• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ajaran Buddha dan Iptek

Dalam dokumen Materi Ag. Buddha Utk PT (Halaman 67-70)

BAB IV IPTEK DAN SENI

4. Ajaran Buddha dan Iptek

Banyak orang beranggapan bahwa agama Buddha sudah kuno dan sudah tidak cocok dengan zaman yang serba modren ini, sementara yang lain berpendapat bahwa yang Buddha ajarkan tidak lebih dari sekedar filosofi yang tidak ada relevansinya dengan kemajuan Iptek dan seni, Padahal agama Buddha dengan berbagai mazbahnya telah menyebar lebih dari 2,5 abab dan sampai hari ini belum ada satupun ajaran Buddha yang bertentangan dengan iptek.

Sementara banyak teori ilmu pengetahuan telah direvisi, tapi Dharma tetap bertahan dan terbukti telah mencerahkan banyak orang dan banyak generasi.

Berikut ini adalah ajaran Buddha yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan:

4.1. Kosmologi.

Tentang teori “Pulsating” dari alam semesta yakni bahwa alam semesta merupakan serangkaian pengembangan, penciutan, pengerutan dan penghancuran berupa ledakan besar (Big Bang) sang Buddha bersabda:

“Ketika pikiranku yang terkonsentrasi....pada kelahiran-kelahiran, satu, dua..ratusan, ribuan, banyak kalpa dari penyusutan dunia, banyak kalpa pengembangan dan penyusustan dunia” (Bhayaberava sutta, Majjhima Nikaya).

Tentang banyaknya galaksi dan dunia lain dapat dilihat dalam Ananda Sutta (Lihat Pancaniyama I: 9 ).

4.2. Fisika Modren.

Mengenai kesetaraan massa dan energi E = MCdari Albert Einstein Buddha bersabda,” Wujud tidak berbeda dari kekosongan dan kekosongan tidak berbeda dari wujud. Wujud adalah kekosongan dan kekosongan adalah wujud” (Prajnaparamita-hrdaya sutra).

Tentang kekekalan massa dan energi dalam fisika yang mengatakan bahwa massa dan energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, Buddha bersabda,” Segala sesuatu tidak dilahirkan/diciptakan, segala sesuatu tidak dapat dimusnahkan.” (Avatamsaka Sutra).

4.3. Matematika.

Dalam bidang matematika dalam agama Buddha terdapat konsep mengenai ketakterhinggaan, angka nol dan persamaan pangkat.

Tentang persamaan pangkat, dalam Avatamasaica sutra bab 30, yang berjudul” Tak dapat dihitung” Buddha bersabda“Sepuluh pangkat sepuluh dikalikan sepuluh pangkat sepuluh sama dengan sepuluh pangkat duapuluh;…”

Tentang ketakterhinggaan, dalam Vajracchedika Prajnaparamita Sutra,” Subhuti, apakah ruang angkasa di sebelah selatan, barat, utara atau ruang di antara di atas dan di bawah dapat diukur? ….”

Tentang bilangan nol, sang Buddha mengajarkan,” Tidak ada apa-apa (ah-nate-sa).” Pernyataan ini digambarkan oleh Buddha dengan jari telunjuk dan jempol yang membuat sebuah lingkaran.

4.4. Geologi.

Bumi adalah suatu planet yang dinamis dimana tenaga-tenaga yang tersimpan di dalamnya selalu aktif. Tentang ini Sang Buddha bersabda dalam Buddhavacana Maitreya Bodhisatva Sutra,” O, Arya Sariputra! Pada saat Buddha di masa mendatang dilahirkan di dunia Jambudvipa, situasi dan kondisi dunia Jambudvipa ini jauh lebih baik daripada sekarang! Air laut agak susut dan daratan bertambah. Diameter permukaan laut dari ke empat lautan masing-masing akan menyusut kira-kira tiga ribu yojana…”

Tentang awal kehidupan dimuka bumi Sang Buddha bersabda,” Pada waktu itu semua merupakan suatu dunia yang terdiri dari air, gelap gulita. Tidak ada matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi yang kelihatan, siang maupun malam belum ada, bulan maupun pertengahan bulan belum ada, tahun-tahun maupun musim-musim belum ada, laki-laki maupun wanita belum ada. Makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai makhluk-makhluk saja…”Aganna Sutta.

4.5. Psikologi

Tentang peranan pikiran Sang Buddha bersabda,” Pikiran seperti seorang artis, yang melukis seluruh dunia…. Bila seseorang mengetahui cara kerja pikiran, sebagaimana ia secara universal menciptakan dunia , orang ini melihat Buddha, dan memahami sifat-sifat dasar Buddha yang sejati dan actual.” Avatamsaka sutra 20

4.6. Pendidikan

Tentang pentingnya belajar, Buddha bersabda,” Orang yang hanya belajar sedikit akan menjadi tua seperti sapi jantan. Dagingnya bertambah, tetapi kebijaksanaannya tak berkembang” (Dhammapada 152).” Rumput-rumput lalang merupakan bencana bagi sawah ladang. Kebodohan merupakan bencana bagi setiap orang” (Dhammapada 358)

”Orang yang hanya belajar sedikit akan menjadi tua seperti sapi jantan. Dagingnya bertambah, tapi kebijaksanaannya tidak berkembang” (Dhp 135).

