• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional Biologi USU 2016 (Halaman 36-44)

MORTALITAS LARVA Aedes aegypti INSTAR III Abdullah, Lisda Arwadeni dan Safrida

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Ekstraksi Kulit Buah dan Daging Buah Pala (Myristica fragrans Houtt.)

Ekstrak etanol kulit buah dan daging buah pala (Myristica fragrans Houtt.) diperoleh dengan metode ekstraksi yang dilakukan di laboratorium Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan FKIP Unsyiah. Sebanyak 1 kg buah pala utuh yang di pisahkan dari biji dan diambil bagian kulit buah dan daging buahnya menghasilkan 95 g kulit buah pala dan 602,5 g daging buah pala yang kemudian dikeringkan selama 3 hari dan dimaserasi dengan pelarut etanol. Hasil Ekstraksi tersebut menghasilkan ekstrak kulit buah pala sebanyak 25,06 g dan daging buah pala sebanyak 34,26 g.

Proses ekstraksi pada penelitian ini menggunakan pelarut etanol, karena etanol mudah menembus membran sel tumbuhan untuk menarik senyawa aktif dalam intrasel. Etanol dipilih karena bersifat pelarut universal yang dapat menarik semua jenis zat aktif metabolit sekunder yang ada pada tumbuhan, baik yang bersifat polar semi polar maupun non polar serta absorbsinya baik dan kadar toksisitasnya relatif rendah terhadap makhluk hidup (Tiwari dkk, 2011). Selanjutnya pelarut dipisahkan dari larutan dengan menggunakan Rotary evaporator (Arifin dkk, 2010). Rotary evaporator yang berfungsi sebagai alat untuk menguapkan pelarut dari ekstrak diputar dengan kecepatan 182 rpm dan suhu yang digunakan 72ºC.

Hasil Uji Mortalitas Larva Nyamuk Aedes aegypti

Secara deskriptif persentase mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti setelah paparan ekstrak kulit buah pala selama 24 jam yang diberikan perlakuan disajikan dalam Tabel 1.

P

0

=

Tabel 1. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Pala Terhadap Mortalitas Larva Aedes aegypti Selama 24 jam

No Perlakuan Konsentrasi Ekstrak Kulit Buah Pala Pengulangan Jumlah total Rata- rata Persen I II III 1 KB1 500 ppm 6 5 5 16 5,33 53,33% 2 KB2 1000 ppm 8 8 9 25 8,33 83,33% 3 KB3 1500 ppm 10 8 10 28 9,33 93,33% 4 KP 0% 10 10 10 30 10 100% 5 KN 0% 0 0 0 0 0 0,00%

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi esktrak kulit buah pala maka semakin besar persentase kematian larva Aedes aegypti. Pengamatan yang telah dilakukan selama 24 jam pada ulangan I, II, dan III masing-masing 10 ekor sehingga jumlah kematian larva pada kontrol positif sebanyak 30 ekor atau 100% kematian larva. Kematian larva pada kontrol positif mencapai 100% pada jam kedua setelah paparan.

Konsentrasi 500 ppm pada ulangan I menyebabkan kematian sebanyak 6 ekor, ulangan II sebanyak 5 ekor, ulangan III sebanyak 5 ekor, sehingga jumlah kematian larva sebanyak 16 ekor atau 53,33% kematian larva dalam 24 jam pengamatan. Konsentrasi 1000 ppm pada ulangan I menyebabkan kematian sebanyak 8ekor, ulangan II sebanyak 8 ekor, ulangan III sebanyak 9 ekor, sehingga jumlah kematian larva sebanyak 25 ekor atau 83,33% kematian larva dalam 24 jam pengamatan. Konsentrasi 1500 ppm pada ulangan I menyebabkan kematian sebanyak 10 ekor, ulangan II sebanyak 8 ekor, ulangan III sebanyak 10 ekor, sehingga jumlah kematian larva sebanyak 28 ekor atau 93,33% kematian larva dalam 24 jam pengamatan.

Hasil pengamatan untuk ekstrak kulit buah pala pada konsentrasi 500 ppm (KB1) menunjukkan kematian larva nyamuk Aedes aegypti instar III mulai terjadi pada pengamatan 2 jam pertama sebanyak 3,33%. Jumlah keseluruhan larva yang mati hingga pengamatan 24 jam sebesar 16 ekor larva dengan rata-rata 53,33%. Pada perlakuan KB1 ini jumlah kematian larva lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol negatif (KN). Pemberian ekstrak kulit buah pala 500 ppm belum mampu membunuh semua larva dalam waktu 24 jam.

