• Tidak ada hasil yang ditemukan

A.2.d.4 Identitas diri pada domain hubungan dengan pacar/kekasih (relationship with dates)

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

IV. A.2.d.4 Identitas diri pada domain hubungan dengan pacar/kekasih (relationship with dates)

IV.A.2.d.4.a. Eksplorasi

Kriteria yang menunjukkan ada atau tidaknya eksplorasi yang dilakukan Lina dalam menentukan identitas diri pada domain hubungan dengan pacar/kekasih dapat digambarkan sebagai berikut.

1. Pengetahuan (Knowledgeability)

Lina belum pernah menjalani hubungan berpacaran. Hal itu disebabkan ayahnya yang dengan terang-terangan melarang dia dan saudara-saudaranya untuk memiliki pacar. Karena takut pada ayahnya, ia pun memilih menurut dan tidak menjalin kedekatan dengan laki-laki. Dulu, ia tidak memiliki keinginan untuk berkenalan apalagi mendekatkan diri dengan laki-laki. Dia menggeneralisasikan semua laki-laki akan berperilaku sama seperti ayahnya sehingga menimbulkan rasa takut pada laki-laki. Padahal saat itu, teman-temannya sudah memiliki pacar dan ingin mengenalkan teman mereka pada Lina. Ia memilih tidak memberikan respon pada hal-hal tersebut.

“Nggak pernah. Kalau ketahuan, wah gawatlah aku... Nggak ada yang berani kak. Nggak boleh katanya, yaudah..iya iya..”

(R2.W4/b.17-29/hal.117)

“Nggak lah kak. Dulu sih iya, tapi sekarang nggak lagi. Dulu waktu masa- masa SMP. Itu kan apa.. kebetulan temen-temen SMPku, tipenya udah pada punya pacar gitu kak. Jadi banyaklah dapat kenal-kenalan kayak gitu. Tapi

aku nggak maulah mendekatkan diri sama laki-laki. Kalau dibilang, ini mau kau kenalan sama kawanku ini.. ini..katanya. nggak terlalu ngerespon..” (R2.W4/b.289-300/hal.122-123)

Saat ini, ia mengaku sedang dekat dengan tiga orang laki-laki. Salah satunya adalah guru matematikanya disekolah. Yang lain adalah temannya di dalam organisasi kepemudaan di gereja dan salah satu seniornya di sekolah. Lina mengaku sering dikirimi pesan singkat atau ditelepon oleh ketiga laki-laki ini.

“Yang satu sering ketemu, karena kebetulan satu apa.. satu muda mudi. Sering sms lah. Kalau bapak guru nggak terlalu lagi..(tertawa). Biasa-biasa aja. Paling dia ngesms, ya sms.. Kalau yang satu lagi sering ngesms. Nelfon nggak sering..”

(R2.W4/b.48-54/hal.118)

Guru matematikanya mengetahui tentang kekerasan yang Lina alami di keluarga dari gosip-gosip yang beredar diantara guru-guru di sekolah mereka. Gurunya juga langsung bertanya padanya tentang masalah keluarga yang ia alami dan memberikan perhatian dan dukungan padanya. Akhirnya Lina pun berbagi tentang kekerasan yang dilakukan ayahnya kepadanya dan mau mendengarkan masukan-masukan yang diberikan gurunya. Dari ketiga laki-laki yang sedang dekat dengannya, hanya gurunya yang mengetahui tentang kondisi keluarganya.

“...guruku itu udah tahu. Dia kan guru di sekolah. Kan ada gosip-gosip dikantor. Guru sama guru bergosip, jadinya udah tahu..”

(R2.W4/b.333-339/hal.123)

“...dia yang ngomong samaku. Kemaren kan, dia nanya, bapak dimana, katanya gitu kan.... Aku pernah juga cerita tentang masalah bapak sama dia..”

“Aku juga berpikir gitu kak. Kukasih taunya dan dia memberikan masukan lah samaku. Biarlah itu jadi pelajaran biar kau nanti kedepannya bisa semakin baik lagi kata bapak itu samaku. Aku sih kudengarin aja, apalagi dia nanya-nanya terus ngasih masukan yang lain. Cuma dia sih yang tahu dari yang tiga itu”

(R2.W4/b.354-361/hal.124)

Walaupun sering dikirimi pesan singkat ataupun ditelepon, Lina memilih untuk tidak memberikan respon seperti membalas atau menyetujui ajakan untuk mereka untuk bertemu di luar rumah. Lina menyakini bahwa para laki-laki itu akan merasa dirinya menerima ataupun suka dengan mereka jika dia memberikan respon sesuai dengan keinginan mereka. Dia juga takut akan terus diajak keluar jika dia menyetujui ajakan mereka. Lina mau membalas pesan singkat yang dikirim oleh teman laki-lakinya jika dia sudah mengetahui dan mengenal dengan jelas pribadi teman laki-lakinya tersebut terutama bagaimana cara mereka mengontrol emosi. Ia mengakui tidak akan menggubris pesan singkat yang dikirim oleh orang yang baru dikenalnya.

