ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
IV. A.3.d.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas dir
Josh dan saudara-saudaranya tinggal bersama ayah dan ibunya sejak kecil. Sedari kecil ia abangnya mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh ayah mereka. Ayah mereka bekerja sebagai seorang penjual mainan, sedangkan ibu bekerja sebagai seorang penjual pengharu
dulunya bekerja sebagai supir angkutan umum. Tapi pekerjaan ayahnya tersebut hanya bertahan beberapa tahun. Setelah ayahnya berhenti, ia lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah dan di kedai sekitar rumah mereka. Sedangkan ibu berdagang di pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Ibunya sibuk mencari uang dan memikirkan bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari dan biaya untuk sekolah Lina dan saudara-saudaranya. Kesibukan ibu dalam mencari uang membuat ibu tidak memiliki waktu yang banyak untuk berinteraksi dan mengasuh mereka. Lina dan saudara-saudaranya sudah terbiasa mandiri dan menyelesaikan masalah mereka sendiri. Sehingga dalam memutuskan pendidikan apa yang akan dijalani, Lina lebih banyak berdiskusi dengan teman-temannya untuk mendapatkan saran dan arahan tentang apa yang sebaiknya dipersiapkan untuk pendidikannya di masa depan. Lina juga mengakui ibunya tidak terlalu memperhatikan pendidikan apa yang diminatinya dan lebih mempertimbangkan masalah biaya yang diperlukan.
IV.A.3.d.6.ii. Homogenitas Lingkungan IV.A.3.d.6.iii. Pengalaman masa kanak-kanak
Tabel IX
Riwayat Kekerasan Responden III
No. Riwayat
Kekerasan Keterangan 1. Pelaku Ayah
2. Bentuk Josh dikenai kekerasan fisik oleh ayah seperti dipukul, dicambuk dengan benda seperti kayu, broti, bambu, dan selang. 3. Penyebab Pergi bermain-main keluar rumah.
4. Durasi ± 5 tahun
5. Dampak Kekerasan fisik tersebut menimbulkan rasa sakit, biru-biru, dan berdarah setelah dipukul. Trauma psikis sehingga membuat Josh suka memakai jaket dan baju dalam agar tidak sakit jika dipukul.
Tabel X
Identitas diri Responden III dalam Domain Vocational
No. Identitas Diri Keterangan 1. Status Identitas Identity Diffused
2. Eksplorasi (Tidak Ada)
1. Pengetahuan
Ingin menamatkan pendidikan SD di sekolah “Empati” tapi hingga saat ini belum dilakukan karena sempat tidak mengikuti ujian. Ingin menjadi pemain band ataupun TNI tapi tidak melakukan pertimbangan serius terhadap bidang-bidang tersebut.
2. Aktivitas untuk mengumpulkan informasi
kepada pihak sekolah tentang informasi paket yang akan dia ambil.
3. Mempertimbangkan alternatif identitas lain yang potensial
Tidak serius mempertimbangkan untuk melanjutkan pendidikan karena saat ini sedang sibuk mengikuti kegiatan di LSM.
3. Komitmen (Tidak Ada)
1. Pengetahuan
Tidak yakin akan melanjutkan pendidikan karena rasa malu untuk masuk sekolah dasar lagi. Saat ini belum memikirkan dengan serius tentang pendidikan masa depan.
Tabel XI
Identitas diri Responden III dalam Domain Relationship with Friends
No. Identitas Diri Keterangan Status Identitas Identity Diffusion
Eksplorasi (Tidak Ada)
1. Pengetahuan
Dekat dengan temannya karena bersama saat ngamen dan mengikuti kegiatan di LSM.
Komitmen (Tidak Ada)
1. Pengetahuan
Teman-temannya mau membantu dalam hal pelajaran dan memberikan masukan untuk membantu Lina menghadapi masalah di dalam keluarganya.
2. Aktivitas untuk mengimplementasikan aspek identitas
Josh belajar memainkan gitar dari temannya. Ia dan teman- temannya saling berbagi hasil ngamen agar dapat memenuhi kebutuhan mereka.
Tabel XII
Identitas diri Responden III dalam Domain Relationship with Dates
No. Identitas Diri Keterangan Status Identitas Identity Diffusion
Eksplorasi (Tidak Ada)
1. Pengetahuan
Josh saat ini memiliki beberapa pacar. Ia merasa banyak gadis yang tertarik dan memperhatikan dirinya karena kemampuannya bermain musik. Ia tertarik dengan gadis yang memiliki wajah yang cantik.
