• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

INVESTASI BIDANG PERTANIAN

5) Sektor Perhotelan

4.3 Analisis Kebijakan Umum Pengembangan P. Batam

4.3.4 Kerjasama SIJORI

Pulau Batam terletak di pusat antara Asia Selatan dan Asia Tenggara, muncul sebagai pusat pertumbuhan baru dengan tenaga kerja san sumberdaya lainnya tersedia dengan harga yang murah. Kawasan ini juga muncul sebagai pasar yang baru karena pertumbuhan ekonominya di kawasan ini berlangsung sangat cepat. Pada tahun 1980-an yaitu ketika negara-negara Afrika dan

Amerika Latin sedang menderita gangguan pendapatan 4,7% pertahun selama tahun 1987-1992 (ADB, 1993; PRC, 1998) sampai tahun 1994 negara-negara ini jelas memantapkan posisinya sebagai negara pengekspor utama, khususnya untuk produk-produk manufaktur (Gareffi and Fond, 1992; PRC, 1998). Singapura merupakan pengecualian, karena pendapatan perkapitanya tertinggi, demikian pula tingkat pendidikan dan kesejahteraan rakyatnya, industri dan ekonominya yang telah mengalami diversifikasi membuatnya keluar dari katagori ”negara berkembang”.

Seiring dengan berlangsungnya libelarisasi perdagangan, secara global ada kecenderungan untuk membentuk blok-blok perekonomian regional baik terbuka maupun tertutup. Blok tertutup adalah kesepakatan-kesepakatan ekonomi dimana negara-negara anggotanya menghilangkan hambatan-hambatan dalam perdagangan tetapi secara kolektif melakukan proteksi terhadap kekuasaan-kekuasaan eksternal. Tatanan semacam ini hanya mengalihkan proteksi nasional menjadi proteksi supranasional, contohnya adalah Uni Eropa. Sedang regionalisme terbuka bertujuan untuk liberalisme perdagangan internasional tetapi menerima peranan bentuk proteksionisme perekonomian regional – supranasional dengan perdagangan bebas sebagai suatu tahap antara Asosiasi Perdagangan Bebas Asia Tenggara (AFTA) merupakan salah satu contoh regionalisme terbuka (Helet dan Bragam, 1994, PRC, 1998).

Perdagangan bebas sekarang terbuka bagi segala macam perekonomian secara merata, sehingga lokasi hampir tidak berarti sekali. Namun teori perdagangan modern masih menganggap bahwa geografis merupakan faktor yang penting (Sari, 1997; PRC, 1998). Kerjasama SIJORI adalah salah satu kerjasama yang terjadi yang disebabkan karena posisi geografis yang sangat mendukung. SIJORI, singkatan dari Singapura, Johor (Malaysia) dan Riau (Indonesia) dan sebagai ujung tombak adalah P. Batam. Secara geografis posisi Singapura berada ditengah antara Johor dan P. Batam dengan jarak yang relatif dekat. Dengan kedekatan ini maka akan mudah terjadi komunikasi, aliran informasi, ekonomi dan lain-lain. Bila dilihat secara ekonomi maka Singapura merupakan negara yang paling dominan dan diharapkan sebagai pemicu pertumbuhan wilayah lain di sekitarnya. Data ekonomi Singapura berdasar penjelasan singkat Tim Koordinasi Pembangunan Provinsi Riau adalah sebagai berikut:

Pendapatan perdagangan S$ 215,6 milyar. Pendapatan per kapita S$ 21.000 (US$ 10.000). Gros pendapatan perusahaan asing S$ 48,5 milyar. Handling di pelabuhan sebesar 172,5 merik ton. Wisatawan sebanyak 5 juta dalam tahun 1990.

Pertumbuhan ekonomi rata-rata 7,3% dalam tahun 1980-an. GNP sebesar US$ 30 milyar dalam tahun 1989.