“Kalau misalnya orang itu ngesms atau nelfon, aku responi kak, nanti dikira aku punya rasa kayak orang itu kak.. malah lebih lagi.. “

(R2.W4/b.156-163/hal.120)

“Nanti jadi apa dia.. keterusan.. keterusan nggak keluar (tertawa). Bahaya juga tiap hari keluar. Aku males keluar kak... nggak enak aja”

(R2.W4/b.74-80/hal.118)

“Kalau misalnya dulu kan kak, aku nggak secepat itu ngesms. Misalnya kan dulu dia ngesms, dulu ngga pernah kubalas. Setelah kukenal dia kan, didekatinya, jadi kenallah aku dia kekmana. Kalau dia marah, uda taulah kita dia kekmana, semenjak itulah, makin dekat aku ngomong.. apa.. barulah aku mau..sms, telfonan. Kalau misalnya baru kenal terus ngesms dia.. ini dek ini..ini.. aku nggak terlalu merespon kali..”

Ketika Lina dan teman laki-lakinya sedang berbicara lewat telepon ataupun langsung bertatap muka, fokus pembicaraan lebih mengarah pada dirinya. Teman laki-lakinya akan bertanya tentang suku bangsa, kota asal orangtuanya dan kondisi keluarganya. Tapi ia masih kurang nyaman jika teman laki-lakinya mulai membicarakan tentang masalah perasaan mereka terhadap hubungan yang sedang mereka jalani.

“Ditanyalah suku apa, nanya kampung, asal dari mana keluarga, berapa bersaudara, apa aja kegiatannya.. gitu..”

(R2.W4/b.87-89/hal.118)

“Kalau ngomong-ngomong tentang apa kak.. masalah hatinya..(tertawa). Kalau udah ngomong gitu, aku langsung aduh heboh kali.. pasti gitu.. mesti kali lah membahas itu. Masih gitulah responku kak..”

(R2.W4/b.193-198/hal.120-121)

Keengganan Lina untuk merespon setiap perhatian teman laki-lakinya disebabkan karena ia masih belum memikirkan tentang hubungan pacaran. Ia mengaku belum mengerti tentang hal itu. Lina juga takut kalau ia berpacaran, ia tidak bisa mengontrol dirinya dan meninggalkan pelajaran ataupun hal-hal lain yang saat ini sedang dikerjakannya. Ia takut akan memberikan perhatian hanya pada hubungan pacaran yang sedang dia jalani dan mengabaikan hal-hal penting lainnya seperti keluarga, sekolah, dan teman-teman.

“Nggak tahu kak. Belum sampai kesitu pikirannya. Kali-kalinya belum sampai kesitu..”

(R2.W4/b.124-126 /hal.119)

“Aku.. gimana ya kak.. aku orangnya kalau udah terkena sama sesuatu, mau apa.. ikut terus.. nggak bisa dikontrol dirinya. Jadi kalau misalnya aku ikutilah itu, kadang mau kutinggalkan nanti semua-semua.. jadi fokus kesitu aja gitu..”

2. Aktivitas untuk mengumpulkan informasi (Activity directed toward the gathering of information)

Lina sering memperhatikan gaya berpacaran teman-temannya. Dari hasil pengamatannya, ia menyimpulkan bahwa pacaran bisa membuat prestasi di sekolah menurun. Ia melihat prestasi sekolah teman-temannya menurun drastis setelah memiliki pacar. Lina juga menyoroti hal-hal yang teman-temannya lakukan ketika mereka menghabiskan waktu dengan pacar mereka. Ia melihat teman-temannya berciuman dan mengerjakan hal-hal lain dengan pacarnya. Dia merasa gaya berpacaran teman-temannya tidak baik.

“Karena dari apa.. setiap kawanku yang udah pacaran, pasti prestasinya menurun kali. Jatuh kali lah. Nggak ada lagi misalnya kayak-kayak dulu lah, baru-baru masuk sekolah, semester-semester satu, peringkatnya dari satu bisa turun ke dua belas. Itulah gara-gara pacaran..”

(R2.W4/b.224-232/hal.121)

“Kalau misalnya dia pacaran, apalah dia.. yang kuliat sih pacarannya yang nggak baik-baiknya kak. Kayak kawan-kawanku disekolah, pacaran-pacaran gitu udah pada apa.. yang lain-lain lah kak yang dikerjakan. Udah apa..udah cipokan gitu.. gitu-gitu orang itu kalau udah pacaran..”