2. Tingkatan emosi
Merasa tidak nyaman jika sedang tidak memiliki pacar karena tidak ada yang memperhatikannya. Ia menyadari saat ini ia memiliki terlalu banyak pacar, tapi ia masih bingung mana yang
akan tetap dipacarinya dan mana yang harus dia putuskan.
Komitmen (Tidak Ada)
1. Pengetahuan
Ia merasa memiliki pacar itu penting agar ada orang yang memperhatikan dirinya dan ia memiliki aktivitas untuk mengisi waktu luang. Kriteria pacar yang dia inginkan adalah seorang gadis yang memiliki fisik yang cantik dan mau mengerti dan memperhatikannya dengan baik.
2. Aktivitas untuk mengimplementasikan aspek identitas
Dulu ia sering mengunjungi pacar-pacarnya. Tapi saat ini ia hanya mengunjungi pacarnya saat ia memiliki waktu luang ataupun saat ia pulang ke rumah. Untuk pacarnya yang ada di Aceh, ia menghubungi lewat situs jejaring sosial facebook. Ia merasa tidak ada hal spesifik yang biasanya ia dan pacarnya bahas saat mereka sedang bertemu dan ngobrol.
Gambaran Status Identitas Responden III
Josh (
, 14 tahun)Josh dikenai kekerasan fisik oleh ayah seperti dipukul, dicambuk dengan benda seperti kayu, broti, bambu dan selang dan ditendang. Penyebabnya karena ia bermain-main keluar
Kekerasan fisik tersebut menimbulkan rasa sakit, biru-biru, dan berdarah setelah dipukul. Trauma psikis sehingga membuat Josh suka memakai jaket agar tidak sakit jika dipukul. Domain Vocational Domain Relationship w/ Friends Domain Relationship w/ Dates Faktor yang mempengaruhi: 1. Pola Asuh 2. Homogenitas Lingkungan 3. Pengalaman Masa
Pencapaian Status Identitas Diri
Masa Anak-anak
Masa Remaja
Identity Diffusion
(Tidak ada eksplorasi dan tidak membuat
komitmen)
Identity Diffusion
(Tidak ada eksplorasi dan tidak membuat komitmen)
Identity Diffusion
(Tidak ada eksplorasi dan tidak membuat komitmen)
IV. B. PEMBAHASAN
Masa remaja merupakan masa dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Tugas perkembangan yang penting bagi remaja adalah membentuk identitas diri. Identitas merupakan sekumpulan nilai-nilai personal yang kohesif dan mencakup aspek tujuan karir, hubungan dengan orang lain, nilai politik dan agama. Pencapaian identitas diri yang stabil tidak hanya membentuk sense of self
yang terintegrasi tapi juga memberikan kesempatan pada pengembangan masa depan dan penyesuaian yang lebih baik sepanjang rentang usia (Erickson, dalam Faber, et.al, 2003). Hal tersebut juga terjadi pada ketiga responden penelitian. Ketiga responden adalah remaja yang sedang mengeksplorasi lingkungan dan situasi yang ada di sekitar mereka dan akan membuat pilihan mengenai aspek identitas diri mereka serta terlibat dalam aktivitas yang secara signifikan mengarahkan pada perwujudan pilihan yang sudah diambil.
Sejumlah literatur menyatakan bahwa konteks keluarga memainkan peran yang signifikan pada kemampuan remaja tersebut dalam mengembangkan identitas diri yang stabil (Faber, et.al, 2003). Ainsworth, Blehar, Waters, and Walls (dalam Faber, et.al, 2003) menyatakan bahwa eksplorasi tidak akan terjadi jika seseorang tidak memiliki dasar keluarga yang aman dimana seseorang mampu mengeksplorasi lingkungan eksternal yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas kelekatan (attachment) remaja dengan orangtuanya akan membantu remaja menghadapi tantangan dari eksplorasi aspek interpersonal dan
intrapersonal, yang akan mengarahkan pada pengembangan identitas diri yang stabil. Responden pertama memiliki kedekatan emosional dengan ibunya, dan hal itu membuat dirinya banyak meminta pertimbangan dan saran dalam melakukan eksplorasi aspek identitas yang akan dipilihnya. Walaupun, peran ibu akhirnya sangat mendominasi keputusan dan pola berpikir responden pertama. Responden kedua tidak memiliki kedekatan secara emosional dengan kedua orangtuanya namun dia melakukan eksplorasi dan mempertimbangkan setiap pilihan aspek identitas yang ada di lingkungannya. Proses eksplorasi tetap terjadi karena adanya dukungan faktor lingkungan yaitu persahabatannya dengan teman-temannya. Namun, proses eksplorasi yang terjadi pada responden kedua belum berujung pada adanya komitmen pada salah satu aspek identitas karena responden takut orangtuanya tidak setuju pada pilihannya nanti. Sedangkan responden ketiga sudah sejak kecil sudah tidak tinggal bersama orangtuanya. Ia tidak merasa perlu melakukan eksplorasi pada lingkungannya untuk membentuk identitas diri dan tidak memiliki pertimbangan untuk menolak atau menerima setiap pilihan yang ia hadapi. Pihak yang mengarahkan dan membantu responden ketiga untuk mulai mengeksplorasi aspek identitas diri justru datang dari staf LSM yang intens mendampingi Josh sehari-hari.
