ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
IV. A.2.d.1 Riwayat Kekerasan Fisik
Lina sudah merasakan pukulan dan kekerasan fisik lainnya yang dilakukan oleh ayahnya semenjak dirinya duduk di bangku sekolah dasar. Saat dirinya masih anak-anak, Lina mengakui bahwa dia dan saudara-saudaranya dipukul ayahnya setiap hari. Sampai-sampai dia merasa pemukulan tersebut seperti sudah menjadi rutinitas yang mereka alami sehari-hari. Ketika Lina beranjak dewasa, dia merasa ayahnya tidak memukul mereka setiap hari lagi.
“Dari SD kak. Kelas-kelas.. kurang tahu juga kak mulai kelas berapa tapi uda dari kecil lah aku. SD. Sampai kelas 1 SMA”
(R2.W3/b.15-17/hal.105)
“Dulu tiap hari kak. Tiap hari pasti ada, dan semua pasti kenak. Uda mulai kami SMP la uda mulai nggak tiap hari kali. Dulu waktu SD tiap hari juga itu kenak pukulan, kayak sarapan pagi gitu. Tiap pagi kenak”
(R2.W3/b.73-78/hal.106)
Kekerasan yang sering dilakukan ayah ialah memukul dan menumbuk bagian kepala Lina. Ketika ayah menumbuk kepalanya, biasanya bagian yang terkena adalah matanya. Akibatnya, bagian putih mata Lina mulai kemerahan dan kulit disekitar matanya kemudian membiru. Selain menumbuk, ayahnya juga menampar, menjambak, menendang bahkan memukul Lina dengan sapu.
“Ke kepala lah. Itu aja mangsanya terus” (R2.W3/b.99/hal.107)
“Iya. Kalo bagian depan biasanya dapat mata terus. Mata kita ini sasarannya. Sampe merah kadang kena tumbuk”
“Main tangan paling kadang mau nampar kak. Nampar, terus dijambak kita. Kan gitu. Kadang ditendangnya. Pas lagi jalan gitu kan, oop, ditendangnya. Kalo uda gondok kali dia ditendangkannya itu. Kadang mau juga pake sapu”
(R2.W3/b.41-47/hal.105-106)
Suatu hari, ibu Lina dan kakaknya pergi dari rumah tanpa memberitahu ayah mereka. Ibu dan kakaknya pergi karena merasa tidak tahan dengan perlakuan ayah mereka yang suka melakukan kekerasan. Tidak lama kemudian, ayahnya pun menyadari kepergian ibu dan kakak. Dia pun bertanya kepada Lina kemana mereka pergi. Lina yang saat itu sedang mencuci piring menjawab tidak tahu dan tidak terlalu mempedulikan pertanyaan ayahnya. Tiba-tiba Lina merasa punggungnya sakit sekali. Ternyata ayahnya telah menumbuk punggungnya tiga kali. Tidak puas hanya menumbuk, Lina kemudian dijambak dan diseret-seret masuk ke dalam rumah. Akibatnya, Lina sering merasa sesak jika bernafas dan mengalami nyeri di bagian punggung. Dua hari setelah kejadian itu, Lina dibawa ibunya berobat ke kampung karena ia mengaku sesak nafas dan punggungnya biru-biru. Lina merasa kejadian tersebut adalah kekerasan fisik yang paling parah yang pernah dilakukan ayahnya kepadanya.
“Yang waktu ditumbuk punggungku itu kak, yang tiga kali dibelakang, sambil dijambak diseret-seret itu.. Yang waktu SMA ini nya yang kemarin kelas satu. Ditumbuknya tiga kali. Diseret-seretnya. Itulah yang paling apa, paling ngeri”
(R2.W3/b.41-47/hal.105-106)
“Sempat kak, tapi cuma seminggu aja. Kemarin sempat juga sesak-sesak nafas. Kalo malam susah bernafas, sakit kali disini (menunjukkan bagian punggung). Pas uda ditumbuk itu, dua hari nya lagi, langsung ke kampung. Itulah diurut opung... Tapi disana pas diurut, sakit kali lah pas dipegangnya.
Menurut Lina, ayahnya sering marah dan memukul karena ia dan saudara- saudaranya tidak cepat dan sigap mengerjakan perintah ayah mereka. Ketika ayahnya memerintahkan untuk mengerjakan sesuatu, seperti menyapu atau mengambil suatu barang, jika tidak langsung dikerjakan maka ayah akan melempar barang yang sedang dipegangnya atau langsung menendang mereka. Hal itu berlangsung terus menerus sehingga membuat Lina dan saudara- saudaranya harus berlari-lari saat mengerjakannya.
