PENDAHULUAN
Transportasi adalah perpindahan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya atau dari tempat asal ke tempat tujuan dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakan oleh manusia, hewan atau mesin.
Menurut Abbsa Salim transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain
Tahun 2002-an pariaman terpisah dari Kabupaten Padang Pariaman dan menjadi daerah otonomi yaitu Kota Pariaman sistem transportasi berubah dan kebijakan diambil alih oleh Pemerintah Kota Pariaman. Hal utama yang menjadi prioritas pemerintah Kota Pariaman adalah mengubah atau memindahkan terminal bagi angkutan desa (angdes) dari terminal Pasar Pariaman ke terminal Kampung Pondok. Adapun trayek- trayek angkutan desa adalah wilayah sekitar Padang Pariaman menuju Pariaman yaitu, Sungai Geringging, Sungai Limau, Aur Malintang, Sungai Sarik, Sicincin, Lubuk Alung menuju Kota Pariaman.1
Pada tahun 2007 pemindahan kembali dilakukan oleh Pemerintah Kota Pariaman melalui dinas Perhubungan Kota Pariaman yang semula dari terminal Kampung Pondok ke terminal Muaro Pariaman alasannya angkutan desa susah diatur masuk ke terminal Kampung Pondok dan terminal Kampung Pondok tidak bisa menampung jumlah angkutan desa sebanyak 200 unit. Tahun 2012 keluar Peraturan Walikota Pariaman tentang jalur kota yang menyebutkan bahwa seluruh angkutan umum yang ada diwilayah kota Pariaman harus masuk ke terminal Jati, seandainya angkutan umum itu tidak masuk terminal Jati maka akan diberi sanksi oleh pihak dinas perhubungan Kota Pariaman.
Berdasarkan keluarnya Perwako tersebut membuat seluruh sopir angkutan desa merasa kecewa dan tidak mematuhi Perwako, seandainya diberlakukan maka akan mematikan seluruh angkutan desa yang ada di Pariaman dan Pariaman menjadi sunyi.
1 Wawancara dengan Fadli (Sopir angdes) 28 April 2015, di Kota Pariaman
Tanggal 30 Oktober 2012 seluruh sopir angkutan desa melakukan aksi demo didepan Balaikota Pariaman agar tuntutan sopir angdes agar Perwako dicabut kembali berhasil karena dibantu oleh Kapolres Kota Pariaman AKBP Bondan Witjaksono yang memindahkan angkutan desa ke terminal Muaro Pariaman.
Pemerintah Kota Pariaman memberlakukan kemalli Perwako Nomor 29 tahun 2012 tanggal 1 Maret 2015 tetap saja ditentang oleh sopir angdes dan sopir angdes melakukan aksi mogok massal dan membuat penumpang khususnya anak-anak sekolah menjadi terlantar bahkan tidak bersekolah.2
Berdasarkan masalah diatas, maka penulis memberikan batasan agar tidak terjadi penyimpangan didalam masalah yang akan dikaji. Batasan pertama adalah batasan spasial karena penelitian ini adalah pihak angkutan desa dan pedagang bahkan masyarakat yang merasakan dampak berulang kalinya pemindahan terminal di Kota Pariaman.
Batasan temporalnya adalah tahun 2002-2015, tahun 2002 diambil karena pada tahun inilah dimulai konflik antara sopir angkutan desa, pedagang dan Pemerintah Kota Pariaman.Tahun 2015 merupakan puncak konflik dan terjadi aksi pembacokan sedangkan batasan akhir tahun 2015 sopir angkutan desa dan pedagang harus kembali ke terminal Jati Kota Pariaman karena adanya unsur politik dalam pemilihan Bupati Padang Pariaman tahun 2015.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana latar belakang terjadinya konflik terminal di Kota Pariaman b. Bagaimana penyelesaian konflik
terminal di Kota Pariaman
c. Bagaimana dampak konflik terminal di Kota Pariaman terhadap masyarakat
Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelian ini berguna untuk:
2 Wawancara dengan Anto (sopir angdes) 29 Juli 2015 di terminal muaro Pariaman
a. Menjelaskan awal terjadinya konflik terminal di Kota Pariaman 2002-2015 b. Mendeskripsikan upaya penyelesaian
konflik terminal di Kota Pariaman c. Mendeskripsikan dampak konflik
terminal di Kota Pariaman terhadap masyarakat.
