• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembangunan Wilayah Pesisir yang Berkelanjutan

DAFTAR LAMPIRAN

REKOMENDASI PEMANFAATAN LAHAN MODEL LAHAN & INVESTASI

2.1 Paradigma Pembangunan Wilayah Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil Berkelanjutan

2.1.2 Pembangunan Wilayah Pesisir yang Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) telah menjadi tema sentral pada kebijakan dan perencanaan pembangunan diberbagai pemerintahan di seluruh dunia, baik dalam tahap perencanaan maupun tahap pelaksanaan pengelolaan (Kay dan Alder, 1999). Perencanaan wilayah merupakan salah satu alat perencanaan pembangunan ataupun komponen pada proses pencapaian tujuan pembangunan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, salah satu strategi pembangunan dilaksanakan melalui perencanaan wilayah yang mempertimbangkan aspek lingkungan yang disebut sebagai perencanaan wilayah berkelanjutan. Perencanaan wilayah tersebut merupakan sarana keterpaduan pendayagunaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan (Sugandhy, 1999).

Selanjutnya Lang (1986) menyebutkan bahwa untuk memperoleh suatu perencanaan wilayah berkelanjutan, penting untuk memahami karakteristik atau kaidah-kaidah lingkungan, yaitu :

Biosphere/ecosystem perspective: manusia merupakan bagian dari lingkungan (ekosistem) tempat dia hidup, termasuk tentang adanya interaksi kegiatan manusia dan lingkungan serta dampaknya dalam suatu ekosistem. • Systemic: setiap permasalahan lingkungan harus mempertimbangkan

keterkaitan, interaksi antar subsistem maupun terhadap sistem yang luas, serta pemahaman hubungan dan ketergantungan antar sistem.

Site specific: pemahaman terhadap keunikan setiap komponen lingkungan. Jika dihubungkan dengan keterkaitan, maka penting untuk menghubungkan suatu perubahan lingkungan terhadap konteks yang lebih luas.

Time–conscious: memperhatikan perubahan lingkungan berdasarkan berbagai siklus waktu, jangka panjang atau pendek dan masa lampau atau masa depan.

Impact-oriented: mengacu pada akibat aktivitas manusia dan berupaya untuk mengungkapkan bagaimana dampak tersebut didistribusikan (siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan).

Fundamentally preventive: prioritas strategis perencanaan lingkungan adalah aspek konservasi, yang berorientasi pada upaya pengurangan permintaan terhadap barang dan jasa yang pengadaannya dapat menciptakan permasalahan lingkungan dan usaha untuk meminimisasi dampak yang merugikan.

Dengan demikian, dalam suatu kegiatan perencanaan wilayah yang berkelanjutan, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut (Yeang, 1995 dalam Dahuri, 2003b):

(1) Pemahaman terhadap prinsip-prinsip lingkungan yang berlaku, yaitu:

− Setiap ekosistem terdiri atas komponen biotik (organik) dan abiotik (inorganik) yang berinteraksi dan memiliki peran dan fungsinya masing-masing, dan akan berinteraksi dan merespons terhadap investasi manusia.

− Setiap ekosistem akan berhubungan dengan ekosistem lainnya.

− Setiap lingkungan buatan (man-made environment) merupakan bagian dari suatu ekosistem dimana lingkungan buatan tersebut berada. (2) Setiap ekosistem mempunyai karakteristik masing-masing yang unik, terdiri

atas struktur fisik, komposisi organisme, dan komponen an-organik yang saling berinteraksi (ecological characterization). Untuk itu perlu diperhitungkan dengan cermat nilai setiap ekosistem dan secara

proporsional dipilih untuk kepentingan preservasi, dan konservasi dan pemanfaatan optimal.

(3) Interaksi antar ekosistem merupakan proses dinamik dan berubah terhadap waktu, sehingga perlu adanya kegiatan pemantauan yang kontinyu mengiringi kegiatan perencanaan. Dengan demikian, suatu produk rencana harus bersifat fleksibel yang disesuaikan dengan dinamika yang terjadi (responsive and anticipatory planning strategi)

(4) Karena adanya interaksi antar ekosistem, maka pendekatan perecanaan harus total (total system) atau holistik, sehingga pendekatan yang terlalu menyederhanakan atau bersifat incremental kuranglah tepat. Oleh karena itu perlu adanya koordinasi dengan disiplin ilmu lain.

