• Tidak ada hasil yang ditemukan

Harkat dan martabat Manusia

Dalam dokumen Materi Ag. Buddha Utk PT (Halaman 48-54)

Manusia tidak sekedar fisik ini, fisik ini hanyalah salah satu dari pancakhanda kita, dan manusia juga bukan sekedar pancaskhanda ini. Manusia juga bukan sekedar salah satu ciptaan Sang pencipta, apalagi hamba bagi Tuannya. Lebih dari itu manusia memiliki potensi mencapai kedudukan tertinggi, pencerahan sempurna, Buddha. Karena pada setiap manusia memiliki benih-benih Buddha.

Pada hakikatnya manusia adalah hasil evolusi pengulangan sejumlah pikiran dan perbuatan yang tak terhitung. Ia tidak terbuat siap jadi, dan ditakdirkan menjadi itu atau ini, ia berada dalam proses menjadi dan terus berubah serta berkembang, dan proses perubahan inilah masa depannya terbentang, karena hal ini memungkin ia menentukan takdir dan nasibnya sendiri, melalui jalan hidup yang menjadi pilihannya.

Hina dan mulianya manusia tidaklah ditentukan oleh kelahirannya, kaya atau miskin; pria atau wanita. Hina dan mulianya seseorang ditentukan oleh cara pikirannya, cara ia mengungkapkan perasaannya dan cara ia merespon permasalahan yang ia hadapi. Melalui pengendalian perbuatan, ucapan dan pikirannya , manusia dapat mengendalikan masa depannya.

Menurut Wang Che Kuang Chiang ren, harkat dan martabat manusia yang paling mulia adalah pada kecermerlangan Nuraninya, yaitu kemampuan ia mewujudkan panggilan nuraninya, memancarkan keindahan kodrati dirinya untuk menguntungkan dan mendatangkan kebahagiaan bagi seluruh dunia, umat manusia, Negara dan lingkungan sekitarnya. Sebaliknya nilai hidup menjadi hina dan nista apabila hati nurani tidak terpancar cemerlang. Segala perilaku kita dapat membahayakan keselamatan dunia, merusak stabilitas Negara, mendatangkan malapetaka dan kerusakan pada lingkungan sekitar, dan melukai sesama umat manusia.

Mengasihi alam adalah sebuah tugas global yang harus diemban bersama oleh manusia sedunia. Alam memiliki dua makna:

1. Alam lingkungan, terdiri dari 4 komponen: a. Langit.

b. Bumi. c. Manusia.

d. Laksa benda dan makluk. 2. Alam Batiniah.

Walau dijelaskan terpisah tapi hakikatnya ia adalah satu kesatuan yang utuh. Mengasihi alam, langit, bumi, manusia dan laksa makhluk adalah manisfestasi nyata hati nurani. Pada hakikatnya, alam tanpa pamrih, tanpa ego dan tanpa ikatan batin ini merupakan perwujudan nyata keluhuran hati nurani. Alam terus berkorban, memberikan dedikasi dan persembahan untuk kita, namun tak pernah mempermasalahkan tentang segala penghargaan dan balas jasa, bahkan tidak ingin diketahui inilah kebenaran Nurani yang terpancar dari alam.

1) Makna sejati dari memiliki. 2) Keberuntungan sejati.

3) Kemuliaan hidup yang sesungguhnya. 4) Manusia sejati.

5) Sang Pemenang sejati. 6) Orang sukses sesungguhnya.

Jika kita mampu memancarkan kecemerlangan nurani, menjadikan nurani sebagai penguasa diri, mewujudkan harkat dan martabat manusia sesungguhnya itulah:

Tugas:Diskusikanlah masalah -Pandangan Agama Buddha terhadap :  Kloning manusia

 Bayi tabung.

 Manusia dalam keadaan trans (Lou Tang = medium)

Latihan :

I. Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas: 1. Jelaskan pengertian Manusia menurut agama Buddha ?