(R2.W4/b.235-242/hal.121)

Lina mengaku masih bingung jika ditanya tentang hubungan berpacaran. Ia juga jarang berbagi ataupun bertanya pada teman-teman dekatnya tentang hal tersebut. Ketika Lina sedang bersama teman-temannya, ia memilih membicarakan topik yang lain selain topik tentang pacaran. Menurutnya, saat ini belum waktunya ia memikirkan hal itu.

“Dari muda-mudi nggak ada, teman sekolah juga nggak. Jaranglah aku

sharing-sharing kak... Itu pun sharingnya bukan soal pacar-pacaran gitu, tapi yang lain. Nantilah itu pacaran kak (tertawa)..”

3. Tingkatan emosi (Emotional tone)

Lina merasa canggung ketika ditanya tentang hubungan berpacaran dan kedekatannya dengan laki-laki. Ia merasa lucu jika harus menjelaskan tentang kedekatannya saat ini dengan laki-laki dan bagaimana hubungan pacaran yang diharapkannya.

“Lucu rasaku kak.. Lucu kurasa kalo menceritakan masalah itu..(tertawa)” (R2.W4/b.350-351/hal.124)

“Lucu aku kak kalo membahas tentang pacaran. Maklumlah kak.. (tertawa)” (R2.W4/b.375-377/hal.124)

Ketika ada seorang laki-laki yang ingin dekat dengannya, Lina segera ingin membatasi dirinya dan tidak memberikan respon lebih lanjut pada hubungan tersebut. Ia tidak mau teman laki-lakinya mengetahui tentang masa lalu yang pernah dia jalani. Ia takut nanti mereka akan bertanya tentang kondisi keluarganya dan mengetahui kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya. Ia juga takut akan dinilai memiliki kelakuan yang sama dengan ayahnya. Hal tersebut yang membuatnya belum mau memiliki hubungan pacaran.

“Aku takut. Kalau misalnya nanti kan, kalau misalnya orang itu nanya- nanya tentang keluarga, nanti ditanya. Pokoknya aku nggak mau aja orang itu tahu tentang masa laluku. Itu juga yang buat aku apa juga kalau pacaran. Nanti kan kalau misalnya orang itu tahu, hah katanya. Katanya pula nanti, ah nanti kau pukul-pukul pula aku. Nanti kau pula jadi penerus bapakmu katanya”

IV.A.2.d.3.b. Komitmen

Kriteria yang menunjukkan ada atau tidaknya komitmen yang Lina miliki dalam menentukan identitas diri pada domain hubungan dengan pacar/kekasih dapat digambarkan sebagai berikut.

1. Pengetahuan (Knowledgeability)

Ketika nanti menjalani hubungan berpacaran, Lina ingin mendapatkan dukungan dalam menghadapi permasalahan yang dia miliki dari hubungan tersebut. Ia ingin hubungannya dengan pacarnya nanti dapat membuatnya semakin dewasa, semakin memahami makna menjalani hubungan berpacaran dan dapat saling memberikan solusi ketika menghadapi suatu kesulitan. Ia ingin banyak berbagi dengan pacarnya.

“...kita bisa mendapatkan pengalaman yang lebih baik dari yang dia punya. Pokoknya kalau kita udah nggak tahu lagi mau kekmana, kita cari solusi dari dia. Kadang dia mau bantu. Terus dia pun kekmana kak ya.. pokoknya maknanya itu, membuat kita semakin berpikiran, kalau pacarannya baik- baik ya kak, membuat pikiran semakin dewasa, terus semakin mengertilah kita pacaran itu apa...”

(R2.W4/b.245-256 /hal.121-122)

Ketika ia akan memutuskan seseorang menjadi pacarnya, ia akan melihat bagaimana cara teman laki-lakinya itu mengontrol emosi. Kalau Lina merasa teman laki-lakinya itu kasar dan tidak dapat mengontrol emosi, dia akan langsung menjauhi. Ia juga tidak menyukai laki-laki yang merokok karena laki-laki yang merokok sulit mengontrol emosi jika sedang marah. Lina takut akan mengalami kembali kekerasan yang dilakukan ayah padanya dulu.

mau lagilah aku. Kalau misalnya dia udah ngerokok gitu kan, kalau misalnya merokok, sekali marah, emosinya nggak terkontrol. Jadilah yang seperti dulu...”

