PENDIDIKAN ISLAM DALAM KELUARGA DI DESA GIRI KENCANA KECAMATAN KETAHUN KABUPATEN
BENGKULU UTARA
(Studi Kasus Pada Orang Tua Yang Bercerai)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd)
Dalam Ilmu Tarbiyah
Oleh:
FOKALIA DESKA NIM. 1516210097
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)BENGKULU TAHUN. 2020
PERSEMBAHAN
Dengan Penuh kerendahan hati, Skripsi ini Kupersembahkan kepada:
1. Puji Syukhur atas Nikmat yang Allah SWT berikan, keberkahan dan
pertolongan setiap langkah yang Allah tunjukan. Alhamdulillah ya Rabb untuk semua ini, semoga Engkau selalu melindungi setiap hamba-hambaMu yang menuntun keberkahan ilmu di jalanMu.
2. Teristimewa Ayahanda tersayang Alm.Martius Kampai dan Ibundaku tercinta Desi Arianti sebagai tanda bakti hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga ku persembahkan karya kecil ini kepada ayah dan ibu yang telah memberi kasih sayang, segala dukungan dan cinta kasih yang tiada mungkin dapat kubalas hanya selembar kertas yang bertuliskan kata cinta persembahan ini. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat ayah dan ibu bahagia. Amin.
3. Adikku tercinta Fadel Muhammad Kamka,tiada yang paling mengharukan saat bersamamu, walaupun kita sering bertengkar tapi hal itu selalu menjadi warna yang tak bisa tergantikan, terima kasih atas doa dan bantuannya selama ini, semoga kita menjadi anak yang bisa sukses mewujudkan harapan alm. Ayah dan Ibu.
4. Terimakasih tak terhingga untuk Udaku Benny Karmandes yang sangat membantu membiayakan perkuliahan Foka sampai selesai, semoga Allah selalu memberi nikmat dan rahmat-Nya selalu untuk uda dan semua keluarga baik itu dari keluarga Alm. Ayah dan ibu yang
sudah sangat membantu dan memberikan arahan serta semangatnya untuk Foka, Foka ucapkan beribu banyak terimakasih
5. Sahabat seperjuanganku Raga Ekalindra, Cici Agustari, Mutiara Dewi Lestari, Ulan Dari, Yosi Davista, Dwi Aryanita, Weni Saputri, Intan Tele, Sitek, Mak Lisi, Pita, dan Cik Zal, yang sudah setia menemaniku memberi warna-warni pangku perkuliahanku dengan indah.
6. Mbak cantik Nurmah Intan Hidayati, S.Pd yang selalu bersedia Foka repotkan untuk menyelesaikan skripsi Foka ucapkan banyak terimakasih.
7. Teman-teman seperjuangan PAI lokal D angkatan 2015 yang tak bisa ku sebut satu persatu, tanpa kalian mungkin masa-masa kuliah saya akan menjadi biasa-biasa saja.
8. Agama, bangsa, serta Almamterku dan kampus hijauku tercinta Institut agama Islam Negeri (IAIN) BENGKULU
MOTTO
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Q.S TAHRIM:6
ABSTRAK
Fokalia Deska, NIM. 1516210097 Pendidikan Islam Dalam Keluarga Di Desa Giri Kencana Kecamatan Ketahun Kabupaten Bengkulu Utara (Studi Kasus Pada Orang Tua Yang Bercerai). Pembimbing 1. Wiwinda, M.Ag, Pembimbing 2.Masrifa Hidayani, M.Pd.
Kata Kunci: Perceraian Orang Tua, Pendidikan Islam Pada Anak.
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan anak untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk anak-anak menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
Perceraian adalah hal yang menyakitkan bagi kedua belah pihak dan juga sangat menyakitkan untuk anak-anak mereka, tetapi ini keputusan kedua orang tua yang menurut orang tua yang terbaik, dan terkadang anak menjadi imbasnya dari persoalan itu, begitupun juga dengan pendidikan agama anak, pengawasan orang tua yang menjadi berkurang akan membuat mereka lalai dalam menjalankan perintah-perintah agama.Orang tua sangat berpengaruh dalam mendidik anak terutama dalam pendidikan Islam, maka dari itu orang tua harus lebih memperhatikan dan selalu membimbing dan mendidik anak dengan baik. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan deskriptif kualitatif. Permasalahannya bagaimana pendidikan Islam dalam keluarga pada anak-anak yang orang tuanya mengalami perceraian, apakah problem orang tua yang bercerai dalam memberikan pendidikan Islam pada anak dan bagaimana upaya orang tua yang bercerai dalam memberikan pendidikan Islam pada anak.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelasakan tentang untuk mengetahui gambaran pendidikan agama anak dalam keluarga yang orang tuanya mengalami perceraian di Desa Giri Kencana Kecamatan Ketahun Kabupaten Bengkulu Utara. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perceraian pada orang tua yang mengakibatkan anak kekurangan figure bapak/ibu didalam rumah mereka, menjadi kelalaian dalam mengawas anak. Dalam upaya memberikan pendidikan Islam pada anak orang tua lebih mempercayakan pada guru disekolah, dan guru ngaji ditempat les mereka. Oleh karena itu pengetahuan agama yang mereka kuasi masih belum cukup, akan tetapi orang tua yang mengalami perceraian memberi motivasi lebih pada anak mereka dengan fasilitas yang mendukung untuk meningkatkan pendidikan agama pada anak yang orang tuanya mengalami perceraian.
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadiran Allah s.w.t, yang mana berkat petunjuk dan rahmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pendidikan Islam Dalam Keluarga Di Desa Giri Kencana Kecamatan Ketahun Kabupaten Bengkulu Utara ( Studi Kasus Pada Orang Tua Yang Bercerai)”.Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada junjungan dan uswatun khasanah kita, Nabi Muhammad SAW. Serta kepada keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis sangat menyadari bahwa penyusun skripsi ini tidak terlepas dari adanya bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu izinkan penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. H Sirajuddin.M. Ag. M. H selaku rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu
2. Dr. Zubaedi, M.Ag. M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Tadris Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu
3. Nurlaili, M.Pd selaku Ketua Jurusan Tarbiyah.
4. AdiSaputra, M.Pd selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam institut agama islam negeri (IAIN) bengkulu
5. Wiwinda, M.Agselaku pembimbing pertama yang selalu membantu, membimbing dan mengarahkan penulis dari awal pembuatan skripsi ini sampai selesai
ix
6. Masrifah Hidayani, M.Pd selaku pembimbing kedua yang senantiasa sabar dan tabah dalam mengarahkan dan memberikan petunjuk serta motivasinya kepada penulis dalam penyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak Ibu Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu, yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan bagi penulis sebagai bekal pengabdian kepada masyarakat, agama, nusa dan bangsa.
8. Pimpinan perpustakaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu serta stafnya, yang telah memberikan fasilitas buku dalam pembuatan skripsi ini.
9. Kepala Desa Giri Kencana yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
10. Rekan-rekan mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu.
Akhirnya pada Allah S.W.T penulis memohon semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan agar berguna bagi penulis dan pembaca.