Beberapa skripsi yang membahas tentang konflik-konflik yang pernah penulis baca dengan judul seperti: Helma Frida, Konflik sopir PO Mitra Kencana dengan pengemudi becak motor di Air Bangis Kabupaten Pasaman 2003-2006.3 Merupakan konflik tentang permasalahan jalur angkutan umum dengan pengemudi becak motor, penyelesaian konflik ini berupa diadakan pertemuan kedua belah pihak yang bertikai yang disaksikan oleh aparat kepolisian dan Pemerintah Kabupaten Pasaman.
Yoanda Okta Pratama, Konflik antara masyarakat Siulak Mukai dengan Siulak Gedang Provinsi Jambi 2006-2009.4 Merupakan konflik tentang permasalahan tanah antar kampung yang merupakan perselisihan tentang kepemilikan tanah warga dengan warga lain di Provinsi Jambi.
Royis Damaira, Konflik antar kampung di Kecamatan Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya (1990-2005) Tinjauan Historis tentang sengketa tanah antar penduduk.5 Permasalahan tentang perebutan tanah yang diperebutkan oleh kedua kampung.
Penyelesaian konflik ini diselesaikan dengan diadakan pertemua dengan kedua pihak oleh Pemerintah Kabupaten Dhamasraya.
Sefridayeni, Konflik tanah antara suku Sakoto dengan Sabulukkungan di Desa Saibi Samukop Kecamatan Siberut Tengah
3 Helma Frida,Konflik Sopir PO Mitra Kencana dengan Pengemudi Becak Motor di Air Bangis Kabupaten Pasaman 2003-2006, Skripsi STKIP PGRI Sumatera Barat 2010.
4 Yoanda Okta Pratama, Konflik Antara Mayarakat Siulak Mukai dengan Siulak Gedang Provinsi Jambi 2006-2009. Skripsi STKIP PGRI Sumatera Barat 2014
5 Royis Damaira, Konflik Antar Kampung di Kecamatan Pulau Punjung Kabupaten Dhamasraya 1990-2005. Skripsi STKIP PGRI Sumatera Barat 2010.
Kabupaten Kepulauan Mentawai Tinjauan Historis tentang perebutan tanah antar kampung.6 Konflik antara suku yang mempermasalahkan perebutan tanah antar kampung. Penyelesaian salah satu dari kampung mengalah kepada keputusan pengadilan Kabupaten Mentawai.
METODE PENELITIAN
Menurut Louis Gottschalk, metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Rekontruksi yang imajinatif dari masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses itu disebut histeriografi atau penulisan sejarah.
Dengan menggunakan metode sejarah dan histeriografi (yang sering dipersatukan dengan nama metode sejarah) sejarawan berusaha untuk merekontruksi sebanyak-banyaknya dari masa lampa manusia.7
Penelitian ini merupakan penelitian sejarah. Metode penelitian sejarah lazim disebut juga metode sejarah. Metode itu sendiri berarti cara atau jalan petunjuk untuk melaksanakan atau petunjuk teknis, sehingga dalam membuat penulisan sejarah harus menggunakan metode yang sesuai. Ada beberapa tahap dalam metode sejarah. Metode penulisan sejarah,yang terdiri dari empat tahap yaitu ; (1) heuristik, (2) kritik sumber, (3) interpretasi, (4) historiografi.
Tahap pertama adalah heuristik, pada tahap ini penulis mencari dan menemukan sumber-sumber untuk mendapatkan data-data, atau materi sejarah yang berhubungan dengan masalah dibahas. Sedangkan menurut Mestika Zed heuristik adalah mengumpulkan data yang dianggap relevan dengan permasalahan mengenai konflik baik sumber yang tertulis maupun tidak tertulis,studi kepustakaan dilakukan dalam memperoleh sumber tertulis.