Kekuatan Singapura di bidang ekonomi dan keterbatasan lahan, memungkinkan wilayah di sekitar Singapuran mengambil peran peluang yang ada di Singapura atau cukup menunggu limpahan. Singapura yang sudah jenuh dan membutuhkan tempat/lahan untuk mengalihkan kegiatan yang terus meningkat seperti yang telah disampaikan oleh Kepala Otorita Batam saat itu Dr. B.J. Habibie mengenai teori balon. Menurut teorinya, Singapura akan meledak jika tidak ada saluran yang menampung limpahannya. Oleh karena P. Batam atau wilayah sekitarnya termasuk Johor akan menjadi balon-balon kecil yang akan menyalurkan tekanan ekonomi yang ada di Singapura sebelum mencapai krisis.

Teori ini diwujudkan pada tahun 1989 dimana pada saat itu Presiden RI Suharto dan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew meresmikan kerjasama untuk pembangunan P. Batam. Pada tahun yang sama Goh Chok Tong mengusulkan dibentuknya segitiga pertumbuhan, dan pada tahun 1990 presiden Suharto dan Perdana Malaysia Mahatir Muhammad menyetujui kerjasama IMS-GT atau kepanjangan dari Indonesia Malaysia Singapur – Growth Triangle (Ahmad, 1992; PRC, 1998).

Sampai dengan tahun 1998, kerjasama ini terus terjalin, interaksi ekonomi antara Singapura - Barelang (Batam) dan antara Johor – Singapura terus meningkat (International Conference on IMS-GT, 1997; Komar dan Yuan, 1991; PRC, 1998).

Pada awalnya pengembangan P. Batam dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan ekonomi Indonesia dari Singapura. Pada waktu itu sebagian impor dan ekspor Indonesia dikapalkan melalui Singapura dan pengilangan minyak milik Singapura memperoleh bagian yang paling besar

dalam pembagian nilai tambah yang berasal dari sumberdaya minyak dari Indonesia (Rignier, 1991; PRC, 1998). Dengan adanya kerjasama SIJORI, Indonesia bisa keluar dari persaingan dengan Singapura dan diharapkan malah dapat menikmati kesuksesan ekonomi Singapura.

Konsep tersebut diatas ternyata berjalan cukup baik, dimana masing-masing negara mengambil nilai positif dari ikatan kerjasama ini, misalnya dalam hal tenaga kerja, Batam menawarkan tenaga terampil. Disini terampil dan tidak terampil dengan upah hanya 1/3 dari upah di Singapura dan tidak lebih 2/3 dari upah di Johor. Demikian juga dengan sewa lahan Batam menawarkan harga yang relatif murah.

Bila dilihat dari data-data perkembangan Barelang Batam sampai dengan Desember 1998 tercatat dari 317 perusahaan yang bergerak di P. Batam, sebanyak 174 perusahaan (54,8%) berasal dari Singapura, 34 perusahaan (10,7%) kerjasama dengan Singapura, sedangkan Malaysia 9 perusahaan (0,03%) atau 209 perusahaan (65,6%) terkait dengan Singapura dan hanya 15 perusahaan (0,05%) terkait dengan Malaysia (Johor).

Ketimpangan kerjasama SIJORI khususnya antara Batam dengan Johor dapat terlihat dengan jumlah perusahaan Malaysia yang bergerak di Batam hanya 0,05% dari seluruh perusahaan yang bergerak di Batam.

Kesan negatif juga dirasakan dengan kerjasama antara Batam dan Singapura. Para investor dari Singapura cenderung memandang Batam sebagai dapur atau gudang, dalam arti Batam digunakan sebagai tempat penyimpanan dan perakitan, sedang hasil akhir tetap dilakukan di Singapura, sehingga nilai tambah sebagian besar didapat oleh Singapura. Batam hanya mendapatkan upah kerja saja.

Dari segi lingkungan juga timbul kesan bahwa Batam sebagai tempat pembuangan limbah. Indikasi terlihat dengan kebijakan Singapura mulai memindahkan industri-industri yang menghasilkan limbah yang sulit diolah atau membahayakan lingkungan seperti tank clearing, industri perkapalan dan lain-lain. Karena Batam berjarak dengan peraturan tidak terlalu ketat, maka P. Batam menjadi sasaran utama pemindahan industri-industri tersebut yang paling menyolok. Singapura seringkali berupaya mengekspor sampahnya ke P. Batam yang dikemas seolah-olah bahan baku yang akan diolah di P. Batam.