Penulis juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Bengkulu, 2019
Fokalia Deska Nim 1516210097
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
NOTA PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... vi
SURAT KEASLIAN ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR TABEL... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Batasan Masalah... 8
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 8
G. Sistematika Penulisan... 9
BAB II LANDASAN TEORI A. Pendidikan Islam ... 11
B. Keluarga Orang Tua Yang Mengalami Perceraian ... 23
C. Hasil Penelitian Yang Relavan... 37
D. Kerangka Berpikir ... 40
xi
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ... 42
B. Tempat Penelitian... 43
C. Sumber Data ... 43
D. Teknik Pengumpulan Data ... 44
E. Teknik Keabsahan Data ... 45
F. Teknik Analisis Data ... 46
BAB V1 LAPORAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Fakta Temuan Penelitian ... 48
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 71
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 78
B. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1Kerangka Berpikir ... 41
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 4.1Batas Desa Giri Kencana ... 49
xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Secara luas, pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi individu. Sedangkan secara sempit, pendidikan adalah sekolah. Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. 1
“Agama” diucapkan oleh orang Barat dengan Religios (bahasa Latin).
Religion (bahasa Inggris, Perancis, Jerman) dan Religie (bahasa Belanda).
Istilah ini bukannya tidak mengandung arti yang dalam melainkan mempunyai latar belakang pengertian yang mendalam yang berarti “ re dan eligareí” yang berarti ”memilih kembali” dari jalan sesat ke jalan Tuhan, “ menghubungkan antara Tuhan dan manusia yang telah diputuskan oleh karena dosa-dosanya dan “membaca berulang-ulang bacaan suci” dengan maksud agar jiwa si pembaca terpengaruh oleh kesuciannya.
Agama adalah risalah yang disampaikan Tuhan kepada Nabi sebagai petunjuk bagi manusia dan hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan
1Binti Maunah, Ilmu Pendidikan (Yogakarta:Penerbit Teras,2009), h. 1
1
manusia dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan dengan dan tanggung jawab kepada Allah, kepada masyarakat serta alam sekitarnya. Agama sebagai sumber sistem nilai, merupakan petunjuk, pedoman dan pendorong bagi manusia untuk memecahkan berbagai masalah hidupnya seperti dalam ilmu agama, politik, ekonomi, soaial, budaya, dan militer, sehingga berbentuk pola motivasi, tujuan hidup dan perilaku manusia yang menuju kepada keridhaaan Allah (Akhlak). Dengan demikian budaya itu lahir dari agama Islam sehingga tidaklah benar kalau agama dianggap sebagai bagian dari budaya.
Agama Islam adalah agama Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad, untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia, yang mengandung ketentuan-ketentuan keimanan (aqidah) dan ketentuan- ketentuan ibadah dan mu‟amalah (syariah), yang menentukan proses berpikir, merasa dan berbuat dan proses terbentuknya kata hati.2
Orang tua adalah ayah dan/atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Umumnya, orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu/ayah dapat diberikan untuk perempuan/pria yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini. Orang tua merupakan setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu. Orang tua merupakan orang dewasa yang membawa anak ke dewasa,
2 Abu Ahmad dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam,(Jakarta:PT Bumi Aksara,2008), h. 4
terutama dalam masa perkembangan. Tugas orang tua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju ke kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan. Dalam memberikan bimbingan dan pengarahan pada anak akan berbeda pada masing-masing orang tua kerena setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.
Setiap orang tua selalu ingin melakukan yang terbaik untuk anak- anaknya baik itu perkembangan anak itu sendiri, dan kebahagian dari anak tersebut. Dan orang tua adalah contoh teladan bagi anak tersebut, apapun yang dilakukan orang tua terhadap anak pasti anak diingat oleh anak tersebut dan bisa jadi akan dilakukannya kembali baik itu positif atau negatif. Dan anak merupakan anugerah Allah Swt dan perhiasan hidup. Oleh sebab itu, secara naluri setiap manusia mendambakan kehadiran seorang anak, dan merasa belum sempurna hidupnya jika belum memiliki anak. Bagi orang tua yang memiliki anak, banyak dari mereka yang begitu bahagia akan kehadirannya. Mereka bangga akan prestasi anaknya, entah itu mendapat rangking disekolah, juara dalam sebuah lomba, sukses meraih gelar akademik, menduduki sebuah jabatan, dan lain-lain. Untuk itu, Alquran mengingatkan bahwa anak dan harta merupakan cobaan, maka jangan sampai menyebabkan kelalaian kepada Allah Swt, sebagaimana firman-Nya:
Artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. al-Munafiqun: 9).
Di sisi lain, Alquran mengingatkan kita agar memperhatikan keluarga dan menyelamatkan mereka dari siksa api neraka, “peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa neraka”, serta adanya kekhawatiran terhadap mereka kelak jika meninggalkannya dalam kondisi lemah. Keluarga adalah mereka yang terikat oleh tali perkawinan, mereka yang karena pertalian darah atau seketurunan sebagai ahli waris dan seagama, serta mereka yang sepersusuan meskipun tidak termasuk ahli waris. 3
Baginda Rasulullah memperlakukan anak-anak begitu mulia, sehingga anak tidak merasa dilecehkan atau dianaktirikan. Seorang anak haruslah dirawat dan dipelihara secara baik, diberikan pengayoman, kasih sayang sepenuhnya tanpa boleh menyakitinya. Anak merupakan investasi yang paling mahal dan berharga, karena ia mampu menyelamatkan orang tuanya dari siksa api neraka melalui doa-doa dan kesalehannya.Semua orang tua berharap agar anaknya menjadi saleh, berguna bagi agama, nusa dan bangsa.
Bahkan, ketika kelak meninggalkan dunia fana ini, orang tua sangat berharap anaknyalah yang memandikan jenazahnya, membalutkan kain
3 Ismail, Nurul Huda dan Abdul Kholiq, Paradigma Pendidikan Islam (Yogyakarta:Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang,2001), h. 44
kafan pada sekujur tubuhnya, menjadi imam shalat jenazah, serta dapat mengantarkan mereka ke surga. Namun harapan indah itu tidak mungkin terwujud begitu saja tanpa adanya pembekalan sejak dini. Untuk itu, Rasulullah saw mengingatkan bahwa anak dilahirkan dalam kondisi fitrah, suci laksana kain putih.
،ِةَرْط ِفْلا ىَلَع ُدَل ْىُي ٍدْىُل ْىَم ُّلُك ص ِِالل َِل ْوُس َر لاَق: َِناَكُِل ْوُقَي َِة َرْي َرُهِ
ىِبَاِْنَع
(راخبلا ه ر وا ) ِوِناَرِّصَنُي ْوَأ ِوِناَسِّجَم ُي ْوَأ ِوِناَدِّىَهُي ُهاَىَبَأَف
“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR. Al- Bukhari.)4
Kedua orang tuanyalah yang berperan besar; apakah kelak anaknya menjadi seorang Yahudi, Nasrani, maupun Majusi.Adanya orang tua dilengkapi dengan anak dan begitu juga dengan adanya kebahagia dengan adanya orang tua yang lengkap bagi anak tersebut. Maka jika terjadi perceraian orang tua, anak akan merasa sangat terpukul dan akan merasa begitu kehancuran yang terjadi pada kehidupan keluarga nya, keharmonisan yang telah dibangun akan hancur dengan perceraian.