“Gini kak, kalo misalnya apa lagi kalo soal kerjaan rumah kan, kalo dibilang bapak kan, apa begitu diapain langsung kita sapu gitu. Kalo misalnya dipanggilnya kita kan, ntah ngambil apa, ntah ngambil tang, martil, atau apa, ambil dulu ini. Kalo misalnya dipanggilnya, harus sampe disitu juga. Kalo nggak, udalah, siap-siaplah. Lari-lari lah kita terus ngantar-ngantar ntah apa. Lari-lari gitu. Kadang-kadang kayak gitulah kak, terlambat kita kan, dicampakkannya itu ntah apa yang dipegangnya. Kalo nggak datang dia ditendangkannya. Itulah”
(R2.W3/b.81-94/hal.106)
Kalau ayah menghabiskan terlampau banyak waktu di kedai tuak, bermain kartu dan melakukan hal-hal yang lain, Lina dan saudara-saudaranya berani melawan dan tidak melakukan apapun yang disuruh ayahnya. Hal tersebut mereka lakukan karena kesal dengan kebiasaan ayah mereka. Mendapat perlakuan seperti itu, ayah hanya diam dan melakukan sendiri apa yang diperintahkannya. Tidak lama kemudian, ayahnya mengancam akan melakukan sesuatu terhadap mereka sebagai akibat dari perlawanan mereka kepadanya selama ini. Kebiasaan ayahnya itu membuat Lina menilai ayahnya sebagai seorang pendendam yang menyimpan kesalahan orang lain lalu membalasnya dengan kekerasan.
“Dia orangnya pendendam kak. Terkadang kan misalnya kek ginilah disuruhnya lah, bikin lah dulu nasiku katanya. Padahal dia baru dari kede,
Terkadang kami nggak mau bikinnya. Jadi kan dibikinnya sendiri lah nanti. Terus dikumpul-kumpulkannya lah itu apanya itu, bencinya itu. Besoknya lagi kan, ntah disuruhnya, bikinlah teh manisku. Dibikin tapi lama. Lama kali kalian buat. Terakhir mau dia palak, diingat-ingatnya semua yang kita buat itu. Itulah, ngambek dia. Pendendam orangnya kak. Kapan nggak kena. Mau juga dibilangnya gitu, kapan kau nggak kena ya, katanya. Uda lama kuapakan kau, dari dulu kau gitu gitu terus katanya. Pendendam kali orangnya..”
(R2.W3/b.50-68/hal.106)
Kekerasan fisik yang dilakukan ayah setiap hari menimbulkan dampak fisik bagi Lina. Walaupun badannya sering dipukul dan ditendang ayahnya, ia mengaku tidak pernah merasakan sakit di bagian badannya. Saat dirinya duduk di SMP, setiap hari ia merasa kepalanya pusing. Lina merasa pusing ketika melakukan apapun. Tapi saat ini, pusing di kepalanya itu sudah hilang. Menurutnya, pusing muncul karena ayah sering menumbuk di bagian kepala sehingga mengakibatkan efek pusing-pusing.
“Badan nggak pernah ada apa-apa. Biasa-biasa aja. Lumayan kuat juga aku ini, kebal. Hehe. Tapi kalo kepala ini nya kak, mau pening gitu... Malah misalnya kepalanya kan ditumbuknya, sering la denyut-denyut gitu, pening lah”
(R2.W3/b.118-128/hal.107)
“Sekarang uda nggak lah kak. Dulu pas kelas 1 SMP, tiada hari tanpa pening lah tiap hari. Kalo pun lagi ketawa-ketawa pening”
(R2.W3/b.130-133/hal.107)
Selain mengalami dampak fisik, Lina juga mengalami dampak psikologis akibat kekerasan yang dia alami. Ia merasa takut jika menyaksikan perkelahian adu jotos secara langsung. Saat menyaksikan perkelahian, ia merasa badannya lemas dan mengeluarkan keringat dingin. Selain itu, mukanya pun menjadi pucat,
jantungnya berdebar kencang, dan ia merasa tidak sanggup melakukan apapun. Lina merasa kejadian-kejadian pemukulan yang dilakukan ayahnya terulang kembali. Ketika melihat orang lain berkelahi, ia merasa sedang melihat ayahnya memukuli dirinya, ibu atau kakaknya. Ketakutan tersebut dia alami sampai sekarang.