Kekerasan fisik terjadi ketika seorang anak menderita luka akibat perilaku orang yang merawat dan mengasuhnya (Giardino, 2010). Kekerasan yang dilakukan oleh orangtua pada anak-anaknya biasanya disebabkan oleh masalah keluarga lainnya seperti kemiskinan, kurangnya pendidikan, alkoholisme, depresi ataupun perilaku antisosial. Kecenderungan seorang anak akan mengalami
kekerasan secara fisik adalah ketika anak yang orangtuanya tidak mampu berbuat banyak untuk mendidik anak tersebut padahal masih banyak yang harus dilakukan untuk lingkungan rumah tangga. Kekerasan mulai terjadi ketika salah satu orang tua yang sudah cemas, tertekan dan kasar mencoba mengendalikan anak mereka secara fisik namun lepas kontrol diri dan berakhir dengan melakukan pemukulan ataupun kekerasan fisik lainnya. Orang tua yang melakukan kekerasan pada anak- anaknya mengalami permasalahan atau pertengkaran antara suami istri dan cenderung berkelahi secara fisik (Papalia, 2004).
Responden pertama, Tika, mengalami kekerasan fisik berupa pemukulan di betis dengan tali pinggang yang dilakukan oleh ayahnya merupakan salah satu upaya ayahnya untuk mendisiplinkan perilakunya. Rasa ingin tahu Tika yang besar, seperti anak-anak seusianya, membuatnya aktif melakukan banyak hal dan akhirnya menimbulkan keributan dirumahnya. Di dalam keluarga Tika sering terjadi pertengkaran antara ayah dan ibunya yang berujung pada perkelahian secara fisik ataupun kekerasan fisik yang dilakukan ayahnya pada ibunya. Responden kedua, Lina, mengalami kekerasan fisik berupa pemukulan di wajah, punggung, dan ayahnya juga sering menendang dan menjambak rambutnya. Kekerasan itu dilakukan agar ia lebih sigap dalam mengerjakan tugas-tugas rumah yang menjadi tanggungjawabnya. Keluarga mereka mengalami kesulitan ekonomi dan ibunya yang justru menjadi tulang punggung keluarga mereka untuk mencari nafkah. Sedangkan pada responden ketiga, Josh, ia sering dipukul dan dicambuk oleh ayahnya dengan benda keras seperti kayu, bambu, ataupun selang. Hal itu terjadi agar Josh dan abangnya tidak pergi bermain keluar rumah. Keluarga Josh
juga mengalami kesulitan ekonomi karena penghasilan kedua orangtuanya sebagai penjual mainan sangatlah kurang.
DAMPAK YANG TERJADI DAN PENGARUHNYA PADA IDENTITAS DIRI The experience of childhood maltreatment can profoundly affect self-regulation, selfperception,
and interpersonal functioning. Compared to their non-maltreated peers,
maltreated children display divergent patterns of emotion expression and recognition, and
heightened behavioral reactivity to stress (Cicchetti & Valentino, 2006; Maughan &
Cicchetti, 2002; Pollack, Cicchetti, Hornung, & Reed, 2000). They are at risk for developing disorganized attachment relationships in infancy (van IJzendoorn et al., 1999),
and displaying dissociative behavior in childhood (Macfie, Cicchetti, & Toth, 2001).
Maltreated children also have demonstrated an impoverished awareness of their own
internal states (Beeghly & Cicchetti, 1994) and impaired social interactions (Shields &
Cicchetti, 2001). These difficulties can persist to adulthood. Although childhood maltreatment can take many forms and have wide-ranging ontogenic effects, adult abuse
survivors seeking treatment frequently report a symptom constellation including dissociative
symptoms, affect regulation and impulse control problems, disturbance in self- perception
and the perception of others, and relationship problems (Briere, 2002; Courtois, 2004;
Herman, 1992; Roth, Newman, Pelcovitz, van der Kolk, & Mandel; 1997; Terr, 1991).