Perceraian adalah satu-satunya jalan bagi orangtua untuk dapat terus menjalani kehidupan sesuai yang mereka inginkan, namun perceraian selalu menimbulkan akibat buruk pada anak anak mereka, meskipun dalam kasus tertentu dianggap alternatif terbaik daripada membiarkan anak tinggal dalam
4Bukhari Umar, Hadis Tarbawi(Jakarta: Amzah,2012), h. 68
keluarga dengan kehidupan pernikahan yang buruk. Biasanya dilihat saja perkembangan anak akibat perceraian orangtuanya yaitu anak akan lebih menderita dan akan menimbulkan trauma, sehingga anak juga akan bingung untuk memihak ayah atau ibunya. Setelah perceraian hal akan membawa pengaruh langsung bagi anak–anak mereka terlihat pula dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru ini yang diperlihatkan dengan cara dan penyelesaian yang berbeda.
Setelah dilakukannya observasi di Desa Giri Kencana Kecamatan Ketahun Kabupaten Bengkulu Utara pada tanggal 12 September 2018 terdapat realita yang terjadi permasalah dengan adanya pendidikan agama anak terhadap orang tua yang mengalami perceraian. Menurut pengamatan penulis, imbas dari perceraian kedua orang tua adalah anak-anak mereka yang kehingan figur atau tauladan, dengan demikian kondisi jiwa, mental mereka tergunjang, dan kecewa. Tidak jarang anak akan mencari solisinya dengan hal-hal yang negatif. Sebagai tempat pelarian dari masalah-masalah yang anak hadapi. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti akan melakukan penelitian tentang Pendidikan Islam Dalam Keluaga Di Desa Giri Kencana Kecamatan Ketahun Kabupaten Bengkulu Utara ( Studi Kasus Pada Orang Tua Yang Bercerai).
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Dari dampak perceraian orang tua maka anak menjadi kehilangan figur orang tua.
2. Dari dampak perceraian orang tua maka anak menjadi lalai dalam urusan agama.
3. Kurangnya perhatian orang tua yang bercerai sehingga membuat anak lebih suka mengambil perhatian dari orang lain yang berada disekelilingnya.
4. Kurangnya perdulian orang tua yang bercerai akan membuat anak lebih cendrung tertutup kepada kedua orang tuanya.
5. Anak akan lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah dengan hal yang kurang baik, dan akan terjadi lingkungan luar akan membuat mereka lebih nyaman.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas untuk memudahkan peneliti, dan agar memiliki arah yang jelas maka terlebih dahulu penulis menuliskan perumusan masalah yaitu:
1. Bagaimana Pendidikan Islam dalam keluarga pada anak-anak yang orang tuanya mengalami perceraian?
2. Apakah problem orang tua yang bercerai dalam memberikan pendidikan anak?
3. Bagaimana upaya orang tua yang bercerai dalam memberikan pendidikan Islam pada anak ?
D. Batasan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah, pada pembatasan masalah dalam penelitian ini perlu dilakukan agar pembahasanya tidak terlalu luas dan tidak menyimpang dari pokok permasalahan disamping itu juga untuk mempermudah melaksanakan penelitian. Oleh sebab itu maka penulis membatasi masalah yang diteliti sebagai berikut: Batasan usia enam sampai 13 tahun bagi perempuan dan 14 tahun bagi laki-laki yang bertempat tinggal di Desa Giri Kencana Kecamatan Ketahun Kabupaten Bengkulu Utara. Dan orang tua yang dimaksud, yaitu orang tua (Bapak atau Ibu) yang tinggal bersama anaknya di Desa Giri Kencana Kecamatan Ketahun Bengkulu Utara.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan paparan di atas, dalam sebuah penelitian, baik penelitian yang bersifat ilmiah maupun penelitian sosial pasti dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan penelitian. Tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pendidikan agama di Desa Giri Kencana Kecamatan Ketahun Kabupaten Bengkulu Utara ( studi pada orang tua yang bercerai).
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1. Manfaat Secara Teoritis
Dengan penelitian ini diharapkan dapat merupakan sumbangan pemikiran ilmiah yang dapat menambah pengetahuan dalam bidang ilmu psikologi perkembangan yang berkaitan dengan dampak perceraian orang tua terhadap penyesuaian diri pada anak usia sekolah.
2. Manfaat Secara Praktis
a. Masa akhir anak-anak , Memberikan gambaran secara khusus mengenai penyesuaian diri anak di desa tersebut yang dihadapkan dari keluarga yang memiliki status perceraian, karena dapat menjadi acuan untuk mengatasi masalah-masalah anak-anak yang menjadi korban perceraian orang tuanya sendiri.
b. Orang Tua, Bagi orang tua hal ini merupakan salah satu cara untuk memberikan pengertian tentang dampak perceraian didalam keluarga dan dampak bagi anak– anak mereka.
c. Masyarakat, Harapan peneliti dari hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi orang tua yang ingin bercerai dalam mengambil keputusan dan pertimbangan untuk bercerai dan diharapkan dapat membantu orang yang sudah bercerai untuk dapat meminimalkan efeknya terhadap anak-anak mereka.
G. Sistematika Penulisan
Pada sistematika laporan ini, penulis membagi laporan tugas akhir ini menjadi 3 (tiga) bab, adapun pembagian per bab dalam laporan ini yaitu :
BAB I PENDAHULUAN : Pada bab ini menjelaskan latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
BAB II LANDASAN TEORI : Pada bab ini penulis akan menguraikan dan menjelaskan teori-teori yang relavan dengan yang diobservasikan atau masalah yang diteliti terdiri dari pendidikan Islam yang terdiri pengertian syari‟ah, akidah, akhlak dan hakikat perceraian yang terdiri dari pengertian perceraian dan perceraian menurut doktrin hukum, hasil penelitian yang relavan, kerangka berfikir dan sistematika penulisan.
BAB III METODE PENELITIAN : Pada bab ini akan menjelaskan tentang metode dan jenis penelitian, tempat penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik keabsahan data dan teknik analisis data.
BAB IV LAPORAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN : Pada bab ini akan menjelaskan tentang hasil penelitian dan interpretasi hasil penelitian.
BAB V PENUTUP : Pada bab ini akan diakhiri dengan kesimpulan dan saran.
BAB II KAJIAN TEORI A. Pendidikan Islam
Dalam bahasa Indonesia kata pendidikan merupakan kata jadian yang berasal kata didik yang diberikan awal pe dan akhiran an yang berarti proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia.5Bila mana pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral dan fisik (jasmani) yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat sebagai hamba Allah SWT, maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) yang menanamkan rasa tanggung jawab, sedangkan Islam adalah agama yang benar di sisi Allah SWT. Salah satu problem pendidikan adalah rendahnya mutu setiap pendidikan.6
Oleh karena itu, bilamana manusia yang berpredikat ‟muslim‟, benar-benar menjadi penganut agama yang baik. Ia harus menaati ajara dan menjaga agar rahmat Allah SWT tetap berada pada dirinya. Ia harus mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajarannya yang mendorong oleh iman sesuai dengan akidah islamiah. Untuk tujuan itulah, manusia harus dididik melalui proses pendidikan Islam dan
5Erwati Azizi,Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, (Solo: PT Tiga Pustaka Mandiri, 2003), h.23
6 Mawardi Lubis, Alfauzan Amin, Alimni, Partisipasi Komite Sekolah Dalam Mencapai Efektivitas Manajemen Sekolah Dasar, Jurnal At-Ta‟lim Vol. 18. No,2, 2019. h.360
11
berdasarkan atas pandangan itu juga maka yang dimaksud dengan pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya.
