• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS DATA

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional Biologi USU 2016 (Halaman 194-200)

IN LEUPUNG ACEH BESAR Suwarno 1 , Muhammad Toha Putra 2 , Irvianty

ANALISIS DATA

Data jenis kupu-kupu yang tertangkap, dianalisis terhadap nilai frekuensi relatif, kelimpahan relatif, dan indeks keragaman Shannon-Wiener dengan rumus sebagai berikut:

Frekuensi Kehadiran FK = plot total Jumlah jenis suatu ditempati yang plot Jumlah Kelimpahan Relatif KR = 100% jenis seluruh individu Jumlah jenis suatu individu Jumlah Indeks Keanekaragaman

Untuk memperoleh Indeks Keanekaragaman kupu-kupu dihitung dengan

menggunakan rumus Shannon-Wieneryaitu:

H= −∑ Piln Pi dimana :

H = Indek keanekaragaman spesies Pi = ni/ N

ni = Jumlah individu panda spesies ke-i N = Total jumlah individu seluruh spesies

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengkoleksian terhadap kupu-kupu yang telah dilakukan pada tiga macam habitat di Leupung Aceh Besar tertangkap sebanyak 35 jenis yang tergolong ke dalam empat famili yaitu Lycaenidae (2 jenis), Nymphalidae (18 jenis), Pieridae (8 jenis)dan Papilionidae (7 jenis).Jumlah jenis kupu-kupu yang didapat di habitat ladang (32 jenis) lebih banyak dibandingkan dengan yang ditemukan di hutan sekunder (28 jenis) ataupun di semak (20 jenis) (Tabel 1). Jumlah jenis kupu-kupu dari hasil penelitian ini lebih sedikit dibanding dengan hasil penelitian sebelumnya Suwarno et al. (2013) di Sungai Sarah Aceh Besar, yang mendapatkan 60 jenis kupu-kupu, tergolong dalam 10 subfamili dan 5 famili. Namun demikian, jumlah jenis dan jumlah individu yang tergolong famili Nymphalidae mendominasi pada kedua lokasi.

Tabel 1. Komposisi kupu-kupu yang terdapat di Leupung Aceh Besar

Familia / Jenis Hutan Sekunder Ladang / Kebun Semak FK KR LYCAENIDAE 1. Anthene emolus 3 5 6 1.00 2.96 2. Euchrysops cnejus 2 1 3 1.00 1.27 NYMPHALIDAE 3. Cirrochoroa orissa 0 1 0 0.33 0.21 4. Danaus chrysippus 5 6 1 1.00 2.54 5. Danaus gemutia 0 2 0 0.67 0.42 6. Elymnias nesaea 0 1 0 0.33 0.21 7. Euploea eunice 3 2 3 1.00 1.69 8. Euploea eyndhovii 8 7 4 1.00 4.02 9. Euploea mulciber 8 5 6 1.00 4.02 10. Euploea radamanthus 9 6 6 1.00 4.44

Familia / Jenis Hutan Sekunder Ladang / Kebun Semak FK KR 11. Hypolimnias bolina 5 3 1 1.00 1.90 12. Idea stolli 5 3 0 0.67 1.69 13. Ideopsis vulgaris 10 13 9 1.00 6.77 14. Junonia alamanda 0 4 0 0.33 0.85 15. Junonia atlites 0 2 0 0.33 0.42 16. Junonia iphita 3 2 0 0.67 1.06 17. Neptis hylas 8 9 0 1.00 3.59 18. Paraantica agloides 10 8 10 1.00 5.92 19. Paraantica aspasia 11 1 3 1.00 3.17 20. Tanacea iapis 0 1 0 0.33 0.21 PAPILIONIDAE 21.Graphium antiphates 1 0 0 0.33 0.21 22. Graphium doson 5 2 0 0.33 1.48 23. Graphium sarpedon 18 7 2 1.00 5.71 24. Lamproptera curius 4 6 0 1.00 2.11 25. Pachliopta aristolochiae 12 8 6 1.00 5.50 26. Papilio nephelus 0 3 0 0.33 0.63 27. Papilio polytes 8 2 3 1.00 2.75 PIERIDAE 28. Appias libythea 10 3 0 0.67 2.75 29. Appias lyncida 6 0 2 0.67 1.69 30. Appias nero 1 0 0 0.33 0.21 31. Delias hyparete 13 8 4 1.00 5.29 32. Eurema hecabe 18 12 6 1.00 7.61 33. Eurema sari 20 17 8 1.00 9.51 34. Hebomoia glaucippe 13 11 2 1.00 5.50 35. Leptosia nina 4 3 1 1.00 1.69 223 164 86 26.33 100