Hasil pengamatan untuk ekstrak kulit buah pala pada konsentrasi 1000 ppm (KB2) menunjukkan kematian larva nyamuk Aedes aegypti instar III mulai terjadi pada pengamatan 2 jam pertama sebanyak 3,33%. Jumlah keseluruhan larva yang mati hingga pengamatan 24 jam sebesar 25 ekor larva dengan rata-rata 83,33%. Pada perlakuan KB2 ini jumlah kematian larva lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi 500 ppm (KB1). Pemberian ekstrak kulit buah pala 500 ppm belum mampu membunuh semua larva dalam waktu 24 jam.

Hasil pengamatan untuk ekstrak kulit buah pala pada konsentrasi 1500 ppm (KB3) menunjukkan kematian larva nyamuk Aedes aegypti instar III mulai terjadi pada pengamatan 1 jam pertama sebanyak 3,33%. Jumlah keseluruhan larva yang mati hingga pengamatan 24 jam sebesar 28 ekor dengan rata-rata 93,33%. Pada perlakuan KB3 ini jumlah kematian larva lebih tinggi jika dibandingkan dengan 2 konsentrasi ekstrak yang lebih rendah sebelumnya yaitu KB1 dan KB2 sebanyak 500 ppm dan 1000 ppm. Pemberian ekstrak kulit buah pala 1500 ppm belum mampu membunuh semua larva dalam waktu 24 jam namun tingkat kematian yang didapat hampir mendekati 100 persen.

keseluruh larva pada 2 jam pertama pengamatan selama 24 jam sebanyak 100%. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kulit pala ini memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada tiap konsentrasi. Jumlah larva Aedes aegypti yang mati setelah diberikan ekstrak kulit buah pala pada setiap jam selama 24 jam pengamatan tersaji dalam Gambar 1.

Gambar 1. Rataan Jumlah Larva Aedes aegypti yang Mati pada Setiap Jam Pengamatan Selama 24 jam. Kn : Kontrol negatif (air sumur), Kp : Kontrol positif (100 ml air sumur + abate 0,01 g), KB1 : Ekstrak kulit buah pala konsentrasi 500 ppm, KB2 : Ekstrak kulit buah pala konsentrasi 1000 ppm, KB3 : Ekstrak kulit buah pala konsentrasi 1500 ppm

Hasil analisa statistik dengan uji ANAVA menunjukkan bahwa nilai F hitung > F Tabel dan nilai P < 0,05 yang menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah pala berpengaruh terhadap mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti, dengan demikian hipotesis penelitian diterima.

Tabel 2. Analisis Varian (ANAVA) Pengaruh Ekstrak Kulit Buah Pala Terhadap Mortalitas larva Aedes aegypti

SK Db JK KT Fh F(0,05)

Perlakuan 4 1911,66 40,1 8,87 3,48*

Galat 10 45,2 4,52

Total 14 1956,86

Keterangan :

* = Berbeda nyata pada taraf 0,05 SK = Sumber Keragaman

DB = Derajat Bebas JK = Jumlah Kuadrat KT = Kuadrat Tengah

Pada analisis varian diperoleh koefisien keragaman (KK) ekstrak kulit pala 96,64% maka uji lanjutan yang digunakan adalah uji Jarak Nyata Duncan (Tabel 3).

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa Kontrol negatif (KN) berbeda nyata dengan KB1 (500 ppm ekstrak kulit buah pala). KB1 berbeda nyata dengan KB2 (1000 ppm ekstrak kulit buah pala). KB2 berbeda nyata dengan KB3 (1500 ppm ekstrak kulit buah pala) Sedangkan KB3 sama dengan kontrol positif (KP).

Kemampuan ekstrak kulit buah pala membunuh larva Aedes aegypti juga dianalisis menggunakan Analisis Regresi Probit sehingga diketahui nilai LC50 dan LC90 yaitu nilai konsentrasi zat uji yang dibutuhkan untuk membunuh larva sebanyak 50% dan 90% ditetapkan berdasarkan hubungan antara konsentrasi ekstrak dengan persentase kematian larva Aedes aegypti. Semakin kecil LC50 dan LC90, maka akan semakin besar efektifitas ekstrak terhadap kemampuannya membunuh larva Aedes aegypti.