“Iya sampai sekarang. Mau kadang pucat tiba-tiba, lemas lah kalo uda lihat laki-laki sama laki-laki dipukuli gitu apa saling mukul orang itu, nggak kuat mata ku liatnya..”
(R2.W3/b.169-177/hal.108)
“Itulah yang paling apa. Kayaknya apa, kalo kulihat lah kayak gitu orang kan kak, main tumbuk-tumbukan, apa.. kayaknya teringat gitu lah. Merasa kita waktu dipukul gitu. Ngeri lah kalo uda lihat orang kayak gitu. Nggak tahan aku kak..”
(R2.W3/b.195-203/hal.108-109)
“Lagian dulu kan, kalo misalnya kakak dipukul, mamak dipukul, didepan kita kak. Apalagi bapak numbuk-numbukin gitu kak. Terus iya memang aku lemas kali kak, lemas kali. Pokoknya nggak tahu lagi lah mau kek mana. Jantungku pun duk..duk..duk..gitu. Nggak ada lagi lah tenaga, mau cakap pun nggak ada lagi tenaga...”
(R2.W3/b.207-216/hal.108)
IV.A.2.d.2. Identitas diri pada domain pilihan pendidikan/karir (vocational) IV.A.2.d.2.a. Eksplorasi
Kriteria yang menunjukkan ada atau tidaknya eksplorasi yang dilakukan Lina dalam menentukan identitas diri pada domain pilihan pendidikan/karir dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Pengetahuan (Knowledgeability)
Ketika Lina akan menentukan sekolah yang akan dia pilih setelah tamat SMP, ia punya keinginan untuk belajar di sekolah tinggi kejuruan jurusan pariwisata atau musik. Selain karena tertarik dengan bidang pariwisata dan musik, ia mengaku ingin bersekolah di SMK 11 atau SMK 1 karena kualitas guru di sekolah itu juga baik. Tapi akhirnya dia masuk ke sekolah kejuruan jurusan akutansi karena dilarang ibunya masuk SMK pilihannya.
Pengennya ke SMK 11 atau SMK 1.... Nggak. Kalau di SMK 1 kan ada jurusan pariwisata, kalau di SMK 11 ada jurusan musiknya.
(R2.W1/b.19-25/hal.84)
Bagus sekolahnya kak. Tertarik lagi sama pelajarannya. Menurut orang- orang yang disitu bagus katanya. Gurunya pun bagus ngajar.
(R2.W2/b.123-126/hal.94)
Untuk pilihan pendidikan setelah lulus dari SMK, Lina memiliki dua alternatif pilihan. Ia punya ketertarikan untuk melanjutkan pendidikan di bidang musik atau hukum. Ketertarikannya di bidang musik muncul saat dia menghadiri kebaktian di sekolah dan melihat teman-temannya mampu memainkan sejumlah alat musik. Kejadian tersebut mendorongnya untuk belajar memainkan alat musik dengan serius. Lina mengakui banyak diajari dan terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan musik ketika dia duduk di bangku SMP, sehingga keinginannya untuk mencari tahu lagi tentang musik pun semakin besar.
“Itu mulainya kemarin dari sekolah kak. Sekolah kan, apa, kalo tiap hari sabtu kebaktian. Jadi kan ada yang main-main gitar, main ini, main itu, gitu. Jadi kan diliat-liat, diapain, enak juga ya main musik. Jadi tertarik. Dipelajar-pelajarinlah...”
“Semenjak SMP lah kak, kelas-kelas satu. Semester dua. Karna kami dulu waktu di SMP, terlalu diperdalam lah kak main-main alat musik. Jadi pengen juga lebih tahu lagi”
(R2.W1/b.291-295/hal.89)
Selain bidang musik, ia juga punya keinginan untuk melanjutkan pendidikan di bidang hukum. Ketertarikannya pada bidang ini muncul sejak dia harus sering datang ke polisi dan pengadilan karena melaporkan ayahnya atas kekerasan yang dia lakukan. Lina ingin masuk ke bidang hukum agar dapat membantu anak-anak lain yang juga mengalami kekerasan seperti dirinya. Ia juga mengaku tertarik dengan pelajaran mengenai hukum dan terkesan dengan ketegasan gurunya yang berasal dari jurusan hukum tersebut.