Sebagai muslim yang telah mendapatkan pendidikan Islam ia harus mampu hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan yang diharapkan oleh cita-cita Islam. Agama Islam adalah agama yang telah mencakup seluruh aspek kehidupan manusia muslim baik di dunia maupun ukhrawi.7Untuk tujuan itulah, bila manusia yang berpredikat muslim, benar-benar akan menjadi penganut agama yang baik, menaati ajaran islam menjaga agar rahmat Allah tetap berada pada dirinya, Ia harus mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajarannya sesuai iman dan akidah islamiah.8
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar ummat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.Menurut Zakiyah Dradjat pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu
7Dayun Riadi,Nurlaili, dan Junaidi Hamzah , Ilmu Pendidikan Islam, ( Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,2017), h.3
8Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), h. 7
menghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan islam sebagai pandangan hidup. Menurut Armai Ariefpendidkan Islam yaitu sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya; beriman dan bertakwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang bersandar kepada ajaran Al-quran dan Sunnah, maka tujuan dalam konteks ini berarti terciptanya insane-insan kamil setelah proses berakhir.9
Pendidikan Islam merupakan pendididikan yang secara khas memiliki ciri islami, berbeda dengan konsep pendidikan lain yang kajiannya lebih menfokuskan pada pemberdayaan umat berdasarkan Al- quran dan Hadis. Artinya, kajian pendidikan islam bukan sekedar menyangkut aspek normatif ajaran islam, tetapi juga terapannya dalam materi, institusi, budaya, nilai dan dampaknya terhadap pemberdayaan umat. Oleh karena itu, pemahamna tentang materi, institusi, kultur, dan sistem pendidikan merupakan satu-kesatuan yang holistik, bukan parsial, dalam mengembangkan sumber daya manusia yang beriman, berislam, dan berihsan. Jadi, wajar jika para pakar atau praktisi dalam mendefinisikan pendidikan Islam tidak dapat lepas dari sisi atau praktisi dalam mendefinisikan pendidikan Islam tidak dapat lepas dari sisi konstruksi peserta didik sebagai subjek dan objek.
9Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), h. 8
1. Syariat
Agama Islam adalah agama universal yang mengajarkan kepada umat manusia mengenaiberbagai aspek kehidupan baik kehidupan yang sifatnya duniawi maupun yang bersifat ukhrawi. Salah satu ajaran islam adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan, karena dengan pendidikan manusia dapat memperoleh bekal kehidupan yang baik dan terarah.10
Syariat Islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus dididik melalui proses pendidikan Nabi sesuai ajaran Islam dengan berbagai metode dan pendekatan. Dari sesuai ajaran Islam dengan berbagai metode dan pendekatan. Dari satu segi kita lihat bahwa pendidikan Islam lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan baik bagi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Dari segi lainnya, pendidikan Islam tidak bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis. 11
Ajaran Islam tidak memisahkan antara iman dan amal shaleh. Oleh karena itu, pendidikan Islam adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan amal dan juga karena ajaran Islam berisi tentang ajaran sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat menuju kesejahtera hidup perorangan dan bersama, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat. Semula yang bertugas mendidik
10Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 101
11Zakiah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Perkasa, 1992), h.25.
adalah para Nabi dan Raul selanjutnya para ulama‟, dan cerdik pandailah sebagai penerus tugas, dan kewajiban mereka.
2. Akidah
Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu ( ُدْقَعْلا) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu ( ُقْيِث ْىَّتلا) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu ( ُماَك ْحِلإْا) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah ( ٍةَّىُقِب ُطْبَّرلا) yang berarti mengikat dengan kuat.Sedangkan menurut istilah termologi, akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.Jadi, Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepadaNya, beriman kepada para malaikatNya, rasul-rasulNya, kitab-kitabNya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip- prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma' (konsensus) dari salafush shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' salaf as-shalih.
3. Akhlak
Salah satu dimensi manusia yang sangat diutamakan dalam pendidikan Islam adalah akhlak. Pendidikan agama berkaitan erat dengan pendidikan akhlak. Tidak berlebih-lebihan kalau kita katakana
bahwa pendidikan akhlak dalam pengertian Islam adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab yang baik adalah yang dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh agama. Sehingga nilai-nilai akhlak, keutamaan akhlak dalam masyarakat Islam adalah akhlak dan keutamaan yang diajarkan oleh agama. Sehingga seseorang muslim tidak sempurna agamanya bila akhlaknya tidak baik.12
Menurut Iman al-Ghazali, bahwa akhlak yang disebutnya dengan tabiat manusia dapat dilihat dalam dua bentuk, yaitu:
1) Tabiat-tabiat fitrah , kekuatan tabiat pada asal kesatuan tubuh dan berkelanjutan selama hidup. Sebagaian tabiat tersebut lebih kuat dan lebih dibandingkan dengan tabiat lainnya. Seperti tabiat syahwat yang ada pada manusia sejak ia dilahirkan, lebih kuat dan lebih sulit diluruskan dibandingkan tabiat marah.
2) Akhlak yang muncul dari suatu perangai yang banyak diamalkan dan ditaati, sehingga menjadi bagian dari adat kebiasaan yang berurat berakar pada dirinya.
Kata akhlak dalam pendidikan Islam adalah sesuatu yang sangat diutamakan. Dalam Islam akhlak sangat erat kaitannya dengan pendidikan agama sehingga dikatakan bahwa akhlak tidak dapat lepas dari pendidikan agama. Akhlak menurut pengertian Islam adalah salah satu hasil dari iman dan ibadat, karena iman dan ibadat manusia tidak
12Ali Mufron, Ilmu Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Aura Pustaka), h. 63
sempurna kecuali kalau dari situ muncul akhlak yang mulia. Maka akhlak dalam Islam bersumber pada iman dan taqwa dan mempunyai tujuan langsung yaitu keridhaan dari Allah SWT.
Akhlak dalam Islam memiliki tujuh cirri, yaitu:
a. Bersifat menyeluruh atau universal.
b. Menghargai tabiat manusia yang berdiri dari berbagai dimensi.
c. Bersifat sederhana atau tidak berlebih-lebihan.
d. Realistis, sesuai dengan akal dan kemampuan manusia.
e. Kemudahan, manusia tidak diberi beban yang melebihi kemampuan.
f. Mengikat kepercayaan dengan amal, perkataan, perbuatan, terori, dan praktek.
g. Tetap dalam dasar-dasar dan prinsip-prinsip akhlak umum.13
Pembentukkan akhlak yang mulia merupakan tujuan utama pendidikan Islam. Tujuan dari pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemampuan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku, perangai, dan suci. Dengan kata lain pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan (al-fadillah). Berdasarkan tujuan ini, maka setiap saat, keadaan, pelajaran, aktifitas, merupakan sarana pendidikan akhlak. Dan setiap pendidikan harus memelihara akhlak dan memperhatikan akhlak diatas segala-galanya.
13Ali Mufron, Ilmu Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Aura Pustaka), h. 64
4. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan merupakan sarana yang hendak dicapai dan sekaligus merupakan pedoman yang memberi arah bagi segala aktivitas yang dilakukan. Pendidikan Islam sebagai suatu proses yang mengarah kepada pembentukan kepribadian manusia juga diletakkan pada tujuan yang ideal dalam prespektif yang islami.14
Tujuan merupakan saranan yang hendak dicapai dan sekaligus merupakan pedoman yang member arah bagi segala aktivitas yang dilakukan. Pendidikan Islam sebagai suatu proses yang mengarahkan kepada pembentukan kepribadian manusia juga diletakkan pada tujuan yang ideal dalam perspektif yang islami. Tujuan umum pendidikan dan pengajaran dalam Islam adalah mewujudkan seluruh manusia sebagai abdi atau hamba Allah SWI. Tujuan ini akan membuahkan tujuan-tujuan khusus. Mengingay bahwa Islam adalah risalah samawi yang diturunkan kepada seluruh manusia, maka sudah seharusnya bila sasaran tujuan umum pendidikan Islam adalah seluruh manusia pula.
