2
2
PENDAHULUANPada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya, namun perjuangan bangsa Indonesia tidak hanya sebatas itu saja, melainkan seluruh bangsa Indonesia harus berjuang lebih giat lagi untuk mempertahankan kemerdekaan karena tentara Sekutu yang diboncengi tentara Belanda mendarat ke tanah air Indonesia dan akan menduduki seluruh daerah-daerah yang ada di Indonesia termasuk Kota Padang. Tentara Sekutu yang diboncengi oleh tentara Belanda mendarat di Kota Padang pada tanggal 10 Oktober 1945 di bawah pimpinan Mayor Jendral Chambers.1
Kedatangan tentara Sekutu ke Indonesia termasuk di Kota Padang untuk melucuti senjata Jepang, mengurus tawanan perang dan menjaga keamanan, namun di belakang itu tersembunyi pula tugas mereka untuk mengembalikan kekuasaan penjajahan ke tangan Belanda yang merupakan salah satu anggota Sekutu. Tindakan Sekutu tersebut menimbulkan reaksi di berbagai kalangan masyarakat terutama kalangan pemuda yang berada di bawah Badan Penerangan Pemuda Indonesia (BPPI) yang menimbulkan konflik dan menyebabkan terjadinya perlawanan dari pemuda-pemuda di Kota Padang karena rupanya Sekutulah yang memberikan kesempatan kepada Belanda untuk mengembalikan kekuasaannya di Indonesia.2
Seiring dengan semakin meningkatnya peran Netherland Indies Civil Administration (NICA) yang bertindak atas nama Sekutu menimbulkan berbagai perlawanan antara pemuda-pemuda pejuang dengan tentara Belanda di Kota Padang. Salah satu contohnya adalah peristiwa yang terjadi pada tanggal 21 Februari 1946, yaitu pertempuran yang dahsyat antara Tentara Republik Indonesia (TRI) dengan seluruh barisan-barisan rakyat di bawah pimpinan Mayor Ahmad Husein yang melakukan penyerangan ke Kamp Inggris dan NICA yang terletak di Rimbo Kaluang, pertempuran ini berlangsung selama 5 jam, dari pukul 24.00 hingga pukul 05.00 subuh.3
Pertempuran antara tentara Sekutu dengan TRI di Kota Padang dan sekitarnya, mengakibatkan
1 Ahmad Husein, dkk, Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI di Minangkabau/Riau 1945-1950 Jilid I, (Jakarta: Badan Pemurnian Sejarah Indonesia Minangkabau, 1978), hlm 223
2 Mestika Zed, Sumatera Barat di Panggung Sejarah 1945-1995, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998), hlm 441
3 Mestika Zed, Sejarah Perjuangan Kemerdekaan di Kota Padang dan Sekitarnya 1945- 1949, (Padang: Yayasan Citra Budaya Indonesia, 2002), hlm 204
Kota Padang terbagi menjadi tiga Front. Daerah Kota Padang yang mengarah ke Tabing “Front Utara”, daerah yang mengarah ke Kuranji “Front Timur”, sedangkan daerah menuju ke Teluk Bayur “Front Selatan”. Ketiga Front itulah tempat berlangsungnya kegiatan dapur umur, suplai bahan makanan dan kegiatan Palang Merah.4
Sejarah perjuangan di Kota Padang menunjukkan, bahwa banyak prakarsa yang dilakukan pada masa perjuangan ini berasal dari inisiatif tokoh setempat, guna merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia banyak para tokoh-tokoh pejuang kecil seperti tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan termasuk di dalamnya kaum wanita juga berperan penting dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, khususnya di Kota Padang Sumatera Barat banyak pelaku sejarah yang tanpa lelah dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Kaum wanita juga sangat berperan penting dalam periode perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Kaum wanita ini bersatu dalam jumlah besar yaitu membentuk tim perawat, penghubung, menjalankan dapur umum, dan bagian perbekalan.5 Pada saat itulah kaum ibu membentuk organisasi yang dikenal dengan Keputrian Republik Indonesia (KRI). Organisasi KRI dibentuk pada bulan September 1945 di Padang yang diketuai oleh Syarifah Arief.
Meningkatnya pertempuran-pertempuran melawan Sekutu dan Belanda anggota-anggota KRI aktif menjalankan tugas mereka di Indarung Front Timur dan di Tabing Front Utara, dan Front Selatan.
