• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan Agama Buddha terhadap kemajuan Iptek dan Seni

Dalam dokumen Materi Ag. Buddha Utk PT (Halaman 70-75)

BAB IV IPTEK DAN SENI

6. Pandangan Agama Buddha terhadap kemajuan Iptek dan Seni

Kemajuan Iptek dan seni memang memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia, tapi jika kemajuan Iptek dan seni tidak dikendalikan dapat menjadi bumerang bagi manusia. Iptek dan seni pada hakekatnya tidak baik atau jahat, ia dapat menjadi bajik atau batil sepenuhnya tergantung pada hati manusia.

6.1. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan dan teknologi.

Kita sering mendengar tentang kemampuan ilmu pengetahuan, tapi sangat sedikit tentang keterbatasannya. Ilmu pengetahuan terbatas pada data yang diterima melaluiorgan-organ indera. Ilmu pengetahuan tidak mengenali kenyataan yang melampaui data indera. Kebenaran ilmiah dibangun berdasarkan pengamatan logika dari data indera yang terus menerus berubah. Karena itu kebenaran ilmiah adalah kebenaran relatif yang tidak bertahan sepanjang sepanjang waktu. Suatu teori akan dibuang jika ditemukan teori pengganti yang lebih baik.

Ilmu pengetahuan berusaha untuk memahami dunia luar dan nyaris tidak menyentuh dunia di dalam manusia. Bahkan ilmu psikologi belum benar-benar mengerti penyebab dasar kegelisahan mental manusia. Sewaktu seorang frustasi dan benci dengan kehidupan, dan dirinya dipenuhi gangguan dan kegelisahan, ilmu pengetahuan masa kini sangat tidak dilengkapi dengan alat untuk menolongnya. Ilmu-ilmu sosial yang melayani lingkungan manusia mungkin dapat membawa kebahagiaan dalam tingkat tertentu. Tetapi tidak seperti binatang, manusia membutuhkan lebih dari kenyamanan fisik semata dan membutuhkan pertolongan untuk menghadapi rasa frustasi dan kesengsaraannya yang timbul dari pengalamannya sehari-hari.

Pada saat ini sangat banyak orang terserang wabah ketakutan, ketidaktentraman, dan ketidakamanan. Ilmu pengetahuan gagal untuk menolongnya. Ilmu pengetahuan tidak dapat mengajarkan orang untuk mengendalikan pikirannya saat ia dikuasai oleh sifat binatang yang terbakar didalamnya.

Dapatkah ilmu pengetahuan membuat manusia menjadi lebih baik? Jika dapat, mengapa kejahatan dan praktik-praktik amoral memenuhi negara yang pengetahuannya sangat maju? Bukankah adil untuk mengatakan bahwa meskipun semua kemajuan ilmiah tercapai dan membawa manfaat bagi manusia, ilmu pengetahuan tidak menyentuh bagian dalam manusia: ilmu pengetahuan telah mempertinggi rasa ketergantungan dan ketidakcukupan manusia? Sebagai tambahan atas kegagalannya dalam menumbuhkan

rasa aman pada umat manusia, ilmu pengetahuan bahkan telah membuat orang merasa lebih tidak aman dengan ancaman perusakan dunia secara besar-besaran.

Ilmu pengetahuan tidak dapat menyediakan tujuan hidup yang penuh arti. Ilmu pengetahuan tidak dapat menyediakan alasan yang jelas bagi manusia untuk hidup. Kenyataannya, ilmu pengetahuan bersifat sekuler (duniawi) sepenuhnya dan tidak mempedulikan tujuan spiritual manusia. Materialisme yang menjadi sifat pemikiran ilmiah menyangkal tujuan psikis yang lebih tinggi dari kepuasan meterial. Dengan berteori secara selektif dan kebenaran relatifnya, ilmu pengetahuan mengabaikan beberapa hal terpenting dan meninggalkan banyak pertanyaan tak terjawab. Sebagai contoh, jika ditanya mengapa ada ketidaksetaraan besar di antara manusia, tidak ada penjelasan ilmiah yang dapat diberikan untuk pertanyaan semacam itu yang berada di luar batas-batasnya yang sempit.

6.2. Melampaui Ilmu Pengetahuan

Buddhisme melampaui ilmu pengetahuan modern dalam penerimaannya akan bidang pengetahuan yang lebih luas daripada yang diperbolehkan oleh pikiran ilmiah. Buddhisme mengakui pengetahuan yang muncul dari organ-organ indera serta pengalaman pribadi yang diperoleh melalui pengembangan mental. Dengan melatih dan mengembangkan mental dengan konsentrasi tinggi, pengalaman religius dapat dimengerti dan dibuktikan. Pengalaman religius bukanlah sesuatu yang dapat dipahami dengan percobaan dalam tabung reaksi atau diamati di bawah mikroskop.

