• Tidak ada hasil yang ditemukan

A.1.d.3 Identitas diri pada domain hubungan dengan teman (relationship with friends)

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

IV. A.1.d.3 Identitas diri pada domain hubungan dengan teman (relationship with friends)

IV.A.1.d.3.a. Eksplorasi

Kriteria yang menunjukkan ada atau tidaknya eksplorasi yang dilakukan Tika dalam menentukan identitas diri pada domain hubungan dengan teman dapat digambarkan sebagai berikut.

1. Pengetahuan (Knowledgeability)

Awal kedekatan Tika dengan teman-temannya di SMA saat ini karena temannya, Metri yang saat itu sedang suka dengan salah satu siswa laki-laki di sekolah mereka meminta saran darinya tentang bagaimana bisa mendekati siswa laki-laki tersebut. Walaupun saat ini mereka berteman dekat, Tika punya keinginan untuk tidak berteman lebih akrab dengan mereka karena ada perlakuan

dan sifat temannya yang tidak dia sukai. Ia juga berusaha untuk membuat masalah dengan mereka sehingga mereka tidak mau lagi berteman dengannya. Tapi pada kenyataannya, justru teman-temannya yang minta maaf sehingga hatinya luluh dan akhirnya melanjutkan hubungan pertemanan mereka.

“Gimana ya, kemarin itu temenku si Metri ini kan ada suka sama cowok namanya Surya, jadi waktu kami lagi ngobrol dia minta saran samaku gimana bisa dekat sama cowok itu (tertawa).. Sejak dari situlah akrab- akrab”

(R1.W3/b.647-672/hal.35-36)

“Sampai sekarang malah aku terkadang, ah malas kali aku akrab samanya ini. Terus-terus dikiranya awak adiknya. Cemana ya, kekmana seorang kakak, suka nyuruh-nyuruh... Jadi mau terkadang kubuat-buat slek ntah apalah biar ngga bekawan samanya ini orang. Terus.. awak yang nggak mau apa berteman sama dia, rela itu minta maaf. Maaflah, maaflah gitu. Sampe- sampe ngga tega...”

(R1.W3/b.672-685/hal.36)

Tika secara aktif mempertimbangkan baik-buruk sifat teman-temannya didalam hubungan persahabatan yang mereka jalani. Ketertarikan berlebihan dengan anak laki-laki, perilaku suka menyuruh-nyuruh, dan cara menegur orang lain dengan sensitif adalah hal-hal yang kurang disukainya dari temannya Metri.

“Soalnya gimana ya, dia.. Satu, perasaan dicintai. Terus karna misalnya kan, cowok hanya melihat kayak gini aja. Dilihati kayak gini aja, dia langsung merasa disukai cowok itu... Terus, apa lagi ya. Orangnya suka nyuruh- nyuruh...”

(R1.W3/b.760-771/hal.37)

“Baru satu lagi yang membuat aku ngga suka sama dia, dia suka kali negor orang dengan cara yang gimana ya.. dengan cara sensitif kali. Orang lihatnya, ih sok kali. kayak pendetalah atau apa..”

Evaluasi dan pertimbangannya terhadap sifat teman-temannya itu juga membuat Tika semakin memahami perbedaan sifat dirinya dengan teman- temannya. Sehingga, ia merasa tidak senang jika orang lain menyamakan sifatnya dengan sifat teman-temannya karena dia merasa punya sifat yang berbeda dari teman-temannya.

“Walaupun sebenarnya lebih.. aku nggak suka nyuruh, aku lebih suka memanfaati dia. Misalnya bahasa Inggris kan, aku nggak pala bisa, tolonglah kau yang ngerjain, gitu...”

(R1.W3/b.771-775/hal.37)

“Jadi semua orang pun ngira aku kayak dia. Padahal aku ngga pala open kali kalo misalnya dia mau ngomong kayak gini, nggak pala open kali. Aku kalo ngomong terang-terangan aja. Nggak pala mau.. dia emang ngomong terang-terangan tapi caranya sensitif. Cara seolah-olah negor marah gitu..” (R1.W3/b.829-838/hal.38-39)

2. Aktivitas untuk mengumpulkan informasi (Activity directed toward the gathering of information)

Selama bersahabat dengan teman-temannya, Tika melakukan observasi terhadap tingkah laku teman-temannya dan introspeksi secara pribadi untuk semakin memahami seperti apa hubungannya dengan teman-temannya dan bagaimana dia memahami siapa dirinya di dalam hubungannya dengan teman- temannya. Tika merasa tidak nyaman berteman dengan Ayu karena menurutnya, Ayu adalah orang yang pelit dan tidak adil dalam masalah uang. Sedangkan Juli, Tika merasa dia adalah orang yang terlalu baik, selalu royal kepada teman- temannya jika sedang memiliki uang, sehingga Ia dan teman-temannya sering memanfaatkan Juli.