KRI bukan saja aktif di bidang kepalang merahan, perbekalan dan dapur umum, tetapi juga menjalankan sebagai kurir (penghubung) serta Intelligence (Penyelidikan). Kaum wanita yang menjadi anggota organisasi KRI ini dengan menyamar sebagai tukang sayur menyelundupkan senjata dan membawa instruksi-intsruksi bagi gerilyawan yang bergerak di daerah pendudukan musuh.6
Organisasi wanita lainnya yaitu Laskar Muslimat yang diketuai oleh Hj. Sirajuddin pada bulan Maret tahun 1946 dan Sabil Muslimat didirikan
4Amura, Sejarah Revolusi Kemerdekaan di Minangkabau 1945-1950, (Jakarta:Pustaka Antara, 1979), hlm 89-90
5 Cora Vreede-de Stuers, Sejarah Perempuan Indonesia, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2008), hlm 175
6 Fatimah Enar, Sumatera Barat 1945-1950, (Padang: Pemerintahan Daerah Sumatera Barat, 1976), hlm 140-141
3
oleh Syamsidar Yahya.7 Kedua organisasi ini juga berperan di daerah Front Timur, Utara, dan Selatan Kota Padang dalam masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia tahun 1945, seperti yang dilakukan oleh beberapa pejuang wanita dari Front Timur, di antaranya yaitu Bainar, Djaalas, Marida, Marayam, Nursian, Anis, Djaniar, Nariana, Nursida, Djalina, dan masih banyak yang lainnya.8 Sedangkan pejuang wanita yang berada di Front Utara dibawah pimpinan Anwar Rahmat dan Nurjanah diantaranya yaitu Asnia, Tinwr, Nurbaini, Enek, Janibar, Sarika, Saribani, Rahani, Nursiah, Mariana, Marayam, Ana, Aminah, Baidar, dan lain-lainnya.9 Organisasi ini bertujuan untuk membantu tentara dalam bentuk dapur umum dan Palang Merah. KRI juga menggabungkan diri ke Badan Penolong Keluarga Korban Pejuang (BPKKP), organisasi ini bertujuan untuk memberikan dukungan tetap untuk keluarga pejuang yang gugur dan cacat.10Kegiatan wanita di garis belakang dalam masa revolusi, membentuk dapur umum yang dibentuk secara khusus di lokasi tertentu untuk memenuhi kebutuhan konsumsi para pejuang. Dapur umum ini dikelola oleh beberapa orang wanita pejuang, baik yang berasal dari penduduk setempat maupun atas nama organisasi pejuang seperti KRI, Sabil Muslimat, Laskar Muslimat.11 Adanya organisasi wanita ini menunjukkan bahwa dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia tidak hanya kaum laki-laki saja yang berperan, melainkan kaum wanita juga ikut berperan. Apalagi kaum ibu yang bergerak di bidang penyediaan logistik atau dapur umum bagi para pejuang di medan perang.12
Bagi generasi muda, maka hal tersebut bisa menjadi contoh yang dapat memotivasi generasi muda untuk mengisi kemerdekaan, serta lebih menghargai hasil perjuangan yang dilakukan oleh
7 Mestika Zed dan Armaidi Tanjung, Biografi Rangkayo HJ. Syamsidar Yahya 1945-1975, (Padang: UNP Press Padang, 2011), hlm 89
8 Riwayat Pejuang 45, (DHD Gedung Juang 45, Cabang Padang), Kecamatan Padang Timur
9 Riwayat Pejuang 45, (DHD Gedung Juang 45, Cabang Padang), Kecamatan Padang Utara
10 Ibid, Fatimah Enar, Sumatera Barat 1945- 1950, (Padang: Pemerintahan Daerah Sumatera Barat, 1976), hlm 141
11 Wawancara dengan Nurjida tanggal 3 Juni 2015 di Lapai Nanggalo. Nurjida adalah salah satu pejuang wanita dalam mempertahankan kemerdekaan di kota Padang tahun 1945
12 Ibid, Mestika Zed dan Armaidi Tanjung, Biografi Rangkayo HJ. Syamsidar Yahya 1945-1975, (Padang: UNP Press Padang, 2011) hlm 94
para pahlawan bangsa. Hal tersebut di atas telah mendorong penulis untuk mengadakan penelitian menyangkut peran serta wanita dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan khususnya di Kota Padang. Untuk itu penulis memilih judul “Peranan Kaum Wanita Dalam Mempertahankan Kemerdekaan RI di Kota Padang Tahun 1945- 1949”.
BATASAN DAN RUMUSAN MASALAH Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih mengarah kepada inti yang akan diteliti, maka ada dua batasan masalah yang penulis gunakan yaitu:
Batasan Spatial penelitian ini adalah Kota Padang, yang meliputi tiga Front yaitu Front Timur, Front Utara, dan Front Selatan Kota Padang. Ketiga Front inilah sering terjadinya pertempuran antara Sekutu dengan TRI di Kota Padang. Pertempuran terjadi karena Sekutu yang diboncengi oleh NICA ingin menjajah kembali di Kota Padang. Tindakan yang dilakukan oleh rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan dari tangan penjajah menimbulkan berbagai perlawanan antara Belanda dengan TRI di Kota Padang. Selain TRI yang berjuang kaum wanita juga ikut berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan. Batasan Temporal penelitian ini adalah tahun 1945-1949. Tahun 1945 dijadikan batasan awal, karena pada tahun ini merupakan awal perjuangan rakyat di Kota Padang secara fisik untuk mempertahankan kemerdekaan, hal ini disebabkan Belanda yang diboncengi oleh Sekutu datang kembali ke Indonesia dengan tujuan untuk menjajah kembali di wilayah-wilayah yang ada Indonesia termasuk Kota Padang. Sehingga para kaum wanita juga melibatkan dirinya dalam berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan. Tahun 1949 dijadikan batasan akhir, karena tahun ini akhir dari perjuangan secara fisik bagi rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari bangsa Kolonial. Kemudian pada tahun ini juga Indonesia telah diakui merdeka secara De jure tanggal 27 Desember tahun 1949 oleh Belanda dan dunia Internasional dalam sidang Komperensi Meja Bundar di Den Haag. Semenjak pengakuan kemerdekaan tersebut negara Indonesia menjadi negara yang berdaulat penuh dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan-batasan masalah di atas, maka penulis membatasi ruang lingkup permasalahan dengan bentuk beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1) Bagaimanakah kondisi awal keterlibatan kaum wanita berjuang dalam
4
mempertahankan kemerdekaan RI di Kota Padang tahun 1945-1949?2) Bagaimanakah bentuk aktivitas-aktivitas kaum wanita dalam berjuang mempertahankan kemerdekaan RI di Kota Padang tahun 1945-1949?