IDENTITAS DIRI YANG TERBENTUK
Four identity statuses constitute this typology. The statuses were originally theorized to
vary hierarchically in terms of levels of maturity of self-regulation and complexity of social
functioning (Marcia, 1980). Identity Diffusion is generally considered the least mature and
least complex status, reflecting apathy and lack of concern about directing one’s present and
future life. Individuals who remain Diffused beyond early or middle adolescence are prone to
drug abuse, risky sexual behaviour, and academic failure (Jones and Hartmann, 1988; Jones,
1992, 1994; White, 2000). Identity Foreclosure is thought to be a somewhat more mature
status than Identity Diffusion in that some form of commitment is embraced. However,
Foreclosed individuals tend to show low developmental complexity associated with a
conformist and obedient orientation, as evidenced by such tendencies as closed- mindedness
and rigidity (Marcia, 1980; Berman et al., 2001), and over-identifying with their parents
(Coˆte´ and Levine, 1983; Adams et al., 1987).
Identity moratorium is often considered a more functionally complex status than either
Diffusion or Foreclosure, because the individual is purportedly taking proactive steps in
autonomously considering identity alternatives. However, the maturity implied in the
Moratorium status may be hampered by higher levels of anxiety (Kidwell et al., 1995) and
uncertainty (Meeus, 1996; Meeus et al., 1999) associated with what is ostensibly a temporary
period of psychosocial transition toward a resolution of the identity stage (there is some
question regarding how temporary this status is, as we discuss below). Resolution of the
identity stage, in turn, is represented by the fourth identity status, Identity Achievement.
Identity Achievement is generally considered the most mature and functionally complex
status, and it has been empirically associated with, among other things, balanced thinking
(Boyes and Chandler, 1992), mature interpersonal relationships (Orlofsky et al., 1973; Dyk
and Adams, 1990), and give-and-take relationships with parents (Jackson et al., 1990).
Some representative findings are that Identity Achievement subjects are the most cognitively and
integratively complex and flexible of the statuses and least resistant to self-esteem manipulation and conformity pressure.
They are at high levels of general ego development, as conceptualised by Loevinger (1976), and advanced over the other statuses
in their capacity for intimate relationships. Moratoriums are the most overtly anxious of the statuses and are morally and
interpersonally the most sensitive. They tend to have ambivalent relationships with their families and are sometimes
preoccupied with resolving oedipal issues. They show contrasting patterns of rebellion and acquiescence. Foreclosures
subscribe to authoritarian values and tend to be cognitively rigid. They are very close to their families, whom they perceive as
warm and child-centred, and from whom, of course, it is very difficult for them to differentiate. Interpersonally, they tend to
form stereotyped and superficial relationships. Identity Diffusions are easily manipulable by others in terms of their selfesteem
and, among the statuses, are at the lowest levels of ego development and of cognitive and moral development. They
feel generally rejected by their families, particularly by the parent of the same sex whom they perceive as non-emulatable.
More than the other statuses, they tend to be interpersonally isolated.
Individuals who are at identity diffusion status pose the greatest therapeutic challenge. They often lack not just an identity but also a secure sense of self. One of our consistent findings is that these individuals feel that they cannot live up to the expectations of, or successfully emulate, their same-sex parent .
To the extent that a society and one’s family permits and encourages decision- making about occupational
choice and ideology, an individual’s identity will be based more upon ego
synthetic processes. To the extent that a society and
one’s family prescribes occupational choice and ideology, an individual’s identity will be more the sum of influences from his
or her childhood. The presence of an identity does not mean that an identity has necessarily been constructed. Given an
average expectable environment, an identity can ‘happen’ as one becomes progressively more aware of one’s most basic
characteristics and position in the world. One comes gradually to realise that one is separate from one’s mother, the child of
certain parents, the possessor of certain skills and needs, a pupil in a particular school, a member of a certain religious and social
group, the citizen of a particular country. All of this describes a conferred identity of whose elements the individual becomes
progressively aware. In contrast, identity begins to be constructed when the individual starts to make decisions about who to
be, with what group to affiliate, what beliefs to adopt, what interpersonal values to espouse and what occupational direction to
pursue. Most, though not all, individuals ‘have’ an identity; however, only some have a self-constructed identity based upon
the superimposition of a decision-making process on the given or conferred identity.