Tabel 3. Hasil Analisis Jarak Nyata Duncan (JNTD) Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Buah Pala Terhadap Mortalitas Larva Aedes aegypti Instar III

Perlakuan Rata-rata Beda Real Pada Jarak Perlakuan BJND (0,05) 2 3 4 5 KN 0 - A KB1 5,33 5,33 - B KB 2 8,33 3 8,33 - C KB3 9,33 1 4 9,33 - Cd KP 10 0,67 1,67 4,67 10 D P0,05 (p,10) 3,15 3,30 3,37 3,43 3,15 JNTD0,05(p-10) śy Pα (p.v) . S‘y 42,08 44,08 45,02 45,82 42,08

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Hasil Analisis regresi probit menunjukkan perhitungan konsentrasi ekstrak kulit buah pala yang menyebabkan kematian 50% (LC50) adalah 325 ppm dan perhitungan konsentrasi ekstrak kulit buah pala yang menyebabkan kematian 90% (LC90) adalah 1325 ppm. Nilai LC50 yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan ekstrak kulit buah pala bersifat aktif sebagai larvasida karena nilai LC50 dibawah 500 ppm (Wijayanti dkk, 2007).

Secara deskriptif persentase mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti setelah paparan ekstrak daging buah pala selama 24 jam yang diberikan perlakuan disajikan dalam Tabel 4 Tabel 4. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daging Buah Pala Terhadap Mortalitas Larva Aedes

aegypti Selama 24 jam

No Perlakuan Konsentrasi Ekstrak Kulit Buah Pala Pengulangan Jumlah total Rata- rata Persen 1 2 3 1 DB1 500 ppm 7 6 6 19 6,33 63,33% 2 DB2 1000 ppm 10 10 10 30 10 100% 3 DB3 1500 ppm 10 10 10 30 10 100% 4 KP 0% 10 10 10 30 10 100% 5 KN 0% 10 10 10 0 0 0,00%

Hasil pengaruh ekstrak daging buah pala terhadap larva Aedes aegypti yang terlihat dari Tabel 4 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi esktrak daging buah pala maka semakin besar persentase kematian larva Aedes aegypti. Pengamatan yang telah dilakukan selama 24 jam pada ulangan I, II, dan III masing-masing 10 ekor sehingga jumlah kematian larva pada kontrol positif sebanyak 30 ekor atau 100% kematian larva. Kematian larva pada kontrol positif mencapai 100% pada jam kedua setelah paparan.

Konsentrasi 500 ppm pada ulangan I menyebabkan kematian sebanyak 7 ekor, ulangan II sebanyak 6 ekor, ulangan III sebanyak 6 ekor, sehingga jumlah kematian larva sebanyak 19 ekor atau 63,33% kematian larva dalam 24 jam pengamatan. Konsentrasi 1000 ppm pada ulangan I menyebabkan kematian sebanyak 10ekor, ulangan II sebanyak 10 ekor, ulangan III sebanyak 10 ekor, sehingga jumlah kematian larva sebanyak 30 ekor atau 100% kematian larva dalam 24 jam pengamatan. Konsentrasi 1500 ppm pada ulangan I

1 jam pertama sebanyak 3,33%. Jumlah keseluruhan larva yang mati hingga pengamatan 24 jam sebesar 19 ekor larva dengan rata-rata 63,33%. Pada perlakuan DB1 ini jumlah kematian larva lebih tinggi jika dibandingkan dengan kontrol negatif (KN). Pemberian ekstrak daging buah pala 500 ppm belum mampu membunuh semua larva dalam waktu 24 jam.

Hasil pengamatan untuk ekstrak daging buah pala pada konsentrasi 1000 ppm (DB2) menunjukkan kematian larva nyamuk Aedes aegypti instar III mulai terjadi pada pengamatan 1 jam pertama sebanyak 6,66%. Jumlah keseluruhan larva yang mati hingga pengamatan 24 jam sebesar 30 ekor larva dengan rata-rata 100%. Pada perlakuan DB2 ini jumlah kematian larva lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi 500 ppm (DB1). Hal ini memberikan arti bahwa ekstrak daging buah pala pada konsentrasi 1000 ppm sama ampuhnya dengan abate 10% karena mampu membunuh larva nyamuk Aedes aegypti mencapai 100%. Abate sendiri adalah senyawa sintetis yang telah direkomendasikan digunakan sebagai larvasida (Gandahusada, 2006).