6 Sefridayeni, Konflik Tanah Antara Suku Sakoto dengan Sabulukkungan di Dessa Saibi Samukop Kecamatan Siberut Tengah Kabupaten Kepulauan Mentawai. STKIP PGRI Sumatera Barat 2010.
7 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta : Universitas Indonesia ( UI PRESS),1986, hal.32
Tahap mencari, menemukan dan mengumpulkan sumber data sejarah baik primer maupun sekunder. Karena keterbatasan jarak dan biaya, penelitian ini menggunakan sumber sekunder. Sumber sekunder yang digunakan adalah dalam bentuk buku dan hasil penelitian lainnya yang relevan dengan masalah penelitian seperti Peraturan Walikota Pariaman tentang penugasan tahun 2009, Rancangan Tata Ruang Wilayah Kota Pariaman Tahun 2014. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui Studi Perpustakaan STKIP Sumatera Barat, Dinas Koperindag Kota Pariaman, Dinas Pekerjaan Umum.Data Sekunder merupakan koleksi koran Singgalang 2006, Koran Padang Ekspres 2006 Haluan 2005 dan Serambi Pos 2006
Tahap kedua, kritik sumber yang merupakan tahap pengolahan data. Tahapan sumber dilakukan kritik eksternal dan internal data. Kritik eksternal adalah pengujian otentitas (keaslian) materilnya. Sedangkan kritik internal dilakukan untuk menguji kesahihan, isi informasi sejarah yang terkandung didalamnya dengan cara membandingkan literatur satu dengan yang lain. Sehingga tingkat pengolahan ini bertujuan untuk menyeleksi dan menyingkirkan bagian-bagian data yang tidak otentik kemudian menyimpulkan bagian- bagian yang bisa dipercaya yang telah diseleksi dari data otentik.
Tahap ketiga, menginterpretasikan data yang telah diseleksi, sumber-sumber sejarah yang telah disaring lewat kritik sumber di pilah-pilah sehingga diperoleh informasi yang dibutuhkan berupa fakta-fakta lepas yang kemudian dirangkai dan diolah sesuai pokok persoalan penelitian.
Tahap keempat, histeriografi adalah melakukan penulisan sebagaimana yang berlaku dalam studi sejarah, dengan menggabungkan kesimpulan-kesimpulan dari literatur-literatur.Dengan demikian diharapkan dapat menjadi suatu karya sejarah bisa dipertanggung jawabkan.
PARIAMAN SEBELUM PERISTIWA KONFLIK
Berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Pariaman merupakan sebuah kecamatan yang sekaligus Ibukota Kabupaten Padang Pariaman. Pentingnya posisi Pariaman merupakan tiga kota penting Sumatera Tengah yang dibangun Belanda, Padang, Bukittinggi dan Pariaman. Kabupaten Padang Pariaman memiliki 20 Kecamatan tahun 2002 diantaranya kecamatan Batang Anai, Lubuk Alung, Sintuk Toboh Gadang, 2X11 Enam Lingkung, 2X11 Kayu Tanam, Nan Sabaris, Ulakan Tapakis, VII Koto Sungai Sarik, Patamuan, Padang Sago, V Koto Kampung Dalam, V Koto Timur, Sungai Limau, Batang Gasan, IV Koto Aur Malintang, Sungai Garingging, Pariaman Tengah, Pariaman Selatan, Pariaman Utara.
Transportasi dalam wilayah Pariaman berada dalam Dinas perhubungan, Dishub harus mengelola sistem transportasi agar Pariaman menjadi teratur dan didukung pula oleh Polisi Lalulintas (Satlantas) Pariaman.
Kedua lembaga tersebut harus saling bekerja sama dalam menciptakan situasi yang kondusif agar tercipta kota yang ramah terhadap sistem trasportasi.
Sarana transportasi dapat bermacam- macam, tetapi pada hakikatnya adalah perpindahan orang atau barang dari suatu tempat asal ke tempat tjuan. Karena kondisi geografik yang beragam, serta teknologi transportasi yang terus berkembang, maka jenis-jenis sarana dan prasarana tertentu akan sesuai untuk suatu kondisi geografis.