2. Apa yang dimaksud manusia adalah makhluk sosial menurut agama Buddha ?

3. Mengapa manusia harus bertanggung jawab terhadap lingkungan menurut konsep Buddhis ?

4. Mengapa lahir sebagai manusia adalah berkah ? 5. Sebutkan kewajiban anak terhadap orang tua ?

6. Dimanakah letak harkat dan martabat manusia yang paling mulia ? II. Pilihlah salah satu jawaban dibawah ini yang paling benar. 1. Pernyataan berikut yang benar tentang bumi dan manusia adalah: a. Hanya ada satu bumi dialam semesta.

b.Ada miliaran tatasurya, hanya ada satu bumi.

c.Ada miliaran tatasurya, setiap tata surya ada bumi tempat tinggal mahkluk. d.Ada miliaran tatasurya, tapi hanya bumi ini yang ada kehidupan manusia. e.Hanya ada satu tatasurya dialam semesta ini.

2. Menurut Pandangan agama Buddha, kata Manusia berasal dari kata Mana Ussannata yang berarti:

a. Hamba Allah

b. Mahkluk ciptaan c. Tidak kekal d. Menggutamakan berpikir e. Berasal dari tanah.

3. Menurut Pandangan Mahayana secara kodrat manusia itu:

a. Cerah dan suci. b. Kotor dan sesat.

C. Pendosa dan mewarisi karma d. Sesat dan menwarisi dosa turunane. Makhluk yang tidak sempurna.

4. Menurut Agganna sutta, manusia pertama berasal dari alam:

a. Asshura b. Abhassara. C. Abhrassa

d. Suddhasa. E. Asshabara. 5. Faktor-faktor pendukung sila adalah, kecuali:

a. Sati b. Sampajanna. C. Hiri

d. Ottappa e.Irri.

6. Menurut Buddha manusia akan hidup sukses dan makmur kalau memiliki syarat:

a. Tempat tinggal b. Pergaualan dengan orang-orang yang mulia.

c. Menyelesuaikan dan menempatkan diri secara benar. d. Adanya timbunan jasa kebajikan. d. a,b,c, dan benar.

7. Alam lingkungan, terdiri dari 4 komponen yaitu:

1. Langit. 2. Bumi. 3. Manusia. 4. Laksa benda dan makluk. 5. Hewan 6. Udara

a. 1, 2, 3 dan 4 benar b. 1,2,5 dan 6 benar c. 2,3,5 dan 6 d. 3,4,5 dan 6 e. 1,2,3 dan 5

8. Berikut ini termasuk enam jalur tumimbal lahir, kecuali:

a. Hantu dan setan b. Binatang dan asura c. Manusia d. Dewa e. Bodhsatva 9. Mereka mencegahnya berbuat jahat; mendorongnya berbuat baik, melatihnya dalam suatu

profesi; mencarikan pasangan (isteri) yang pantas baginya; dan Pada waktu yang tepat, mereka menyerahkan warisan mereka kepadanya. Ini termasuk kewajiban:

a. orang tua b. Anak c. Guru d. Murid e. Sahabat e. Umat.

10. Dengan bangkit (dan tempat duduk untuk memberi hormat); melayani mereka; bersemangat untuk belajar, memberikan jasa-jasa kepada mereka; memberikan mereka perhatian sewaktu menerima ajaran dari mereka, Ini termasuk kewajiban: a. orang tua b. Anak c. Guru d. Murid e. Sahabat e. Umat.

11. Dengan menghormati, bersikap ramah-tamah, kesetiaan, menyerahkan kekuasaan rumah tangga kepadanya, memberi barang perhiasan kepadanya. Ini termasuk kewajiban:

a. Suami terhadap isteri b. Anak c. Guru d. Murid e. Sahabat

12. Mereka bangun lebih pagi dari padanya, merebahkan diri untuk beristirahat setelahnya, melakukan kewajiban-kewajiban mereka dengan baik, merasa puas dengan apa yang diberikan, Dimanapun mereka berada, mereka akan memuji majikannya memuji keharuman namanya. Ini termasuk kewajiban:

a. orang tua b. Anak c. Guru d. Murid e. Karyawan terhadap majikan

13. Dengan cinta kasih dalam perbuatan, perkataan, pikiran, membuka pintu rumah bagi mereka (mempersilahkan mereka), menunjang kebutuhan hidup mereka pada waktu-waktu tertentu. Ini termasuk kewajiban:

14. Mereka mencegah ia berbuat jahat; mereka menganjurkan ia berbuat baik, mencintainya dengan pikiran penuh kasih sayang, mengajarkan apa yang belum pernah ia dengar, membenarkan dan memurnikan apa yang pernah ia dengar, menunjukkan ia jalan ke surga,Ini termasuk kewajiban:

a. Suami terhadap isteri b. Anak c. Guru d. Murid e. Rohaniawan terhadapUmat. III. Pilihlah

o Jika pernyataan benar, alasan benar dan keduanya memiliki hubungan sebab akibat.

o Jika pernyataan benar, alasan benar dan keduanya tidak memiliki hubungan sebab akibat.

o Jika pernyataan benar, jawaban salah

o Jika pernyataan salah, alasan benar.

o Jika pernyatan maupun alasan kedua-duanya salah.

1.Harkat dan martabat manusia yang paling mulia adalah kemampuan berpikir. Sebab dengan kemampauan berpikirnya manusia bisa menguasai alam semesta.

2. Mengasihi alam adalah sebuah tugas global yang harus diemban bersama masyarakat dunia, sebab pada hakekatnya alam tanpa pamrih, tanpa ego dan tanpa ikatan batin. 3. Alam lingkungan dan alam batiniah pada hakikatnya adalah satu kesatuan yang utuh,

sebab mengasihi alam , langit, bumi, manusia dan laksa makhluk adalah manisfestasi nyata hati nurani.

4. Setiap orang memiliki potensi mencapai Buddha, sebab Buddha adalah makhluk yang cerah.

BAB III MORAL

Standar Kompetensi : - Mendeskripsikan Moral Buddhis Kemampuan dasar : - Mendeskripsikan Sila

- Mendeskripsikan Vinaya - Menjelaskan sikap Batin - Menguraikan pengertian Panna

1.PENGERTIAN

Moral dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb; kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin dan sebagainya; akhlak; budi pekerti; susila. Padanan kata dalam agama Buddha adalah Sila.

Sila dalam pengertian luas padanannya adalah etika, termasuk didalamnya perilaku melalui pikiran sesuai dengan norma baik atau kehendak (cetana). Kata etika berasal dari beberapa kata Yunani yaitu ethos, yang artinya kebiasaan atau adat, Kata ethos dan ethikos lebih berarti ‘kesusilaan, perasaan batin atau kecendrungan hati seseorang

melakukan perbuatan’. Dalam bahasa latin istilah ethos, ethos dan ethitos itu disebut dengan kata mos dan moralitas. Oleh sebab itu kata etika sering pula dijelaskan dengan kata moral.

Sila pertama kali diajarkan oleh sang Buddha kepada lima orang petapa yang bernama Assajji, Vappa, Bhadiya, Kondana, dan Mahanama sewaktu membabarkan Empat Kesunyataan Mulia yang kemudian disebut Dhammacakkapavattana Sutta. Dalam Sutta tersebut disebutkan adanya Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha yang dinamakan Jalan Tengah dan disebut juga Jalan Utama Berunsur Delapan (Ba Dao).

Jalan Tengah ini dikenal sebagai Ariya Atthangika magga (Jalan Ariya “Utama atau MuliaBerunsur Delatan”) yaitu sebuah jalan yang terdiri dari delapan hal :

1) Samma Ditthi - Pandangan benar

2) Sama Sankappa - Pikiran Benar

3) Samma Vacca - Ucapan Benar

4) Samma Kammanta - Perbuatan Benar

5) Samma Ajiva - Penghidupan Benar

6) Samma Vavama - Usaha Benar

7) Samma Sati - Perhatian Benar

8) Samma Samadhi - Konsentrasi Benar

Dalam Cullavedalla Sutta disebutkan bahwa: Ucapan benar, Perbuatan Benar, dan Penghidupan benar termasuk ke dalam kelompok Sila. Usaha benar, Perhatian benar, dan Konsentrasi benar termasuk dalam kelompok Samadhi. Pandangan benar dan Pikiran benar termasuk dalam kelompok Panna.

