I :

"Tergugat I dan, mengingat fungsi (qualitate qua) Tergugat I dalam Tergugat II (PT APCO Indonesia) karenanya, Tergugat II tidak pernah membuat dan/

atau menyebarluaskan tuduhan yang bersifat penghinaan terhadap Para Penggugat;"

Berkenaan dengan Tergugat III :

"Tergugat III tidak pernah mendengar dari Tergugat I dan/atau Tergugat II, melainkan dari (sebutkan pihak dari mana Tergugat III mendengar apa yang disampaikan kepada Sdr. Ibrahim Senen dan Sdri. Hasinah Jusuf) mengenai tuduhan yang bersifat penghinaan kepada Para Penggugat (in casu: "Kantor Hukum Para Penggugat adalah Kantor Hukum yang Kotor karena terlibat dalam penyuapan di pengadilan dan instansi lainnya)";

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12

(13)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

DALAM POKOK PERKARA

1. Mengabulkan seluruh gugatan para Penggugat ;

2. Menyatakan sebagai benar dan terbukti bahwa Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang merugikan para Penggugat, sebagaimana dimaksud Pasal 1365 KUHPer ; . Menghukum para Tergugat untuk secara tanggung-renteng membayar

kepada para Penggugat penggantian kerugian akibat perbuatan malawan hukum para Tergugat sebesar Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) secara tunai dan seketika ;

4. Menghukum para Tergugat untuk secara bersama-sama memulihkan kehormatan dan nama baik para Penggugat dengan menyampaikan permohonan maaf secara publik kepada para Penggugat dengan isi yang disetujui oleh para Penggugat melalui pemuatan permohonan maaf tersebut secara mencolok dengan luas kolom sedikitnya seperempat halaman di (a) Harian bersirkulasi global "The Asian Wall Street Journal'; dan (b) Harian bersirkulasi nasional "Kompas" selambat-Iambatnya tujuh (7) hari setelah putusan dalam perkara ini dijatuhkan, dengan denda keterlambatan Rp.

100.000.000,- (seratus juta rupiah) per hari ;

5. Menghukum para Tergugat untuk secara tanggung renteng membayar seluruh biaya perkara ini ;

6. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu, meskipun diajukan verzet, banding atau kasasi (uitvoerbaar bij voorraad); Jika Pengadilan berpendapat lain, para Penggugat mohon perkara ini diputus dengan seadil- adilnya berdasarkan rasa keadilan (ex aequo et bono);

Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut para Tergugat mengajukan eksepsi dan gugatan balik (rekonvensi) pada pokoknya atas dalil- dalil sebagai berikut :

Eksepsi Tergugat I dan II :

Bahwa para Tergugat Konvensi/para Penggugat Rekonvensi menolak dengan tegas seluruh dalil para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi dalam gugatan awal dan revisi surat gugatan secara bersama-sama disebut,

"gugatan-gugatan", kecuali yang kebenarannya diakui secara tegas oleh para Tergugat Konvensi/para Penggugat Rekonvensi. Oleh karena itu berdasarkan Pasal. 163 HIR jo. Pasal 1865 KUHPerdata jo. Azas Actori Incumbit Probatio,

Hal. 13 dari 64 hal. Put. No. 37 PK/Pdt/2011

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13

(14)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekcnvensi diwajibkan untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya ;

Bahwa untuk menjawab gugatan konvensi dalam perkara a quo, para Tergugat Konvensi/para Penggugat Rekonvensi akan membahas jawaban di bawah ini :

I. Jawaban terhadap dalil para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi yang menyatakan bahwa para Tergugat Konvensi/para Penggugat Rekonvensi telah merusak kehormatan dan nama baik mereka dengan menyatakan bahwa Penggugat I Konvensi/Tergugat I Rekonvensi adalah kantor hukum yang mempunyai reputasi kotor karena telah melakukan praktek penyuapan di pengadilan dan instansi terkait lainnya (Tuduhan) ; II. Jawaban terhadap dalil para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi

yang menyatakan bahwa para Tergugat Konvensi/ para Penggugat Rekonvensi telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya ;

