• Tidak ada hasil yang ditemukan

Catatan Kritis

Dalam dokumen CINTA KASIH SEBAGAI BASIS PERKAWINAN: (Halaman 170-179)

BAB V. PENUTUP

5.3. Catatan Kritis

Dalam Anjuran Apostolik Amoris Laetitia, Paus Fransiskus menyinggung tentang kehadiran Gereja bagi keluarga masa kini. Pernyataan ini menunjukkan tentang peran Gereja dalam memberikan pendampingan bagi keluarga yang tak lepas dari kompleksitas masalah. Paus Fransiskus menjawab permasalahan keluarga masa kini dengan lebih jujur mendekatkan pada keadaan yang lebih memahami dengan keadaan keluarga dan mengajak Gereja perlahan meninggalkan sikap yang kaku dalam pastoral tentang keluarga. Kekakuan dalam pastoral tentang keluarga seringkali disebabkan oleh kurang pelatihan bagi para Imam dalam memberi pendampingan kepada keluarga.248 Paus Fransiskus mengajak para Imam untuk lebih peduli kepada umat dalam pastoral keluarga

247 Amoris Laetitia, art. 324.

248 Amoris Laetitia, art. 202.

153

yang bercorak kasih. Kepedulian ini hendaknya mulai dilatih sejak dalam formasi di seminari.249 Peran pendampingan bagi keluarga yang tidak hanya melibatkan para Imam melainkan juga menjadi gerak Gereja. Pendampingan yang sungguhnya tidak terjadi bagi mereka yang mereka yang mempunyai masalah dalam keluarganya melainkan juga untuk segala jenjang dalam keluarga. Hal ini berarti dari sebelum menikah, persiapan menikah, sampai sesudah nikah.

Kepedulian Paus Fransiskus terhadap pastoral keluarga dengan menanamkan nilai cinta kasih. Kepedulian itu ditunjukkan dengan berusaha menjangkau semua umat untuk merasakan Kerahiman Allah. Kerahiman Allah yang membuat orang mengalami perasaan dicintai dengan tanpa pamrih, tanpa syarat dan cuma-cuma. Selanjutnya, melalui perasaan dicintai itu juga yang membuat orang bisa mencintai sesamanya. Keadaan inilah yang diharapkan oleh Paus Fransiskus kepada orang yang mengalami masalah dalam perkawinannya seperti dengan perceraian. Oleh Paus Fransiskus, pengalaman perceraian bukan sebagai pengalaman gagal dan menutup diri dari Kerahiman Allah melainkan tetap memiliki kesempatan untuk mengalami kebersatuan dengan Allah.

Pendekatan pastoral keluarga yang berbeda dari Paus Fransiskus ini, memunculkan pertanyaan tentang apakah Gereja bersikap melunak terhadap mereka yang bercerai secara sipil dan menikah lagi? Dalam Familiaris Consortio dengan jelas dikatakan bahwa mereka yang bercerai dan menikah lagi mengalami keadaan dosa berat di mana mereka tidak boleh untuk menerima komuni.250 Sikap pastoral Paus Fransiskus yang menekankan pada kebersatuan mereka dalam

249 Amoris Laetitia, art. 203.

250 Familiaris Consortio, art. 84.

154

Gereja seakan membenarkan mereka untuk bisa kembali merayakan Ekaristi.

Ditambah lagi dengan dikeluarkannya Motu Proprio Mitis Iudex Dominus Iesu yang didalamnya mengatur percepatan proses anulasi sehingga memunculkan sikap yang berpandangan bisa mengurangi nilai hakiki dari perkawinan yang monogami dan tak terceraikan.

Dalam konteks Gereja Keuskupan Agung Jakarta, permasalahan ini banyak terjadi pada pasangan suami-isteri. Berdasarkan data, kasus perakawinan yang masuk ke Tribunal sepanjang tahun 2017 sebanyak 199 kasus, dan di tahun 2018 sampai dengan saat ini sebanyak 88 kasus. Perceraian secara prinsipil bertentangan dengan komitmen setiap kesepakatan perkawinan. Perceraian adalah petunjuk nyata dari kegagalan suami-isteri dalam menghidupi, mengembangkan dan mempertahankan cinta kasih mereka satu sama lain dan karena itu bertentangan dengan keluhuran cinta dan kesucian perkawinan. Nyatanya orang bercerai dan penilaian terhadap setiap kasus perceraian tentu tidak bisa sama saja.