Hasil pengamatan untuk ekstrak daging buah pala pada konsentrasi 1500 ppm (DB3) menunjukkan kematian larva nyamuk Aedes aegypti instar III mulai terjadi pada pengamatan 2 jam pertama sebanyak 10%. Jumlah keseluruhan larva yang mati hingga pengamatan 24 jam sebesar 30 ekor larva dengan rata-rata 100%. Pada perlakuan DB3 ini jumlah kematian larva lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi 500 ppm (DB1) dan 1000 ppm (DB2). Hal ini memberikan arti bahwa ekstrak daging buah pala pada konsentrasi 1000 ppm sama ampuhnya dengan abate 10% karena mampu membunuh larva nyamuk Aedes aegypti mencapai 100%.

Pada kontrol yang berisi air sumur tidak ada mortalitas larva sampai dengan paparan selama 24 jam. Hal ini mengindikasi bahwa air sumur pada kontrol negatif bukanlah penyebab mortalitas pada larva nyamuk Aedes aegypti dan berdasarkan pengamatan air sumur tidak mengganggu pertumbuhan larva. Sedangkan pada kontrol positif (KP) yang berisi abate 0,001g kematian larva nyamuk Aedes aegypti terjadi pertama kali pada 1 jam pertama pengamatan sebanyak 83,33% . Kontrol positif abate menunjukkan mortalitas keseluruh larva pada 2 jam pertama pengamatan selama 24 jam sebanyak 100%. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daging buah pala ini memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada tiap konsentrasi. Jumlah larva Aedes aegypti yang mati setelah diberikan ekstrak daging buah pala pada setiap jam selama 24 jam pengamatan tersaji dalam Gambar 2.

Gambar 2. Rataan Jumlah Larva Aedes aegypti yang Mati pada Setiap Jam Pengamatan Selama 24 jam. Kn : Kontrol negatif ( air sumur ), Kp : Kontrol positif (100 ml air sumur + abate 0,01 g), DB1 : Ekstrak daging buah pala konsentrasi 500 ppm, DB2 : Ekstrak daging buah pala konsentrasi 1000 ppm, DB3 : Ekstrak daging buah pala konsentrasi 1500 ppm

Hasil analisa statistik dengan uji ANOVA menunjukkan bahwa nilai F hitung > F Tabel dan nilai P < 0,05 yang menunjukkan bahwa daging buah pala berpengaruh terhadap mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti, dengan demikian hipotesis penelitian diterima (Tabel 5).

Tabel 5. Analisis Varian (ANAVA) Pengaruh Ekstrak Daging Buah Pala Terhadap Mortalitas larva Aedes aegypti

SK Db JK KT Fh F(0,05)

Perlakuan 4 228,72 57,18 43,31 3,48*

Galat 10 13,22 1,32

Total 14 241,94

Keterangan :

** = Berbeda sangat nyata pada taraf 0,05 SK = Sumber Keragaman

DB = Derajat Bebas JK = Jumlah Kuadrat KT = Kuadrat Tengah

Pada analisis varian diperoleh koefisien keragaman (KK) ekstrak kulit pala 96,64% dan ekstrak daging buah pala 47,47% maka uji lanjutan yang digunakan adalah uji Jarak Nyata Duncan (Tabel 6).

Tabel 6. Hasil Analisis Jarak Nyata Duncan Pengaruh (JNTD) Pemberian Ekstrak Daging Buah Pala Terhadap Mortalitas Larva Aedes aegypti instar III

Perlakuan Rata-rata Beda Real Pada Jarak Perlakuan BJND

(0,05) 2 3 4 5 KN 0 - A DB1 6,33 6,33 - B DB 2 10 3,67 10 - C DB3 10 0 3,67 10 - C KP 10 0 0 3,67 10 C P0,05 (p,10) 3,15 3,30 3,37 3,43 3,15 JNTD0,05(p-10) śy Pα (p.v) . S‘y 4,81 5,04 5,15 5,24 4,81

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa Kontrol negatif (KN) berbeda nyata dengan DB1 (500 ppm ekstrak daging buah pala). DB1 berbeda nyata dengan DB2 (1000 ppm ekstrak daging buah pala). DB2 sama dengan DB3 (1500 ppm ekstrak kulit buah pala) dan kontrol positif (KP).