METODE PENELITIAN
Penelitian yang akan dilakukan peneliti merupakan penelitian sejarah. Untuk mendapatkan data yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini, digunakan teknik-teknik penelitian sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam penulisan sejarah.
Menurut Louis Gottschalk metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh beberapa tahap: pertama tahap heuristik yaitu kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data- data, atau materi sejarah, kedua tahap kritik sumber, tahap interpretasi dan tahap historiografi.13
Sesuai dengan kaidah dalam penelitian sejarah, maka tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:
Pertama Heuristik dalam bahasa Jerman Quellenkunde yaitu kegiatan mencari sumber-sumber yang diperlukan untuk mendapatkan data sejarah atau materi sejarah.14 Data yang diperoleh dari dua jenis sumber yaitu: Sumber primer dan sumber sekunder.
Pada tahap pertama ini, sumber primer penulis dapatkan melalui penelusuran terhadap arsip-arsip yang masih tersimpan di Museum Gedung Joang ’45 dan kantor LVRI yaitu, arsip tentang riwayat hidup wanita-wanita yang ikut berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan, wawancara dengan pejuang-pejuang wanita yang masih hidup, salah satunya yang telah penulis wawancarai yaitu Ibu Nurjida di Nanggalo. Sedangkan melalui tahap sekunder penelusuran terhadap perpustakaan dengan cara memahami buku-buku, skripsi yang relevan di Pustaka FIS UNP, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya Unand, Perpustakaan Umum Daerah Sumatera Barat, perpustakaan STKIP PGRI Sumatera Barat, ruang baca Prodi Sejarah.
Kedua Kritik sumber adalah kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menyeleksi data dan menyingkirkan bagian-bagian data yang tidak otentik kemudian menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya dari bahan-bahan yang telah diseleksi dari
13 Loius Gottcshalk, Mengerti sejarah terjemahan Nugroho Notosusanto, (Jakarta:
Universitas Indonesia, 2006), hlm 39
14 Helius Sjamsudin, Metodologi Sejarah,
(Yogyakarta: Ombak 2012), hlm 67
data otentik. Supaya dapat diketahui bahwa sumber yang didapatkan itu benar-benar sumber yang asli atau bukan. Kritik sumber ini terdiri dari ekstern dan kritik intern. Kritik eksernal ini menguji otentisitas (keaslian) suatu sumber, agar di peroleh sumber yang sungguh-sungguh asli dan bukan tiruan atau palsu, sedangkan kritik internal menguji lebih jauh lagi menganalisis dokumen. Apakah isi informasi yang terdapat di dalam suatu dokumen benar dan dapat dipercaya, kredible dan reliebel.15
Ketiga Interpretasi ialah kegiatan menghubungkan data yang memang perlu untuk dijadikan sumber penting dalam penelitian. Data yang diperoleh baik data dari lapangan maupun dari studi kepustakaan dengan cara mengkaji dan mengaitkan antara sebab dan akibat terjadinya peristiwa penelitian, setelah melakukan seleksi terhadap sumber-sumber yang dapat digunakan menyusun pola penulisan yang logis dan sistematis.
Keempat Historiografi, dalam kegiatan ini yang dilakukan yaitu penyajian hasil penelitian dalam bentuk karya ilmiah atau skripsi, yaitu dengan penulisan kembali dari data-data dan sumber-sumber yang telah diuji kebenarannya melalui tahap-tahap diatas, sehingga penulisan ini dapat mengungkapkan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perjuangan kaum wanita di Kota Padang tidak terlepas seperti dapur umum, palang merah, maupun aksi kemiliteran lainnya seperti sebagai penghubung (Kurir), mata-mata (Intellijen), dan merampas senjata dari gudang-gudang musuh adalah kegiatan yang dilakukan oleh organisasi wanita ini.