“Kalo Ayu juga sebenarnya aku nggak nyaman. Dia orangnya, pelitnya minta ampun... dia punya utang 20 ribu samaku. Ih pelit nya minta ampun. Ada nya utangnya, tapi kami kemarin main warnet, aku bilang sama dia aku minjam uang kau dulu. Sengaja kutarok kayak gini, e.. besoknya kan kubayar utangku. Ini Yu, utangku yang semalam. Diterima ih.. ngga dibilangnya udalah untuk membayar utangku yang kemaren utangku jula- jula. Diterimanya. Ih ya ampun, ini anak pikirku”

(R1.W3/b.922-940/hal.40)

“Itu si Juli. Itu baik kali. awak nggak punya uang nantikan, ongkosi lah, plislah. Mau. Terus terkadang kami mau seringan kami manfaati. Juli, makan bakso lah kita, masak ngga makan bakso katanya gitu kan. Mau. Bayari kami ya, bayari kami ya. Mau... kalo misalnya ada uang, baiknya minta ampun. Apapun awak minta dikasih. Kalo itu memang orangnya baik kali lah”

(R1.W3/b.966-979/hal.41)

Tika merasa teman-temannya di sekolah menjauhinya. Menurutnya, teman- temannya merasa sifat dan perilakunya tidak jauh berbeda dari teman-teman dekatnya. Ketika dia mendapatkan kelompok diskusi yang tidak berisi teman- teman dekatnya, Tika tidak diberikan kesempatan untuk memberikan pendapatnya saat diskusi dan harus mengerjakan tugas tersebut sendiri. Perlakuan teman- temannya tersebut membuatnya merasa dirinya tidak dianggap sebagai anggota kelompok.

“Jadi dikira orang aku sama kayak dia. Jarang lah orang jadinya, aku mau ngomong kaya gini, orang kira ih jadi kayak sensitif juga samaku. Padahal hanya dia aja kayak gitu...”

(R1.W3/b.840-845/hal.39)

“Iya satu kelompok, ibu itu yang nentukan. Jadi aku pisah sama si Metri. Jadi aku duduk kayak gini ajalah, diam. Ih aku kayak nggak dianggap di kelompok itu. Hanya.. hanya apa ajalah. Hanya diam ajalah aku pokoknya... aku yang ngerjain sendiri, tanggapan orang itu pun ngga ada untuk membantu. Is Tuhan.. kayak nggak dianggap aku yang mengapain itu”

3. Mempertimbangkan alternatif identitas lain yg potensial (Evidence of considering alternative potential identity elements)

Pernah ia mencoba untuk bergabung dengan teman-teman selain teman dekatnya saat ini di sekolah. Saat bergabung, Tika merasa pembicaraan teman- temannya itu tidak ‘nyambung’ dengan dirinya. Walaupun mereka punya hobi yang sama dengannya, yaitu membaca komik, tapi ia merasa hal-hal yang dibahas teman-temannya ini bukan sesuatu yang penting untuk diperhatikannya.

“...pernah aku bergabung, topik orang itu kayaknya nggak nyambung ke aku, pikirku. Emang sih, aku suka baca komik. Orang itu yang kugabungi juga suka baca komik. Masalah yang di.. terlalu formal kali masalah yang diapai orang itu.. membahasnya.. judul apalah yang sering kau baca Tika.. terus siapalah pembuatnya. Aku kalau baca komik atau novel nggak pernah kuapai penerbitnya..”

(R1.W3/b.1570-1579/hal.53)

Meskipun Tika memiliki teman-teman dekat, ia tetap merasa satu-satunya orang yang dia percaya untuk menyampaikan semua keluh kesahnya hanyalah ibunya. Semua hal ia ceritakan pada ibunya. Tentang siapa cowok yang sedang dia sukai saat ini juga dia ceritakan pada ibunya. Ia merasa ibunya lebih memahami apa yang dia rasakan. Selain itu, Tika merasa ibunya memberikan respon yang tepat atas setiap cerita yang disampaikannya.