III. Jawaban terhadap dalil para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi yang menyatakan bahwa para Tergugat Konvensi/para Penggugat Rekonvensi telah melakukan perbuatan yang melanggar hak subyektif mereka ;

IV. Jawaban terhadap dalil para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi yang menyatakan bahwa para Tergugat Konvensi/para Penggugat Rekonvensi telah melakukan perbuatan yang melanggar kaidah tata susila ;

V. Jawaban terhadap dalil para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi yang menyatakan bahwa para Tergugat Konvensi/rara Penggugat Rekonvensi telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat ;

VI. Jawaban terhadap dalil para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi yang menuntut agar putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu, meskipun diajukan verzet, banding atau kasasi (uitvoerbaar bij voorraad) ;

VII.Jawaban terhadap Permohonan Sumpah Pemutus yang diajukan oleh para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi ;

Sebelum menguraikan tentang jawaban-jawaban di atas, terlebih dahulu para Tergugat Konvensi/para Penggugat Rekonvensi akan mengajukan

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14

(15)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

tanggapan terhadap perubahan posita gugatan yang disampaikan oleh para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi beserta eksepsi sebagai berikut :

A. PERUBAHAN GUGATAN PARA PENGGUGAT KONVENSI/PARA TERGUGAT REKONVENSI HARUS DITOLAK KARENA TELAH MERUGIKAN HAK PARA TERGUGAT KONVENSI/PARA PENGGUGAT REKONVENSI UNTUK MEMBELA DIRI ;

. Pasal 127 RV menyatakan :

"De eischer is bevoegd tot den afloop der zaak zijnen eishc te wijzigen of te verminderen, zonder nochtans het onderwer van den eis te mogen veranderen of vermeerderen" ;

Terjemahan:

"Penggugat berhak untuk mengubah atau mengurangi tuntutannya sampai saat perkara diputus, tanpa boleh mengubah atau menambah pokok gugatannya" ;

(Sumber ; Himpunan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia, disusuri menurut sistem Engelbrecht, halaman 618) ;

2. Putusan Mahkamah Agung RI. No. 1043 K/Sip/1971 tertanggal 3 Desember 1974 menyatakan :

"Perubahan atau tambahan dari gugatan diizinkan asal hal ini tidak menyebabkan perubahan dari posita dan Tergugat tidak dirugikan dalam haknya untuk membela diri ;

(Sumber : Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia, Cetakan Kedua, tahun 1993, halaman 296, butir 110. IV. 6 tentang Perubahan Surat Gugatan) ;

3. Sehubungan dengan masalah perubahan gugatan, berikut akan dikemukakan pendapat para ahli hukum di bawah ini :

a. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogjakarta, dalam bukunya yang berjudul :

"Hukum Acara Perdata Indonesia", Edisi Kelima, Penerbit Liberty Yogyakarta, halaman 82 menyatakan: "Menurut Pasal RV perubahan daripada gugatan diperbolehkan sepanjang pemeriksaan perkara, asal saja tidak mengubah atau menambah

"onderwerp van den eis" (petitum, pokok gugatan), Pengertian

"onderwerp van den eis" ini di dalam praktek: meliputi juga dasar daripada tuntutan, termasuk: peristiwa yang menjadi dasar tuntutan" ;

Hal. 15 dari 64 hal. Put. No. 37 PK/Pdt/2011

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15

(16)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

b. M. Yahya Harahap, SH. (mantan Hakim Agung) dalam bukunya "Hukum Acara Perdata Peradilan Indonesia", Penerbit, CV. Zahir Trading Co Medan, tahun 1977, pada halaman 51-56, menyatakan :

