• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyusunan Strategi Pengelolaan dalam Optimalisasi Pemanfaatan Lahan berdasarkan Hasil Analisis SWOT Lahan berdasarkan Hasil Analisis SWOT

DAFTAR LAMPIRAN

SELESAI PEMBANGUNAN

8. Fatwa Planologi

5.2 Penyusunan Strategi Pengelolaan dalam Optimalisasi Pemanfaatan Lahan berdasarkan Hasil Analisis SWOT Lahan berdasarkan Hasil Analisis SWOT

Untuk menentukan kebijakan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan lahan Pulau Batam yang didasarkan atas kondisi faktual dilapangan, maka teknik yang digunakan adalah mencari strategi silang dari ke-empat faktor tersebut, yaitu :

1. Kebijakan SO, yaitu kebijakan yang disusun untuk memanfaatkan seluruh kekuatan dan mengoptimalkan peluang yang ada;

2. Kebijakan ST, yaitu kebijakan yang disusun untuk memanfaatkan kekuatan yang dimiliki dalam menanggulangi ancaman yang ada;

3. Kebijakan WO, yaitu kebijakan memanfaatkan peluang secara optimal untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki; dan

4. Kebijakan WT, yaitu kebijakan yang disusun untuk mengatasi kelemahan dan mengeliminasi ancaman yang mungkin timbul.

Tabel 28 memperlihatkan penyusunan strategi silang dalam optimalisasi pemanfaatan lahan di Pulau Batam.

Tabel 28. Formulasi Kebijakan Pengelolaan untuk Optimalisasi Pemanfaatan Lahan di Pulau Batam

PELUANG (O)

1. Peningkatan PAD Pemda dari sektor industri karena tingginya harga sewa lahan (Industri).

2. Pengembangan perumahan sesuai dengan komposisi 1:3:6 sehingga mengurangi kemungkinan munculnya perubahan alokasi lahan untuk perumahan yang berdampak pada mahalnya harga rumah murah untuk kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah (Perumahan).

3. Pengembangan sektor jasa dan pariwisata akan sangat

berdampak pada pengembangan Pulau Batam

sebagai Kota Transit ke Singapura (Jasa dan

Pariwisata).

4. Penyediaan komoditi pertanian yang murah yang dapat disediakan oleh pulau-pulau lain di sekitar Pulau Batam.

ANCAMAN (T)

1. Timbulnya erosi dan abrasi yang disebabkan oleh pembukaan lahan dan penimbunan laut di pesisir dan gangguan terhadap ekosistem alami dan estetika (Industri). 2. Hampir semua garis pantai

sudah dibuka dan habitat aslinya hilang seperti mangrove dan terumbu karang di wilayah tersebut (Industri). 3. Pemilik lahan sektor industri

dan pada umumnya bukan investor yang sesungguhnya, tetapi hanya spekulan lahan (Industri dan perumahan).

4. Kemungkinan perubahan alokasi pemanfaatan lahan dari sektor pertanian dan hijau melebihi ketetapan sesuai dengan master plan (Jasa). 5. Minimnya produk hasil

pertanian dari Pulau Batam, sehingga pulau ini sangat tergantung pasokan dari luar Pulau Batam (Pertanian).

6. Pengembangan pariwisata akan bersaing ketat dengan Singapura (Pariwisata).

KEKUATAN (S)

1. Investasi sektor industri dapat menarik investasi positif tertinggi dibandingkan dengan sektor lainnya (Industri).

2. Meningkatnya kebutuhan lahan untuk perumahan yang akan menampung pekerja-pekerja di kawasan industri dan fasilitas umum yang melayani kegiatan-kegiatan yang berkembang pesat terutama kegiatan industri dan pariwisata (Perumahan).

3. Setiap KK mendapatkan rumah/lahan perumahan dengan komposisi 1:3:6 sesuai SKB antara Menpera dan Otorita Batam

Kebijakan SO

1. Lahan-lahan yang tidak sesuai dengan fungsi pembangunan P. Batam dan lahan pada sektor lain yang memungkinkan untuk dikonversikan menjadi lahan

industri, dengan memperhatikan zoning di

dalam Master Plan diusulkan segera dikonversikan terutama ke sektor industri (Industri).