(5) Setiap ekosistem mempunyai kemampuan pemulihan (kapasitas asimilasi), jika terjadi suatu ‘gangguan’ atasnya dan kemampuan tersebut (external ecological dependencies). Suatu pembangunan berkelanjutan dapat terwujud jika laju pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan tidak melampaui kemampuan pulih suatu ekosistem dan resultante dampak negatif yang ditimbulkan tidak melampaui kapasitas asimilasi lingkungan. (6) Suatu ekosistem mempunyai beberapa fungsi-fungsi utama yang harus

dijaga, agar pertumbuhan ekonomi dan pelestarian alam tetap dapat berkelanjutan yaitu:

- Life support System: Termasuk dalam life support system adalah udara bersih, air dan lahan untuk industri, pertanian, jasa dan sebagainya.

- Amenity services: Lingkungan yang menyenangkan, menarik dan terbaharukan.

- Material Input: Contohnya Makanan (sayur, buah, ikan), minyak, gas, kayu dan sebagainya yang tetap dapat disupply oleh alam.

- Waste receptor Services: Kemampuan sumberdaya alam untuk menyerap dan menguraikan limbah.

Berkaitan dengan perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan, Dahuri (2003b) menyatakan bahwa bahwa strategi pembangunan dilaksanakan melalui perencanaan wilayah yang mempertimbangkan aspek

lingkungan yang disebut sebagai perencanaan wilayah berkelanjutan. Berkaitan dengan hal tersebut maka perencanaan pengelolaan wilayah pesisir hendaknya meliputi hal-hal sebagai berikut :

(1) Penetapan batas wilayah pulau dan pesisir sebagai suatu satuan pengelolaan.

Satuan pengelolaan ini merupakan suatu unit pengelolaan terintegrasi untuk wilayah pesisir termasuk kawasan hulu hingga kawasan hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang ada pada wilayah tersebut. Tujuannya adalah agar pengelolaan sumberdaya alam yang ada yaitu hutan, tanah, air dan sebagainya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

(2) Inventarisasi dan pemetaan mengenai :

- Karakteristik biofisik potensi pembangunan (sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan).

- Karakteristik dan dinamika sosiokultural masyarakat. - Aspek kelembagaan.

(3) Penyusunan Peta Tata Ruang: Berdasarkan data-data pada butir 2, dan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan disusun peta tata ruang yang terdiri dari: (a) Kawasan preservasi; (b) Kawasan konservasi; dan (c) Kawasan pembangunan.

(4) Penentuan jenis kegiatan pembangunan: Di dalam Kawasan Pembangunan ini diatur penempatan atau Tata Ruang untuk berbagai macam kegiatan atau Sektor Pembangunan secara sinergis dan saling menguatkan, yaitu antara lain adalah Perikanan, Kehutanan, Pariwisata, Perhubungan, Industri Maritim, dan lain-lain.

(5) Menyusun rencana investasi dan pembangunan berdasar peta tata ruang, meliputi penentuan jenis kegiatan pembangunan beserta tingkat intensitasnya untuk lima tahun sampai dengan 25 tahun ke depan.

Banyaknya macam sektor pembangunan yang ada membutuhkan prioritas pembangunan secara sinergis dan sesuai dengan dimensi waktu. Sektor-sektor pembangunan dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, sedangkan Rencana Pembangunan terdiri dari dua alternatif.

(6) Menyusun Pedoman pengelolaan pencemaran dan pemeliharaan kualitas perairan laut.

(7) Menyusun Pedoman konservasi habitat pesisir yang vital seperti mangrove, terumbu karang dan sebagainya.

(8) Deskripsi tentang struktur dan mekanisme organisasi.

Untuk jelasnya lihat pada Tabel 1. dan Tabel 2. di bawah ini.