“Pokoknya aku itu kalau curhat itu sama mamak. Bahkan masalah aku suka sama cowok pun, masalah ada yang terus-terus nengokin aku pun, aku itu ngasi tahu sama mamak”

“Iya. Rasanya lebih nyambung ke mamak. Rasanya lebih suka ke mamak gitu, apa ya, dia nggak mau serius kali, terkadang dia mau bawa seloroh. Terkadang mau serius. Awak butuh serius, serius. Awak butuh pendapat, diberi. Gitu kan”

(R1.W3/b.1438-1443/hal.50)

Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangannya ketika akan menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain. Hal pertama yang menjadi pertimbangan Tika adalah masalah biaya. Ia merasa akan banyak menghabiskan uang untuk pergi berjalan-jalan ketika kita memiliki sahabat. Ia merasa lebih baik tidak usah memiliki teman daripada uangnya habis untuk pergi berjalan-jalan. Hal lain yang menjadi pertimbangannya adalah masalah keterbukaan dalam hubungan persahabatan. Ia mengakui bahwa dirinya sangat sulit terbuka pada orang lain. Dia akan lebih mau terbuka hanya dengan orang-orang yang telah disetujuinya ibunya.

“Karena banyak biaya. Pasti kalau kita berkawan, apalagi udah akrab, pasti biaya itu banyak di jalan-jalan. Keseringan kayak gitu. Pasti uda jalan-jalan, uang pasti yang dikeluarkan. Ah, ngapain. Itu selalu. Jadi nggak usah. Kalo misalnya hanya empat orang aja kan, yang apa hanya empat orang itu aja” (R1.W3/b.1915-1922/hal.60)

“Masalah biaya, masalah keterbukaan. Kalo masalah keterbukaan, aku paling nggak bisalah yang namanya terbuka. Jarang lah aku bisa. Kalau misalnya aku mau terbuka itu, kalau misalnya uda dikehendaki mamak” (R1.W3/b.1934-1939/hal.60)

4. Tingkatan emosi (Emotional tone)

Kondisi keluarga sering menimbulkan rasa enggan di hati Tika untuk memiliki sahabat dekat. Ia merasa malu dengan kondisi rumah tempat dia tinggal saat ini karena di rumah ibunya membuka kedai minuman keras dan ia juga merasa rumahnya saat ini tidak layak disebut rumah. Hal itu membuat Tika bahkan tidak

“Sering. Malahan, terkadang, kayak misalnya ini kan, mau tiba-tiba kan, rumah yang kami tempati ini nggak layak dibilang rumah lah. Kalau bisa dibilang, hanya sebatas kedai tuak aja. Nggak layak jadi rumah, gitu. Jadi kadang mau aku tuh, nggak ..kadang aku mau membilang.. e.. nggak mau ngasih tahu dimana rumahku kak..”

(R1.W3/b.1809-1817/hal.58)

Tika mengakui bahwa seringkali dia tidak merasa nyaman memiliki sahabat seperti teman-temannya saat ini. Perasaan jengkel juga kerap ia rasakan ketika melihat tingkah teman-temannya yang berlebihan pada teman-teman laki-laki mereka disekolah. Tika juga merasa dia harus bersikap tegas pada teman- temannya jika menyangkut masalah pengerjaan tugas kelompok.

“Pokoknya gitu lah kan. Jadi, datang si Metri ini, kalau udah jalan nanti kan, padahal arah kami beda, disempatkannya datang ke arah cowok itu cuma mau bilang supaya dia jangan ketawa-ketawa. Kayak gitulah. Keseringan kayak gitu.. Pokoknya nggak maulah satu kelas mencakapi kami jadinya. Kami bertiga aja. Ih betul betul gara-gara si Metri ini”

(R1.W3/b.895-907/hal.40)

“Kalau misalnya kalian nggak mau, aku bakal tampil sendirian. Dan aku bakal bilang sama ibu itu... Aku ngancam kayak gitu selalu. Aku nggak, paling nggak bisa kalau aku disuruh ngerjain sendiri. nggak bakalan mau” (R1.W3/b.1725-1736/hal.56)

5. Keinginan untuk membuat keputusan secara dini (A desire to make an early decision)

Kedekatannya dengan teman-temannya sekarang justru membuat Tika merasa dia dinilai kurang baik oleh teman-teman sekolahnya yang lain. Hal itu menimbulkan keinginan yang besar di hatinya untuk segera memutuskan hubungan persahabatannya dengan teman-temannya saat ini. Keinginan itu

antara dirinya dengan teman-temannya tersebut. Namun sayang, usahanya untuk membuat dirinya dan mereka tidak berteman lagi selalu gagal karena teman- temannya selalu minta maaf dan mengajaknya berteman kembali.