a. Dapur Umum
Dapur umum yang dimaksud adalah dapur umum yang dibentuk dalam perjuangan, yang memiliki pengertian dapur yang sengaja dibentuk untuk memenuhi kebutuhan makanan para pejuang, baik oleh badan perjuangan atau masyarakat. Dapur umum ini sifatnya tidak menetap. Dapur umum pertama di Kota Padang sudah terbentuk pada awal revolusi bertepatan di rumah Ratnasari (lebih dikenal dengan Cik Ani), berjarak dua pintu dari rumah orang tua Nasrul yang dikontrak oleh Abdul Latif (Orang tua dari Munir Latif) dan kemudian dijadikan kantor BPPI (Kantor DHD 45 sekarang). Para pemuda dari berbagai penjuru kota yang berkumpul di Pasa Gadang dan aktif menyebarlauaskan berita proklamasi, membentuk berbagai organisasi perjuangan (BPPI , Institusi militer dan sipil, serta badan-badan perjuangan), pada umumnya makan di
15 Daliman A, Metode Penelitian Sejarah,
(Yogyarkarta : Ombak, 2002), hlm 52
5
dapur umum tersebut. Kebutuhan dapur umum ini diperoleh dari menghimpun sumbangan dari masyarakat, dan para saudagar kaya yang pro kemerdekaan di Kota Padang, para pemuda perempuan pejuang juga merampas gudang-gudang dan toko-toko musuh dari Republik seperti gudang- gudang beras milik Jepang di Teluk Bayur, Muaro, Purus, Rawang, dan Olo.16Informasi kemerdekaan yang telah tersebar luas di tengah-tengah masyarakat Sumatera Barat, khususnya di dearah Padang, para pemuda membentuk kesatuan-kesatuan seperti Badan Keamanan Rakyat (BKR), dan berisan-barisan laskar perjuangan dan ada juga disamping itu kelompok- kelompok pejuang yang relatif Independen. Setiap perkampungan yang menjadi basis (markas) kelompok-kelompok perjuangan dibentuk dapur umum. Secara garis besar dapur umum di Kota Padang dan Padang Luar Kota pada masa Revolusi, dapat dibedakan kedalam dua kategori:
Pertama, dapur umum yang dibangun secara khusus di lokasi tertentu untuk memenuhi konsumsi para pejuang. Dapur umum tipe ini dikelola oleh beberapa pejuang wanita, baik yang berasal dari penduduk setempat maupun dari organisasi pejuang tertentu, seperti KRI, Sabil Muslimat, maupun Laskar Muslimat. Kedua, dapur umum yang tersebar disetiap rumah-rumah tangga penduduk yang dikoordinir oleh kepala kampung atau aparat pemerintahan daerah setempat. Untuk mendapatkan kebutuhan, dapur umu tipe ini bersandarkan perekonomian masyarakat.
Melalui dapur umum tipe ini, biasanya para pejuang atau utusan yang telah ditentukan mengumpulkan nasi bungkus itu dari rumah ke rumah untuk dibawa ke markas pejuang guna dibagi-bagikan kepada para anggotanya.17
Agar kebutuhan yang dibutuhkan bagi dapur umum terpenuhi, para pejuang biasanya meminta sumbangan beras, lauk pauk, dan sayur-sayuran kepada masyarakat yang mampu, di samping iuran wajib yang dibebankan kepada keluarga.18 Selanjutnya bahan-bahan yang terkumpul itu dihimpun ke dapur umum untuk dimasak oleh kaum wanita yang bertugas di sana. Setelah kedatangan Sekutu/NICA di Kota Padang, selain berasal dari iuran dan sumbangan, bahan yang diperlukan di dapur umum ada pula yang diperoleh para pejuang dengan merampas harta benda milik musuh Republik
16Ibid, Mestika Zed, Sejarah Perjuangan Kemerdekaan 1945-1950 di Kota Padang dan Sekitarnya, hlm 323
17 Ibid, hlm 223
18 Wawancara dengan ibu Linun Umur 89 tahun di Jln. SMP 12. Kec Nanggalo tanggal 17 Oktober 2015
atau orang-orang yang pro NICA. Dalam kaitan yang terpenting diantaranya adalah perampasan gudang atau took beras Eng Djoe Bie, Eng Djoe Bo Eng Djoe Shi.19 Beras dan bahan-bahan makanan yang didapat dari gudang-gudang tersebut tidak hanya didistribusikan ke dapur-dapur umum yang ada di Kota Padang, melainkan sebagin besar diangkut ke Padang Luar Kota. Sesampainya di Padang Luar Kota, sebagian besar hasil rampasan itu dibagi- bagikan ke beberapa dapur umum yang berada di daerah itu. Salah satu pejuang (Ibu Nursiah) wanita yang berperan sebagai memasak makanan sekaligus penyelidik untuk pihak Republik yang berada di Pasir Ulak Karang (lampiran halaman 96).20
Lokasi atau tempat dapur umum ini selalu berpindah-pindah sesuai dengan situasi yang terjadi di dalam Kota Padang. Kondisi kebutuhan di lapangan dapat diketahui dari tentara yang melaporkan, dan makanan yang sudah siap langsung dijemput oleh tentara tersebut. Dalam perjuangan, dapur umum ini tidak hanya satu adanya karena kebutuhan saat itu sangat banyak, sehingga setiap cabang yang ada aktif mengadakan dapur umum saat itu.21
Dapur umum tipe kedua lebih banyak bersandar pada kemampuan ekonomi masyarakat sekitar. Dalam hal ini pemerintah setempat mewajibkan warganya untuk menyediakan nasi bungkus guna memenuhi kebutuhan dasar para pejuang maupun pengungsi yang berada di daerahnya. Nasi bungkus tersebut biasanya dilengkapi dengan lauk pauk seadanya (nasi ramas), bahkan kadang-kadang hanya dilengkapi dengan samba lado (dikenal juga dengan nasi bungkus merah puti).22 Nasi bungkus merah putih ini biasanya banyak disediakan oleh keluarga yang berekonomi lemah, yang hanya bisa menyediakan nasi bungkus merah putih. Namun demikian, apa adanya, kerelaan warga kampung untuk menyediakan nasi bungkus bagi para pejuang merupakan suatu wujud pengorbanan yang amat tinggi nilainya dalam era revolusi. Tanpa hal itu, para pejuang akan kesulitan dalam melanjutkan perjuangan di garis depan. Nasi bungkus yang sudah siap ini nantinya akan dijemput