Yang jelas selalu ada pihak yang menceraikan dan diceraikan dan peristiwa itu selalu disebabkan sekurang-kurangnya oleh salah satu pihak. Dalam banyak kasus, perceraian terutama dipicu oleh perlakuan tidak adil, kekerasan dan ketidaksetiaan dari salah sastu pihak terhadap pasangannya. Pihak ketiga atau pihak luar biasanya menjadi faktor penyebab sekunder. Persoalan perceraian jelas rumit dan tersangkut pada banyak faktor. Tidak bijaksana atau tidak adil bila terhadap pasangan yang gagal ini kita cuma menjatuhkan vonis sosial-religius dan tidak berupaya membantu mereka keluar dari persoalan mereka. Sikap penuh pengertian dan pengampunan terkadang amat menolong mereka. Sikap yang sama

155

juga mesti ada pada keduanya. Kesulitan utama adalah kasus perceraian adalah bahwa pengampunan dan pengertian satu sama lain, amat sulit ditemukan lagi.

Peran pihak lain adalah membantu, yang lebih utama adalah sikap kedua pihak yang bercerai itu sendiri. Masih adakah pengampunan dan belaskasihan?

Pengalaman perceraian mesti menjadi dorongan bagi suami-isteri untuk terus memupuk dan menyuburkan ikatan cinta mereka; mengembangkan hidup bersama dalam kebajikan kasih, pengampunan dan belaskasihan.

Dengan adanya Amoris Laetitia ini, penulis melihat bahwa dalam konteks di KAJ memang menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi, Gereja KAJ ingin tetap mengajarkan dan mempertahankan perkawinan sebagai unitas dan indissolubilitas, namun di sisi lain Gereja KAJ juga tidak menutup mata dengan kompleksitas permasalahan yang terjadi hingga mengakibatkan adanya perceraian. Namun dengan terang Amoris Laetitia, kembali lagi unsur pastoral belas kasih dan kemurahan hati ditekankan berhadapan dengan kasus yang demikian. Bagi Tribunal KAJ sediri, Amoris Laetitia memberikan wawasan dan petunjuk pelaksanaan baru yang membantu proses pelayanan tribunal namun harus diakui di KAJ masih membutuhkan penyesuaian sesuai dengan konteks lokal.

Konfrensi Uskup Italia (CEI) mengajukan tiga prinsip atau pegangan dalam penanganan pastoral bagi pasangan cerai dan lima tujuan yang ingin dicapai. Mungkin baik menjadi acuan kita di Indonesia secara khusus Gereja KAJ.

Ketiga prinsip tersebut adalah: (1) tidak mengadili; (2) tidak mengucilkan; (3) berbagi dalam pengalaman duka mereka. Selanjutnya tujuan yang ingin dicapai

156

adalah agar (1) mereka tetap merasa sebagai anggota Gereja; (2) membantu agar kasih kepada pasangan dapat berkembang terus; (3) membantu agar mereka tetap mewujudkan nilai pelayanan dan soldiaritas; (4) membantu mengembangkan tanggungjawab pendidikan, juga pendidikan iman mereka; (5) membantu mengembangkan semangat rekonsiliasi di antara mereka.251

Selain itu penulis juga melihat dengan adanya Amoris Laetitia yang merefleksikan lebih dalam tentang cinta kasih, tidak hanya untuk pasangan suami-isteri, tetapi juga menjadi dorongan, kekuatan, dan “sentilan” untuk para Imam agar tidak kaku terhadap aturan hukum sehingga mengabaikan sisi yang lain dalam pastoralnya mendampingi keluarga. Dengan demikian bagi para Imam di KAJ, anjuran Apostolik Amoris Laetitia ini menjadi pedoman untuk melayani dengan murah hati kepada pasangan suami-isteri yang memang harus dibantu agar mereka merasakan belas kasih dan kerahiman Allah, bukan hukuman.

Penulis menyadari bahwa Paus Fransiskus berani mengambil sikap dengan mau mendengar dan melihat keadaan keluarga saat ini. Paus Fransiskus membuat pernyataan orang-orang yang dibaptis yang bercerai dan secara sipil menikah lagi butuh lebih disatupadukan ke dalam komunitas- komunitas Kristen dalam berbagai cara yang mungkin, sambil menghindari setiap kesempatan skandal.

Dengan demikian, penulis menemukan nilai penting dari memahami tujuan dan makna Anjuran Apostolik, yaitu mempertimbangkan berbagai situasi nyata yang luas sekali dan tidak bisa diseragamkan untuk semua kasus, untuk itu perlu melihat kasus per kasus.