“Sebenarnya pengen kali kuputuskan pertemanan sama si Metri ini. Soalnya gimana ya, dia..”

(R1.W3/b.759-761/hal.37)

“Pokoknya nggak maulah satu kelas mencakapi kami jadinya... Aku beneran mau pisah dari situ. Orang pun udah bilang kayak gitu. Yang agak-agak dekat gitu kan, cuman e.. yang agak dekat palingan barisan si Ayu. Ngapain kalian berkawan sama si Metri itu. Tapi nggak bisa, emang nggak bisa. Dia kayak gitu caranya. Jadi, susah untuk melepaskannya. Aku aja uda capek sampe membuat sakit hatipun udah kucoba, nggak bisa”

(R1.W3/b.905-918/hal.40)

Tika juga sudah pernah menyampaikan pada teman-temannya langsung bahwa dia merasa lebih baik jika tidak berteman dengan mereka. Dia merasa kegiatan yang bisa dia lakukan sendiri di sekolah seperti membaca komik tidak bisa lagi dia lakukan karena teman-temannya mengajak pergi kesana kemari.

“Ah lebih baik kayak dulu, kubilang kayak gitu. Nggak berkawan sama kau, kubilang gitu sama dia. Kalau aku dulu palingan selesai guru apa.. mengajar.. aku membaca.. membaca komik. Atau nggak duduk-duduk aja.. sekarang gara-gara aku berkawan sama kalian, pasti ujung-ujungnya, kalau kalian minta kesini, kalau aku nggak turuti, perasaan aku segan sampai dirumah. Kubilanglah gitu sama orang itu kan. Jadi, e.. lebih baik aku nggak usah berkawan daripada kayak gini..”

(R1.W3/b.1823-1836/hal.58)

IV.A.1.d.3.b. Komitmen

Kriteria yang menunjukkan ada atau tidaknya komitmen yang Tika miliki dalam menentukan identitas diri pada domain hubungan dengan teman dapat digambarkan sebagai berikut.

1. Pengetahuan (Knowledgeability)

Di dalam hubungan persahabatan yang sedang dia jalani, ia merasa teman- temannya bisa dimanfaatkan untuk membantunya didalam pengerjaan tugas sekolah yang tidak bisa dia selesaikan. Walaupun begitu, ia tidak mau menolong ataupun dimintai bantuan untuk menyelesaikan tugas temannya.

“Narok dialog, atau drama. Apa gitulah. Pokoknya dialah yang kusuruh. Dimanfaati hanya untuk bahasa Inggris aja. Kalo yang lainnya, aku kalo bisa, aku sendiri”

(R1.W3/b.780-784/hal.37-38)

“Kalo ngga bisa, ngga mau aku bantu orang. Ngga mau aku pala membantu dia..”

(R1.W3/b.784-787/hal.37)

“Hanya itu aja. Dan kalau apa, kalau misalnya aku nggak bisa, aku sering memanfaatin dia. Tapi kalau misalnya dia nggak bisa, aku jangan dimanfaatkan. Aku gitu aja. Caraku..”

(R1.W3/b.1625-1629/hal.52)

Tika merasa lebih nyaman bergabung dengan teman-temannya daripada tidak memiliki teman sama sekali. Ia merasa dia diperlakukan seperti anak kecil oleh teman-temannya. Karena diaanggap seperti anak kecil, Tika merasa teman- temannya menuruti semua kemauannya dan maklum dengan setiap kelakuannya. Namun ia tetap tidak boleh kalah dengan teman-temannya dalam hal apapun juga, terlebih dalam hal nilai.