Perbedaan rona lingkungan di kedua lokasi penelitian merupakan penyebab adanya variasi jumlah jenis yang ditemukan. Kawasan hutan sekunder di Leupung sudah mengalami konversi menjadi perkebunan masyarakat dan sudah ditanami tanaman ekonomi seperti durian (Durio zibethinus), belimbing (Averhoa bilimbii), manggis (Garcinia mangostana), sirsak (Annona muricata), pala (Myristica fragrans), dan kayu manis (Cinnamomum burmanii). Menurut Hill et al. (2003), kelimpahan spesies kupu-kupu menurun pada hutan yang mengalami penebangan. Kurangnya tanaman pakan (food plant) dan tanaman inang (host plant) bagi kupu-kupu di Leupung akibat konversi lahan diduga menjadi faktor penyebab kurangnya jumlah jenis yang ditemukan.

Gambar 1. Jumlah spesies pada masing-masing famili

Gambar 1. Persentase jumlah individu pada masing-masing famili

Nymphalidae merupakan kelompok kupu-kupu yang paling banyak tertangkap di Leupung Aceh Besar baik dalam jumlah jenis (51,43%) (Gambar 1) maupun dari jumlah individu (43,13%) (Gambar 2). Famili Nymphalidae paling banyak tertangkap pada habitat kebun/ladang (18 jenis) dibanding hutan sekunder (12 jenis) dan semak (9 jenis) (Tabel 1). Hal ini karena banyaknya tanaman pakan dan tanaman inang di habitat kebun/ladang. Menurut Peggy dan Amir (2006) sumber pakan Nymphalidae adalah Leguminoceae dan Compositae. Banyaknya sumber mineral dan buah busuk yang terdapat dikawasan kebun/ladang hutan sekunder seperti juga menjadi salah satu faktor banyaknya jumlah jenis yang didapatkan dari famili Nymphalidae. Menurut Suwarno dan Yusti (2012) kupu-kupu dari famili Nymphalidae paling banyak melakukan puddling secara berkelompok. Nymphalidae dilaporkan mendominasi komunitas kupu-kupu di beberapa lokasi, seperti, di Taman Nasional Gunung Halimun (Amir et al., 2003), dan di Sungai Sarah, Aceh Besar, Aceh (Suwarno et al., 2013). Nymphalidae merupakan familia kupu-kupu yang mempunyai anggota paling banyak dan penyebaran lebih luas dibandingkan dengan famili kupu-kupu lainnya (Corbet dan Pendlebury, 1992).

Jenis kupu-kupu yang paling dominan dari famili Nymphalidae adalah Parantica agloides dan Ideopsis vulgaris (Tabel 1). Kedua jenis kupu-kupu ini menyukai tempat yang agak terbuka namun tidak terdedah langsung dengan cahaya matahari.

Kupu-kupu dari familia Pieridae juga banyak ditemukan (Tabel 1, Gambar 1 dan 2). Tingginya populasi famili Pieridae pada penelitian ini diduga berkaitan dengan berlimpahnya tumbuhan dari famili Leguminoceae dan Loranthaceae. Tumbuhan dari famili Leguminoceae, Capparidaceae, dan Loranthaceae merupakan tanaman inang utama bagi famili Pieridae (Otsuka, 2001). Beberapa jenis juga telah dilaporkan terdapat di Sungai Sarah, Aceh Besar (Suwano et al., 2013) seperti, Appias libythea, Appias lyncida, Delias hyparate, Eurema hecabe, Hebomoia glaucippe, dan Leptosia nina.

Sebanyak tujuh jenis kupu-kupu yang tergolong fmilia Papilionidae ditemukan pada penelitian ini (Tabel 1), enam diantaranya dikoleksi pada habitat hutan sekunder dan kebun/ladang yang lokasinya berdampingan. Kehadiran enam jenis kupu-kupu dari familia Papilionidae pada hutan sekunder diduga akibat adanya konversi hutan sekunder menjadi kebun/ladang. Pada kawasan tepi hutan sekunder banyak terdapat tanaman kayu manis (Cinnamomum burmanii) dan sirsak (Annona muricata) yang merupakan tanaman inang bagi beberapa jenis Graphium. Selain itu tanaman jeruk (Citrus sp.) juga banyak terdapat di habitat kebun/ladang yang merupakan tanaman inang dari Papilio spp. Menurut Salmah et al. (2002) tanaman pakan dari jenis Graphiumsarpedon, G. doson, dan G. evemon adalah dari famili Lauraceae dan Annonaceae. Semua jenis dari Papilionidae yang terdapat di Leupung ini juga ditemukan di Sungai Sarah Aceh Besar (Suwarno et al., 2013).

