• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arti Cinta Kasih

Dalam dokumen CINTA KASIH SEBAGAI BASIS PERKAWINAN: (Halaman 45-50)

BAB II. CINTA KASIH DALAM PERKAWINAN

2.4. Arti Cinta Kasih

2.4.1. Pengertian umum Cinta Kasih

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cinta berarti suka sekali atau sayang benar atau sangat terpikat.44 Kata cinta seringkali di definisikan dengan beragam sehingga tidak ada pengertian yang pasti dan seragam. Dalam bahasa Yunani, terdapat lima istilah dalam mendefinisikan cinta yakni eros, philia, agape, storge, dan xenia. Eros diartikan sebagai cinta pada taraf fisik atau seksual; philia diartikan sebagai cinta pada teman, keluarga atau komunitas;

agape diartikan sebagai cinta yang murni; storge diartikan sebagai cinta alami

43 Ibid., 6.

44 Bdk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta, Balai Pustaka), 1988.

28

misalnya cinta orang tua kepada anak; dan xenia diartikan sebagai cinta pada keramahan.45

Lebih lanjut eros difinisikan sebagai suatu daya tarik hampir tak tertahan yang secara spontan tidak dicari-cari orang, dialami dan yang menarik diri orang kepada seseorang begitu rupa sehingga ingin menyatu dengannya. Adapun eros seksual adalah eros antara dua pribadi manusia yang jenis kelaminnya berbeda.

Cinta-berahi (eros) perlu dibedakan dengan kasih/ cinta yang murni (agape). Agape itu merupakan suatu daya (ilahi) pada diri orang sendiri (bukan daya tarik pihak obyek tertentu). Daya itu mendorong orang dari dalam untuk melepas dirinya, meskipun yang lain tidak menarik secara spontan. Maka agape itu dapat sepihak, sehingga pada dirinya hanya memberi dan tidak merebut sesuatu bagi dirinya. Meskipun cinta itu memang mau menyatu dengan yang dicinta, namun tidak memasang syarat bahwa yang lain pun mau menyatu.46

2.4.2. Cinta dalam Kitab Suci

2.4.2.1. Seksualitas

Seksualitas dari kata dasar seks berasal dari kata sexus (Latin) yang berarti jenis kelamin. Kata kerja secare yang berarti memotong. Kata ini menggambarkan

45 Lih. http://en.wikipedia.org/wiki/Love, diakses tanggal 12 Februari 2017.

46 C. Groenen OFM, Perkawinan Sakramental: Antropologi dan Sejarah Teologi, Sistematik, Spiritualitas, Pastoral, 29.

29

manusia yang utuh “dipotong” menjadi dua jenis yang saling melengkapi.47 Maka seksualitas mengacu pada kodrat laki-laki dan perempuan untuk bersatu dan saling melengkapi.

Seksualitas manusia dalam Kitab Suci diatur oleh dua macam penetapan.

Ada undang-undang yang mengatur seksualitas dalam rangka lembaga perkawinan. Undang-undang itu mempunyai ciri sosial dan hanya secara tak langsung mendapat ciri etis/ moral. Undang-undang ini menyangkut lembaga perkawinan dan apa yang bersangkutan dengannya. Kemudian ada undang-undang atau peraturan kultis berkaitan dengan ibadah, yakni mengenai tahir dan yang najis.48 Aturan ini tidak mempunyai ciri moral/ etis tetapi lebih pada religius.

Hal yang kultis ini berkaitan dengan seksualitas karena dalam banyak agama bangsa-bangsa, seksualitas mempunyai ciri ilahi dan dapat mengantar orang kepada alam dewata, biasanya dewa-dewi kesuburan. Karena itu seksualitas seringkali digunakan dalam ritual atau ibadah.

Pada dasarnya umat Israel menilai seksualitas secara positif. Dalam kitab kejadian dikatakan Allah menciptakan manusia (tunggal, ayat 26-27a)…laki-laki dan perempuan diciptakan mereka (jamak, ayat 27b). Dibelakang cara bicara itu ingin mengungkapkan pada dasarnya umat manusia adalah satu namun dwi-tunggal sebab ada manusia laki-laki dan manusia perempuan yang bersama-sama membentuk satu umat manusia. Seksualitas merupakan unsur hakiki manusia.49

