• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hakekat Manusia

Dalam dokumen Materi Ag. Buddha Utk PT (Halaman 37-40)

5. Amoghasiddhi (selalu berhasil) di utara

1.2. Hakekat Manusia

Hakekat manusia bukan sekedar Pancaskandha, tapi dasar dari semua itu dalam agama Buddha Mahayana disebut kodrat diri, tentang ini Y.A. Tripitakaacarya Hsuan Hua menyatakan dalam sebuah syair yang indah sebagai berikut:

Kodrat diri kita sendiri adalah Cerah dan segalanya tersinari; Kodrat diri kita sendiri adalah sempurna dan tak terhalang. Ia tiada di mana-mana dan ada di mana-mana;

Sampai akhir ruang hampa, Ia memenuhi alam Dharma.

Tubuh kita merupakan tempat tinggal sementara dimana kodrat diri kita hidup untuk suatu jangka waktu tertentu. Tetapi orang yang tinggal dihotel bukanlah hotel, dan begitu pula, tubuh tempat dimana kodrat diri tinggal bukanlah dia. Pelancong yang mengira bahwa dirinya itu hotel adalah keliru.

Jika Anda menyadari bahwa tubuh ini hanya bagaikan sebuah hotel, Anda harus menemukan yang tinggal di dalamnya, sebab sekali Anda menemukannya, Anda akan mengenal diri Anda yang sejati.

Dari sejak lahir tubuh kita tidak bersih—suatu gabungan dari air mani ayah dan darah ibu--, anak dibesarkan dengan ketamakan, kebencian, kebodohan, kecongkakan, dan keraguan. Ia melakukan pelanggaran-pelanggaran, menciptakan karma pembunuhan, pencurian, pelanggaran susila, dusta dan minuman keras serta obat bius. Karma pelanggaran tercipta karena tubuh.

Walau tubuh ini tidak murni, kita dapat meminjam tubuh yang palsu ini dan memakainya untuk mengembangkan kebenaran. Kodrat diri tinggal di dalam tubuh. Anda memasuki tubuh pancaskanda, Yin serta Yang menjadi satu dalam gabungan yang bersih dan yang kotor. Itulah diri Anda. Jika Anda mengembangkan diri, Anda dapat meningkatkan diri dan mencapai kesucian. Jika Anda tidak mengembangkan diri, Anda bisa jatuh kebawah, melakukan pelanggaran, bersatu dengan yang kotor dan menjadi setan.

Untuk memahami kodrat manusia secara utuh, menurut Jakot Sumardjo (2001) seorang Budayawan’ manusia harus menentukan pemahamannya lewat agama, ilmu, filsafat atau seni secara terpisah. Kita harus memahami kodrat manusia itu dari semua disiplin ilmu, sehingga manusia berhasil mencapai sifat manusiawinya, sebagai manusia yang bersifat filsufis, kreatif, luwes,fleksibel, intuitif, mampu melihat keseluruhan realita sebagai satu kesatuan yang utuh.

Manusia memiliki potensi yang melahirkan empat jalan yaitu: Iman, nalar pikiran, intuisi perasaan dan kelima inderanya dalam mencapai kebenaran.

2.

Asal Manusia .

2. 1. Manusia Pertama

Sesuai dengan prinsip ajaran Buddha bahwa segala sesuatu itu saling berhubungan, maka adalah mustahil untuk mengetahui asal manusia yang pertama, sebab dalam pandangan Buddha, bumi ini bukanlah tempat kehidupan yang pertama dan satu-satunya, sebelum bumi ini sudah ada bumi yang lain, dan selain bumi ini juga ada bumi yang lain. Dan adalah mustahil untuk mengetahui asal muasal manusia pertama. Tapi manusia pertama untuk bumi ini diceritakan Sang Buddha dalam Agganna Sutta yang merupakan percakapan Sang Buddha dengan Vasettha, sebagai berikut :

“Vasettha, terdapat suatu waktu, cepat atau lambat, setelah berlansung suatu masa yang lama sekali, ketika bumi ini mulai terbentuk kembali. Ketika hal ini terjadi, makhluk-makhluk yang meninggal di Abhassara (alam cahaya), biasanya terlahir kembali disini sebagai manusia. Mereka hidup dari ciptaan batin (mano maya), diliputi kegiuran, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa dan hidup di dalam kemegahan. Mereka hidup seperti itu dalam masa yang lama sekali.”

“Pada waktu itu, (bumi) semuanya terdiri dari air dan gelap gulita . Tidak ada matahari dan bulan yang nampak, tidak ada bintang maupun konstelasi yang kelihatan, siang maupun malam belum ada, bulan maupun pertengahan bulan belum ada, laki-laki maupun wanita belum ada. Mahluk-mahluk hanya dikenal sebagai mahluk saja.”