19 Ibid, Mestika Zed, Sejarah Perjuangan Kemerdekaan 1945-1949 di Kota Padang dan Sekitarnya, hlm 234
20 Riwayat Hidup Pejuang 45, (DHD Juang 45, Cabang Padang)
21 Wawancara dengan ibu Rosmaiani Umur 82 tahun, di Lolong Belanti tanggal 2 Oktober 2015
22Ibid, Mestika Zed, Sejarah Perjuangan Kemerdekaan 1945-1950 di Kota Padang dan Sekitarnya, hlm 234
6
oleh petugas yang salah satunya dari anggota KRI, Sabil Muslimat, maupun Laskar Muslimat.Wanita yang bertugas di dapur, bertugas mamasak nasi atau mengantarkannya untuk para tentara. Bahan-bahan untuk keperluan masak sering sudah disediakan oleh tentara sehingga para ibu tersebut tinggal memasaknya dan kemudian membungkus lalu diantarkan ke tentara. Memasak menggunakan kayu bakar, dimana kayu bakar itu juga dicarikan oleh tentara. Apabila keadaan perang sedang berkecamuk tidak ada bahan makanan, maka para kaum wanita tiap-tiap kampung mulai menyumbang bahkan tidak jarang di minta-minta kepada penduduk, tergantung juga pada situasi.23
Wanita-wanita yang secara tidak langsung ikut serta dalam perjuagan tergabung dalam badan dapur umum dan menjalankan tugasnya, selain memasak makanan untuk tentara pejuang, mereka meminta sumbangan dari masyarakat dengan cara mendatangi rumah-rumah masyarakat. Hal ini di lakukan hampir setiap hari, bahan yang di dapatkan seperti beras, ubi, kelapa, buah-buahan, serta hewan peliharaan seperti ikan, dan ayam. Tim dapur umum selalu siap untuk memasak demi kelangsungan perjuangan. Setelah anggota bagian memasak makanan, dan makanan dibungkus dan di hantarkan ke asrama-asrama tentara, sebanyak tentara yang ada di front. Jumlah tentara yang ada di front dapat kita ketahui dari mata-mata yang melaporkan, dan kalau ada tentara yang terpencar-pencar maka nasi tentara itu di beri oleh masyarakat.24
Dapur-dapur umum tidak dapat dibayangkan tanpa partisipasi organisasi ini. Tugas-tugas kepalang merahan juga banyak bergantung pada unsur ini.
Tanpa hal itu, para pejuang akan merasa kesulitan dalam melanjutkan perjuangan di garis depan.
Sehingga kegiatan di garis belakang merupakan suatu wujud yang dijunjung tinggi nilainya dalam masa revolusi.25 Dapur umum bukan hanya dijadikan tempat menyediakan makanan bagi para pejuang, melainkan tempat menghimpun obat-obatan yang dibutuhkan bagi para pejuang. Untuk memenuhi kebutuhan perjuangan, meminta sumbangan dari saudagar kaya yang pro kemerdekaan di Kota Padang, selain itu pemuda juga merampas gudang- gudang dan toko-toko milik musuh Republik. Dalam kegiatan dapur umum ini, diutuskan beberapa orang
23 Wawancara dengan ibu Caya Ranik Umur 84 tahun, di Jln. Belanti Lolong tanggal 2 Oktober 2015
24 Wawancara,dengan Baida Umur 85 tahun, di Pasar Ambacang tanggal 15 Oktober 2015
25 Pramono, dkk, “Badan-badan perjuangan”, (Jakarta: Badan Pusat Sejarah ABRI, 1983), hlm 11-12
terdiri dari kalangan pemuda untuk mencari dana, meskipun dalam kegiatan dapur umum disebutkan hanya wanita yang tersohor. Di setiap perkampungan yang menjadi basis (Markas) kelompok-kelompok perjuangan itu dibentuk pula dapur umum.26
Tempat untuk memasak makanan bagi tentara pejuang ada tempat khusus yang disediakan yaitu ditetapkan satu rumah penduduk, selain itu ada juga di surau-surau (Masjid). Dalam kegiatan sebagai penyelidik kaum wanita menyamar sebagai petani, pedagang, dan sebagainya supaya bisa masuk ke wilayah musuh, dan ketika ada kesempatan mereka melucuti senjata musuh, misalnya ketika mereka sedang mandi. Masalah suplai, logistik, maupun perbekalan dalam pertempuran sangatlah penting, karena bukan hanya kekuatan tempur, kemahiran berperang, senjata yang modern dan semangat juang.27
b. Palang Merah Indonesia (PMI)
Secara resmi, Palang Merah Indonsia (PMI) dibentuk tanggal pada 5 September 1945 yang diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta. Di Padang kegiatan palang merah berlangsung sejak revolusi.
Selain obat-obatan yang tersedia, kebanyakan obat di dapatkan dari hasil rampokan di Apotik West Sumtera di dekat Didong (dekat jalan Rawang). Lalu obat-obatan tersebut dibawa ke Pasa Gadang dan disimpan di BPPI maupun dapur umum sebelum dimanfaatkan untuk mengobati para pejuang Republik yang membutuhkan. Kegiatan ini dilaksanakan oleh anggota laskar wanita yang tergabung dalam organisasi KRI, Sabil Muslimat, dan Laskar Muslimat.
Palang Merah di Kota Padang telah didirikan sejak awal revolusi, dipimpin oleh Dr.
Akman seorang dokter ahli penyakit mata. Di antaranya para aktifis PMI di kota Padang adalah: Dr.