47 Bdk. A. Heuken SJ, Ensiklopedia Gereja VII, (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 260.

48 Undang-undang ini mengatur siapa dan kapan orang boleh atau tidak boleh ikut dalam ibadah.

49 C. Groenen OFM, Perkawinan Sakramental: Antropologi dan Sejarah Teologi, Sistematik, Spiritualitas, Pastoral, 53.

30

Kemudian dalam ayat 28 dikatakan bahwa manusia dwitunggal oleh Allah diberkati. Allah memberikan daya ilahi di dalam umat manusia. Berkat daya ilahi itulah manusia mampu mempertahankan diri dan memperbanyak diri dan dengan begitu menjamin kehadiran Allah Pencipta. Dengan kata lain seksualitas merupakan penyertaan dalam daya pencipta Allah. Maka dalam Kejadian I ini, umat manusia yang dwitunggal berkat seksualitasnya menjadi peserta dalam daya pencipta Allah. Seksualitas adalah suatu yang tidak hanya baik tetapi bahkan sesuatu yang ilahi.50

Dalam bab selanjutnya dalam kitab Kejadian dikisahkan bahwa laki-laki meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya sehingga mereka menjadi satu daging (Kej 2:24). Jika dikatakan laki-laki dan perempuan menjadi

“satu daging”51 maka hal ini berkaitan dengan seksual. Hubungan seksual menghasilkan suatu kesatuan (manusia lahiriah) yang baru. Hal ini diartikan bahwa laki-laki dan perempuan dalam hubungan seksual membentuk suatu entitas baru dan kehilangan entitas individualnya. Seksualitas ini juga terarah pada pembiakan, keturunan.52

Memang Kitab Kejadian tidak secara eksplisit menampakkan unsur cinta.

Namun kesatuan antara laki-laki dan perempuan menunjukkan bahwa cinta tersebut selalu dikaitkan dengan seksualitas.

50 Ibid., 54.

51 “Daging” dalam ideom Yunani berarti seluruh manusia dari segi lahiriahnya dan juga “kerabat”.

52 Ibid., 57.

31

2.4.2.2. Cinta Allah sebagai Spritualitas Perkawinan

Menurut pandangan Kristiani, cinta Allah yang melatarbelakangi dan mendasari hadirnya kehidupan di dunia. Allah mencipta karena cinta dan memanggil manusia untuk mencinta. Inilah dasar dari perkawinan dan hidup berkeluarga. Kesatuan cinta dalam hidup perkawinan yang melambangkan cinta Allah kepada manusia dan Kristus kepada GerejaNya.

Cinta dalam hidup perkawinan merupakan perwujudan dan penghayatan dari ajaran Kristus sendiri: “Cintailah satu sama lain, seperti Aku mencintaimu.

Kamu pun harus saling mencintai” (Yoh 13:34). Cinta menjadi spiritualitas dan dasar dari perkawinan dan hubungan seksual suami-isteri merupakan tali pengikat dan tanda yang unik untuk cinta mereka itu. Maka anak-anak merupakan buah cinta agar manusia ikut ambil bagian dalam karya penciptaan Allah. Mereka dipanggil untuk membuahkan hidup baru di dunia.

Cinta Allah sebagai spritualitas perkawinan itu juga memiliki dua ciri yakni: setia pada satu partner dan setia seumur hidup. Hubungan cinta suami-isteri harus merupakan kesetiaan pada satu partner pertama-tama didasarkan pada nilai pribadi manusia. Sebagai citra Allah, pria dan wanita mempunyai martabat yang sama. Cinta yang sejati hanya terwujud bila orang menjunjung tinggi martabat ini.

Oleh karena itu bila cinta suami-isteri benar-benar dimaksudkan sebagai

32

perwujudan cinta sejati ini, dimana suami-isteri saling menyerahkan diri seutuhnya, maka kesetiaan pada satu partner merupakan syarat mutlak.53

Penyerahan diri memberi ciri eksklusif pada hubungan suami-isteri.

Suami-isteri membutuhkan rasa aman untuk berkembang dalam cinta eksklusif ini. Rasa aman hanya bisa dicapai bila kesetiaan mereka berdua sungguh-sungguh dijaga dan dilestarikan. Dengan begitu mereka saling membangun kepercayaan dan rasa kesatuan.54 Kiranya pendasaran yang bisa ditambahkan atas kesetiaan ini adalah ajaran Kristus sendiri yang mengandaikan perkawinan monogam, sakramentalitas perkawinan, dimana menunjukkan hubungan kasih Kristus dan GerejaNya.

Dalam dokumen CINTA KASIH SEBAGAI BASIS PERKAWINAN: (Halaman 45-50)