Sila merupakan dasar yang utama dalam pengalaman ajaran agama, merupakan langkah pertama yang sangat penting untuk mencapai peningkatan batin yang luhur. Hal ini sesuai dengan sabda Buddha dalam kitab suci, antara lain:

Apakah permulaan dari batin yang luhur? Sila yang sempurna.” (Samyutta Nikaya V, 143)

“….Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari. Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan…..”(Silasampada Sutta, Suryapeyyala).

“…..Bergantung pada tanah, biji tumbuh-tumbuhan tumbuh dan berkembang. Demikian pula, timbul dan berkembangnya Jalan Mulia Berunsur Delapan bergantung pada kesempurnaan sila.” (Balakarniya Sutta)

Dasar-Dasar Pelaksanaan Sila

Kebajikan seseorang tidak tergantung kepada penampilan luar (badan, wajah ataupun keturunan), akan tetapi tergantung dari perilakunya (Kamma) orang tersebut. Perbuatan baik dapat diumpamakan seperti tumbuhnya pohon, pohon akan tumbuh dengan baik bila disokong dengan air, udara, pemupukan serta pemeliharaan yang baik. Demikian pula Perbuatan baik (Sila) akan dapat dilaksanakan dengan baik bila didasarkan kepada faktor-faktor Sati dan Sampajanna serta Hiri dan Ottapa.

2.1. Sati dan Sampajanna 2.1.1. Sati

Sati artinya cetusan keadaan batin, misalnya cetusan batin untuk membaca buku. Dalam pelaksanaan Dhamma dan aktivitas sehari-hari Sati dapat dimaksudkan sebagai ingatan, perhatian, waspada, serta kesadaran sebelum melakukan perbuatan. Lawan dari sati adalah “Lupa”. Agar tidak melalaikan pekerjaan karena lupa maka Sati harus dijaga dalam kehidupan sehari-hari.

Sati merupakan ciri yang sangat penting untuk mendukung Sila (Perbuatan baik) seseorang. Orang yang tidak memiliki Sati atau kehilangan Sati diibaratkan seperti orang yang “sakit jiwa” karena orang yang sakit jiwa, Citta (pikiran)-nya dapat bekerja, tetapi Sati (ingatan)-nya tidak bekerja sehingga tidak mempunyai pengendalian diri.

Sati sebenarnya tidak mudah luntur walaupun kita sakit bertahun-tahun, tidak makan berhari-hari, bekerja keras, dan lain-lain. Tetapi Sati akan luntur dan akhirnya hilang dari dalam diri kita jika kita minum-minuman keras, dan sejenisnya. Larangan untuk tidak minum-minuman keras dan sejenisnya adalah penegasan akan pentingnya Sati dalam kehidupan sehari-hari.

Sati dapat dikembangkan dengan berbagai cara, misalnya dengan membuat buku catatan harian, memasang bel, memasang menempel kertas di suatu tempat, mempunyai sekretaris, menghindari makanan - minuman yang memabukkan, melakukan meditasi perenungan dan lain-lain.

2.1.2. Sampajanna

Sampajanna yaitu muncul kesadaran ketika sedang melakukan kegiatan. Dhamma ini sangat membantu untuk tumbuhnya kebaikan sama seperti halnya Sati.

Tetapi kesadaran yang membawa manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Jenis kesadaran ini (Sampajanna) adalah bila disertai dengan empat ciri dari Sampajanna yaitu: a. Menyadari manfaat yang sedang kita lakukan

b. Menyadari bahwa apa yang sedang kita lakukan sesuai atau tidak dengan kita sendiri. c. Menyadari bahwa apa yang kita lakukan itu akan menimbulkan suka atau duka

d. Menyadari bahwa apa yang kita lakukan itu merupakan suatu kebodohan atau didasari pengertian yang benar.

