AGRICULTURAL LAND CONVERSION INTO RICE RICE FIELD IN PALM PLANTATION KENAGARIAN TIGO KOTO SILUNGKANG PALEMBAYAN
DISTRICT DISTRICT AGAM By :
Voni Silvia
*, Slamet Rianto
**, Aslan Sari Thesiwati
***)
Student of Education Geography Departement of STKIP PGRI West Sumatera
**) Lecturer of Geography Education Departement of STKIP PGRI West Sumatera
ABSTRACT
This research on the background of the background by the number of people in Kenagarian Tigo Koto subdistrict Silungkang Palembayan Agam district rice paddy land conversion to oil palm plantations. This study aims to determine the data or information and analyze the data in depth about how and why farmers to convert agricultural land to paddy rice in the palm Plantations Kenagarian Tigo Koto subdistrict Silungkang Palembayan Agam district.
The research is a qualitative study using snowball sampling technique. Furthermore, the data collected through interview, observation and documentation, after the data were obtained, the data was analyzed through imaging techniques words. The results of the research field as follows: First, the way the management of rice farmers is more complex and takes a long while oil management simpler and in need of a short time. Second, the reason for farmers to convert agricultural land into oil palm plantations of lowland rice is divided into two, namely internal and external factors. Internal factors can be seen from the conditions of employment and income levels. Where people interested in switching function because the work is more promising than paddy rice farming, in addition to any income earned it more. While external factors cause farmers to convert agricultural land into oil palm plantation rice paddy views of the risk of failure in the rice paddy fields affected by poor water and pests, while the oil is more susceptible to pests and irrigation systems. For the cost of production is not comparable with the results of lowland rice production in the event of crop failure, while the cost of oil production is proportional to the output.
Key Words: Land Conversion, Rice Paddy Land, Oil Palm Plantations.
PENDAHULUAN
Beberapa tahun belakangan ini konversi lahan pertanian sawah menjadi lahan perkebunan menjadi tren dikalangan petani. Hal ini tidak bisa dipungkiri, karena menjadi petani perkebunan, khususnya kelapa sawit lebih menjanjikan sekali.
Setiap saat harga Tandan Buah Segar (TBS) terus naik, kondisi ini tentunya sangat menguntungkan petani. Persoalannya tidak hanya di situ, mahalnya harga pupuk dan serangan hama penyakit terhadap sawah petani juga menjadi pemicu semakin sengsaranya masyarakat petani. Serta pada saat panen harga dipasaran rendah (Suwandi, 2002).
Berdasarkan data awal yang peneliti peroleh dari wali nagari di kenagarian Tigo Koto Silungkang kecamatan Palembayan kabupaten Agam sektor pertanian khususnya padi sawah merupakan sektor andalan dalam membentuk perekonomian di
kenagarian ini. Sektor ini memberikan peranan yang sangat besar dalam pembentukan pendapatan daerah, kini peranannya semakin berkurang disebabkan karena menyusutnya lahan pertanian padi sawah dan beralih fungsi menjadi lahan perkebunan sawit. Permasalahan ini dibuktikan dengan luas lahan pertanian padi sawah mengalami penurunan sedangkan luas lahan perkebunan sawit semakin meningkat 4 tahun belakangan ini. Pada tahun 2010 luas lahan pertanian padi sawah yaitu 250 Ha dan pada tahun 2013 yaitu 170 Ha. Sebaliknya luas lahan perkebunan sawit pada tahun 2010 yaitu 65 Ha dan pada tahun 2013 yaitu 145 Ha (Kantor Wali Nagari, 2013).
Konversi lahan ini berdampak pada masyarakat di kenagarian Tigo Koto Silungkang, diantaranya : 1) Lahan pertanian padi sawah di kenagarian Tigo Koto Silungkang semakin menyempit sehingga produksi beras semakin menurun hal ini
terlihat dari sulitnya sekarang diperoleh beras sehingga harus didistribusi dari daerah lain. Hal ini diduga dikarenakan areal sawah sulit mendapatkan air, sehingga saluran irigasi yang tidak baik menyebabkan sawah tidak mendapatkan posakan air yang memadai.
Usaha tani tanaman padi sawah juga rentan terhadap kegagalan panen yang disebabkan oleh hama dan faktor alam. Petani padi sawah juga membutuhkan biaya yang cukup besar, dimana kebutuhan akan sarana produksi (pupuk,pestisida) dan biaya tenaga kerja sangat tinggi tetapi dengan harga jual yang rendah. 2) Lahan perkebunan sawit di kenagarian Tigo Koto Silungkang semakin meluas sehingga tingkat kesejahteraan petani semakin meningkat, dikarenakan harga jual sawit lebih tinggi dibandingkan padi sawah.