Kemampuan ekstrak daging buah pala membunuh larva Aedes aegypti juga dianalisis menggunakan Analisis Regresi Probit sehingga diketahui nilai LC90 yaitu nilai konsentrasi zat uji yang dibutuhkan untuk membunuh larva sebanyak 90% ditetapkan berdasarkan hubungan antara konsentrasi ekstrak dengan persentase kematian larva Aedes aegypti. Hasil Analisis

Uji Larvasida Ekstrak Etanol Kulit Buah dan Daging Buah Pala Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti instar III

Berdasarkan hasil analisis data menggunakan ANAVA didapatkan bahwa terdapat pengaruh dari pemberian ekstrak etanol kulit buah dan daging buah pala terhadap mortalitas larva Aedes aegypti. Pemberian ekstrak etanol kulit buah dan daging buah pala terhadap mortalitas larva Aedes aegypti juga menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak kulit buah dan daging buah pala maka akan semakin besar persentase kematian larva Aedes aegypti. Hal ini sesuai dengan pendapat Arneti (2012) bahwa semakin tinggi konsentrasi yang diberikan akan semakin banyak toksin yang akan dikeluarkan sehingga dapat menyebabkan tingginya tingkat kematian serangga.

Hasil tersebut dilanjutkan dengan uji lanjutnya berdasarkan nilai keragaman koefisien total. Nilai keragaman koefisien total dari ekstrak kulit buah pala didapatkan sebesar 96,64% dan ekstrak daging buah pala didapatkan sebesar 47,47% sehingga dilanjutkan dengan uji Jarak Nyata Duncan (JNTD). Hasil Uji JNTD menunjukkan bahwa terdapat perbedaan mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti pada berbagai konsentrasi. Pada konsentrasi ekstrak kulit buah pala, mortalitas larva Aedes aegypti tertinggi terdapat pada konsentrasi 1500 ppm atau 93,33% yang berarti bahwa konsentrasi tersebut paling mendekati dengan kontrol positif (KP) yang menggunakan abate. Sedangkan pada ekstrak daging buah pala, mortalitas larva Aedes aegypti tertinggi terdapat pada konsentrasi 1000 ppm dan 1500 ppm atau pada DB1 dan DB2 perlakuan dengan jumlah kematian 100% atau setara dengan kontrol positif (KP), yang berarti pada konsentrasi tersebut memiliki efektivitas yang sama dengan kontrol positif, sehingga dapat disimpulkan bahwa konsentrasi 1000 ppm dan 1500 ppm dapat menggantikan senyawa sintetik yang terdapat pada bubuk abate.

Mekanisme kematian larva Aedes aegypti yang terpapar oleh senyawa bioaktif yang terkandung di dalam larutan ekstrak kulit buah pala dan daging buah pala yang berupa alkaloid, steroid, terpenoid, minyak atsiri, saponin dan tanin adalah melalui dinding tubuh larva atau mulut pada saat larva mengambil makanan dari tempat hidupnya. Senyawa bioaktif tersebut yang masuk kedalam tubuh larva pada kadar tertentu dapat berperan sebagai racun kontak, racun perut, dan racun pernafasan sehingga merusak seluruh sistem tubuh larva Aedes aegypti (Djojosumarto, 2008).

Minyak atsiri merupakan senyawa kimia buah pala yang dapat bekerja sebagai inhibitor kuat pernapasan atau sebagai racun pernapasan. Minyak atsiri mempunyai cara kerja yaitu dengan masuk ke dalam tubuh larva melalui sistem pernapasan. Ketika udara dan oksigen masuk melalui trakea secara difusi dengan bantuan pergerakan abdomen. Zat toksik masuk kedalam tubuh larva melalui sistem pernafasan yang berupa spirakel dipermukaan tubuh yang kemudian akan menimbulkan kelayuan pada syaraf serta kerusakan pada spirakel yang mengakibatkan larva tidak bisa bernapas dan akhirnya mati (Ratih dkk, 2010)

Alkaloid yang terkandung didalam ekstrak kulit buah pala dan daging buah pala dapat menghambat proses metamorfosis larva Aedes aegypti. Alkaloid dapat merangsang kelenjar- kelenjar endokrin untuk menghasilkan hormon edikson sehingga menyebabkan kegagalan metamorfosis pada serangga (Harbone, 1987). Alkaloid juga menyebabkan rasa pahit sehingga menghambat aktifitas makan larva dan bersifat neurotoksin sehingga berperan dalam kematian larva Aedes aegypti (Wink, 2010).