Yazir Dt. Mudo, Dr. Roemawai, Mustafa, Zaura Usman (Seoarang bidan, istri Bgd. Aziz Khan), beberapa orang aktifis lainnya. Berkat usaha aktifis tersebut, dalam waktu yang relatif singkat PMI di Padang mempunyai anggota yang cukup banyak.
Mereka itu kebanyakan para pemuda pemudi yang berstatu pelajar atau siswa, serta pegawai instansi kesehatan dan juga tidak sedikit dari mereka yang berasal dari organisasi-organisasi seperti KRI, Sabil
26 Ibid, Mestika Zed, Sejarah Perjuangan Kemerdekaan 1945-1950 di Kota Padang dan Sekitarny, hlm 232
27 Wawancara, dengan Ibu Murni Umur 80 tahun, di Karang Ganting Kec. Lubuk Lintah tanggal 4 Oktober 2015
7
Muslimat, Laskar Muslimat, PPI (Pemuda Puteri Indonesia), dan sebagainya.28Bagi kaum wanita yang menjadi barisan Palang Merah terlebih dahulu mendapatkan pendidikan tentang kesehatan yang diajarkan oleh beberapa orang dokter pada masa itu, antara lain yaitu: Dr. Atos, Dr. Arsidin, Dr. Ibrahim, Dr. Sutan Maheno, Dr. Darwas, Dr. Rekso, dan Dr, Muktar.
Dari dokter-dokter inilah yang mereka mendapatkan pendidikan tentang kesehatan dan juga obat-obatan, selain itu juga diperoleh dari Balai Penerangan Pemuda Indonesia (BPPI) yang telah diambil dari Jepang, obat-obat inilah yang digunakan untuk keperluan Palang Merah Indonesia (PMI).29
Sejak Sekutu mendarat di Kota Padang, dan ketegangan antar pejuang Republik dengan pihak Sekutu meningkat, maka aktivitas anggota PMI semakin banyak. Dalam ini para pemuda yang tergabung dalam PMI harus bekerja keras untuk membantu merawat korban perang atau pertempuran, serta memberikan pertolongan pertama kepada korban yang gugur dalam pertempuran. Tugas PMI ini semakin berat, terutama setelah Kota Padang setelah diserahkan oleh tentara Inggris kepada Belanda. Di katakan demikian karena tidak lama setelah kepergian Inggris, aksi-aksi pertempuran antara Belanda dan Republik semakin meningkat.
Bahkan sejak Belanda melancarkan Agresi Militer Belanda I dan Militer Belanda II, banyak diantara anggota PMI yang ikut berjuang di Front, baik di Front Timur, Utara, dan Selatan. Di Front Timur PMI dipimpin oleh Dr. Rekso dan Dr. Musbar, sementara di Front Utara dipimpin oleh Dr. Akman, Dr. Athos dan Dr. Sadikin.30
Akibat dari Agresi Militer Belanda I, menyebabkan anggota PMI terpaksa berjuang keras siang dan malam untuk menolong dan merawat korban perang, baik tentara dan anggota laskar pejuang, maupun orang sipil dan para pengungsi yang terpaksa meninggalkan daerah mereka. Dalam menjalankan tugasnya, PMI biasanya berkoordinasi dengan barisan-barisan laskar (KRI, Sabil Muslimat, dan Laskar Muslimat). Kemudian setelah Agresi Militer Belanda II, umumnya aktifitass PMI di daerah front di sekitar kota Padang mundur ke daerah-daerah Republik, bahkan ada yang sampai ke pelosok pedesaan sperti ke Koto Tinggi, Bidar Alam, Sumpur Kudus, dan lain-lainnya. Di daerah tersebut mereka aktif merewat para pejuang yang korban dalam
28 Ibid, Ahmad Husen, Sejarah Perjuangan Kemerdekaan Minangkabau/Riau 1945-1950, hlm 210
29 Ibid, hlm 107
30Ibid, hlm 166
pertempuran, maupun para anggota pengungsi dari berbagai pusat kota yang dikuaisai Belanda.
c. Mata-Mata
Anggota KRI, Sabil Muslimat, dan Laskar Muslimat tidak hanya aktif di bidang kepalang merahan dan dapur umum, melainkan juga ikut menjalankan tugas-tugas kemiliteran ini yang merupakan pekerjaan yang beresiko tinggi, jika ketahuan akan mendapatkan hukuman yang sangat berat. Beberapa orang kaum wanita yang cukup aktif menjalankan tugas sebagai kurir, merebut senjata, gudang makanan, obat-obatan, sebagai mata-mata dan lain-lainnya. Mereka ini bukan hanya di garis belakang, melainkan masuk ke daerah-daerah yang dikuaisai musuh dengan menyamar sebagai pedagang sayur atau pedagang keliling. Bantuan dari kaum wanita yang menjadi pedagang itu juga sangat banyak, baik untuk menyelundupkan senjata-senjata ringan yang diselundupkan dalam kambuik (dalam karung cabe) atau pun menyembunyikan senjata dalam tumpukan beras. Mereka juga berperan dalam membawa instruksi-instruksi dari pimpinan Republik bagi para gerilyawan yang beroperasi di daerah yang dikuasai musuh, seperti meletakkan surat yang berisi pesan tertentu pada tempat-tempat yang tidak mungkin ditemukan oleh musuh, contohnya pada dinding rumah (yang terbuat dari bambu) dalam botol, memasukkannya dalam makanan, dan menyelip dalam stagen.