“Sejak yang kasus bapak itu lah kak. Mulai sering-sering ke kantor polisi dan pengadilan”
(R2.W1/b.79-81/hal.85)
“Kemarin sempat terpikir ke hukum sebenarnya karna yang kemarin itu kak. Yang kayak-kayak LSM gitu kak. Kayak-kaya gitu. Siapa tahu kan ada lagi yang kayak aku. Ga bagus masa kecilnya, bisa agak dibantu..”
(R2.W1/b.61-66/hal.85)
“Aku lihatnya dari apa kak. Dari guru-guru yang jurusan-jurusan hukum gitu. Kayaknya bawaannya semuanya tegas...Tertarik juga sama pelajaran yang mengenai hukum”
(R2.W2/b.391-396/hal.99-100)
Tapi Lina merasa jurusan yang saat ini ia jalani sangat tidak berkaitan dengan jurusan pendidikan yang akan dia ambil kedepannya sehingga ia merasa kurang yakin akan melanjutkan pendidikan di bidang musik ataupun hukum. Ia juga mempertimbangkan masalah biaya jika ia akan melanjutkan pendidikan karena ia
mengakui keuangan keluarga mereka saat ini sedang sulit sejak mereka melaporkan ayah mereka ke kantor polisi.
“Udah kak. Rencananya mau ngambil sekolah musik. Tapi aku jadi bingung juga sih. Aku juga mau ngambil jurusan hukum. Nanti uda keluar jalur kali kan kan, uda dari SMK, akuntansi, tiba-tiba jadi apa. Gitulah kak..”
(R2.W1/b.28-33 /hal.84)
“Iya kalo kuliah ini kan kak harus ada biaya, apalagi kan sejak bermasalah sama Bapak itu, ya susahlah kak”
(R2.W1/b.268-270/hal.89)
2. Aktivitas untuk mengumpulkan informasi (Activity directed toward the gathering of information)
Ketika mempertimbangkan keinginannya untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah kejuruan, Lina mencari informasi dari teman-temannya yang sudah lulus dari sekolah tersebut. Ia bertanya tentang cara masuk ke sekolah itu, berapa besar biaya yang dibutuhkan, dan bagaimana suasana sekolah itu. Aktivitasnya untuk mencari tahu lebih banyak terhenti karena ibunya tidak setuju dengan sekolah pilihannya dan memaksanya untuk masuk ke sekolah kejuruan jurusan akuntansi.
“Ada kak. Tapi karena udah duluan diatur mamak ya dilepas lah itu... Padahal sebenarnya uda kubilang aku mau masuk ke SMK jurusan musik atau pariwisata itu. Uda kutanya sama yang lulusan dari sekolah itu gimana sekolah disitu. Mana tau kan nanti bisa dilanjutkan. Tapi katanya nggak, yaudahlah. Nggak mau cari-cari yang lain. Nggak kutanya-tanya lagi lebih dalam. Sempat juga kutanya-tanya kak. Kalo masuk situ gimana, berapa biayanya”
(R2.W2/b.207-216/hal.108)
“Mulai dari kelas tiga lah kak kucari-cari tahu. Nggak ada kak dari mana- mana. Cuma nanya-nanya aja”
Saat ini ia sedang mencari tahu dimana dia bisa melanjutkan pendidikan formal di bidang musik. Ia mencari tahu dari teman-temannya yang juga sedang belajar memainkan alat musik seperti dirinya. Selain itu, ia juga bertanya pada teman-temannya yang sedang menekuni jurusan musik di salah satu perguruan tinggi negeri di Medan. Ia bertanya tentang bagaimana cara masuk ke sana, tes apa saja yang harus dilalui, sampai tentang hal-hal apa saja yang dipelajari dan kualitas guru saat mengajarkan alat musik. Saat ini Lina juga terus mengasah kemampuannya dalam memainkan alat musik dengan ikut les.
“Aku punya kawan bang Pian namanya kak, dia juga les, gurunya ini juga dimana ya, pokoknya ada di sekolah musik gitu. Maunya dia yang formal gitu kak...”