“Kalo misalnya untuk gabung-gabung gitu, udahlah lumayan. Lebih baik kayak gitulah daripada ngga ada kawan sama sekali. Sebenarnya kalo aku sama orang itu enaknya awak bisa ngomong suka-suka. Walaupun orang itu nggak pala bisa suka-suka ngomong samaku. Pokoknya aku dianggap anak

karena imut, awak maui. Kalo aku kayak gitulah dianggap orang itu. Yaudah, makanya aku jadi fine-fine aja berkawan sama orang itu“

(R1.W3/b.982-997/hal.41-42)

“Nggak. Malahan kalo misalnya aku berkawan pun sama, misalnya sama si Metri lah kan, satu bangku. Mesti aku kalahin apapun caranya nilai. Itu aja” (R1.W3/b.1609-1612/hal.54)

Tika menyadari bahwa teman-temannya yang lebih aktif mendekatinya daripada dirinya yang aktif mendekatkan diri dengan mereka. Ia aktif mencari dan menghubungi teman-temannya jika ada tugas yang harus segera mereka selesaikan. Dia merasa harus tegas dan keras pada teman-temannya jika sudah menyangkut masalah tugas dan masalah peminjaman uang.

“Keseringannya orang itu yang mendekati aku, karena aku kalo misalnya orang itu nggak mau datang ke bangku aku, aku baca. Kalau nggak, tidur..” (R1.W3/b.1997-2000/hal.62)

“Aku kalau meminta masalah ngerjain tugas, meminta itu langsung kayak cara si Metri, sensitif aku caranya. Aku terang-terangan aja, kalo aku sendiri nggak bakalan bisa. Jadi aku minta tolong sama kalian untuk ngerjain ini, kubilang gitu. Aku kayak gitu. Jadi nggak ada segan-segan. Si Metri terkadang heran nengok aku. Aku kayak gitu kalo tentang apa.. masalah tentang tugas. Baru masalah tentang uang. Kalau misalnya uang, jangan harap. Aku nggak peduli. Kalo misalnya udah utang, utang ya utang”

(R1.W3/b.2008-2024/hal.62)

2. Aktivitas untuk mengimplementasikan aspek identitas yang dipilih (Activity directed toward implementing the chosen identity element)

Aktivitas yang sering dilakukannya bersama teman-temannya adalah pergi berjalan-jalan ke rumah salah satu dari mereka, pergi makan bakso atau ke warnet. Tapi Tika juga tidak bisa sering ikut pergi jalan-jalan bersama teman-temannya

karena dilarang orangtuanya. Sehingga ketika dia berinisiatif mengajak teman- temannya untuk pergi, ajakan tersebut selalu disambut antusias oleh mereka. Biasanya dia ingin pergi bersama teman-temannya ketika dirinya sedang bertengkar dengan ibunya dan ia merasa malas untuk cepat pulang kerumah.

“Iya. Sampai SMA pun kayak gitu. Orang itu pun jalan-jalan, aku pun jarang ikut. Tapi sekali aku ngajak, eh ayok ke bakso yok, pasti langsung mau orang itu... Pokoknya pas lagi kerumah dia, pas aku lagi nggak suka aja dirumah. Misalnya ada slek sama mamak, eh nanti kerumah si Juli ya. Orang itu langsung mau. Hanya kayak gitu aja aku datang”

(R1.W3/b.518-532/hal.33)

Ketika sedang pergi kerumah salah satu teman mereka, Tika dan teman- temannya biasanya makan-makan dan ngobrol tentang banyak hal mulai dari teman-teman di sekolah, pelajaran atau tugas mereka, dan tentang musik. Ia mengakui bahwa topik yang sering mereka bahas ketika sedang ngobrol ialah tentang seks. Mereka membahas tentang pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari mereka masing-masing tentang seks dan mereka saling memberikan pendapat atau penjelasan yang mereka tahu tentang pertanyaan tersebut.

“Sebelum kesitu, makan-makan, ceritain musik, gitu kan. Terus tentang PR, tentang apalah. ... Kalo misal, tapi kalo udah ngumpul serius gitu kan, ujung-ujungnya topiknya kesitu. Mau kerumah Ayu pun nanti, ujung- ujungnya topiknya kesitu”

(R1.W3/b.1091-1102/hal.43-44)

“Kalo misalnya kerumah si Juli itu, keseringan jadinya, ujung-ujungnya pasti tentang seks. Entah kenapa itu..”