Famili Lycaenidae merupakan kelompok kupu-kupu yang paling sedikit tertangkap baik dalam jumlah jenis (5,71%) (Gambar 1) maupun dari jumlah individu (4,23%) (Gambar 2). Jenis yang ditemukan jenis yaitu Anthene emolus dan Euchrysops cnejus (Tabel 1).Kupu- kupu dari familia Lycaenidae yang didapatkan umumnya ditemukan pada pagi hari sedangkan pada siang hari yang panas jarang ditemukan famili ini,karena ukuran tubuh yang kecil menyebabkan jenis dari suku ini tidak tahan terhadap panas yang menyengat. Menurut Peggie dan Amir (2006) kupu-kupu ini umumnya dijumpai pada hari yang cerah dan di tempat yang terbuka.

Frekuensi kehadiran jenis-jenis kupu-kupu yang terdapat di Leupung ini tergolong tinggi, hanya beberapa jenis saja yang frekuensi kehadirannya rendah (Tabel 1). Hal ini diduga jenis-jenis yang ditemukan merupakan kelompok kupu-kupu yang menyukai kawasan terbuka dan tersedianya tanaman inang dan tanaman pakan pada semua tipe habitat. Beberapa jenis yang mendominasi seperti Ideopsis vulgaris dan Parantica agloides (Nymphalidae), Delias hyparete, Eurema sari dan Eurema hecabe (Pieridae). Menurut Yamamoto et al. (2007) kehadiran spesies kupu-kupu yang tinggi didukung oleh tersedianya tumbuhan sebagai sumber pakan.

Hasil analisis keanekaragaman kupu-kupu pada masing-masing habitat di Leupung menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman kupu-kupu di hutan sekunder (H‘=3.13) dan kebun/ladang (H‘=3.1λ) tergolong dalam kategori tinggi, sedangkan semak (H‘=2.81) tergolong dalam kategori sedang (Tabel 2). Kategori ini sesuai dengan pendapat Odum (1993),yang menyatakan bahwa apabila H' ≤ 2.0 maka indeks keanekaragaman rendah, apabila 2.0 < H' < 3.0 maka indeks keanekaragaman sedang, dan apabila H' ≥ 3.0 maka indeks keanekaragaman tinggi. Secara keseluruhan indeks keanekaragaman kupu-kupu

Tabel 2. Indeks keanekaragaman jenis kupu-kupu yang terdapat di Leupung A. Besar

Habitat Indeks Keanekaragaman

Hutan Sekunder 3.18

Ladang / Kebun 3.12

Semak Belukar 2.81

Tinggi rendahanya nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (H), sangat ditentukan oleh jumlah spesies (species richness), kelimpahan individu setiap spesies (abundance) dan jumlah total individu. Rona lingkungan menjadi faktor penentu perbedaan jumlah spesies dan jumlah total individu sehingga mempengaruhi nilai indeks keanekaragaman. Adanya perbedaan rona lingkungan menyebabkan keanekaragaman organisme yang tidak toleran menurun, sebaliknya organisme yang toleran akan tinggi.Hal ini terlihat pada perbedaan keanekaragaman kupu-kupu antara hutan sekunder dan kebun/ladang. Suwondo et al. (2004), menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara keanekaragaman dengan kualitas lingkungan. Keanekaragaman banyak dipakai untuk mengindikasikan kondisi lingkungan suatu ekosistem. Odum (1993) menyatakan bahwa keanekaragaman identik dengan kestabilan suatu ekosistem, yaitu jika keanekaragaman suatu ekosistem relatif tinggi maka kondisi ekosistem tersebut cenderung stabil.

KESIMPULAN

Hutan sekunder di Leupung Aceh Besar sudah mengalami konversi dan fragmentasi, namun masih cukup sesuai bagi kehidupan kupu-kupu, terlihat dari nilai indeks

keanekaragamannya yang masih tergolong tinggi (H‘ = 3.13). Kupu-kupu yang tertangkap sebanyak 35 jenis yang tergolong ke dalaam empat famili (Nymphalidae, Papilionidae, Pieridae and Lycaenidae). Kupu-kupu dari famili Nymphalidae mendominasi baik dari segi jumlah jenis maupun dari jumlah individu.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih ditujukan kepada Ketua Jurusan Biologi FMIPA Unsyiah yang sudah memberikan izin pemakaian alat-alat laboratorium dan fasilitas lainnya. Kepada masyarakat Leupung juga diucapkan terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, L. 2000. Keanekaragaman Rhopalocera Diurnal di Taman Hutan Raya Cut Nyak Dhien Seulawah, Aceh Besar. Skripsi. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Amir, M., Noerdjito, W.A., dan Kahono, S. 2003. Kupu (Lepidoptera). Di dalam: Amir, M., dan Kahono, S., editor. Serangga Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Bagian Barat. Bogor: Biodiversity Conservation Project LIPI-JICA.