Kebenaran yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan bersifat relatif dan merupakan subjek perubahan, sedangkan kebenaran yang ditemukan oleh Sang Budddha bersifat final dan absolut: Kebenaran Dharma tidak berubah dengan waktu dan tempat. Lebih jauh lagi, berbeda dengan teori selektif ilmu pengetahuan, Sang Buddha mendorong orang bijak untuk tidak melekat pada teori-teori, baik ilmiah ataupun bukan. Daripada berteori, Sang Buddha menunjukkan jalan dalam diri kita sendiri, sifat kehidupan dengan menjalani kehidupan yang benar, dengan menenangkan indera, dan dengan membuang nafsu. Dan tujuan hidup sejati dapat ditemukan.

Praktik adalah penting dalam Buddhisme. Seseorang yang banyak belajar tapi tidak mempraktikkan adalah seperti orang yang dapat menceritakan resep-resep dari buku masakan yang tebal tanpa pernah mencoba untuk membuat satu masakan pun. Rasa laparnya tidak dapat dipuaskan oleh pengetahuan dari buku saja. Praktik adalah prasyarat yang penting dari pencerahan sehingga pada beberapa sekolah Buddhisme, seperti Zen, praktik bahkan ditempatkan di depan pengetahuan.

Metode ilmiah mengarah ke luar, dan ilmuwan modern mengeksploitasi alam dan unsur-unsurnya demi kenyamanan diri mereka sendiri, sering mengabaikan perlunya penyelarasan lingkungan sehingga membuat polusi dunia. Sebaliknya, Buddhisme mengarah ke dalam dan memperhatikan perkembangan batiniah manusia. Pada tingkat yang lebih rendah, Buddisme mengajarkan orang bagaimana menyesuaikan dan mengatasi kejadian dan situasi kehidupan sehari-hari. Pada tingkat yang lebih tinggi, Buddhisme mewakili usaha keras manusia untuk tumbuh melampaui dirinya sendiri melalui praktik pembudayaan mental atau perkembangan pikiran.

Buddhisme memiliki system pembudayaan mental yang lengkap, berkaitan dengan mendapatkan wawasan ke dalam akan sifat segala sesuatu yang menuju kepada penyadaran diri yang lengkap akan Kebenaran Akhir-Nirvana. Sistem ini praktis dan ilmiah, melibatkan pengamatan keadaan emosi dan mental yang tak memihak. Lebih

menyerupai seorang ilmuwan daripada seorang hakim, seorang meditator mengamati dunia batiniah dengan perhatian penuh dan objektivitas.

6.3. Sudut Pandang Moralitas

Iptek dipandang tidak mampu membuat manusia menjadi lebih baik tasu bermoral. Kaitannya dengan egoisme dan keserakahan, potensial merendahkan martabat manusia bahkan menghancurkan. Misalnya, produk berupa peluru, bom gas beracun dan senjata biologi justru sengaja dirancang untuk membunuh.

Menurut Buddha, pengetahuan bagi sidungu membawa kesengsaraan, menghancurkan kebaikannya, dan membelah kepalanya sendiri (Dhp. 72). Kehancuran atau kesengsaraan terjadi karena orang yang dungu membiarkan sifat serakah dan perasaan benci melekat pada dirinya. Orang disebut dungu bukan hanya karena tidak berpengetahuan, tetapi juga karena memiliki pandangan yang keliru, tidak bijaksana, lengah dan tidak waspada. Suatu kelalaian bisa menimbulkan malapetaka.

Agenda perkembangan iptek telah menjadi agenda agama pula, khususnya menyangkut etika dasn moral. Sebagai contoh rekayasa bioteknologi, menjadi persoalan bagaimana umat beragama dapat mencegah ekses dari eksperimewn yang potensial merusak manusia dan lingkungan. Bayi tabung, kelihatannya tidak salah untuk menolong manusia mendapatkan keturunan yang secara alami tidak bisa terjadi. Namun perkembangan teknik in-vitro sekarang ini telah demikian jauh, sehingga timbul masaaaaaaaaaaalah misalnya sewa rahim, donor sperma atau ovum, embrio beku hingga produksi suku cadang jaringan organ. Hubungan orang tua dan anak yang alami atau tertib hukum yang sudah dikenal selama ini menjadi kacau. Dalam praktiknya, proses bayi selalu diikuti seleksi dari sejumlah embrio, yang kurang baik meski sudah jadi janin akan dibuang, artinya dibunuh. Cadangan embrio beku yang disimpan lama dan pasangan pemiliknya sudah bercerai atau ada yang sudah meninggal dunia akhirnya juga dimusnahkan.

Rekayasa genetik pada tumbuh-tumbuhan dan binatang dengan tujuan permuliaan atau mendapatkan spesies unggul telah berkembang cepat. Yang masih menjadi perdebatan, kekhawateran pada dampaknya; antara lain, bisa jadi keseragaman akan menimbulkan risiko yang mengancam keseimbangan alam yang biasanya bersifat majemuk.

Agama merupakan kekuatan moral untuk menilai, mengontrol dan meleggitimasi temuan ilmiah. Sintesis iptek dan agama menghendaki kita memiliki ketajaman analisis saintis ala Einstein sekaligus kearifan dan kesucian seorang Buddha.