Tujuan pendidikan Islam merupakan hal yang dominan dalam pendidikan, rasanya penulis perlu mengutif ungkapan breiter, bahwa pendidikan adalah persoalan tujuan dan fokus. Mendidik anak berarti bertindak dengan tujuan agar mempengaruhi perkembangan anak sebagai seseorang secara utuh. Tujuan atau cita-cita sangat penting didalam aktivitas pendidikan, kenapa merupakan arah yang hendak dicapai. Oleh
14Ali Mufron, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2013), h. 19
sebab itu, tujuan harus ada sebelum melangkah untuk mengerjakan sesuatu. Jika pendidikan dipandang sebagai suatu proses, maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan akhir.15 Oleh karena itu, usaha yang tidak mempunyai tujuan tidaklah mempunyai arti apa-apa.
Islam melakukan proses pendidikan dengan melakukan pendekatan yang menyeluruh sehingga ada yang terabaikan sedikitpun, baik segi jasmani maupun rohani. Dengan pendidikan, kualitas mental seseorang akan meningkatkan dan segala proses yang dijalankan atas dasar fitrah yang diberikan Allah.Berbicara tentang tujuan pendidikan, erat kaitannya dengan tujuan hidup manusia. Hal itu disebabkan pendidikan merupakan alat yang digunakan manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya, baik sebagai individu maupun masyarakat.
Oleh karena itu, tujuan pendidikan harus diarahkan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan yang sedang dihadapi. Seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Athiyah Al-Abraysi bahwa tujuan utama dari pendidikan islam adalah pembentukan akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan orang-orang yang bermoral, berjiwa bersih, pantang menyerah, bercita-cita tinggi, dan berakhlak mulia baik laki-laki maupun perempuan. Selain itu, juga mengertikan kewajiban masing- masing, dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, maupun
15Baharuddin dam Moh.Makin, Pendidikan Humanis:Konsep, Teori, dan Aplikasi Praktis dalam Dunia Pendidikan, (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2009), h.119
menyusun skala prioritas, menghindari perbuatan tercela, mengingat Tuhan, dan mengetahui dalam setiap pekerjaan apa yang dilakukan.16
Sebagaimana yang kita ketahui, pendidikan Islam diharapkan dapat mengantarkan peserta didik untuk lebih dapat bersikap toleran, terbuka, dan kritis terhadap segala perkembangan zaman. Usaha tersebut tidak serta merta mereduksi nilai normatif-absolut itulah proses kependidikan akan berlangsung secara konstan kearah tujuan yang tetap. Pendidikan agama Islam di sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslimyang terus berkembang dalam hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikanyang lebih tinggi.Secara umum, tujuan pendidikan agama Islam terbagi kepada: tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir, dan tujuan operasional, tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai denagan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara lain.17
Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam sebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik manusia-manusia yang sempurna (insane kamil).
16Heri Jauhari Mucthar, Fiqih Pendidikan,( Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2005), h.
129
17Ali Mufron, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Aura Pustak`a, 2015), h. 19
Sedangkan tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.18
Tujuan pendidikan agama Islam dalam perspektif para ulama muslim.
1) Menurut abdul rahman shaleh mengatakan mengatakan bahwa pendidikan islam bertujuan untuk membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah swt, sekurang-kurangnya mempersiapklan diri kepada tujuan akhir, yakni beriman kepada Allah dan tunduk serta patuh secara total kepadanya.
2) Menurut Imam Al-Gazali mengatakan ada dua tujuan utama yakni, membentuk insan purna yang pada akhirnya dapat mendekatkan diri kepada Allah swt. Dan membentuk insane purna untuk memperoleh kebahagiaan dunia maupun akhirat.
3) Menurut Hasan Lagulung dalan bukunya asas-asas pendidikan Islam, hasan lagulung menjelaskan, bahwa tujuan pendidikan harus dikaitkan dengan tujuan hidup manusia, atau lebih tegasnya, tujuan hidup untuk menjawab persoalan, untuk apa kita hidup yakni semata-mata hanya untuk menyembah kepada Allah swt.19
Dari beberapa pendapat diatas tujuan pendidikan Islam dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah proses pendidikan berakhir. Tujuan ini diklasifikan kepada: tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir dan
18Ali Mufron, Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2015), h. 20
19Heri Jauhari Mucthar, Fiqih Pendidikan,( Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2005), h.
131
tujuan operasional.Banyak sekali konsep dan teori tujuan pendidikan Islam yang telah dikemukakan oleh para ahli pendidikan, baik pada zaman klazik, pertengahan maupun dewasa ini. Namun dapat difahami, bahwa beragamnya konsep dan teori tujuan pendidikan agama Islam tersebut merupakan bukti adanya usaha dari para intelektual muslim dan masyarakat muslim umumnya untuk menciptakan suatu system pendidikan yang baik bagi masyarakatnya. Namun demikian berkembangnya pemikiran tentang tujuan pendidikan islam tidak pernah melenceng dari prinsip dasar yang menjadi asas berpijak dalam pengembangan tujuan pendidikan yang dimaksud.
Oleh karena itu berbicara pendidikan agama Islam, baik makna maupun tujuannya haruslah mengacuh pada penanaman nilai-nilai Islam dan tidak dibenarkan melupakan etika sosial atau moralitas sosial.
Penanaman nilai-nilai ini juga dalam rangka menuai keberhasilan hidup di dunia bagi anak didik yang kemudian akan mampu membuahkan kebaikan diakhirat kelak.
B. Keluarga Orang Tua Yang Mengalami Perceraian 1. Pengertian Perceraian
Perceraian menurut Pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 adalah
“Putusnya perkawinan”. Adapun yang dimaksud dengan perkawinan adalah menurut Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 adalah “Ikatan lahir batin antara seseorang laki-laki dengan seseorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa”. Jadi, perceraian adalah putusnya ikatan lahir batin antara suami dan isrti yang mengakibatkan berakhirnya hubungan keluarga (rumah tangga) antara suami istri tersebut.20
Pasal 39 UU N0. 1 Tahun 1974 memuat ketentuan imperative bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan Pengadilan, setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha mendamaikan kedua belah pihak. Sehubungan dengan pasal ini, Wahyu Ernaningsih dan Pitu Samawati menjelaskan bahwa walaupun perceraian adalah urusan pribadi, baik itu atas kehendak satu di antara dua pihak yang seharusnya tidak perlu campur tangan pihak ketiga, dalam hal ini pemerintah, tetapi demi menghindari tindakan sewenang-wenang, terutama dari pihak suami( karena pada umumnya pihak yang superior dalam keluarga adalah suami) dan juga untuk kepastian hukum, maka perceraian harus melalui saluran lembaga peradilan.