"HIR dan RGB sebagai peraturan hukum acara yang berlaku sebagai proses acara di hadapan Pengadilan Negeri tidak ada memuat aturan Ketentuan yang berhubungan dengan perubahan suatu gugatan yang telah diajukan ke Pengadilan Negeri. Berbeda dengan apa yang diatur dalam Rechtsvordering (Rv) yang memuat aturan yang memberi kemungkinan perubahan dan pengurangan tuntutan dari suatu gugatan seperti yang diatur dalam Pasal 127 Rechtsvordering (Rv). Asal saja perubahan itu tidak membawa perubahan kejadian-kejadian (feiten) yang menjadi dasar tuntutan gugatan semula";

c. Ny. Retnowulan Sutanto, SH. (mantan Hakim Agung) dan rekannya, seorang Dosen dan Advokat, yakni Iskandar Oeripkartawinata , SH.

dalam hukum mereka yang berjudul: "Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek", Penerbit CV. Mandar Maju, 1997, Bandung, menyatakan :

"HIR tidak mengatur perihal menambah atau mengubah surat gugat, sehingga Hakim leluasa untuk menentukan sampai di mana perubahan atau penambahan gugat diperkenankan. Sebagai patokan dapat dipergunakan ketentuan bahwa perubahan atas penambahan gugat diperkenankan, asalkan kepentingan-kepentingan kedua belah pihak, baik kepentingan Penggugat maupun kepentingan Tergugat (dan terutama kepentingan Tergugat sebagai orang yang diserang dan oleh karenanya berhak untuk membela diri) jangan sampai dirugikan dengan perubahan dan penambahan gugat tersebut" ;

4. Tampak jelas bahwa posita dalam perubahan gugatan yang diajukan oleh para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi, telah mengalami perubahan yang signifikan, padahal putusan Mahkamah Agung RI No. 1043 K/Sip/1971, tanggal 3 Desember 1974 dengan jelas melarang perubahan posita. Berikut adalah perubahan posita gugatan :

a. Para pihak dalam gugatan mengalami perubahan

Dalam gugatan semula, Tergugat IV adalah NETHERLANDS EDUCA TION CENTER (Vide: halaman 2 butir 4 gugatan semula). Namun dalam perubahan gugatan, Tergugat IV adalah NUFFIC (d/h NETHERLANDS EDUCATION CENTER) (Vide: halaman 2 butir 4 perubahan gugatan);

Perlu dikemukakan bahwa para Penggugat Konvensi/para Tergugat dalam Rekonvensi tidak pernah merevisi Surat Kuasanya tertanggal 11

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16

(17)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mei 2004 yang menempatkan NEC sebagai Tergugat IV (bukan NUFFIC).

Oleh karena itu perubahan Subyek Tergugat IV tanpa revisi surat kuasa tidak dapat dibenarkan dan layak untuk ditolak ;

b. Fakta-fakta mengenai dugaan yang dituduhkan dalam gugatan mengalami perubahan yang fundamental ;

Dalam butir A.4, halaman 4 gugatan semula, para Penggugat Konvensi/

Tergugat Rekonvensi menyatakan bahwa Tergugat III memperoleh informasi yang menghina tersebut dari Warga Negara Belanda yang memiliki kaitan dengan perkara yang tengah ditangani oleh para Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi, namun demikian dalam butir 3,4 halaman 5 perubahan gugatan, para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi menyatakan bahwa dalam pertemuan antara Tergugat ini dengan Ibrahim Senen dan Hasinah Yusuf, ketika itu Tergugat III secara khusus menyinggung penanganan kasus yang melibatkan Warga Negara Belanda ;

Uraian di atas menunjukkan sebagai perubahan fakta yang fundamental karena :

i) Dalam Gugatan semula dinyatakan bahwa Tergugat III menerima informasi yang bersifat penghinaan tersebut dari Warga Negara Belanda yang memiliki kaitan dengan perkara yang tengah ditangani oleh para Penggugat Konvensi/Tergugat ;

ii) Dalam perubahan gugatan tidak disebutkan bahwa Tergugat III menerima informasi yang bersifat penghinaan tersebut dari Warga Negara Belanda. Namun hanya disebutkan bahwa dalam pertemuan tersebut Tergugat III secara khusus menyinggung penanganan kasus yang melibatkan Warga Negara Belanda;