Bagi kaum wanita yang tergabung dalam organisasi KRI, Sabil Muslimat, dan Laskar Muslimat yang tergabung sebagai mata-mata, melakukan peranannya yang cukup penting untuk mengetahui dan mendapatkan informasi-informasi tentang Sekutu. Hal yang harus diketahui yaitu tentang jumlah pasukan musuh, senjata, kapan menyerang, dan sebagainya. Agar mendapatkan informasi tersebut diserahkan sepenuhnya kepada yang menjadi bagian mata-mata. Karena informasi yang didapatkan harus di rahasiakan agar tidak diketahui oleh musuh atau kaki tangan musuh yang berkeliaran dimana-mana. Status yang menjadi mata- mata ini juga harus dirahasiakan, baik dari teman dekat maupun orang tua. Seperti yang dilakukan oleh
“Jarah” di Front Utara, pada malam penggempuran di Tabing, pada siang harinya anggota Sabil Muslimat mencari berita tentang keberadaan musuh Sekutu/Belanda. Selain itu membantu Pemerintahan Nagari dalam penampungan rakyat yang mengungsi dari Kota Padang (lampiran halaman 95).31
Cara yang dilakukan oleh pejuang wanita yang menjadi bagian mata-mata ialah menyamar
31 Riwayat Pejuang 45, (DHD Gedung Juang 45, Cabang Padang)
8
sebagai, tukang sayur, sebagai pedagang, dengan cara berdagang di ke tempat-tempat musuh, sambil berdagangan mereka melihat perekembangan di sekitarnya. Dalam hal ini mereka sulit untuk dicurigai karena umumnya di padang mereka menjadi pedagang. Cara lain yang dilakukan mata-mata untuk mendapatkan informasi adalah dengan cara mendekati kaki tangan musuh dengan menyapa dan bercerita. Setelah informasi didapatkan oleh mata- mata ini melaporkan kepada atasanya tanpa diketahui oleh siapapun agar kerahasian informasi dan keselamatan yang menjadi mata-mata tetap terjaga.32 Bentuk keikutsertakan kaum wanita dalam mempertahankan kemrdekaan dapat dilihat pada penyerangan Sekutu didaerah Rimbo Kalung, Batu Busuk, Bandar Buat, Tanah Sirah dan sebagainaya.Mereka berperan baik dalam bentuk logistik atau dapur umum, palang merah, dan penyelidik.
Perjuangan wanita pada garis depan berarti sama dengan pejuang-pejuang lainnya, dimana pejuang wanita juga memberanikan diri ada di bagian depan menghadapi musuh. Berarti peranan pejuang wanita ini juga sangat berpengaruh dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Peranan wanita dalam sebuah perjuangan salah satu hal yang sangat penting untuk diketahui karena tidak mungkin kemerdekaan itu dapat diraih dengan sendirinya kalau tidak ada peranan pemuda dan wanita.
Perjuangan yang dilakukan oleh pejuang-pejuang wanita tersebut adalah berkat bantuan dari kerja sama antara sesama pejuang. Pejuang wanita ini juga dapat bekerjasam dengan para pejuang laki-laki lainnya.
Para pejuang itu adalah yang terdaftar di LVRI (Legiun Veteran Republik Indonesia) cabang Padang yaitu Aminah, Jawaher, Rosniar, Sosiah, Nurpipah, Nurbaini, Darwisah, Anizar, Rsia, Ramani, Raham, Rakena, Amanah, Rosaah, Zulkifli Gaban, Amat Abidin, Sari Malur, Nurlela, Ija, Jubai, Mina, Jawanis Pandeka, Darama, Rimbun, Siti Sayang, Bakar Lani, Rabain, Anwar Dulah, Idin, Dja’far, Ojong, BustamiMasih banyak wanita-wanita yang ikut berada di front Timur perang kemerdekaan.
Sedangkan yang berada di Front Utara yaitu Rosma, Nurhayati, Nawi, Djanin, Marah, Abas, Sulan, Suar, Janan, Saawal, Malik, Munar, Mi’in, Nurica, Idrus Bey, Jalinus, Baida, Saleh Daimon, dan lain-lainnya.
Nama-nama tersebut adalah sebgian kecil saja yang tersebut.33
32 Wawancara, dengan Darama di Ketaping tanggal 15 Oktober 2015
33 Legion Veteran Republik indonesia (LVRI), Cabang Padang
KESIMPULAN
Kondisi awal yang mendorong keterlibatan kaum wanita di Kota Padang pada masa mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia di Kota padang adalah adanya berbagai peristiwa perjuangan dalam menghadapi Sekutu/Belanda di Front Padang Area, peristiwa inilah yang menjadi faktor yang mendorong kaum wanita ikut berperan dalam masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Kota Padang. Selain itu ada juga beberapa pihak yang mendorong kaum wanita ikut dalam perjuangan yaitu dari pihak organisasi (Muhammadiyah dan Perti), dorongan dari orang tua, alim ulama, dan semangat dari teman-teman.
Bentuk-bentuk dari perjuangan kaum wanita di Kota Padang pada masa perang kemerdekaan, membentuk dapur umum, palang merah, dan sebagai mata-mata. Para wanita yang terlibat sebagai pejuang wanita ini telah menjadi bagian dari organisasi yang telah dibentuk pada sebelumnya. Organisasi tersebut ialah KRI, Sabil Muslimat, dan Laskar Muslimat.