Pengelompokan berbagai jenis transportasi dengan memperhatikan medium (tempat berjalan) serta kesamaan sifat-sifat fisiknya.
Tahun 2002 Pariaman mempunyai sejumlah terminal, yaitu terminal Pariaman, terminal Sicincin, terminal Sungai Limau, terminal Sungai Geringging, terminal Lubuk Alung, terminal Kampung Dalam dan terminal Padang Alai. Terminal yang ada di wilayah Kabuaten Padang Pariaman sesuai dengan angkutan umum yang menuju beberapa kecamatan wilayah Kabupaten Padang Pariaman.
Kota Pariaman membuat aturan bahwa semua angkutan darat seperti angkutan desa dan bus Pariaman yang sebelumnya milik Kabupaten Padang Pariaman dipindahkan dan bergabung dengan Organda Kota Pariaman, transportasi darat Kota Pariaman memiliki angkutan kota (angkot) yang sepenuhnya milik Kota Pariaman, berarti angkutan darat yang ada di Kota Pariaman bertambah dengan dibentuknya angkot tahun 2008.
PERISTIWA KONFLIK TERMINAL KOTA PARIAMAN
1. Terjadinya Mogok Massal Angdes 2006-2007
Tahun 2007 setelah terminal Jati diserahterimakan dari Kabupaten Padang Pariaman ke Kota Pariaman, maka pemerintah Kota Pariaman merehab atau memperbaiki sarana dan prasaran terminal Jati yang nantinya terminal Jati Pariaman dipergunakan sebagai terminal induk bagi semua angkutan umum diwilayah Kota Pariaman. Mulai dari angkutan desa, angkutan kota, bahkan bus dari atau luar Kota Pariaman8
Tahun 2006 seluruh bus yang ada di terminal Kampung Pondok dipindah ke terminal jati gunanya untuk mengurai kemacetan yang terjadi disekitar terminal Kampung Pondok karena terminal kampung Pondok berdekatan dengan pusat Kota Pariaman. Tetapi para sopir bus tidak mau masuk ke terminal Jati karena sepinya penumpang yang berada disekitar terminal Jati dan sopir bus membuat terminal bayangan di Simparng Apar Pariaman Utara untuk menunggu penumpang.
2. Mogok Massal Angkutan Desa 2007- 2015
Seiring dengan kesiapan terminal Jati untuk menampung semua jenis angkutan umum yang ada di Kota Pariaman tidak lepas dari sarana dan prasarana penunjang dan kebersihan terminal Jati Pariaman. Tahun 2012 Pemerintah Kota Pariaman membuat peraturan tentang jalan umum di wilayah Kota Pariaman. Perwako No 29 Tahun 2012
8 Wawancara dengan Fadli (sopir angdes) 14 Agustus di Kota Pariaman
bertujuan agar semua pihak bisa membantu pemerintah dalam sistem transportasi di Kota Pariaman
29 Oktober 2012 diberlakukan perwako tersebut membuat para sopir angkutan desa menjadi geram, para sopir angkutan desa melakukan aksi demo secara besar-besaran menuntut agar pemerintah Kota Pariaman mencabut perwako tersebut, tetapi tuntutan pihak angkutan desa tidak dipenuhi oleh pihak pemerintah. Aksi demo di kawal oleh pihak Kepolisian Kota Pariaman, melihat aksi demo yang tidak terkendali maka pihak kepolisian melalui Kapolres Kota Pariaman mendengarkan keluhan para sopir angkutan desa yang tidak mau masuk ke terminal Jati, maka pihak kepolisian tanpa persetujuan Pemko memindahkan angkutan desa dari terminal Jati ke terminal Kampung Pondok.