(R1.W3/b.1009-1011/hal.42)

“Kalo kemarin sih, pertama kali kami datang kerumah si Juli, ngomongin kayak gitu, oh iya si Metri. Kenapa kalo orang, kenapa ada orang yang kalau dites bisanya dia melahirkan gitu kan. Kandungannya bagus. E..nggak

mandul. Tapi tiba udah nikah, mandul. Nggak ada anak. Jadi mau tiba-tiba kayak gitu. Baru, terkadang aku mau kayak kemarin, kekmana lesbi ini bisa mengaapakan keturunan?... Jadi mau nanti orang itu nerangkan. Jadi mau nanti kekeh-kekehnya ke situ (tertawa)”

(R1.W3/b.1027-1040/hal.42)

Meskipun Tika telah menghabiskan banyak waktu bersama teman- temannya, ia merasa belum bisa terbuka tentang kondisi keluarganya pada teman- temannya. Terkadang, dia mau menceritakan sejumlah kondisi yang terjadi dirumahnya pada Metri. Hal itu terjadi karena Metri juga sering menceritakan kondisi keluarganya padanya. Tapi seringkali ia lebih memilih mendengarkan teman-temannya bercerita daripada dia yang bercerita tentang kondisi keluarganya. Tika juga tidak mau menceritakan pada temannya tentang siapa cowok yang sedang dia sukai saat ini. Tidak ada satupun temannya yang dia beritahu tentang hal tersebut.

“Kalau aku cerita tentang keluarga sama Metri aja. Sama yang lain ngga. Sama si Metri sering kali cerita tentang keluarganya sama aku. Hanya sama aku aja...”

(R1.W3/b.1219-1223/hal.46)

“Aku nggak pala seringnya kak cerita tentang keluargaku, pokoknya kalo misalnya tentang keluarga aku nggak terbuka. Pokoknya orang itu, aku hanya mendengarkan orang itu aja. Kalo aku yang mau menceritakan, nggak pernah”

(R1.W3/b.1228-1233/hal.46)

“Sama kawan nggak pernah. Misalnya aku ada rasa suka sama cowok itu, nggak ada satupun kawan mau itu si Ruth, mau itu si Lena, mau itu si Ayu, mau itu si Metri atau Juli... nggak ada yang tahu”

Kebersamaannya dengan teman-temannya dirasakannya tidak terlalu penting. Sehingga dia selalu bertanya masalah jam pada teman-temannya saat mereka sedang berkumpul karena dia takut terlambat pulang kerumah dan dimarahi ibunya. Tika juga menilai bahwa kelompok mereka adalah satu-satunya kelompok dimana orang-orang didalamnya tetap mengerjakan aktivitasnya masing-masing seperti tidur-tiduran, membaca komik, ataupun membuka

facebook walaupun sedang berkumpul bersama. Saat sedang bergabung dengan teman-temannya, ia sendiri lebih tertarik untuk membaca novel atau komik yang sedang dipegangnya walaupun disebelahnya teman-temannya sedang membicarakan sesuatu.

“Pokoknya, misalnya waktu mau nengok, enaklah orang itu ketawa- ketawa, lucu-lucu, aku selalu gitu.. jam berapa we.. kena marah mamak aku nanti.. selalu gitu..”

(R1.W3/b.1495-1499/hal.52)

“Terkadang mau aku bertanya sama orang itu, hanya kita lah yang membuat kelompok, untuk ngerumpi atau gimana, kalau udah duduk, pasti aneh-aneh aja. Nggak ada yang cakap. Aku pasti, kalau orang itu ngomong itu, aku baca komik atau novel, gitu kan. Terus yang satunya lagi buka fesbuk. Yang satunya lagi tidur-tidur..”

(R1.W3/b.1533-1541/hal.52)

“Aku sering kalau sama orang itu membaca. Mau nanti kan, orang itu ngomong berdua, aku membaca. Nggak pala mendengarkan orang itu kali. Pokoknya aku hanya gabung disitu aja..”

(R1.W3/b.1555-1559/hal.53)

3. Tingkatan emosi (Emotional tone)

Sampai sekarang, Tika masih merasa belum terlalu nyaman bersahabat dengan teman-temannya saat ini karena ada beberapa perilaku mereka yang tidak Tika

sukai. Ia merasa persahabatannya dengan mereka tidak terlalu memberikan arti penting bagi dirinya walaupun teman-temannya, menurut Tika, mengganggap persahabatan mereka dengannya adalah sesuatu yang penting. Kebosanan juga sering ia rasakan ketika topik yang selalu dibahas teman-temannya adalah tentang masalah cowok yang mereka sukai. Meskipun demikian, Tika mengakui bahwa dia kerap merasa kesepian ketika teman-temannya tidak ada di sekolah, karena dia tidak mau bergabung dengan teman-temannya yang lain.

“Kalau aku menganggap kayak gitu. Tapi orang itu menganggap rasanya