Tabel 1. Kelompok Sektor-sektor Pembangunan

Sektor Pemukiman Sektor Prasarana Wilayah SEKTOR PRASARANA KERAS

(Hard infra structure sector)

Sektor Perhubungan Sektor Pendidikan Sektor Kesehatan Sektor Ketenaga Kerjaan Sektor Agama Sektor Hukum SEKTOR

PRASARANA

SEKTOR PRASARANA LUNAK (Soft infra structure sector)

Sektor Kelembagaan dll. Sektor Pertanian

Sektor Kehutanan Sektor Perikanan Sektor Pariwisata Pertambangan dan Energi SEKTOR

PEMBANGUNAN

SEKTOR PRODUKTIF

Industri Sumber : Dahuri (2003a).

Tabel 2. Alternatif Rencana Pembangunan

Perencanaan Strategi Prioritas Pembangunan

Strategi pembangunan seimbang

Berbagai jenis sektor dibangun secara bersamaan sekaligus RENCANA

PEMBANGUNAN Strategi

pembangunan tidak seimbang

Hanya 1 atau 2 sektor yang mendapatkan prioritas pembangunan

Sumber : Dahuri (2003a).

Untuk menjadikan pengelolaan kawasan pesisir agar tetap berkelanjutan, diperlukan suatu rencana spasial yang matang. Sekali tata ruang ditetapkan rencana akan berjalan dengan dampak positif dan negatifnya. Kawasan pesisir mempunyai berbagai macam sumberdaya, dapat dipastikan akan melibatkan berbagai kegiatan yang akan memanfaatkan sumberdaya alam tersebut.

Dahuri (2003a), menyatakan bahwa pembangunan bidang kelautan Indonesia tidak mungkin dilaksanakan secara seragam untuk setiap wilayah laut dan pulau. Dibutuhkan semacam zonasi (perwilayahan) pembangunan yang

disusun berdasarkan kondisi fisik alam, potensi pembangunan sumberdaya alam, jasa lingkungan yang tersedia dan kondisi sosial budaya masyarakatnya. (1) Perwilayahan (zonation)

Persyaratan perencanaan spasial pada daerah pesisir (spatial planning of the coastal zone) untuk mencapai sustainable dan efficient development, adalah adanya 3 macam zoning utama (Dahuri, 2003a), yakni :

• Zoning Pembangunan atau Development/Utilization zone. Zoning pembangunan ini merupakan zona pemanfaatan serbaneka (multiple development zone), yang karena karakter biofisiknya dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Zoning Pembangunan adalah spatial unit/kawasan pada daerah pantai untuk kegiatan yang berpotensi membahayakan lingkungan.

• Zoning Konservasi. Zoning Konservasi adalah spatial unit/area pada daerah pantai untuk kegiatan yang berpotensi untuk memelihara dan memanfaatkan sumberdaya alam terbaharukan. Zona Konservasi merupakan wilayah dimana diperbolehkan berlangsung kegiatan pembangunan, tetapi dengan laju atau pada tingkat yang sangat terbatas.

• Zoning Preservasi. Zoning Preservasi adalah spatial unit/area pada daerah pantai yang membutuhkan perlindungan khusus. Zona Preservasi merupakan lokasi dalam Wilayah Pesisir dan Lautan yang mengandung sumberdaya alam (flora, fauna dan mikroba).

(2) Komposisi Zoning

Komposisi ideal untuk Zoning Pembangunan, Zoning Preservasi, Zoning Konservasi menurut Odum (1976); Clark (1992) dan Dahuri (2002), dalam suatu Wilayah Pesisir dan Lautan dapat dilihat pada Tabel 3. di bawah ini:

Tabel 3. Komposisi Zoning yang Ideal

No Jenis Zoning Prosentase Luas Zoning Terhadap Luas Lahan

1 Zoning Pembangunan 60 % 2 Zoning Konservasi 20 % 3 Zoning Preservasi 20 %

(3) Spatial Harmony

Menurut Dahuri (2003a), Tata ruang suatu wilayah harus mempunyai Spatial Harmoni atau keharmonisan ruang, yaitu antara ruang untuk kehidupan manusia dan kegiatan pembangunan dengan ruang untuk kepentingan pelestarian lingkungan yang dituangkan dalam peta tata ruang.