Perkebunan sawit lebih banyak diminati dikarenakan produktifitas sawit lebih tinggi dibandingkan padi.
Produktivitas tanaman padi hanya 3,75 ton/Ha pertahun dengan biaya pengelolaan yang tinggi sedangkan produktivitas tanaman sawit yaitu 24 ton/Ha pertahun dengan biaya pengelolaan rendah.
Selain itu resiko kegagalan panen dan harga relative stabil sehingga resiko yang dihadapi petani kelapa sawit relative kecil dibandingkan dengan petani padi sawah (Kurdianto, 2009).
Penulis menduga petani padi sawah melakukan konversi lahan, antara lain disebabkan:
cara pengelolaan lahan, pendapatan rendah, biaya produksi yang tinggi, nilai jual rendah dan faktor resiko kegagalan panen. Selain itu, tingkat pendapatan antara petani padi dan petani kelapa sawit di kenagarian Tigo Koto Silungkang relatif berbeda.
Penulis berasumsi bahwa setelah beralihnya mata pencaharian masyarakat dari yang semula petani padi sawah menjadi petani kelapa sawit merubah pola kehidupan para petani. Hasil produksi kelapa sawit dengan harga jual yang tinggi akan mempengaruhi pendapatan petani, pendapatan dari hasil penjualan kelapa sawit dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup petani, baik kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier, sehingga di harapkan petani kelapa sawit mendapatkan kehidupan yang layak dan terjadi peningkatan kesejahteraan keluarga. Salah satu contoh yang ada pada masyarakat petani di Kenagarian Tigo Koto Silungkang yaitu meningkatnya gaya hidup para petani.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data atau informasi dan menganalisis data secara mendalam tentang cara pengelolaan dan alasan petani melakukan konversi lahan pertanian padi sawah ke perkebunanan sawit di kenagarian Tigo Koto Silungkang kecamatan Palembayan kabupaten Agam.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Kuswana (2012), penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah,
dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpul data dilakukan secara triangulasi (gabungan), dan analisis data bersifat induktif.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah snow ball sampling, yaitu teknik pengambilan sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit tersebut belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data. Dengan demikian jumlah sumber data akan semakin besar seperti bola salju yang mengelinding, lama-lama menjadi besar yang berlangsung secara terus menerus sampai penelitian memperoleh data yang cukup sesuai kebutuhan (Sugiono, 2011).
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Wawancara
2. Pengamatan (Observasi) 3. Dokumentasi
Teknik menjamin keabsahan data yang digunakan adalah teknik triangulasi. Maleong (2005) menyatakan triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain, membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari informan lainnya. Pada teknik triangulasi ini sesuatu yang lain adalah sumber data lainnya yang digunakan untuk pengecekkan. Dengan triangulasi peneliti dapat melakukan pengecekkan temuannya dengan jalan membandingkannya dengan berbagai sumber, metode, atau teori.
Teknik analisis data merupakan yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi yang sesuai dengan fokus penelitian.
tersebut sampai diperoleh suatu kesimpulan. Analisis data penelitian ini dilakukan secara sirkuler dan dilakukan sepanjang penelitian. Teknik analisa data pada penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif model Miles and Huberman (Sugiono, 2011) yaitu:
1. Proses Pengumpulan Data 2. Reduksi Data
3. Penyajian Data 4. Penarikan Kesimpulan HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh data tentang berapa faktor acuan dalam konversi lahan pertanian padi sawah ke perkebunan sawit di kenagarian Tigo Koto Silungkang kecamatan Palembayan kabupaten Agam meliputi sebagai berikut :
Pertama, cara pengelolaan tanaman padi sawah di kanagarian Tigo Koto Silungkang secara tradisional dan modern. Hal ini terlihat dari penggunaan alat untuk membajak sawah, secara tradisional masyarakat
masih ada yang menggunakan kerbau dan secara modern menggunakan mesin bajak. Selain itu cara pengelolaan tanaman padi sawah lebih rumit dan membutuhkan waktu yang lama hal ini terlihat dari proses penyiapan benih, membajak, bertanam, basiang, manongkang dan panen. Tiap-tiap langkah pengolahan sangat harus diperhatikan secara benar agar terhindar dari resiko kegagalan panen akibat pengairan yang tidak baik dan gangguan hama, itu pun membutuhkan waktu 4,5 bulan untuk panen sedangkan untuk pengelolaan sawit lebih sederhana dan membutuhkan waktu yang singkat untuk panen, kendalanya hanya saat menunggu sawit besar selama 2,5 tahun dan setelah itu tinggal diberi pupuk dan akan panen setiap 1 x 20 hari. Pengontrolan irigasi yang baik sangat mempengaruhi keberhasilan bertani padi sawah. Menurut Sasrodarsono (1993) irigasi adalah penambahan kekurangan air tanah secara buatan yakni dengan memberikan air secara sistematis pada tanah yang diolah. Sebaliknya pemberian air yang berlebih pada tanah yang diolah akan merusak tanaman. Hal inilah yang menyebabkan petani melakukan konversi lahan dari pertanian padi sawah ke perkebunan sawit.