Jadi di satu pihak, dalam gugatan semula dinyatakan bahwa ada seorang Warga Negara Belanda yang memberitahukan informasi yang bersifat penghinaan tersebut kepada Tergugat III. Namun di sisi lain, dalam perubahan gugatan tidak dinyatakan bahwa Tergugat III menerima informasi tersebut dari seorang Warga Negara Belanda. Penggunaan kata "menyinggung" mengindikasikan bahwa informasi tersebut tidak pasti atau belum tentu diterima oleh Tergugat III dari seorang Warga Negara Belanda, narnun baru sampai pada tahap dugaan bahwa informasi tersebut diterima oleh Tergugat III dari soarang Warga Negara Belanda yang memiliki kaitan dengan perkara yang tengah ditangani oleh para Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi ;

Hal. 17 dari 64 hal. Put. No. 37 PK/Pdt/2011

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17

(18)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Uraian di atas perlu mendapat perhatian khusus dari Majelis Hakim yang terhormat karena perubahan posita gugatan yang dilakukan oleh para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi adalah sangat signifikan karena fakta hukum yang mendasari gugatan mengalami perubahan fundamental.

c. Para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi juga telah merubah argumentasi hukum mereka sehubungan dengan kewajiban untuk tidak merugikan nama baik dan kehormatan seseorang. Dalam butir 8. 1 gugatan semula, para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi merujuk pada Pasal 311 KUHPidana jo. Pasal 310 KUHPidana untuk mendukung dalil mereka. Sedangkan perubahan gugatan merujuk pada Pasal 310 KUHPidana dan Pasal 315 KUHPidana untuk mendukung dalil atau posisi yang sama ;

d. Jumlah tuntutan ganti kerugian telah diubah secara dratis pada gugatan semula para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi menuntut ganti kerugian sebesar Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) (Vide : halaman 7 butir 10 gugatan semula). Namun dalam perubahan gugatan, jumlah ganti rugi yang dituntut adalah sebesar Rp.

100.000.000.000,(seratus milyar rupiah) (Vide: halaman 8 butir 10 perubahan Gugatan) ;

e. Peruntukan ganti kerugian juga mengalami perubahan dalam gugatan semula jelas-jelas hanya diperuntukan bagi para Penggugat Konvensi/

para Tergugat Rekonvensi (Vide: halaman 7 butir 10 gugatan semula).

Namun dalam perubahan gugatan jumlah tuntutan ganti rugi jelas-jelas diperuntukkan bagi pendidikan hukum di Indonesia (Vide: halaman 8 butir

10 gugatan) ;

f. Dalam gugatan semula ada permintaan agar pengadilan menjatuhkan putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) (Vide: halaman 7 butir 12 gugatan semula). Namun dalam perubahan gugatan sama sekali tidak ada permintaan agar pengadilan menjatuhkan putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) ;

g. Dasar hukum lain juga telah mengalami perubahan. Dalam gugatan semula sama sekali tidak merujuk pada Pasal 1372 KUHPerdata sebagai dasar gugatan hanya merujuk pada Pasal 1365 KUHPerdata. Namun di halaman 9, butir 11 perubahan gugatan secara jelas menambah Pasal 1372 KUHPerdata sebagai dasar gugatan disamping Pasal 1365 KUIHPerdata ;

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18

(19)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

5. Berikut adalah ikhtisar dalam bentuk tabel mengenai perubahan-perubahan posita yang dibuat oleh para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi :

---

GUGATAN SEMUA a Tergugat IV :

Netherlands Eduction Center (NFC)

Tergugat NUFFIC ( B Fakta yang mendasari gugatan dalam pertemuannya dengan Ibrahim Senen dan Hasinah Yusuf,

Tergugat III menyatakan bahwa Tergugat III menerima informasi yang bersifat penginaan tersebut dari seorang warga Negara Belanda yang memiliki keterkaitan dengan kasus yang sedang ditangani oleh para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi

Fakta yan penghina memiliki k Tergugat seorang w oleh para C Ketentuan pidana yang dirujuk Pasal 311 KUHPidana jo Pasal 310 KUHPidana Ketentuan

D Tuntutan Ganti rugi Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) Tuntutan

E Penerima ganti kerugian : para Penggugat Konvensi/para Terguat Rekonvensi Penerima