251 Bdk. Andrea Mariani, Matrimonio e Famiglia alla Luce di Cristo, Libreria Editrice Vaticana, Roma, 2006, 222-225.

157

DAFTAR PUSTAKA 1. Dokumen

1995 Katekismus Gereja Katolik

2006 Kitab Hukum Kanonik: Edisi Resmi Bahasa Indonesia 2011 Pedoman Pastoral Keluarga, Jakarta: Penerbit OBOR Komisi Pendampingan Keluarga KAS

1994 Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern, Yogyakarta: Penerbit Kanisius

R. Hardawiryana (Terj)

2003 Dokumen Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral Tentang Gereja di dalam Dunia Dewasa ini, Gaudium et Spes, Jakarta: Penerbit OBOR

Konferensi Waligereja Indonesia (KWI)

2015 Dokumen Gerejawi: Panggilan dan Perutusan Keluarga dalam Gereja dan Dunia Zaman Sekarang, Jakarta

Paus Yohanes Paulus II,

1993 Familiaris Consortio (Keluarga), Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, Jakarta

Pope Francis,

2016 Amoris Laetitia: Apostolic Exhortation on Love in The Family

158 2. Daftar Buku

Darmawijaya. St,

1994 Mengarungi Hidup Berkeluarga, Yogyakarta: Penerbit Kanisius Groenen. C,

1993 Perkawinan Sakramental: Antropologi, Sejarah, Teologi Sistematik, Spiritualitas, Pastoral,Yogyakarta: Penerbit Kanisius Hardiwiratno. J,

2001 Teologi Keluarga, Yogyakarta: Penerbit Kanisius Hardiwiratno. J,

1995 Menuju Keluarga Bertanggung Jawab, Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Kasper, Walter,

2014 Injil Tentang Keluarga, Jakarta: Cipta Loka Caraka Kila. P, Pius,

2005 Gereja Rumah Tangga, Basis Gereja Universal, Jakarta: Penerbit OBOR

Nugroho, Agung, RBE & Prayogo, Benedictus,WE.

1994 Fransiskus dari Amerika Latin”, Jakarta: Penerbit OBOR Poespowardoyo OCarm, ASP,

2015 Pemberdayaan Gereja Rumah Tangga di Tengah Arus Global, Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama

Purwa Hadiwardoyo. Al,

1988 Perkawinan dalam tradisi Katolik, Yogyakarta: Penerbit Kanisius

159 Purwo Hadiwardoyo. Al,

1994 Persiapan dan Penghayatan Perkawinan Katolik, Yogyakarta:

Penerbit Kanisius Purwa Hadiwardoyo. Al,

2002 Surat Suami untuk Istri, Yogyakarta: Penerbit Kanisus Purwa Hadiwardoyo. Al,

2016 Intisari Ajaran Paus Fransiskus: Laudato Si dan Amoris Laetitia, Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Rubiyatmoko. R,

2011 Perkawinan Katolik menurut Kitab Hukum Kanonik, Yogyakarta:

Penerbit Kanisius Stoop. David-Jan,

2002 Hubungan Suami Istri Anak, Yogyakarta: Andi Offset Sujoko, FC Albertus,

2011 Teologi Keluarga: Memahami rencana Allah bagi Keluarga, Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Suyanto, Bagong dan Sutinah (Ed),

2005 Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Jakarta:

Penerbit Kencana Widharsana. PD,

1990 Menghayati Sakramen Perkawinan, Malang: Penerbit Dioma Witdarmono. H, dkk,

160

2005 Dari Wadowice Sampai Worlwide: Jejak Langkah Paus Yohanes Paulus II Jakarta: Penerbit Gramedia

3. Artikel

Cahyadi, Krispurwana T.

2016 Amoris Laetitia: Merayakan Kasih dalam Keluarga, dalam ROHANI, Vol. 63, hlm 28-30, Yogyakarta

Morneau, R.F,

1982 Familiaris Consortio: Themes and Theses, dalam Review for Religious, 41.

Reardon. Ruth,

2016 Amoris Laetitia: Comments from an Interchurch Family Perspective, dalam ONE IN CHRIST, Vol. 50, No. 1

Poovathumkudy, Fr. Kuriakose,

2016 Amoris Laetitia: A Loving Family Exortation of Pope Francis dalam “Word and Worship”, Vol 49, No 2

Schonborn. Cardinal Christoph,

2016 Presentation at Release of Amoris Laetitia, dalam ORIGINS, Vol.

46, No. 2 Selling, J.A,

2006 Twenty-Five Years after Familiaris Consortio, dalam Untams Review 12

Wuerl. Cardinal Donald,

161

2016 Amoris Laetitia: The Recent Synods and the Church’s Ancient Teaching on Family, dalam ORIGINS, Vol. 46, No.2

Dalam dokumen CINTA KASIH SEBAGAI BASIS PERKAWINAN: (Halaman 170-179)