Lebih lanjut, Wahyu Ernaningsih dan Putu Samawati menjelaskan bahwa dengan adanya ketentuan yang menyatakan bahwa perceraian harus dilakukan didepan siding pengadilan, maka ketentuan ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia, termasuk juga bagi mereka yang beragama Islam. Walaupun pada dasarnya,hukum Islam tidak mengharuskan perceraian dilakukan didepan siding pengadilan, namun kerena ketentuan ini lebih banyak mendatangkan kebaikan bagi kedua
20Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian,(Jakarta:Sinar Grafika,2014), h. 18.
belah pihak pada khususnya, seluruh warga negara, termasuk warga negara yang beragama Islam, wajib mengikuti ketentuan ini. Selain itu, sesuai dengan asas dalam hukum positif Indonesia yang menyatakan bahwa peraturan itu berlaku bagi seluruh warga negara, kecuali peraturan menentukan lain. Sedangan dalam UU perkawinan tidak menyebutkan ketentuan lain menyangkut masalah perceraian ini.21
Pengertian perceraian dapat dijelaskan dari beberapa perspektif hukum berikut.
a. Perceraian menurut hukum Islam yang telah dipositifkan dalam Pasal 38 dan Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan dalam PP No. 9 Tahun 1975, mencakup antara lain sebagai berikut.
b. Perceraian dalam pengertian cerai talak, yaitu perceraian yang diajukan permohonan cerainya oleh dan atas inisiatif suami kepada Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak saat perceraian itu dinyatakan (diikrarkan) di depan siding Pengadilan Agama (vide Pasal 14 samapai dengan Pasal 18 PP No. 9 Tahun 1975).
c. Perceraian dalam pengertian cerai gugat, yaitu perceraian yang diajukan gugutan cerainya oleh dan atas inisiatif istri kepada Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (vide Pasal 20 sampai dengan Pasal 36).
21Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian,(Jakarta:Sinar Grafika,2014), h. 19
d. Perceraian menurut hukum agama selain hukum Islam, yang telah pula dipositifkan dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan dijabarkan dalam PP No. 9 1975, yaitu perceraian yang gugatan cerainya diajukan oleh dan atas inisiatif suami dan istri kepada Pengadilan Negeri, yang dianggap terjadi beserta segla akibat hukumnya terhitung sejak saat pendaftarannya oada daftar pencatatannya oleh Pegawai Pencatat di Kantor Catatan Sipil (vide Pasal 20 dan Pasal 34 ayat (2) PP No. 9 Tahun 1975).22
Perceraian diakui dalam Islam sebagai satu jalan keluar dari kemelut rumah tangga yang disebabkan oleh pertengkaran yang tidak ada hentinya, atau salah satu pasangan telah memilih orang lain untuk dijadikan pasangan barunya, atau salah satu pasangan telah memilih orang lain untuk dijadikan pasangan barunya, atau suami yang tidak melaksanakan kewajiban sedangkan ia adalah laki-laki yang mampu untuk menafkahi isteri dan anak-anaknya, atau sebab lain yang mengakibatkan hubungan suami isteri yang awalnya penuh dengan kasih sayang, namun akhirnya berubah menjadi kebencian diantara mereka.Perceraian adalah kata dalam bahasa Indonesia yang umum dipakai dalam pengertian yang sama dengan talak dari kata “ ithlaq”
artinya melepaskan atau meninggalkan.
Dalam istilah agama talak artinya melepas perkawinan atau bubarnya hubungan suami isteri.Hukum perceraian dalam Islam sering
22Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian,(Jakarta:Sinar Grafika,2014), h. 20
menimbulkan kesalahpahaman, yaitu seakan-akan ajaran Islam memberikan hak yang paling besar kepada laki-laki dibandingkan wanita.
Hukum Islam sebenarnya memberikan hak laki-laki dan wanita begitu seimbang begitu pula dengan perkawinan laki-laki dan wanita memikil beban tang sama dalam mempertahankan keutuhan rumah tangganya, sehingga hukum Islam menetapkan perceraian sebagai perbuatan yang halal namun dimurkai oleh Allah.Perceraian hanya boleh dilakukan karena mengandung unsure kemaslahatan, ketika setiap jalan perdamaian antara suami isteri yang bertikai tidak menemukan jalan perdamaian.
Perceraian hendaklah menjadi alternative yang lebih mendidik kedua belak pihak.
Hukum Islam memberikan kebebasan sepenuhnya kepada kedua belah pihak untuk mempertimbangkan segala sesuatunya dengan matang, dalam batas-batas yang dapat dipertanggung jawabkan.Di samping banyak akibat buruk dari suatu perceraian menyangkut kehidupan kedua belah pihak dan anak-anak, dapat pula dibayangkan betapa tersiksanya seseorang yang mana kedamaian rumah tangganya sudah tidak dapat lagi dipertahankan, sehinggadalam kondisi seperti ini perceraian sebagai jalan untuk menyelesaikan permasalahan ini.
2. Perceraian Menurut Doktrin Hukum
Perceraian menurut Subekti adalah “ Penghapusan perkawinan dengan pususan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu”. Jadi pengertian perceraian menurut Subekti adalah penghapusan
perkawinan, baik dengan putusan hakim atau tuntutan suami atau istri.
Dengan adanya perceraian, maka perkawinan antara suami dan istri menjadi hapus. Namun, Subekti tidak menyatakan pengertian perceraian sebagai penghapusan perkawinan itu dengan kematian atau yang lazim disebut dengan istilah “cerai mati”. Jadi, pengertian perceraian menurut Subekti lebih sempit dari pada pengertian perceraian menutur Pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 sebaimana telah diuraikan diatas.23
Latar belakang dan tujuan perceraian dapat dipahami dari penjelasan Soemiyati bahwa dalam melaksanaka kehidupan suami istri tentu saja tidak selamanya berada dalam situasi yang damai tenteram, tetapi kadang-kadang terjadi juga salah paham antara suami istri atau salah satu pihak melalaikan kewajibannya, tidak percaya-mempercayai satu sama lain dan lain sebagainya. Dalam keadaan timbul ketegangan ini, kadang-kadang dapat diatasi, sehingga antara kedua belah pihak menjadi baik kembali, tetapi adakalanya kesalahan paham itu menjadi berlarut, tidak dapat didamaikan dan terus-menerus terjadi pertengkaran antara suami istri tersebut.
Apabila suatu perkawinan yang demikian itu berlanjutkan, maka pembentukan rumah tangga yang damai dan tentram seperti yang disyaratkan oleh agama tidak tercapai. Dalam kehidupan rumah tangga, mestipun pada mulanya dua suami-istri penuh kasih sayang seolah-olah tidak akan menjadi pudar, namun pada kenyataannya rasa kasih sayang
23Muhammad Syaifuddin, Hukum Perceraian,(Jakarta:Sinar Grafika,2014), h.20
itu bila tidak dirawat bisa menjadi pudar, bahkan jilang terganti dengan kebencian.24 Selain itu, ditakutkan pula perpecahan antara suami istri ini akan mengakibatkan perpecahan keluarga yang makin meluas, maka dalam agama Islam mensyaratkan perceraian sebagai jalan ke luar yang terakhir bagi suami istri yang sudah gagal dalam membina rumah tangganya.