F Putusan serta merta : Ada permintaan agar pengadilan menjatuhkan putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad)

Putusan s (uitvoerba

G Dasar Gugatan : Pasal 1365 KUHPerdata Dasar Gu

6. Uraian di atas menunjukkan dengan jelas bahwa gugatan semula secara signifikan dan/atau fundemental dirubah sehingga hal tersebut merugikan kepentingan para Tergugat Konvensi/para Penggugat Rekonvensi dalam melakukan pembelaan. Oleh karena itu sudah selayaknya jika Majelis Hakim yang terhormat menyatakan bahwa perubahan gugatan tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard). Sepanjang pengetahuan kami, perubahan gugatan biasanya dengan mudah dapat dilakukan dengan cara renvoi, namun demikian perubahan gugatan dalam perkara aquo sangat signifikan sehingga hal tersebut tidak dapat dilakukan dengan cara renvoi. Hal ini memperkuat dalil bahwa perubahan gugatan seharusnya tidak dapat diterima ;

. Perlu diinformasikan juga bahwa para Tergugat Konvensi/para Penggugat Rekonvensi sesungguhnya telah mempersiapkan jawaban terhadap gugatan semula, namun dengan adanya perubahan gugatan maka jawaban yang telah disediakan harus dirubah sedemikian rupa seperti halnya menjawab

Hal. 19 dari 64 hal. Put. No. 37 PK/Pdt/2011

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19

(20)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

sebuah gugatan baru. Oleh karena itu kepentingan para Tergugat Konvensi/

para Penggugat Rekonvensi dalam melakukan pembelaan jelas-jelas telah dirugikan. Terlebih dari itu para Tergugat Konvensi/para Penggugat Rekonvensi juga telah dirugikan karena hanya mengeluarkan biaya tambahan untuk merevisi jawaban yang telah dipersiapkan sebelumnya. Hal ini tentunya menghabiskan waktu dan juga biaya yang sebenarnya tidak perlu dikeluarkan. Oleh karena itu, sudah selayaknya jika Majelis Hakim yang terhormat sependapat dengan kami dan sekaligus mengeluarkan putusan yang menyatakan perubahan gugatan tidak dapat diterima. (Niet Ontvankelijk Verkhlaard);

B. EKSEPSI GUGATAN KABUR DAN TIDAK JELAS (EXCEPTIO OBSCURUM LlBELLUM) ;

1. Berdasarkan yurisprudensi, teori dan praktek hukum acara yang berlaku, suatu gugatan dapat dikategorikan/diklasifikasikan sebagai "gugatan yang kabur dan tidak jelas (obscur libel)" apabila Posita gugatan tersebut tidak relevan dengan Petitum gugatan dan/atau tak mendukung petitum gugatan (Vide: Putusan Mahkamah Agung tanggal 8 Desember 1982 No. 1075 KISip/1982 dalam perkara perdata antara Sachid Marzuk melawan Achmad Marzuk dan Faray bin Surur Alamri) ;

. Dalam perkara aquo terdapat banyak ketidakrelevansian antara posita dan petitum gugatan. Hal ini diakibatkan karena para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonevnsi tetap pada petitum yang dikemukakan pada gugatan semula, namun seluruh posita gugatan dirubah sebagaimana yang tertera dalam perubahan gugatan ;

3. Untuk membuktikan adanya ketidakrelevansian antara posita dan petitum gugatan berikut akan dikemukakan uraian di bawah ini :

a. Jumlah tuntutan ganti kerugian dalam posita gugatan adalah sebesar Rp.

100.000.000.000,- (seratus milyar rupiah) (Vide : halaman 8 butir 10 perubahan gugatan). Namun sebaliknya dalam petitum para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi hanya menuntut ganti kerugian sebesar Rp. 10.000.000.000,(sepuluh milyar rupiah) (Vide: halaman 13 butir 3 gugatan semula) ;

b. Dalam petitum gugatan, hasil tuntutan ganti kerugian sebesar Rp.