(R2.W4/b.278-285/hal.122)

Ia menyukai orang yang setia, memiliki agama yang sama dengannya, dan orang yang baik untuk menjadi pacarnya nanti. Di dalam hubungan berpacaran nanti, ia akan berbagi dan bercerita banyak tentang kehidupannya pada pacarnya. Dari tiga laki-laki yang sedang mendekatinya saat ini, Lina tidak terpikir untuk melanjutkan pertemanan mereka ke arah yang lebih serius lagi. Ia juga tidak ingin menjadi pacar gurunya karena takut dijadikan bahan pembicaraan di sekolah.

“Ada. Kriterianya kak.. yang paling pertama dia seiman, terus.. setia, baik banget..(tertawa)..”

(R2.W4/b.373-375/hal.124)

“Aku nggak terlalu banyak nuntut kak, cuma yang kuminta, dia setialah. (R2.W4/b.269-270/hal.122)

“Itulah kak, sharing (tertawa). Aku suka sharing sama guruku itu karena saran yang dikasihnya bagus..”

(R2.W4/b.264-266/hal.122) “Ngga kepikiran kak..” (R2.W4/b.364/hal.124)

“Karena apa itu dia kak, guru. Di sekolah lagi, nanti kalau tahu.. ih.. sekarang aja uda digosip-gosipkan. Apalagi nanti kalau diteruskan lagi..” (R2.W4/b.366-369/hal.124)

2. Aktivitas untuk mengimplementasikan aspek identitas yang dipilih (Activity directed toward implementing the chosen identity element)

mereka untuk pergi ke suatu tempat walaupun dia kadang-kadang mau membalas pesan singkat yang mereka kirimkan. Saat ini dia sering menjalin komunikasi dengan gurunya. Gurunya sering bertanya tentang banyak hal padanya dan dia pun menjawab karena merasa segan jika tidak menjawab pertanyaan gurunya.

“Aku nggak terlalu apa kali sama orang itu kak. Paling kalau ngesms kan, ku sms balik. Ku jawab. Kalau misalnya mau ngajak keluar, mau ini itu, nggak terlalu ku-openi kali kak. Gitu-gitu ajalah kak.. Nggak terlalu.. nggak deket-deket kali gitu lah. Paling yang selalu sering ngesms, sering ngapain, ya guruku itulah.. nggak mungkin kan kalau dia nanya-nanya nggak kujawab..”

(R2.W4/b.514-532/hal.127)

Saat menjalin komunikasi dengan teman laki-lakinya, ia jarang bertanya balik atau mencari tahu tentang mereka. Ia tidak ingin memperpanjang pembicaraannya dengan mereka karena hal itu akan menghabiskan pulsanya. Selain itu, ia tidak tertarik untuk bercerita lebih banyak tentang dirinya pada mereka. Ketika pembicaraan mulai mengarah pada hubungan mereka dan perasaan teman laki-lakinya, ia langsung mengalihkan pembicaraan dengan bercanda dan membacakan pesan singkat yang lucu.

“Jarang aku nanya balik kak. Paling, kalau nggak kutanya kan.. dia yang bilang.. nggak nanya tentang aku? Nggak pernah kutanya pula (tertawa)” (R2.W4/b.92-95/hal.118)

“Nanti jadi kelamaan kak. Nanti kalau kubalas, jadi panjang ceritanya. Nggak enak tiap hari smsan. Abis-abis kesitulah pulsa awak”

(R2.W4/b.146-149/hal.120)

“Pernah juga sih ngomong serius, kadang kalau udah ngomong kayak gitu, mau kualihkan pembicaraan. Serius kali ngomongnya. Kadang mau kuapain dia, kubuat lucu-lucu ntah apa..”

“Kubukalah handphone ku kan kak, kubilang liatlah ada sms lucu. Itulah jadi beralih lah kak pembicaraannya”

(R2.W4/b.188-190/hal.127)

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan Lina mencapai status identity diffusion pada domain hubungan dengan pacar/kekasih. Ia tidak melakukan eksplorasi dan mempertimbangkan pendekatan yang dilakukan oleh beberapa laki-laki yang tertarik padanya. Ia memilih tidak memberikan respon pada mereka dan menghindari topik-topik yang berhubungan dengan perasaan dan kedekatannya dengan laki-laki itu ketika mereka sedang bertemu. Saat ini, ia merasa belum waktunya memikirkan untuk menjalin hubungan berpacaran. Ia juga masih canggung dan merasa lucu jika harus berdiskusi tentang hubungan berpacaran dan menceritakan tentang kedekatannya dengan laki-laki. Lina juga jarang mencari tahu atau berbagi dengan teman-temannya tentang hal ini. Untuk kriteria calon pacar yang diinginkannya, ia menginginkan seseorang yang bisa memanajemen emosinya dengan baik, agar tidak menunjukkan perilaku seperti ayahnya.