2. Perlu penataan hunian (zoning) perumahan berdasarkan lokasi kerja (Perumahan).

Kebijakan ST

1. Apabila konversi lahan disetujui maka sebaiknya langsung diberikan kepada investor agar

mempercepat laju pertumbuhan investasi positif

(Industri).

2. Perlu memperbaiki Rencana Tata Ruang khususnya untuk perencanaan perumahan dikawasan padat perkotaan, antara lain kebijakan kebijakan pengetatan ijin KDB dan KLB (Perumahan).

3. Dikeluarkan kebijakan memberi peringatan keras untuk segera membangun atau dilakukan

Tabel 28. Lanjutan ...

1. sehingga memungkinkan timbulnya pemerataan (Perumahan).

2. Besarnya minat investor untuk menanamkan investasinya di sektor jasa maka direkomendasikan

mengkonversikan sebagian sektor pertanian dan hijau menjadi sektor jasa (Jasa).

3. Pertanian merupakan kawasan transisi dan bersifat sementara, peruntukan ini diusulkan dikonversi menjadi peruntukan yang lebih dapat menarik investasi positip antara lain sektor Jasa, Industri dan Perumahan (Pertanian).

4. Pariwisata termasuk sektor yang diminati oleh para investor. Bahkan dapat menarik investasi positif yang cukup besar dan bersaing dengan sektor jasa (Pariwisata)

5. Menata Tata Ruang Kawasan Jasa seperti di Batu Ampar (Nagoya) dan Batam Senter (Jasa). 6. Dengan melihat

keterbatasan sumberdaya air, karakteristik kesuburan lahan yang kurang dan rendahnya minat investor maka direkomendasikan untuk mengkonversi lahan pertanian kepada sektor-sektor lain yang lebih menguntungkan (Pertanian).

7. Mengubah citra pariwisata di P. Batam menjadi lebih positif (Pariwisata).

4. penarikan kembali lahan-lahan jasa yang telah dialokasikan tetapi belum dibangun (Jasa). 5. Membuat kebijakan peraturan tata ruang seperti KLB dan KDB (Jasa).

6. Meningkatkan standar pariwisata dengan standar internasional karena Batam berbatasan langsung dengan negara tetangga dan salah satu pintu gerbang terbesar masuknya turis mancanegara setelah Bali (Pariwisata).

KELEMAHAN (W)

1. Lahan industri yang telah dialokasikan sebagian besar tidak melaksanakan pembangunan dan ada kecenderungan terjadi spekulasi untuk mendapatkan keuntungan dari harga lahan (Industri).

2. Limbah dari industri di Pulau Batam sebagian besar tidak dilakukan pengolahan (Industri). 3. Munculnya perumahan liar (RULI)

dengan merambah daerah hijau menjadi perumahan yang dilakukan oleh pendatang yang bertujuan mencari kerja, dan diantara mereka banyak yang status sosialnya adalah kelas bawah (Perumahan).

4. Hampir seluruh lahan jasa di perkotaan sudah dialokasikan dan sebagian besar sudah terbangun sehingga kemungkinan akan menyulitkan pengembangan sektor jasa (Jasa).

5. Lahan Pertanian, bukan merupakan peruntukan yang telah ditetapkan untuk Pulau Batam (Pertanian).

6. Sektor pariwisata yang telah dikembangkan di P. Batam sebagian besar adalah perhotelan dan wisata pantai, belum memadukan unsur-unsur budaya dan daya tarik wisata lainnya (Pariwisata).

Kebijakan WO

(1) Perlu segera diterapkan kebijakan penarikan lahan-lahan yang tidak segera dibangun melalui tahapan peringatan atau tindakan keras agar segera membangun (Industri). (2) Lahan yang telah ditarik,

segera diproses untuk berikan kepada investor yang bersungguh-sungguh dengan biaya sewa lahan yang lebih tinggi tetapi dengan pelayanan dan penyiapan infrastruktur yang lebih baik. Bila proses tersebut dilaksanakan maka investor akan segera membangun dan investasi positif dengan cepat akan meningkat (Industri). (3) Perlu dipikirkan subsidi bagi

penduduk asli yang berpenghasilan

rendah/miskin dalam bentuk keringanan atau pemberian kavling atau pemberian perumahan (Perumahan). (4) Perlu memperhatikan

segmentasi harga lahan untuk perumahan agar didapat subsidi silang bagi masyarakat berpenghasilan rendah/miskin

(Perumahan).