10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) diperuntukkan bagi para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi (Vide: halaman 13 butir 3 gugatan semula). Namun dalam perubahan Gugatan, hasil tuntutan ganti kerugian sebesar Rp. 100.000.000.000,- (seratus milyar rupiah)

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.

Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20

(21)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

seluruhnya akan diperuntukk:an bagi pendidikan hukum di Indonesia (Vide: halaman 8 butir 10 perubahan gugatan). Hal ini menunjukkan bahwa para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi sama sekali tidak dirugikan, atau setidaknya tuntutan ganti kerugiannya tidak jelas ; c. Dalam petitum gugatan ada permintaan agar pengadilan menjatuhkan

putusan serta merta. Hal ini berarti para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi berpendapat bahwa perkara ini merupakan masalah yang sangat mendesak sehingga memerlukan putusan serta merta (Vide halaman 14 butir 6 gugatan semula). Namun dengan menyampaikan perubahan posita gugatan yang mengakibatkan tertundanya persidangan, terlihat bahwa para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi telah berubah pikiran mengenai permintaan putusan serta merta. Hal ini dapat dilihat dalam posita perubahan gugatan yang sama sekali tidak menyinggung tentang putusan serta merta. Hal ini menunjukkan bahwa posita gugatan tidak mendukung petitum gugatan tersebut sehingga gugatan menjadi kabur dan tidak jelas ;

d. Dalam posita perubahan gugatan disebutkan bahwa tindakan para Tergugat Konvensi/para Penggugat Rekonvensi merupakan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata dan juga merupakan perbuatan penghinaan yang diatur dalam 1372 KUHPerdata ; Namun demikian, dalam petitum gugatan hanya disebutkan bahwa para Tergugat Konvensi/para Penggugat Rekonvensi melakukan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam Pasal 1365 tanpa sama sekali menyinggung tentang Pasal 1372 KUHPerdata.

Sehubungan dengan itu perlu dikemukakan bahwa "Kesengajaan" untuk menghina yang dituduhkan kepada para T ergugat Konyensi/para Penggugat Rekonvensi sebagaimana diatur dalam Pasal 1372 KUHPerdata tidak dikemukakan dalam petitum gugatan semula. Dalil- dalil tersebut membuktikan ketidak konsistenan para Penggugat Konvensi/para Tergugat Rekonvensi sehingga gugatannya kabur dan tidak jelas ;

4. Berikut adalah tabel yang mengihtisarkan hal-hal tersebut di atas :

POSITA PETITUM

a. Tuntutan Ganti Rugi

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang, bahwa gugatan Penggugat Rekonvensi /Tergugat Konvensi /Pembanding mengenai kios di Pasar Tanah Beru, Kecamatan Bontobahari lengkap dengan isinya berupa pakaian jadi

Bahwa memori banding tersebut telah diberitahukan kepada Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi /Terbanding pada tanggal 28 Desember 2016, terhadap memori banding

Gugatan rekonvensi oleh Tergugat konvensi selaku suami mengenai pembatalan perkawinan beserta akibat hukumnya terhadap gugatan cerai dari Penggugat konvensi selaku

halaman 27 dari 35 Perbuatan Tergugat dalam Rekonvensi (dR) / Penggugat dalam Konvensi (dK) tersebut adalah penyalahgunaan keadaan sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung

Dari hal tersebut sangatlah jelas bahwa gugatan yang diajukan Penggugat dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi kabur/tidak jelas (obscuur libel) karena Penggugat dalam

Bahwa hal ini justru menunjukkan adanya inkonstitensi dari Para Tergugat Rekonvensi/semula Penggugat Konvensi untuk menyelesaikan masalah perselisihan hubungan ini

kuasa Pembanding semula Tergugat dalam Konvensi/Penggugat dalam Rekonvensi tersebut ternyata merupakan pengulangan dari Dalil jawaban dan Duplik Tergugat/Pembanding

151 dari 164 Put.No.1294/Pdt.G/2017/PA.Pbr adalah Penggugat Rekonvensi I/ Tergugat Konvensi I tidak melaksanakan aturan dan telah melampaui kewenangan dan