Lebih lanjut, Soemiyati menjelaskan bahwa perceraian walaupun diperbolehkan, tetapi agama Islam tetap memandang bahwa perceraian adalah sesuatu yang bertetangan dengan asas-asas Hukum Islam sebagimana ditegaskan oleh Nabi Muhammad dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan dinyatakan shahih oleh Al-Hakim, yaitu:
: ْنَعىِبَاَّدلاَءاَدَلا َقِهْيَلَعُهللاىَلَصِهلل ُلُْىُسَرُلْىُقَيَمَّلَسَو
(هاورىبادواد
) ُُضاغْباِلِ الَاحْلِإىالِهَّللاىالااعاتُق الََّطلا
”Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian”.(HR. Abu Daud.)25
Syaikh Hasan Ayyub mempunyai pendapat yang sama dengan pendapat Muhammad Thalib sebagimana diuraikan diatas. Menurut Syaikh Hasan Ayyub, sebenarnya hukum cerai menurut syariat Islam ada
24Satria Effendi,Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta: Prenada Media Group, 2004), h. 91.
25Yusuf al-Qaradhawi,Fiqih Wanita,(Jakarta:Dharma Art,2005), h. 74.
4 (empat), tergantung ilat (sebab-sebab dan waktunya), yaitu sebagai berikut.
a. Wajib, yaitu cerainya orang yang melakukan ila‟( sumpah suami untuk tidak menggauli istri) setelah masa menunggu apabila ia menolak fai‟ah (kembali menyetubuhi istri), dan cerai yang dilakukan dua hakam dalam kasus percekcokan apabila keduanya melihat cerai yang tanpaya hidup menjadi bahaya, yang biasanya tidak dapat ditahan oleh suami istri, atau adanya cerai menjadi penyebab perseteruan meraka (suami istri) ke dalam lembah kemaksiatan.
b. Makruh, yaitu cerai tanpa ada hajat.
c. Dianjurkan, yaitu ketika melalaikan hak-hak Allah yang wajib; seperti shalat dan sebagainya, dan suami tidak dapat memaksanya, atau suami mempunyai istri yang tidak menjaga kesucian moral. Dalam kondisi ini, tidak ada larangan melakukan „adhl (melarang istri menikah dengan orang lain dengan cara menahannya, padahal suami sudah tidak menyukainya) dan mempersulit istri dengan membayar uang tebusan kepada suami.
d. Dilarang, yaitu waktu cerai sewaktu haid atau dalam masa suci dimana suami telah menyetubuhinya. 26
Perceraian adalah satu-satunya jalan bagi orangtua untuk dapat terus menjalani kehidupan sesuai yang mereka inginkan, namun perceraian selalu
26Syaikh Hasan Ayyub, Panduan Keluarga Muslim, ( Jakarta: Cendikia Sentra Muslim, 2002), h.248
menimbulkan akibat buruk pada anak anak mereka, meskipun dalam kasus tertentu dianggap alternatif terbaik daripada membiarkan anak tinggal dalam keluarga dengan kehidupan pernikahan yang buruk. Biasanya dilihat saja perkembangan anak akibat perceraian orangtuanya yaitu anak akan lebih menderita dan akan menimbulkan trauma, sehingga anak juga akan bingung untuk memihak ayah atau ibunya. Setelah perceraian hal akan membawa pengaruh langsung bagi anak–anak mereka terlihat pula dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru ini yang diperlihatkan dengan cara dan penyelesaian yang berbeda.
Menurut aturan Islam, perceraian diibaratkan seperti „pembedahan yang menyakitkan‟; manusia yang sehat akalnya harus menahan sakit akibat lukanya. 27 Perceraian adalah sebuah masa transisi yang penuh kesedihan.Betapapun perceraian sebagai “berakhirnya hubungan” antara dua orang yang pernah hidup bersama. 28 Perceraian pasangan suami-istri seringkali berakhir menyakitkan bagi pihak-pihak yang terlibat, termasuk di dalamnya adalah anak-anak. Peristiwa ini menimbulkan anak–anak tidak merasa mendapatkan perlindungan dan kasih sayang dari orang tuanya.Perceraian juga dapat menimbulkan stres dan trauma untuk memulai hubungan baru dengan lawan jenis. Perceraian adalah penyebab stres kedua paling tinggi, setelah kematian pasangan hidup.
Seringkali perceraian diartikan sebagai kegagalan yang dialami suatu keluarga. Anggapan mengenai perceraian sama dengan suatu kegagalan
27Yusuf al-Qaradhawi,Fiqih Wanita,(Jakarta:Dharma Art,2005), h. 74
28Ahmad Tholabi Kharlie,Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Sinar Drafika, 2013), h.
60
yang biasa karena semata–mata mendasarkan perkawinan pada cinta yang romantis, padahal pada semua sistem perkawinan paling sedikit terdiri dari dua orang yang hidup dan tinggal bersama dimana masing–masing memiliki keinginan, kebutuhan serta latar belakang sosial yang berbeda satu sama lain. Akibatnya sistem ini biasanya memunculkan ketegangan dan ketidakbahagiaan yang dirasakan oleh semua anggota keluarga. Perceraian dan perpisahan orangtua menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi pembentukan perilaku dan kepribadian anak. Banyak studi dilakukan untuk memahami akibat-akibat perceraian bagi anggota keluarga khususnya seorang anak .
Dalam kasus perceraian, tidak hanya orang tua yang menanggung kepedihan, tapi yang lebih merasakan beratnya perceraian adalah anak.
mengemukakan bahwa anak bukannya tidak tahu tapi ia tidak mampu menjelaskan, mengapa ia tidak ingin ada orang tahu bahwa ia sedang pedih hatinya, dia juga tidak ingin mengatakan apapun yang dapat memperburuk keadaan di rumah. Sebenarnya anak dapat melihat ketegangan yang dialami orang tuanya. Tetapi dia khawatir jika dia mengungkapkan emosinya, akan menambah kepedihan setiap orang. Inilah alasan mengapa sebagian besar anak tidak pernah bicara dengan orang tuanya tentang perasaannya mengenai perceraian. Perasaan tersembunyi ini akan meningkatkan kecemasan dan memperlemah kemampuan anak untuk berprestasi di sekolah. Selain itu, perasaan yang tertekan bisa menjadi bibit bagi permasalahan yang lebih besar dalam kehidupannya nanti. Secara
psikologis, anak terikat pada kedua orang tuanya, jika orang tuanya bercerai, seperti separuh kepribadiannya dirobek, hal ini akan berpengaruh terhadap rasa harga diri yang buruk, timbul rasa tidak aman dan kemurungan yang luar biasa dan dalam kondisi demikian maka sekolah bagi anak bukan merupakan sesuatu yang penting.
Perceraian bagi anak adalah "tanda kematian" keutuhan keluarganya, rasanya separuh "diri" anak telah hilang, hidup tak akan sama lagi setelah orang tua mereka bercerai dan mereka harus menerima kesedihan dan perasaan kehilangan yang mendalam. Contohnya, anak harus memendam rasa rindu yang mendalam terhadap ayah/ibunya yang tiba-tiba tidak tinggal bersamanya lagi. Perasaan kehilangan, penolakan dan ditinggalkan akan merusak kemampuan anak berkonsentrasi di sekolah. Perasaan-perasaan tersebut akan meningkat bila kedua orang tuanya saling menyerang atau menghina. Bila salah satu orang tua mengatakan hal-hal yang jelek mengenai pasangannya di depan anak mereka, anak akan cemas bahwa ciri- ciri yang tidak menyenangkan itu akan melekat pada diri mereka.