Terpenoid dan steroid bersifat toksik terhadap larva Aedes aegypti dengan berperan sebagai antifeedant. Terpenoid dan steroid mempunyai toksisitas yang rendah terhadap mamalia dan molekul terpenoid serta steroid tergradasi baik di lingkungan sehingga dapat dijadikan bahan pembuat insektisida alami (Ashour dkk, 2010). Larva Aedes aegypti dapat menahan lapar diperkirakan selama 24 jam (WHO, 2005), sehingga diduga bersifat antifeedant dari senyawa golongan terpenoid dan steroid kurang berperan jika berkerja secara terpisah. Hal ini dikarenakan, ada beberapa senyawa golongan metabolit sekunder yang

berkerja lebih efektif ketika bersamaan dengan senyawa metabolit sekunder lainnya. Jadi, terpenoid dan steroid tetap berperan dalam menyebabkan kematian larva Aedes aegypti.

Saponin dan tanin memiliki sifat sebagai insektisida dengan berbagai cara, yaitu sebagai penolak serangga, merusak saluran pencernaan, dan mengganggu proses pergantian kulit melalui toksisitas tingkat seluler (Geyter, 2007). Selanjutnya Fatna (2010) menambahkan bahwa saponin sebagai bahan yang mirip deterjen mempunyai kemampuan untuk merusak membran tubuh larva. Bahan deterjen dapat meningkatkan senyawa toksik karena dapat melarutkan bahan-bahan lipofilik dalam air. Deterjen tidak hanya mengganggu lapisan lipoid dari epikutikula tetapi juga mengganggu lapisan endokutikula sehingga senyawa toksik dapat masuk dengan mudah ke dalam tubuh larva. Saponin dapat menyebabkan destruksi saluran pencernaan larva dengan cara menurunkan tegangan permukaan sehingga selaput mukosa saluran pencernaan menjadi korosif. Selanjutnya tanin menekan konsumsi makan, tingkat pertumbuhan dan kemampuan bertahan. Tanin dan saponin memiliki rasa yang pahit sehingga dapat menyebabkan mekanisme penghambatan makan pada larva uji. Hal tersebut akan menyebabkan menurunnya aktivitas enzim pencernaan dan penyerapan makanan karena rasa yang pahit menyebabkan larva tidak mau makan sehingga larva akan kelaparan dan akhirnya mati.

Penyebab kelayuan pada saraf adalah senyawa saponin, ini dikarenakan senyawa saponin dapat menghambat kerja enzim asetilkolinesterase. Asetilkolin yang dibentuk oleh sistem saraf pusat berfungsi untuk menghantarkan impuls dari sel saraf ke sel otot. Setelah impuls dihantarkan, prosesnya di hentikan oleh enzim asetilkolinesterase yang memecah asetilkolin menjadi asetil ko-A dan kolin. Adanya senyawa insektisida (alkaloid dan saponin) akan menghambat bekerjanya enzim ini sehingga terjadi penumpukan asetilkolin yang akan menyebabkan terjadinya kekacauan pada sistem penghantaran impuls ke otot yang dapat berakibat otot kejang, terjadi kelumpuhan (paralysis) dan berakhir ke kematian (Rita : 2009). Oleh karena itu, senyawa ini berperan sebagai racun kontak dan racun perut sehingga akhirnya mengganggu saluran pernafasan dan sistem saraf larva Aedes aegypti. Hal ini terbukti dari hasil penelitian yang dilaporkan oleh Chapagain (2008) bahwa terdapat korelasi antara senyawa saponin dan tanin yang diuji terhadap tingkat mortalitas Aedes aegypti.

Berdasarkan uraian diatas, diduga kematian larva Aedes aegypti terjadi karena ekstrak kulit buah pala dan daging buah pala mengandung senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid, terpenoid, steroid, minyak atsiri, saponin dan tanin yang masuk baik dari kulit dan mulut yang selanjutnya mengganggu secara sinergis seluruh sistem pertahanan hidup larva Aedes aegypti hingga menyebabkan kematian.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Pemberian ekstrak kulit buah pala berpengaruh nyata terhadap mortalitas larva Aedes aegypti instar III. Pemberian ekstrak kulit buah pala yang menunjukkan jumlah kematian terbesar terdapat pada dosis 1500 ppm dengan jumlah kematian 93,33% selama 24 jam pengamatan.

2. Pemberian ekstrak daging buah pala berpengaruh nyata terhadap mortalitas larva Aedes aegypti instar III. Pemberian ekstrak daging buah pala yang menunjukkan jumlah kematian terbesar terdapat pada dosis 1000 ppm dan 1500 ppm dengan jumlah kematian

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional Biologi USU 2016 (Halaman 36-44)