• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Beban Limbah Aktivitas Pembangunan Pulau Batam

DAFTAR LAMPIRAN

SELESAI PEMBANGUNAN

8. Fatwa Planologi

4.5 Analisis Beban Limbah Aktivitas Pembangunan Pulau Batam

Analisis lingkungan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis terhadap sumber dampak, dampak yang ditimbulkan dan alternatif pemecahan permasalahan yang telah dilakukan akibat pengembangan yang intensif di Pulau Batam. Adapun sumber dampak yang teridentifikasi berdasarkan hasil pengamatan langsung di wilayah penelitian meliputi pembukaan lahan yang tidak segera dibangun, perambahan terhadap lokasi yang tidak boleh dibangun, penimbunan laut yang merusak lingkungan, erosi dan sedimentasi, buangan domestik dan limbah industri. Berikut adalah uraian masing-masing sumber dampak.

(1) Pembukaan Lahan yang tidak Segera Dibangun

Hampir semua industri yang ada mendirikan bangunan dengan meratakan tanahnya secara total meskipun industri tersebut terletak pada daerah yang berbukit. Industri yang ada tidak mencoba mempertahankan

landform yang ada, padahal meletakkan satu blok bangunan dengan blok bangunan lain pada tanah yang ada perbedaan elevasi bukan merupakan suatu hal yang sulit.

Berdasarkan data realisasi IMB yang telah diterbitkan, pembangunan yang telah mendapatkan ijin untuk berbagai keperluan meliputi lahan seluas 319,87 ha. Namun demikian sebagaian besar kegiatan pembangunan yang dilakukan sampai pada tahap pembukaan lahan dan tidak segera dibangun. Dampaknya adalah :

Kekeruhan air laut akibat aliran erosi ke laut.

Erosi yang mengakibatkan pengelupasan lapisan humus tanah/top soil yang diakibatkan oleh proses penggerusan oleh run-off air hujan. Kondisi lahan yang relatif rata, akan mempersulit untuk mengalirkan

air hujan.

(2) Perambahan terhadap Lokasi yang tidak boleh Dibangun

Lokasi yang tidak boleh dibangun pada umumnya merupakan daerah hijau, dan seiring dengan perkembangan pesat yang terjadi di P. Batam, banyak pendatang yang bertujuan mencari kerja dan diantara mereka banyak yang status sosialnya adalah kelas bawah, tanpa pengetahuan dan kemampuan.

Akibatnya, pendatang ini kemudian sebagian besar menempati pemukiman-pemukiman liar yang berdekatan dengan lokasi kerja mereka, yaitu di sekitar kegiatan industri, perdagangan atau proyek bangunan. Adanya kebutuhan tempat tinggal bagi pendatang kelas bawah menyebabkan terjadinya perambahan terhadap daerah hijau yang semakin lama semakin berkembang sehingga perutukkan yang seharusnya merupakan daerah hijau berubah menjadi pemukiman kumuh.

Hingga tahun 1998, data mengenai rumah liar yang tercatat sebanyak 2.533 unit dan hanya 23 unit atau 0,90% yang memiliki IMB. Sisanya sebanyak 2.510 unit atau 99,09% tidak memiliki IMB dan diasumsikan sebagai rumah liar.

Dampak yang ditimbulkan oleh adanya rumah liar adalah berkurangnya wilayah tangkapan air (catchment area), peningkatan buangan limbah cair rumah tangga pada badan perairan dan sampah dari kegiatan rumah tangga. Selain itu juga terjadi penurunan estetika P. Batam secara umum karena keberadaan rumah liar yang dikhawatirkan suatu saat tidak dapat dikendalikan lagi bila tidak dilakukan penanganan dengan segera.

(3) Penimbunan Laut yang Merusak Lingkungan

Aktivitas penimbunan laut (reklamasi) dilakukan oleh hampir semua industri dengan cara meratakan lahannya secara total dan tidak membangun dengan menyesuaikan terhadap kontur lahan yang ada, dan tanah hasil pembukaan lahan ada yang dipakai untuk menimbun area lain dan ada juga yang dipakai untuk menimbun rawa/laut.

Penimbunan laut mengakibatkan kerusakan lingkungan perairan pantai, khususnya untuk Sub Wilayah Pengembangan Tanjung Uncang – Sagulung, antara lain:

Peningkatan kekeruhan air laut, dan kekeruhan ini menghalangi penetrasi cahaya matahari ke dalam air laut, sehingga mengganggu organisme yang memerlukan cahaya dan mengurangi produktifitas perikanan.

Sedimentasi yang sangat tinggi dapat merubah sistem perairan menjadi daratan, oleh karena sebagian sedimen ada yang mengalir ke laut dan sebagian lagi mengendap.

Terjadinya perubahan arus laut yang dikhawatirkan merusak ekosistem yang ada di sekitarnya.