Anggota KRI ini direkrut oleh tentara Republik menjadi anggota KRI, kemudian anggota Laskar Sabil Muslimat yaitu anak didikan dari organisasi Muhammadiyah. Sedangkan anggota Laskar Muslimat itu berasal dari anggota Perti (Parti Islam Tarbiayah Indonesia). Adanya organisasi wanita ini menunjukkan bahwa dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, tidak hanya kalangan laki-laki saja yang secara andil, tetapi kaum wanita juga berperan penting demi kelangsungan perjuangan.
DAFTAR PUSTAKA Arsip
Riwayat Hidup Pejuang Kemerdekaan R.I Sumatera Barat/ Sumatera Tengah, Kecamatan Padang Timur. Dewan Harian Daerah (DHD), Cabang Padang.Tahun 1984.
Riwayat Hidup Pejuang Kemerdekaan R.I Sumatera Barat/ Sumatera Tengah, Kecamatan Padang Utara. Dewan Harian Daerah (DHD), Cabang Padang. Tahun 1984.
Nama-nama Pejuang Wanita yang terdaftar di Kantor LVRI Cabang Padang. Tahun 2011.
Buku
Adam Malik. 1982. Proklamasi Agustus 1945.
Jakarta: Widjaya
A Daliman . 2002. Metode Penelitian Sejarah.
Yogyakarta : Ombak
Ahmad Husen, dkk. 1978. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan R.I di Minangkabau/ Riau 1945-1950 Jilid I. Jakarta: Badan Pemurnian Sejarah Indonesia Minangkabau.
9
Amura. 1979. Sejarah Revolusi Kemerdekaan diMinangkabau (1946-1950). Jakata: Pustaka Antara.
Audrey Kahin R. 1989. Pergolakan Daerah Pada awal Kemerdekaan. Jakarta: Pustaka Utama Garfiti
Edwar. 1981. Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama. Padang: Islamic Center
Fatimah Enar, dkk. 1976. Sumatera Barat 1945- 1950. Padang: Pemerintah Daerah Sumatera Barat.
Gottschalk Louis. 2006. Mengerti Sejarah. Jakarta:
Universitas Indonesia
Ihromi, T. O. 1995. Kajian Wanita Dalam Pembangunan. Jakarta: Yayasan Obor
Jr Amirudin. 1957. Sejarah Harimau Kuranji.
Padang
Memoir. 1979. Mohammad Hatta. Jakarta: PT Intamas Indonesia
Mestika Zed dan Armaidi Tanjung. 2011. Biografi Rangkayo Hj. Syamsidar Yahya (1914- 1975).
2002. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan di Kota Padang dan Sekitarnya 1945-1949.
Padang: Yayasan Citra Budaya Indonesia.
1998. Sumatera Barat di Panggung Sejarah 1945-1949. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
2001. Pahlawan Seorang Pejuang Biografi Kolonel Ahmad Husen. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan
Munandar Utamai S.C. 1985. Emansipasi dan Peranan Ganda Wanita Indonesia.
Bandung: Universitas Indonesia-Press.
Nasution. 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid I. Bandung: Disjarah dan Angkasa
1978. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 7. Badung: Disjarah dan Angkasa.
1979. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 9. Bandung: Disjarah dan Angkasa.
Olleburger, Jane. C. 1996. Sosiologi Wanita. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Pramono, dkk. 1983. Badan-badan perjuangan.
Jakarta: Badan Pusat Sejarah ABRI
Sjamsuddin Helius. 2007. Metodologi Sejarah.
Bandung: Ombak
Siti Fatimah. 2007. BGD. Aziz Khan 1910-1947 Pahlawan Nasional dari Kota Padang.
Padang: Citra Budaya Indonesia.
Soerjono Soekanto . 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakatra: PT Raja Grafindo Persada.
Stuers, Cora Vreede de. 2008. Sejarah Perempuan Indonesia. Jakarta: Komunitas Bambu.
Zusmelia, dkk. 2013. Pedoman Penulisan Skripsi.
Padang: Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP PGRI) Sumatera Barat.
Jurnal/ Skripsi
Bisler. 2009. ’’Peranan Kaum Wanita Dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekan RI di Medan (1945-1949)’’. Jurnal.
Universitas Sumatera Utara Fakultas Sastra Departeman Ilmu Sejarah Medan.
Refitra Lisna. 2012. ’’Biografi Nurmaya Jamil Pejuang Wanita Laskar Muslimat (1945- 1950)’’.Skripsi. Program Studi Pendidikan Sejarah. Padang: STKIP PGRI Sumbar.
Sri Wahyuni.2013. ’’Yunias Pejuang Wanita Dalam Mempertahankan Kemerdekaan dari Sawah Lunto/Sijunjung (1946-1950)’’. Skripsi.
Program Studi Pendidikan Sejarah. Padang:
STKIP PGRI Sumbar.
Widya Syafrieni. 2012. ’’Perjuangan Masyarakat Batu Busuak (PAUH V) Pada Masa Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia (1945-1949)’’. Skripsi. Program Studi Pendidikan Sejarah. Padang: STKIP PGRI Sumbar.
Yanita. 2007. ’’Peranan Kaum Wanita Kuranji Pada Masa Revolusi Tahun 1945-1949’’.
Skripsi. Program Studi Pendidikan Sejarah.
Padang: STKIP PGRI Sumbar.