Mereka akan berpikir, "Kalau ayah orang jahat, jangan-jangan nanti aku juga jadi orang jahat. Kata orang aku sangat mirip ayah. "Perasaan penolakan dan kehilangan akan sangat membekas, dia berkeyakinan, dirinya seorang anak yang tidak punya nilai, hilangnya hubungan dengan salah satu orang tua berarti ia tidak pantas mendapatkan waktu dan kasih sayang.
Tiadanya harga diri itu akan mengganggu kehidupannya. Ia takut menjalin persahabatan. Ia takut berusaha keras di sekolah, bahkan ia juga takut untuk
terlalu dekat dengan ibunya karena kalau ayahnya saja tidak peduli, orang lain pasti akan begitu. Ada ketakutan juga jangan-jangan orang tua yang sekarang bersamanya juga akan meninggalkannya. Amarah dan agresi merupakan reaksi yang lazim dalam perceraian, hal itu terjadi bila orang tuanya marah di depan anaknya. Akibatnya, anak biasanya akan menumpahkan amarahnya kepada orang lain, misalnya kepada rekan-rekan sebayanya dan adik-adiknya karena relatif lebih aman.
Kebanyakkan peneliti setuju bahwa anak-anak dari keluarga yang bercerai menunjukkan penyesuaian diri yang lebih buruk disbanding anak- anak dari keluarga yang tidak bercerai. Anak-anak yang mengalami perceraian memiliki resiko yang lebih besar. Dibanding anak-anak dari keluarga yang utuh, anak-anak dari keluarga yang bercerai lebih memiliki kecenderung untuk mengalami masalah akedemis, menunjukkan masalah- masalah eksternal (seperti menyuarakan perasaan dan kenakalan) dan masalah internal (seperti kecemasan dan depresi), kurang memiliki tanggung jawab sosial, memiliki hubungan intim yang kurang baik, putus sekolah, aktif secara seksual di usia dini, menggunakan obat-obatan, berhubungan dengan peer yang antisosial, memiliki nilai dari yang rendah.
Walaupun demikian, ingatlah bahwa mayoritas anak dalam keluarga yang bercerai (sekitar 75 persen) tidak mengalami masalah penyesuaian yang signifikan.Dalam suatu studi longitudinal selama 20 tahun, sekelompok
besar pemuda yang orang tuanya bercerai ketika mereka masih anak-anak beradaptasi dan hidup secara efektif.29
Masa akhir anak-anak yang berlangsung dari enam sampai anak mencapai kematangan seksual, yaitu sekitar 13 tahun bagi anak perempuan dan 14 bagi anak laki-laki oleh orang tua disebut sebagai masa menyulitkan.30Pada masa inilah anak paling peka dan siap umtuk belajar dan dapat memahami pengetahuan dan selalu ingin bertanya dan memahami.Perkembangan kepribadian anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kognitifnya. Hal ini membentuk persepsi anak mengenai diri sendiri, dalam menegakkan pendapatnya mengenai apa yang benar dan apa yang salah.
Perkembagan sosial anak mulai meningkat yang ditandai dengan adanya perubahan pengetahuan dan pemahaman mereka mengetahuikebutuhan ketentuan maupun peraturan-peraturan.Selain itu hubungan antara anak dan keluarga, teman sebaya dan sekolah sangat mewarnai perkembangannya.31 Adanya sikap dan perilaku moral yang mana perkembangan kode moral pada akhir masa anak-anak seperti halnya awal masa remaja, kode moral sangat dipengaruhi oleh standar moral dari kelompok dimana anak mengidentifikasi diri. Peranan disiplin dalam perkembangan moral kalau disiplin dibutuhkan dalam perkembangan, haruslah disesuaikan dalam tingkat perkembangan anak.
29John W. Santrock, Perkembangan Anak, (Jakarta: PT Glora Aksara Pratama, 2007), h.
186
30Yudrik Jahja,Psikologi Perkenmbangan, (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2015), h. 217
31Yudrik Jahja,Psikologi Perkenmbangan, (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2015), h. 203
Pendidikan moral tidak sekedar pembelajaran mengetahui yang baik dan buruk, tentang yang benar dan yang salah, tetapi merupakan pelatihan pembiasaan terus-menerus tentang sikap benar dan baik, sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan, karena pada masa anak-anak, anak merupakan
“peniru ulung”, pada tahapan usia empat sampai enam tahun yang menajdi fokus hasil belajar ialah menanamkan sejak dini pentingnya pembinaan perilaku dan sikap yang dapat dilakukkan melalui pembiasaan yang baik.
Hal inilah yang dasr utama pembentukkan pribadi yang matang, mandiri, dan menanamkan budi pekerti yang baik.
Oleh karena itu, peran orang tua dan guru dalam pengembangan moral pada anak sangat menentukan sikap kepribadian anak selanjutnya, termaksud juga lingkungan tempat anak dididik dan dibesarkan.Apalagi ruang lingkup rumah tangga.Dalam rumah tangga terdapat ayah dan ibu sebagai contoh pendidikan dasar anak.Dan anak dapat belajar dari kehidupan yang sering dilihat dan dialami dalam keluarganya.Diantara faktor yang terlibat dalam kerentanan anak terhadap masalah emosional dan sosial adalah penyesuaian anak sebelum perceraian dan kepribadian, tempramen, status perkembangan, dan jenis kelamin anak, serta masalah hak asuh.Anak-anak yang orang tuanya bercerai menunjukkan penyesuaian yang lebih buruk sebelum perceraian tersebut.32
Kepribadian dan temperamen memainkan peran dalam penyesuaian anak-anak dari keluarga bercerai.Anak-anak yang secara sosial dewasa dan
32John W. Santrock, Perkembangan Anak, (Jakarta: PT Glora Aksara Pratama, 2007), h.
187
bertanggung jawab, yang hanya menunjukkan sedikit masalah emosional, dan yang memiliki temperamen yang terkendali lebih baik dalam menghadapi perceraian orang tua mereka.Anak-anak dengan temperamen yang sulit sering kali mengalami kesulitan dalam menghadapi perceraian orang tua mereka.Dan ada perkembangan suara hati istilah suara hati berarti suatu reaksi khawatir yang terkondisi terhadap situasi dan tindakan tertentu yang telah dilakukan dengan jalan menghubungan perbuatan tertentu dengan hukuman.
Perceraian juga telah melahirkan rasa traumatis pada anak, terauma karena anak-anak menyaksikan konfilk terbuka antara ayah ibunya yang terjadi sebelum perceraian.Secara emisional anak-anak menjadi kehilangan rasa aman.Menurut anak-anak korban cerai, pertengkaran-pertengkaran yang terus terjadi sebelum membuat mereka tertekan dan stress.33
Perceraian bukan hanya merugikan beberapa pihak, namun perceraian juga sudah jelas dilarang agama (agama Islam).Namun pada kenyataannya walaupun dilarang tetapi tetap saja perceraian dimasyarakat terus semakin banyak bahkan dari tahun ketahun semakin meningkat.Ketika terjadi pertengkaran antara kedua belah pihak, Islam tidak langsung menganjurkan suami istri untuk mengakhiri perkawinan, tetapi dilakukan terlebih dahulu musyawarah.34
C. Penelitian Yang Relavan
33Anik Farinda dan Haidlor Ali Ahmad, Perempuan Dalam Sistem Perkawinan dan Perceraian di Berbagai Komunitas Adat (Jakarta:Balai Penelitian dan Pengembangan Agama,2007), h. 63
34Ahmad Tholabi Kharlie,Hukum Keluarga Indonesia, (Jakarta: Sinar Drafika, 2013), h.
229