Kebijakan WT

1. Kebijakan pengelolaan sumber dampak negatif (Industri) 2. Mengingat lahan di Pulau

Batam hampir seluruhnya merupakan pesisir, maka perlu direvisi kembali Rencana Tata Ruang di kawasan tersebut, minimal memperbaiki kawasan pantai dan menyediakan lahan-lahan untuk pengolahan-lahan limbah secara terpadu (Industri). 3. Perlu perencanaan kawasan

perumahan sesuai dengan standar kenyamanan

4. perumahan yang aman, nyaman dan mudah dijangkau dengan fasos dan fasum yang memadai. Hal ini perlu dilakukan untuk kenyamanan dan kelestarian lingkungan (Perumahan).

5. Penataan lingkungan jasa perkotaan dan menambah dengan menambah ruang hijau dan taman kota (Jasa).

6. Perlu dipikirkan untuk memenuhi kebutuhan komoditi pertanian untuk masyarakat Batam dengan harga yang relatif terjangkau (Pertanian).

Tabel 28. Lanjutan ...

7. Pariwisata belum digarap secara optimal. Ini terlihat dari masa tinggal dan uang yang dibelanjakan di sektor pariwisata. Rata-rata masa tinggal wisatawan adalah sekitar 2 hari (Pariwisata). 8. Konversi lahan dari peruntukkan

lain sangat kecil diharapkan karena lahan pariwisata dibutuhkan kondisi yang spesifik (Pariwisata).

9. Membuat kebijakan standarisasi bangunan jasa di perkotaan dengan meningkatkan kualitas bangunan dan pelayanan termasuk sarana dan prasarana umum (Jasa). 10. Meningkatkan kualitas

pelayanan dan ragam wisata (Pariwisata).

7. Direkomendasikan

menempatkan sektor pertanian di pulau-pulau lain (Barelang) yang secara alamiah lebih memungkinkan dan mudah dijangkau dari P. Batam, misalnya P. Galang (Pertanian). 8. Meningkatkan nilai investasi

positif per-m2 dengan memadukan unsur kualitas pelayanan dan ragam wisata, citra pariwisata dengan standar internasional (pariwisata)

5.3 Pembobotan

Untuk menentukan prioritas dari kebijakan di atas, maka perlu memberikan bobot pada unusr SWOT yang ada pada Tabel 28. Pemberian bobot ( berkisar antara 1 – 3) didasarkan pada derajat kepentingan dari unsur tersebut. Artinya unsur yang paling penting akan mendapatkan nilai paling tinggi, dan sebaliknya unsur yang tidak penting akan mendapatkan nilai paling rendah. Pada Tabel 29 dapat dilihat pemberian bobot untuk setiap unsur kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam proses mendapatkan prioritas kebijakan optimalisasi pemanfaatan lahan Pulau Batam.

Tabel 29. Pemberian Bobot untuk Setiap Unsur dari Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman

Kekuatan Bobot Kelemahan Bobot Peluang Bobot Ancaman Bobot

S1 3 W1 2 O1 3 T1 3 S2 2 W2 2 O2 2 T2 2 S3 1 W3 3 O3 3 T3 2 S4 3 W4 2 O4 1 T4 2 S5 1 W5 1 T5 2 S6 3 W6 3 T6 3 W7 2 W8 2 Keterangan: KEKUATAN (S)

S1. Investasi sektor industri dapat menarik investasi positif tertinggi dibandingkan dengan sektor lainnya (Industri). S2. Meningkatnya kebutuhan lahan untuk perumahan yang akan menampung pekerja-pekerja di kawasan industri dan

fasilitas umum yang melayani kegiatan-kegiatan yang berkembang pesat terutama kegiatan industri dan pariwisata (Perumahan).