11 Maret 2015 Perwako No 29 Tahun 2012 diberlakukan kembali, maka sopir angkutan desa melakukan aksi mogok massal yang menyebabkan terlantarnya masyarakat yang ingin datang atau keluar dari Kota Pariaman. Siang harinya melihat kemacetan yang terjadi di Simpang Apar yang disebabkan oleh perbuatan sopir angkutan desa yang membuat kemacetan dan menelantarkan anak sekolah membuat masyarakat marah. Jo Mandai salah seorang warga Pariaman melakukan aksi pembacokan kepada pimpinan angkutan desa yaitu Rinaldi. Tersangka Jo Mandai yang sudah membawa senjata tajam kemudian mengejar Rinaldi dan menusuk punggung Rinaldi sampai keluar darah.
Peristiwa siang itu membawa suasana menjadi panas dan pihak kepolisian menenangkan suasana dan mengamankan Jo Madai Ke Polres dan Korban Rinaldi dibawa Ke RSUD Pariaman untuk menjalani pengobatan yang maksimal..
Kejadian tragedi berdarah ini mendapat perhatian dari anggota DPR RI yaitu Refrizal bersama kedua pemerintah yaitu Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman beserta Bupati Ali Mukhni dan jajarannya dan juga pihak Pemerintah Kota Pariaman beserta Walikota Pariaman Mukhlis Rahman beserta jajarannya dan dibantu oleh pihak Kepolisian dan TNI untuk menyelesaikan masalah tragedi berdarah tersebut.
Pertemuan yang dilangsungkan di Balaikota Pariaman menghasilkan 7 kesepakan antara Pemerintah Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman
1. Peraturan Walikota Pariaman Nomor 29 Tahun 2012 didukung oleh Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman.
2. Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Padang Pariaman menyelesaikan semua persoalan angkutan pedesaan dan Kepala Dinas Perhubungan Kota Pariaman menyelesaikan semua persoalan angkutan kota sesuai kewenangan masing-masing
3. Angkutan pedesaan tidak lagi memasuki jalur angkutan dalam Kota Pariaman tetapi harus memasuki jalur yang sudah ditetapkan sesuai Perwako Nomor 29 Tahun 2012
4. Apabila angkutan desa tidak mematuhi aturan yang telah disepakati ini maka diberikan sanksi hukuman sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
5. Organda Kabupaten Padang Pariaman dan Organda Kota Pariaman bertanggung jawab tentang angkutannya masing-masing
6. Peristiwa penganiayaan, pengroyokan dan membawa senjata tajam yng terjadi pada Rabu, 11 Maret 2015 Jam 15.45 WIB di Simpang Apar harus diproses sesuai dengan hukum dan Perundang- undangan.
7. Peristiwa pengrusakan rambu-rambu lalu lintas yang terjadi dalam wilayah Kota Pariaman di Simpang Apar pada hari Sabtu dini hari harus diproses sesuai hukum dan Perundang-undangan.
3. Dampak Peristiwa Konflik Terminal di Kota Pariaman terhadap Masyarakat
Konflik yang terjadi akibat sering kali berpindahnya terminal angkutan desa menimbulkan kegelisahan bagi masyarakat.
Warga yang mengandalkan angkutan desa sebagai sarana perekonomian merasa dirugikan akibat mogok massal sopir angkutan desa. Masyarakat diluar Kota
Pariaman yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai pedagang merasa dirugikan sekali, masyarakat tidak bisa berjualan di Pasar Kota Pariaman karena transportasi yang selama ini digunakan tidak berfungsi
Sebaliknya anak-anak sekolah dan guru yang mengandalkan angkutan desa sebagai penghubung sekolah mereka merasa dirugikan, bayangkan anak-anak sekolah harus merepotkan orang tuanya untuk bisa sampai ke sekolah. Pagi hari selama sopir angkutan desa melakukan aksi mogok massal orang tualah yang mengantarkan atau menjemput pulang anaknya agar sampai ke sekolah. Pihak sekolah pun merasa dirugikan semenjak terjadinya mogok massal pihak sekolah harus memutar waktu untuk membuat peraturan bagi semua guru. Karena guru-guru yang ada di Kabupaten Padang Pariaman berasal dari Padang dan Kota Pariaman dan mereka sangat membutuhkan transportasi angkutan desa..