Keempat faktor kesadaran yang demikian merupakan faktor dari Sampajanna dan memberikan kesadaran bagi kita untuk tidak mengerjakan pekerjaan yang sia-sia, tidak sesuai dengan posisi kita, serta dengan cara yang keliru. Dengan adanya kesadaran ini maka kita dapat langsung menyesuaikan diri dan menambah kebajikan. Bila tidak mempunyai kesadaran maka dapat terjadi hal-hal seperti misalnya, pengemudi mobil akan mengalami kesulitan bila bahan bakarnya habis dijalan yang sepi, murid-murid tidak akan naik kelas jika selalu melamun dan tidak mengerti apa yang diajarkan oleh guru, dan lain-lain.

2.2. Hiri dan Ottapa

Untuk menunjang pelaksanaan Sila pada diri seeorang, Hiri dan Ottapa akan sangat membantu. Hiri adalah perasaan malu, dan sikap batin yang merasa malu bila

melakukan kesalahan atau kejahatan. Ottapa artinya enggan berbuat salah atau jahat. Sikap batin yang merasa enggan atau takut akan akibat perbuatan salah maupun jahat yang akan dilakukan.

Buddha bersabda dalam Anguttara Nikaya 11.7 sebagai berikut:

“Ada dua hal yang jelas. Oh Bhikkhu, untuk melindungi dunia. Hiri dan Ottapa (malu dan takut), bila kedua Dhamma ini tidak menjadi pelindung dunia, maka seseorang tidak akan menghargai ibunya, tidak menghargai bibinya, tidak menghargai kakak iparnya, tidak menghargai istri gurunya,……..”

2.2.3. Hiri

Hiri bersumber dari dalam diri sendiri, bersifat otonom, timbul sendiri, berbentuk rasa malu, ditandai adanya sifat konsisten dengan kebenaran, Sumber subyektif dari Hiri adalah pandangan dari ide-ide yang berhubungan dengan kelahiran (Misalnya saya lahir dikeluarga baik-baik maka seharusnya malu untuk berbuat jahat), usia (Misalnya saya sudah dewasa maka saya malu untuk berbuat jahat), Kedudukan _irri_ (misalnya saya adalah seorang pelajar maka saya malu kalau saya melakukan kejahatan), Kehormatan diri (misalnya saya adalah orang yang dihargai masyarakat saya akan malu kalau saya berbuat jahat), dan tingkat Pendidikan (misalnya saya adalah orang yang berpendidikan maka saya malu kalau saya melakukan kejahatan).

Maka seseorang yang memiliki Hiri dan berpikir: “Hanya orang-orang “bodoh”, dan anak-anak serta orang yang tidak berpendidikan yang tidak memiliki rasa malu untuk berbuat jahat”. Maka oleh karena itu ia akan menghindari pandangan yang salah dan melakukan perbuatan buruk.

Dengan Hiri, seseorang bercermin kepada kehormatan dirinya, kelahirannya, gurunya, kedudukannya, pendidikannya, atau masyarakat di mana ia berada. Apabila seseorang memiliki Hiri, maka dirinya sendirilah yang paling tepat menjadi guru dan pengawasnya yang terbaik.

2.2.4. Ottapa

Ottapa yang berarti memiliki rasa takut untuk berbuat jahat lebih bersumber dan dipengaruhi oleh hal-hal luar diri kita, bersifat heferomus, lebih dipengaruhi oleh lingkungan dan masyarakat. Jika hiri terbentuk oleh rasa malu, tetapi Ottapa dibentuk oleh rasa takut. Ottapa ditandai dengan adanya kemampuan mengenai bahaya dan takut melakukan kesalahan.

Sumber eksternal dari Ottapa adalah pandangan dan ide-ide bahwa sesuatu yang “berkuasa” akan mempersalahkannya, maka ia menghindari perbuatan yang salah. Dengan Ottapa, seseorang takut pada dirinya sendiri, takut dipersalahkan orang-orang, dan lain-lain. Apabila seseorang lebih sensitive terhadap Ottapa, maka sebaiknya mengikuti bimbingan dan peraturan dari seseorang ataupun dari suatu ajaran yang baik yang diyakininya.

Dalam dokumen Materi Ag. Buddha Utk PT (Halaman 48-54)