Ilmu pengetahuan yang benar sebagaimana ajaran agama, dikembangkan berdasarkan manfaat atau tujuan yang baik. Kemanfaatan tentu juga dipertimbangkan

untuk menyeleksi materi pendidikan.”Sepatah kata yang bermanfaat, yang membuat seseorang menjadi tenang setelah mendengarnya, adalah lebih baik daripada seribu kata yang tak bermanfaat”(Dhp 100).

5.Seni dalam agama Buddha.

Dalam tradisi Zen, seni tidak hanya terbatas pada puisi, musik, lukis, patung, tembikar, arsitektur, tetapi juga minum teh, berkebun, merangkai bunga, hingga bermain pedang atau panah, pengobatan, manajemen dan kepemimpinan.

5.1. Seni Sastra.

Dalam menyampaikan ajarannya Buddha juga bersyair. Gatha adalah ajaran yang diucapkan dalam bentuk syair dan geya adalah kotbah dengan gaya bahasa prosa yang diikuti sajak sebagai pengulangan dan ringkasan.

Para pujangga menulis tentang apa yang diajarkan dan yang bersemangatkan ajaran Buddha dengan gayanya sendiri secara kreatif. Karya-karya sastra itu sering dipandang sebagai tafsir ajaran menurut latar belakang budaya penulisnya. Buddhacarita misalnya, adalah syair berupa epos yang ditulis oleh Asvaghosha mengenai riwayat hidup Buddha. Di Jawa ditemukan sejumlah karya sastra dalam bahasa kawi seperti Sanghyang Kamahayanikan, Sanghyang Kamahayanan Mantrayana, Kunjara Karnna dan Sutasoma. Di Cina dan jepang tradisi Zen mengembangkan syair-syair yang menunjukan tingkat pencerahan yang telah dicapai.

5.2. Seni Suara dan Gerak.

Dalam agama Buddha, musik, tari dan pertunjukan kurang mendapat perhatian, karena dalam dasa sila dianjurkan untuk menghindarinya. Latihan sila ini mencontoh kelakuan para arahat. Contohnya Nataputtaka meninggalkan pekerjaannya sebagai penyanyi dan penari setelah bergabung dalam Sangha.

Pada prinsipnya agama Buddha mengakui tarian dan nyanyian dapat menghibur orang awam. Dalam sejarah Buddha tidak hanya mara yang mengambil wujud penyanyi dan penari. Menjelang parinirvana, suara musik surgawi terdengar dari angkasa memuliakan Buddha Sakyamuni. Orang-orang pun menghormati jenasah Bhagava dengan persembahan tari, lagu pujian dan musik ( Digha nikaya II, 138 & 159).

Konon Buddha Gotama saat masih sebagai Bodhisatva meninggalkan cara bertapa yang ekstrem setelah mendengar lirik lagu mengenai bagaimana baiknya menyetel senar kecapi. Buddha juga memberi petunjuk kepada seorang petapa untuk belajar dengan menghindari cara yang ekstrem seperti menyetel senar alat musik itu (sutra 42 Bagian). Lewat kesenian kita bisa membangkitkan semangat dan motivasi untuk berjuang mencapai kehidupan yang lebih baik, termasuk mengumandangkan sabda Buddha. Seni atau suatu karya yang memiliki unsur keindshan memang seharusnya mampu menggerakan hati seseorang sehingga menjadi senang dan mungkin membebaskannya dari niat yang buruk. Maka bagi sebahagian orang, menyanyi dan musik yang mengiringinya dapat diterima sebagai bagian dari upacara yang khusyuk, baik memuliakan Buddha atau melembutkan hati jemaah. Bagaimanapun kesenian harus dipahami maknanya dengan mengenali latar belakang sosialnya. Kesenian adalah sarana untuk menyampaikan nilai-nilai yang ideal yang terkait dengan zamannya.

Karya seni berupa patung, lukisan, kerajinan dan arsitektur terutama terkait denga sarana peribatan yang kasya dengan simbol-simbol keagamaan. Lukisan dan relif di Vihara atau candi mengungkapkan riwajat hidup Buddha dan Bodhisatva. Ajanta di India terkenal dengan gua-gua artistik, karya tahun 200-700. Terdapat 29 gua sepanjang lebih dari 5,6 km, dengan lukisan dinding mengenai hidup Buddha Gotama, termasuk yang bersumber dari Jataka. 4 gua dinamakan Cetya dan memiliki stupa-stupa. Karya seni tersebut dapat menunjukkan gambaran detail kehidupan di India awal Masehi.

Di Cina karya seni Buddhis ditemukan di Tun Huang, sebelah barat laut propinsi Kansu. Ribuan gua di ujung timur Jalan sutra itu menyimpan lukisan-lukisan dinding, kitab suci dan patung Buddha dari abab ke-4 hingga ke 14. Di Lung Men dekat Lo-yang juga terdapat gus-gua yang dipahat menajdi tempat suci, kebanyakan patung Buddha di situ hasil karya tahun 675.

Dalam dokumen Materi Ag. Buddha Utk PT (Halaman 67-70)