(R2.W2/b.207-216/hal.108)
“Nanya-nanya lah sama teman lah kak... Sebelum dia, waktu dia mencoba gitu kan kak kutanya, kekmana kak kalau misalnya mau masuk ke situ. Ada ujiannya terus di tes kita, katanya gitu. Di tes alat musik. Kutanya-tanya sama anak UNIMED itu lah kak, apa yang dipelajari, kalo misalnya kek gini, bagus ngga ngajar organ ya. Gitu-gitu aja yang kutanya kak. Nggak ada yang sampe segitunya”
(R2.W2/b.207-216/hal.108)
“Ada. Dari guru les kak. Kutanya lebih ke gimana bisa bagus main musiknya. Gimana supaya nggak kaku tangan ini. Pokoknya, supaya jadi mudah kali lah sama kita itu kak”
(R2.W2/b.207-216/hal.108)
Untuk ketertarikannya di bidang hukum, Lina mencari informasi dari guru Kewarganegaraannya. Dia bertanya tentang keterkaitan antara jurusan akuntasi yang sedang ditekuninya sekarang dengan bidang hukum. Gurunya kemudian menjelaskan bahwa jurusan yang dijalaninya sekarang sangat jauh berhubungan dengan bidang hukum yang diminatinya. Gurunya juga menyatakan masih sedikit
pelajaran tentang hukum yang Lina dapatkan di sekolah karena di SMA pelajaran Kewarganegaraannya dibandingkan di SMK. Penjelasan gurunya itu membuat Lina semakin tidak yakin dengan keinginannya untuk melanjutkan pendidikan di bidang hukum.
“Aku tanya langsung sama guru PKN (Pendidikan Kewarganegaraan) kami. Tanya-tanya, pak kalo misalnya kita ngambil jurusan hukum gitu, kalo misalnya aku pak, kalo misalnya dari SMK masuk ke jurusan hukum, kekmana pak? Kutanya sama bapak itu. Udah salah lah nak kata bapak itu. Uda jauh kau... Kalo misalnya di SMA, pelajaran PKN ini lebih dalam daripada di SMK. Beda lho katanya. Jadi kalo misalnya apa, nanti jadi rumit kau ngapainya. Yah aku sih nggak terlalu apa kali. Itulah. Mendengar penjelasan bapak itu.
(R2.W2/b.400-419/hal.100)
3. Mempertimbangkan alternatif identitas lain yang potensial (Evidence of considering alternative potential identity elements)
Dalam menentukan pilihan pendidikan yang akan ditekuninya setelah lulus SMK, Lina memiliki dua alternatif bidang yaitu bidang musik dan bidang hukum. Namun ia kurang yakin bisa melanjutkan ke bidang hukum karena jurusannya di SMK sangat tidak berkaitan dengan pendidikan di bidang hukum. Dia mengakui tidak memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan di bidang akuntansi yang sedang ditekuninya saat ini. Selain memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan setelah lulus SMK, Lina juga berniat bekerja dahulu sebelum melanjutkan ke perguruan tinggi. Dia ingin mencari pengalaman dan mengumpulkan uang untuk biaya kuliahnya nanti.
“Ada sih kak. Itulah pengen juga ke hukum itu. Pengen juga kesitu, tapi nggak terlalu apa kali kak. Soalnya dari awalnya kan uda lari. Uda lari jurusannya..”
“Iya, main musik lah kak. Akuntansi ini udalah nggak terlalu apa kali. nggak terlalu ingin mendalami. Hanya sekedar aja..”
(R2.W2/b.452-455/hal.101)
“Aku pengennya lebih ke kuliah sih kak. Kalo kerja pengen juga sih. Itu kalo mau kuliah nggak ada biaya lah makanya kerja. itu pun kalau bisa” (R2.W2/b.562-565/hal.103)
“Ada juga terpikir kalo misalnya kerja dulu baru kuliah. Setidaknya ada pengalaman. Tapi belum lah kak..”
(R2.W1/b.273-275/hal.89) 4. Tingkatan emosi (Emotional tone)
Ibu Lina tidak setuju dengan pilihan SMK yang diminatinya. Ibunya justru memilihkan alternatif pendidikan yang akan dijalaninya yaitu jurusan akuntansi. Melihat hal itu, ia pun merasa sedih dan kecewa karena menurutnya SMK jurusan pariwisata atau musik itu yang dia sukai tapi ternyata ibu tidak mendukungnya. Karena Lina cukup bersikeras untuk masuk ke SMK pilihannya, ibunya sampai mengancam tidak akan membiayai sekolahnya jika ia tetap memaksa masuk ke SMK tersebut. Ia pun semakin sedih dan merasa minat dan impiannya tidak akan tersalur karena larangan ibunya tersebut. Akhirnya ia pun merasa tidak tertarik untuk melanjutkan pendidikan di SMK.