Bonebrake, T. C. Ponislo, I. C. Boggs, C. I. and Erlich P. R. (2010). More than just indicators: a review of tropical butterfly and conservation. Biological Conservation. Vol 143, p. 1831-1841

Chen, L-C. Shiu, H-J. Benedick, S. Holloway J. D., Chey, V. K. Barlow, H. S.. Hill J. K and Thomas, C. D (2009). Elevation increases in moth assemblages over 24 years on a tropical mountain. Proceeding of the National Academy of Sciences USA, Vol. 106 p. 1479-1483

Corbet, A.S., dan Pendlebury, H.M. 1992. The Butterflies of The Malay Peninsula 2nd ed. British Museum. Tweeddale Court. Edinburgh, London.

Dahelmi., Salmah, S., dan Primaldavi, I. 2009. Kupu-kupu di Pulau Marak, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Proc. Seminar dan Rapat Tahunan BKS-BTN Wilayah Barat ke-21. Padang.

Fleming, W.A. 1975. Butterflies of West Malaysia and Singapore. Volume Two. Second Edition. Longeman, Kuala Lumpur.

Hill, J.K., Hamer, K.C., Dawood, M.M., Tangah, J., dan Chey, V.K. 2003. Rainfall but not selective logging affect changes in abundance of a tropical forest butterfly in Sabah, Borneo. J Trop Ecol 19: 35-42.

Koh L. P. and Sodhi, N. S. (2004). Importance of reserves, pfragments and parks for butterfly conservation in a tropical urban landscape. Ecological Application Vol. 14, p. 1695- 1708

Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga. Terjemahan dari Fundamental of Ecology Third Edition, oleh Tjahjono Samingan. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Otsuka, K. 2001. A fiel Guide to the Butterflies of Borneo and South East Asia. Hornbill

books- adivision of iwase bookshop Sdn. Bhd, Malaysia.

Peggie dan Amir, M. 2006. Practical Guide to the Butterflies of Bogor Botanic Garden – Panduan Praktis Kupu-kupu di Kebun Raya Bogor. Bidang Zoologi, pusat penelitian biologi, LIPI Cibinong dan Nagao Natural Environment Foundation. Tokyo.

Rizal, S. 2007. Populasi kupu-kupu di kawasan wisata Lubuk Minturun Sumatera Barat. Mandiri 9: 170-184.

Salmah, S., Abbas, I., dan Dahelmi. 2002. Kupu-kupu Papilionidae di Taman Nasional Kerinci Seblat. Departemen Kehutanan Republik Indonesia, Jakarta.

Sodhi, N.S., Koh, L.P., Brook, B.W., dan Peter, K.L. 2004. Southeast asian biodiversity: an impending disaster. Trends in Ecol Evol 19: 654-660.

Suwarno dan Yusti, E. 2012. Puddling Behaviour Kupu-kupu di Kawasan Wisata Sungai Sarah Kecamatan Leupung Aceh Besar. Prosiding Seminar Nasional Hasil Riset dan Standarisasi Industri, Balai Riset dan Standarisasi Industri Aceh, 228-241, ISBN: 978- 602-19327-0-4.

Suwarno, Fuadi, S dan Mahmud, A.H. 2013. Keragaman dan Kelimpahan Kupu-kupu Pasca Tsunami di Kawasan Sungai Sarah Aceh Besar. Prosiding Seminar Nasional BKS-PTN Barat. Universitas Lampung, 10-12 Mei 2013, hlmn. 123-133.

Suwondo, Elya Febrita, Dessy dan Mahmud Alpusari. 2004. Kualitas Biologi Perairan Sungai Senapelan, Sago Dan Sail di Kota Pekanbaru Berdasarkan Bioindikator Plankton dan Bentos. Biogenesis. 1 (1) : 15-20.

Tsukada, E., dan Nishiyama, Y. 1982. Butterflies of the South East Asian Island. Vol. 1, Papilionidae. Translate into English by Morishita, K and Kaneko, M. Plapac co.ltd. Tokyo, Japan.

POPULASI LOBSTER AIR TAWAR (Cherax sp.) DI PERAIRAN

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional Biologi USU 2016 (Halaman 194-200)