Menurut Wicaksono (2007) Pengelolaan sawah sangat membutuhkan air, dan pengelolaan irigasi yang baik sangat dibutuhkan agar terhindar dari resiko kegagalan panen.
Kedua, alasan petani melakukan konversi lahan pertanian padi sawah ke perkebunan sawit terbagi atas dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dapat dilihat dari kondisi pekerjaan dan tingkat pendapatan. Dimana masyarakat tertarik beralih fungsi karena pekerjaan ini lebih menjanjikan dari bertani padi sawah, selain itu pendapatan yang diperoleh pun lebih banyak dan mencukupi kebutuhan keluarga.
Menurut Munir (2008) Konversi lahan pada dasarnya tidak dapat dihindarkan dalam pelaksanaan pembangunan. Konversi lahan pertanian terjadi karena dua hal pokok, yaitu : pertama, adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan yang makin bertambah jumlahnya, dan kedua, berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Sedangkan faktor eksternal penyebab petani melakukan konversi lahan pertanian padi sawah ke perkebunan sawit dilihat dari resiko kegagalan pada padi sawah yang dipengaruhi oleh pengairan yang buruk dan gangguan hama, sedangkan pada sawit lebih rentan terhadap sistem pengairan dan gangguan hama. Untuk biaya produksi tidak sebanding dengan hasil produksi pada padi sawah jika terjadi kegagalan panen, sedangkan pada sawit biaya produksinya sebanding dengan hasil produksi. Biaya produksi meliputi biaya untuk persiapan lahan, biaya untuk bibit, biaya untuk pemeliharaan dan biaya panen.
Menurut Asmara (2011) menyatakan bahwa setidaknya ada 3 faktor penting yang menyebabkan terjadi alih fungsi lahan sawah : 1) faktor eksternal, merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan (fisik maupun
spasial), demografi maupun ekonomi. 2) faktor internal, faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi, rumah tangga pertanian penggunan lahan. 3) faktor kebijakan, yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan. Dari beberapa penelitian sebelumnya dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam mengkonversi atau mengalih fungsikan lahan pertaniannya adalah faktor internal dan eksternal.
KESIMPULAN
Berdasarkan temuan, hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan hasil penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut:
1. Pengelolaan padi sawah lebih rumit dan membutuhkan waktu yang lama dibandingkan pengelolaan sawit yang lebih sederhana dan membutuhkan waktu yang singkat.
2. Alasan petani melakukan konversi lahan pertanian padi sawah ke perkebunan sawit terbagi atas dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal dilihat dari kondisi pekerjaan dan tingkat pendapatan. Masyarakat tertarik beralih fungsi karena pendapatan yang diperoleh lebih banyak.
Sedangkan faktor eksternal dilihat dari resiko kegagalan pada padi sawah yang dipengaruhi oleh pengairan yang buruk dan gangguan hama, sedangkan pada sawit lebih rentan terhadap sistem pengairan dan gangguan hama. Selanjutnya, biaya produksi tidak sebanding dengan hasil produksi pada padi sawah jika terjadi kegagalan panen, sedangkan pada sawit biaya produksinya sebanding dengan hasil produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Asmara, Andi. 2011. Pendapatan Petani Setelah Konversi Lahan (Studi Kasus di Kelurahan Mekar Wangi, Kota Bogor). Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Kurdianto, Dedi. 2009. Alih Fungsi Lahan Pertanian Sawah Ke Tanaman Kelapa Sawit. Jurnal : Universitas Gadjah Mada.
Kuswana. 2012. Metode Penelitian Sosial. Bandung : Pustaka Setia.
Maleong, J. Lexy. 2005. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Munir, M. 2008. Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani, Desa Candi Mulyo, Kecamatan Kertek, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Sasrodarsono, Suyono. 1993. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfa Beta
Suwandi, Adig. 2002. Penggusuran Lahan Pertaniaan
Produktif. Dalam :
http://www.replubika.co.id. Diakses tanggal 20 Maret 2014.
Wicaksono, R.B., 2007. Konversi Lahan Sawah ke Non Pertanian dalam Perkembangan Kota Nganjuk dan Pengaruhnya terhadap Perubahn Mata Pencaharian dan pendapatan Petani. Dalam : http://www.lib.itb.ac.id. Diakses tanggal 20 Maret 2014.