“Sedih lah kak. Kecewa. Padahal itu yang pas di hati tapi dihalang-halangi. Bukannya diapakan, bukannya di apa.. di dukung. Malah diapai. Jadi kurasa, tertahan lah semua apa yang mau disalurkan”
(R2.W1/b.114-119/hal.86)
“Kalo kau pergi nggak kubayar uang sekolahmu. Pergi lah kau kesitu pergi, ntah siapa nanti yang bayar uang sekolahmu. Gitu kata mamak. Sedih kali lah aku...”
(R2.W2/b.76-80/hal.93)
“Kemarin aku udah males kali lah kak, kayaknya udah nggak mau sekolah lagi gitu. Ah udalah, biarlah situ. Jadi gitu..” (R2.W2/b.103-106 /hal.94)
Ketertarikannya di bidang musik semakin besar ketika Lina merasa bisa menumpahkan semua emosi yang dia rasakan saat bermain musik. Saat dia mengalami sesuatu, dia lebih memilih untuk bermain musik daripada bercerita dengan orang lain.
“Karena kalo misalnya lagi kenapa-kenapa sama ku kan kak, bukan orang kucari. Tapi aku main-main aja. Lebih ke apa yang, kekmana kubilang ya.. melampiaskan semuanya gitu ke musik. Karena aku juga nggak begitu suka cerita-cerita sama orang...”
(R2.W1/b.35-43/hal.84)
Setelah menjalani pendidikan di SMK jurusan akuntansi, ia pun merasa semakin bingung akan melanjutkan pendidikan kemana. Ia merasa ilmu yang didapatkannya di sekolah sekarang tidak sesuai dengan alternatif jurusan yang ingin dia tekuni nantinya. Setiap informasi yang sudah didapatkannya dan keinginan yang dimilikinya masih membentuk bayangan samar-samar tentang pendidikannya di masa depan.
“Bingung lah kak. Masih bingung. Masih samar-samar lah kak. Aku nggak ada rencana mau melanjutkan yang sekolah akuntasi ini”
(R2.W1/b.234-237/hal.88)
“Gimana ya kak. Aku jadi bingung kak. Misalnya nanti tamat dari sini kan susah mau melanjut kemana-mana nggak tahu, kemana-mana pun susah. Karena dari awal seharusnya uda ada yang diperdalam. Yang lain-lain pun seharusnya dari awal, diperdalam. Jadi nggak tahulah kak kedepannya nanti mau melanjut apa. Jadi bingung”
(R2.W1/b.136-144/hal.86)
5. Keinginan untuk membuat keputusan secara dini (A desire to make an early decision)
Lina kurang tertarik dengan ilmu akuntansi yang sedang ia tekuni saat ini sehingga dia memutuskan tidak akan mendalami atau melanjutkan pendidikan di
bidang tersebut. Sedangkan dalam bidang hukum, setelah mendengarkan penjelasan dari gurunya bahwa pendidikannya saat ini tidak memungkinkan baginya untuk melanjut ke bidang hukum, ia pun merasa keinginannya itu hanya impian dan angan-angan belaka. Ia sampai sekarang memiliki keinginan yang besar untuk serius menekuni bidang musik dengan harapan di masa depan dia bisa semakin mendalami dan menguasai banyak alat musik. Dia juga ingin mengembangkan kemampuan bermain musik yang saat ini sedang diasahnya dengan mengikuti les-les di luar jam sekolah.
“Itu lah kak. Nggak terlalu tertarik. Nggak ingin mendalami kali sampai sedalam-dalamnya..”
(R2.W2/b.375-377/hal.99)
“Nggak ada. Ya setelah mendengar itu, nggak ada lagi lah kak. Ya paling hanya impian ajalah. Nggak terlalu diapai kali. Hanya angan-angan sebentar..”
(R2.W2/b.422-425/hal.100)
“Masih tetap pengen sekolah musik itu sih kak. Tapi..” (R2.W1/b.231-232/hal.88)
“Kayaknya harus kukembangkan lah ini supaya lebih lebih dapat lah gitu. Lebih menguasai lagi. Atau kekmana-mana gitu kan kak. Bisa main ini, main itu. Jadi apalah, pengen mendalaminya lagi, gitu..”
(R2.W2/b.302-307/hal.98)
IV.A.2.d.2.b. Komitmen
Kriteria yang menunjukkan ada atau tidaknya komitmen yang Lina miliki dalam menentukan identitas diri pada domain pilihan pendidikan/karir dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Pengetahuan (Knowledgeability)
Awalnya Lina tertarik untuk melanjutkan pendidikan ke SMK jurusan pariwisata dan musik. Tapi karena ibunya melarang, akhirnya ia pun memutuskan