6.4. Seni

Seni adalah keindahan, karya seni yang hebat, seperti keindahan yang dimiliki alam adalah penyejuk jiwa – sebuah sumber tenaga. Seni semestinya menenangkan dan menyejukkan, tapi ketika seni dijadikan komonitas baik komersial maupun politik, seni bisa disalah gunakan, bisa menjadi alat hiburan murahan, pornografi dan pornoaksi. Dan semua itu tergantung pada kendali hati masing-masing.

Seni adalah kebebasan manusia di dalam diri, hidup ini kadang-kadang terlalu keras, kita ada kala diperlakukan seperti mesin, kita di iming-imingi untuk memenuhi target yang telah ditentukan. Kita perlu sesuatu guna membantu pulihnya rasa perikemanusiaan kita yang hilang atau menyimpang. Setiap orang memiliki perasaan tertekan yang sudah menumpuk, tangisan tak bersuara dalam jiwa, menunggu untuk

diungkapkan. Seni, baik dalam praktik dan apresiasinya, memberi perasaan-perasaan tersebut; suara dan bentuk.

Mengeluarkan perasaan-perasaan tersebut untuk mencari kenikmatan mungkin hanya cukup untuk sementara waktu, tetapi dalam jangka panjang, mengalihkan perhatian seperti itu tidak membawa kepuasan sejati, karena diri kita yang sebenarnya, keinginan hati kita yang sebenarnya, belum dibebaskan. Seni adalah tangisan jiwa dari dalam diri seseorang.

Ketika kita menciptakan atau menghargai seni, kita membebaskan jiwa kita yang terperangkap di dalam. Karena itu, seni membangkitkan sukacita. Seni – entah memanfaatkan keahlian atau tidak – adalah emosinya, kenikmatan mengekspresikan kehidupan apa adanya. Mereka yang memandang seni akan tergerak oleh semangat dan kekuatan, intensitas dan keindahannya. Oleh karena itu, memisahkan kehidupan dari seni adalah sesuatu yang mustahil. Perkembangan politik dan ekonomi boleh saja mendominasi berita, tetapi kebudayaan dan pendidikan adalah kekuatan yang sebenarnya membentuk sebuah zaman, karena kedua unsur itulah yang mengubah hati manusia.

Salah satu karya Buddhis di nusantara yang memanfaat seni dan ilmu pengetahuan adalah candi Borobudur. Dalam Maha Tao Maitreya seni di wujudkan dalam bentuk seni sastra seperti penerbitan buku-buku Dharma, drama nurani dan lain-lain; seni suara seperti tembang nurani baik solo dan khorus; seni gerak seperti tarian Maitreya dan lain-lain.

I. Tugas : Diskusi kelompok tentang: - Pornoaksi dan Pornografi

- Pandangan agama Buddha terhadap berbagai displin ilmu yang sedang ditekuni oleh mahasiswa. - Kloning dalam agama Buddha.

- Rekayasa genetika dalam pandangan agama Buddha.

II. Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat jelas dan tepat:

1. Jelaskan peranan iptek dan seni dalam kehidupan manusia. 2. Bagaimana pandangan agama Buddha terhadap kemajuan Iptek? 3. Jelaskan tentang keterbatasan IPTEK.

4. Apa maksudnya agama Buddha melampaui IPTEK?

1. Agama Buddha menyambut baik perkembangan ilmu pengetahuan (IP), namun juga menyadari bahwa IP memiliki keterbatasan-keterbatasan. Berikut ini adalah hal-hal yang ditawarkan IP, kecuali:

a. Meningkatkan kenyamanan hidup. b. Meningkatkan produksi pangan. c. Memperlancar komunikasi. d. Meningkatkan pengetahuan. e. Mengatasi penderitaan batin manusia.

2.Berikut ini hal-hal yang menunjukan keterbatasan IP. a. IP terbatas pada data yang diterima indra.

b. kebenaran ilmiah dibangun berdasarkan pengamatan indra yang terus menerus berubah. c. I P tidak dapat merubah watak manusia.

d. IP tidak dapat menyediakan alasan yang jelas untuk apa manusia hidup. e. a,b,c dan d benar.

3. Dalam prajna paramita hrdaya sutra, Buddha bersabda ” Wujud adalah kosong dan kosong adalah wujud. Dalam fisika modren ini sesuai dengan:

a. Kesetaraan masa dan energi b. Kekekalan massa c. Masa da energi tidak dapat diciptakan.

d. Ada dan tidak ada prinsifnya sama saja e. Wujud itu ada, kosong itu tidak ada.

a. Jika pernyataan benar, alasan benar dan keduanya memiliki hubungan sebab akibat.

b. Jika pernyataan benar, alasan benar dan keduanya tidak memiliki hubungan sebab akibat.

c. Jika pernyataan benar, jawaban salah d. Jika pernyataan salah, alasan benar.

e. Jika pernyatan maupun alasan kedua-duanya salah.

2. Salah satu prinsip mendasar dari agama Buddha terbukjti sejalan dengan

Dalam dokumen Materi Ag. Buddha Utk PT (Halaman 70-75)