Vasettha, cepat atau lambat setelah suatu masa yang lama sekali, bagi mahluk-mahluk tersebut, sari tanah, (rasapathavi) muncul dari air. Sama seperti bentuk-bentuk busa dipermukaan nasi susu masak yang mendingin, demikianlah muncul tanah itu. Tanah itu berwarna, bau dan rasa. Sama seperti dadi susu atau mentega murni,

demikianlah warna tanah itu, sama seperti madu tawon murni, demikianlah manis tanah itu.

Kemudian, di antara makhluk-makhluk yang memiliki sifat serakah,. mencicipi sari tanah itu….dengan mencicipinya, maka mereka diliputi oleh rasa sari tanah itu, dan nafsu keinginan muncul dalam diri mereka. Makhluk-makhluk mulai makan sari tanah dengan melakukan hal ini, maka cahaya tubuh mereka lenyap, maka matahari, bulan, bintang-bintang dan konstelasi-konstelasi nampak. Demikian pula dengan siang dan malam….. demikianlah, sejauh itu bumi terbentuk kembali.

Vasettha, selanjutnya makhluk-makhluk itu menikmati sari tanah, ….. berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka makan itu, maka tubuh mereka menjadi padat, dan terwujudlah berbagai macam bentuk tubuh. Ada makhluk-makhluk yang memiliki bentuk tubuh indah dan ada makhluk-makhluk yang memiliki bentuk tubuh buruk. Karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh indah memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk, dengan berpikir: “kita lebih indah daripada mereka, mereka lebih buruk daripada kita. Sementara mereka bangga akan keindahan tubuh sehingga mereka menjadi sombong dan congkak, maka sari tanah itu lenyap ….. kemudian, ketika sari tanah lenyap bagi makhluk-makhluk itu muncullah tumbuh-tumbuhan dari tanah (Bhumipappatiko). Cara tumbuhnya seperti cendawan. Tumbuhan ini memiliki warna, bau dan rasa; seperti padi, susu atau mentega murni, demikianlah manisnya tumbuhan itu ….. mereka menikmati, mendapatkan masakan, hidup dengan tumbuhan yang muncul dari tanah tersebut, hal ini berlangsung ….. dalam masa yang lama sekali ….. , maka tubuh mereka berkembang menjadi lebih padat, perbedaan tubuh mereka nampak jelas, sebagian nampak indah dan sebagian nampak buruk ….. sementara mereka bangga akan keindahan diri mereka sehingga mereka menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan yang muncul dari tanah itupun lenyap. Selanjutnya tumbuhan menjalar (Badalata) muncul. Cara tumbuhnya seperti bambu. Tumbuhan memiliki warna, bau dan rasa; sama seperti padi, susu atau mentega murni warna tumbuhan itu; sama seperti madu tawon murni manisnya tumbuhan itu.

Vasettha, kemudian makhluk-makhluk itu mulai makan tumbuhan menjalar tersebut. Mereka menikmati, mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan menjalar tersebut. Hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali…..maka tubuh mereka menjadi semakin padat, perbedaan bentuk tubuh mereka nampak semakin jelas…..mereka bangga akan keindahan diri mereka sehingga menjadi sombong dan congkak, maka tumbuhan menjalar itupun lenyap…..

Vasettha, kemudian……muncullah tumbuhan (semacam) padi (Sali) yang matang dalam alam terbuka, tanpa dedak dan sekam, harum dengan butir-butir bersih. Bilamana pada sore hari mereka mengambilnya dan membawanya untuk makan malam, maka pada keesokan paginya itu telah tumbuh dan masak kembali. Bilamana pada pagi hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan siang; maka pada sore hari padi tersebut telah tumbuh dan masak kembali; demikian terus-menerus padi itu muncul.

Vasettha, selanjutnya makhluk-makhluk itu menikmati padi (masak) dari alam terbuka, mendapatkan makanan, dan hidup dengan tumbuhan padi tersebut, hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali. Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka tumbuh lebih padat, sehingga perbedaan tubuh mereka nampak lebih jelas. Bagi wanita nampak jelas kewanitaannya (itthilinga) dan bagi laki-laki nampak jelas kelaki-lakiannya (purisalinga). Kemudian

wanita sangat memperhatikan tentang keadaan laki-laki dan laki-laki memperhatikan tentang keadaan diri satu sama lain terlalu lama, maka timbullah nafsu indera yang membakar tubuh mereka. Selanjutnya sebagai akibat adanya nafsu indera tersebut, mereka melakukan hubungan kelamin (methuna). (Agganna Sutta)

Dalam dokumen Materi Ag. Buddha Utk PT (Halaman 37-40)