S3. Setiap KK mendapatkan rumah/lahan perumahan dengan komposisi 1:3:6 sesuai SKB antara Menpera dan Otorita Batam sehingga memungkinkan timbulnya pemerataan (Perumahan).

S4. Besarnya minat investor untuk menanamkan investasinya di sektor jasa maka direkomendasikan mengkonversikan sebagian sektor pertanian dan hijau menjadi sektor jasa (Jasa).

S5. Pertanian merupakan kawasan transisi dan bersifat sementara, peruntukan ini diusulkan dikonversi menjadi peruntukan yang lebih dapat menarik investasi positip antara lain sektor Jasa, Industri dan Perumahan (Pertanian). S6. Pariwisata termasuk sektor yang diminati oleh para investor. Bahkan dapat menarik investasi positif yang cukup

besar dan bersaing dengan sektor jasa (Pariwisata)

KELEMAHAN (W)

W1. Lahan industri yang telah dialokasikan sebagian besar tidak melaksanakan pembangunan dan ada kecenderungan terjadi spekulasi untuk mendapatkan keuntungan dari harga lahan (Industri).

W2. Limbah dari industri di Pulau Batam sebagian besar tidak dilakukan pengolahan (Industri).

W3. Munculnya perumahan liar (RULI) dengan merambah daerah hijau menjadi perumahan yang dilakukan oleh pendatang yang bertujuan mencari kerja, dan diantara mereka banyak yang status sosialnya adalah kelas bawah (Perumahan).

W4. Hampir seluruh lahan jasa di perkotaan sudah dialokasikan dan sebagian besar sudah terbangun sehingga kemungkinan akan menyulitkan pengembangan sektor jasa (Jasa).

W5. Lahan Pertanian, bukan merupakan peruntukan yang telah ditetapkan untuk Pulau Batam (Pertanian).

W6. Sektor pariwisata yang telah dikembangkan di P. Batam sebagian besar adalah perhotelan dan wisata pantai, belum memadukan unsur-unsur budaya dan daya tarik wisata lainnya (Pariwisata).

W7. Pariwisata belum digarap secara optimal. Ini terlihat dari masa tinggal dan uang yang dibelanjakan di sektor pariwisata. Rata-rata masa tinggal wisatawan adalah sekitar 2 hari (Pariwisata).

W8. Konversi lahan dari peruntukkan lain sangat kecil diharapkan karena lahan pariwisata dibutuhkan kondisi yang spesifik (Pariwisata).

PELUANG (O)

O1. Peningkatan PAD Pemda dari sektor industri karena tingginya harga sewa lahan (Industri).

02. Pengembangan perumahan sesuai dengan komposisi 1:3:6 sehingga mengurangi kemungkinan munculnya perubahan alokasi lahan untuk perumahan yang berdampak pada mahalnya harga rumah murah untuk kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah (Perumahan).

O3. Pengembangan sektor jasa dan pariwisata akan sangat berdampak pada pengembangan Pulau Batam sebagai Kota Transit ke Singapura (Jasa dan Pariwisata).

O4. Penyediaan komoditi pertanian yang murah yang dapat disediakan oleh pulau-pulau lain di sekitar Pulau Batam.

ANCAMAN (T)

T1. Timbulnya erosi dan abrasi yang disebabkan oleh pembukaan lahan dan penimbunan laut di pesisir dan gangguan terhadap ekosistem alami dan estetika (Industri).

T2. Hampir semua garis pantai sudah dibuka dan habitat aslinya hilang seperti mangrove dan terumbu karang di wilayah tersebut (Industri).

T3. Pemilik lahan sektor industri dan pada umumnya bukan investor yang sesungguhnya, tetapi hanya spekulan lahan (Industri dan perumahan).

T4. Kemungkinan perubahan alokasi pemanfaatan lahan dari sektor pertanian dan hijau melebihi ketetapan sesuai dengan master plan (Jasa).

T5. Minimnya produk hasil pertanian dari Pulau Batam, sehingga pulau ini sangat tergantung pasokan dari luar Pulau Batam (Pertanian).

T6. Pengembangan pariwisata akan bersaing ketat dengan Singapura (Pariwisata).