(4) Erosi dan Endapan yang Ditimbulkan

Sumber terjadinya erosi adalah pembukaan lahan baru dengan melakukan pengelupasan lapisan humus tanah. Pada saat terjadi hujan terjadi proses pengerusan butiran tanah oleh run off air hujan, sehingga mengakibatkan terjadinya erosi. Aliran run off tersebut membawa buliran tanah hingga muara-muara sungai atau lokasi yang lebih rendah sehingga

terjadilah sedimentasi yang cukup tinggi dan hal dapat menimbulkan dampak yang buruk terhadap ekosistem.

Dari foto satelit terakhir (Pebruari 2007) terlihat beberapa lahan yang sudah dialokasikan dan sudah dibuka tetapi tidak segera dibangun serta terjadi beberapa pengerukan laut di Batu Ampar dan Batam Centre yang mengakibatkan erosi dan sedimentasi di Teluk Tering Batam Centre dan juga membuat kekeruhan air laut di Wilayah tersebut. Gambar 31

memperlihatkan penyebab dan akibat dari erosi, sedimentasi dan kekeruhan air laut di Teluk Tering.

Sumber: http:///www.flashearth.com

Gambar 31 Penyebab Erosi

Laju erosi yang terjadi di beberapa waduk yang ada di P. Batam menunjukkan hal yang mengkhawatirkan. Tercatat laju erosinya sudah mencapai kisaran 16,43 – 27,23 ton/ha tahun, dengan laju erosi tertinggi terjadi pada waduk Sei Ladi dan Sei Baloi yang nilainya mencapai 27,23 ton/ha/th untuk Sei Ladi mencapai 23,27 ton/ha/th untuk Sei Baloi. Bila dibandingkan dengan laju erosi yang diperkenankan di Indonesia yaitu sebesar 4 – 14 ton/ha/tahun dan Amerika Serikat sebesar 2 – 11 ton/ha/tahun, maka laju erosi di P. Batam relatif sangat tinggi. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan dan perlu pengelolaan yang seksama agar dapat

mencegah kerusakan wilayah pesisir yang lebih parah karena dampak negatif yang ditimbulkan di wilayah pesisir berupa sedimentasi. Tabel 23. memperlihatkan data erosi yang terjadi di beberapa waduk di P. Batam.

Hingga saat ini, pengelolaan yang sudah dilakukan untuk menghindari terjadinya erosi adalah mengalirkan air hujan pda lembah sungai penerima yang terdekat, misalkan Sei Senimba, Sungai Langkai dan Tembesi Lama serta Sei Temiang dan untuk selanjutnya mengalir ke laut. Cara lainnya adalah membuat saluran-saluran drainase agar dapat mengalirkan air secepat mungkin menuju ke hilir.

Tabel 23. Data Erosi di Beberapa Waduk di P. Batam

No Waduk Luas Daerah Tangkapan/ Catchment area Volume Erosi yang terjadi (ton/ha/th)

Volume Erosi yang terjadi utk Seluruh Catchment Area (ton/th) 1 Sei Nongsa 222.70 16,43 3.658,96 2 Sei Baloi 124.30 23,27 2.892,74 3 Sei Harapan 811.00 17,30 14.032,70 4 Sei Ladi 1.105.80 27.23 30.110,00 Sumber: USU (1993)

(5) Limbah dari kegiatan yang sudah beroperasi

Limbah dari kegiatan yang sudah beroperasi di Pulau Batam secara garis besar berasal dari darat dan laut, yaitu:

Land based polution sources, yaitu sumber pencemaran yang berasal dari kegiatan jasa perkotaan (89 ha), industri (1.015 ha), rumah tangga (125,42 ha) dan pertanian (2.910 ha). Adapun limbah yang dikeluarkan oleh masing-masing aktivitas dapat diuraikan sebagai berikut:

i. Jasa perkotaan: menghasilkan limbah berupa limbah padat dan limbah cair (sewage).

ii. Industri: menghasilkan limbah berupa limbah padat sampah besar dengan kapasitas besar > 2 m3, serta limbah padat kecil buangan aktivitas kantor. Berdasarkan hasil evaluasi Master Plan P. Batam 1991, jenis limbah yang ditimbulkan dapat

dikatagorikan sebagai limbah organik dan limbah berupa logam berat, yang berdasarkan pada klasifikasi sifat kimia terdiri atas Klas A (Ca, Mg, dll), Klas B (Hg, Cd, dll) serta kelas peralihan (Zn, Pb, dan sebagainya).

iii. Perumahan: menghasilkan limbah berupa limbah padat/limbah rumah tangga berupa sampah, limbah cari pemukiman (sewage) dan tinja atau sampah produksi aktivitas manusia/sampah domestik.

Marine based pollution sources, yaitu sumber pencemaran yang berasal dari kegiatan perhubungan laut.