Pihak sekolah tidak memberi sanksi bagi murid dan guru yang terlambat, pihak sekolah merasa hal itu sebagai dampai semrautnya sistem transportasi di Pariaman, biasanya muri dan guru tepat waktu datang sekarang atau selama terjadinya konflik semuanya berubah, kadang sekolah memulangkan muridnya karena murid sedikit yang datang atau gurunya yang tidak datang
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:
masalah sistem transportasi Kota Pariaman dimulai dengan pemindahan terminal yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan Kota Pariaman dan Peraturan Walikota (Perwako) Nomor 29 Tahun 2012 tentang angkutan umum yang mempermasalahkan terjadinya aksi mogok massal yang dilakukan sopir angkutan desa disebabkan pemerintah yang kurang memperhatikan nasib sopir angkutan desa
Penyelesaian konflik dilakukan antara pihak Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman, Pemerintah Kota Pariaman, Organda Kabupaten Padang Pariaman, Organda Kota Pariaman beserta jajaran agar
Perwako harus disepakati dan angkutan desa tidak boleh masuk jalur kota.
Dampak konflik terminal sangatlah merugikan bagi semua pihak mulai dari sopir angkutan desa yang hilang mata pencaharian sampai masyarakat yang terlantar dijalanan menunggu angkutan yang lain dan Kota Pariaman menjadi sepi disebabkan berkurangnya penduduk Kabupaten Padang Pariaman yang ingin ke Kota Pariaman
Saran
setiap permasalah terminal yang terjadi di Kota Pariaman tidak lepas dari unsur politik dari para penguasa daerah, ada kepentingan dari sejumlah orang yang menginginkan keinginannya untuk dipenuhi.
Seharusnya pemerintah harus memperhatikan masyarakat mata pencahariannya sebagai sopir angkutan desa. Harus disadari bahwa setiap tindakan atau peraturan yang dikeluarkan pasti ada pro dan kontra dari beberapa pihak
DAFTAR PUSTAKA 1. Arsip
Bappeda Kota Pariaman. Tahun 2014.
Kumpulan Surat Keputusan Kapolri tentang Polmas Tahun 2008
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan
Peraturan Walikota Pariaman Nomor 29 Tahun 2012
Peraturan Walikota Pariaman Tentang Uraian Tugas. Sekretariat Daerah Kota Pariaman Tahun 2009
2. Buku
Adisasmita, Rahardjo, 2008, Pengembangan Wilayah, Konsep dan Teori, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ambar Wulan, 2009, Polisi dan Politik Intelijen Kepolisian Pada Masa Revolusi Tahun 1945-1949, Jakarta:
Rajawali Pers.
Anton Harskamp, 2005, Konflik-Konflik Dalam Ilmu Sosial, Yogyakarta:
Kanisius.
Bagindo Armaini Tanjung, 2006, Kota Pariaman, Dulu, Kini dan Masa Depan, Padang, Pustaka Artaz.
Helius Sjamsuddin, 2012, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Ombak
3. Koran
Pos Metro Padang “Rambu Dicopot, Angdes dan Angkot Pusingkan Mukhlis R”
Kamis, 1 November 2012 hal 2 Padang Ekspres “Demo Angkutan Desa
Rusuh” Kamis 12 Maret 2015 hal 5 Singgalang “Giliran Angkot yang Protes”
Kamis 1 November 2012 hal 2
4. Skripsi
Helma Frida. 2013, Konflik Sopir PO Mitra Kencana dengan Pengemudi Becak Motor di Air Bangis Kabupaten Pasaman 2003-2006, STKIP PGRI Sumatera Barat.
Royis Damaira, 2010, Konflik Antar Kampung di Kecamatan Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya, STKIP PGRI Sumatera Barat.
Sefridayeni, 2010, Konflik Tanah Antar Suku Sakoto Dengan Sabulukkungan di Desa Saibi Samukop di Kecamatan Siberut Tengah Kabupaten Kepulauan Mentawai. STKIP PGRI Sumatera Barat.
Yoanda Okta Prama. 2014, Konflik Masyarakat Antara Siulak Mukai dengan Siulak Gedang Provinsi Jambi 2006-2009, STKIP PGRI Sumatera Barat.