• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesimpulan

Dalam dokumen CINTA KASIH SEBAGAI BASIS PERKAWINAN: (Halaman 58-0)

BAB II. CINTA KASIH DALAM PERKAWINAN

2.6 Kesimpulan

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan terdapat perkembangan teologi berkaitan dengan perkawinan. Namun juga dapat ditemukan benang merah yang menghubungkan yakni cinta. Dalam Kitab Suci, cinta itu merupakan dasar dari penciptaan dan perintah Allah sendiri kepada manusia untuk saling mencinta.

Cinta itu kemudian diwujudkan dalam ikatan perkawinan sehingga perintah untuk beranakcucu dan berkembangbiak terlaksana di dunia. Dalam perjalanan waktu, kendati terjadi pasang surut, pergeseran ataupun perkembangan dalam teologi perkawinan, namun kiranya cinta tersebut tetap menjadi dasar perkawinan suami-isteri. Maka berbicara mengenai keluarga, tentu pertama-tama terkait dengan cinta kasih dalam perkawinan suami-isteri.

41

BAB III

CINTA KASIH PERKAWINAN DALAM

FAMILIARIS CONSORTIO DAN AMORIS LAETITIA

Keluarga pada masa ini mengalami banyak tantangan seiring dengan kemajuan jaman. Ibarat bahtera, keluarga diterjang badai di tengah lautan dan mengalami krisis. Apakah bahtera itu akan hancur dihantam ombak dan badai atau tetap kuat mengarungi lautan yang ganas tergantung bagaimana menghadapinya.

Itulah yang dialami dalam bahtera rumah tangga dalam mengarungi perziarahan hidup dengan segala macam tantangannya. Ada yang tetap bertahan dan kuat, ada pula yang hancur, karam dan tercerai berai.

Karenanya bahtera rumah tangga tersebut harus dibangun atas dasar yang kuat agar dapat bertahan dalam mengarungi hidup berumah tangga dengan pelbagai tantangannya. Dasar tersebut tidak lain adalah cinta kasih yang kuat antara suami dan isteri. Dengan kekuatan cinta kasih tersebut, mereka berjuang agar bahtera mereka tetap laju kendati diterpa badai dan ombak.

Maka pada bab ini dibahas secara khusus mengenai cinta kasih yang terkandung dalam ajaran Familiaris Consortio dan Amoris Laetitia. Kedua

42

anjuran ini membantu memberi pedoman dan dasar sebagai penunjuk arah bagi suami-isteri dalam menjalani bahtera rumah tangga mereka. Fokus bab ini secara khusus hanya pada tema cinta kasih yang diajarkan oleh Familiaris Consortio dan Amoris Laetitia.

Secara sistematis bab ini diawali dengan latar belakang lahirnya Familiaris Consortio sebagai pendasaran konteks situasi yang terjadi pada saat itu.

Keprihatinan akan situasi keluarga yang melatarbelakangi Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan Anjuran Apostoliknya. Dilanjutkan dengan riwayat singkat Paus Yohanes Paulus II yang juga turut menjadi alasan dikeluarkannya Familiaris Consortio. Setelah itu dilanjutkan dengan garis besar isi Familiaris Consortio sebagai konteks isi keseluruhan. Dan kemudian secara khusus isi ajaran mengenai cinta kasih dalam Familiaris Consortio. Hal yang sama dengan Amoris Laetitia, diawali dengan latar belakang Amoris Laetitia, riwayat singkat Paus Fransiskus, garis besar isi Amoris Laetitia dan isi ajaran mengenai cinta kasih dalam Amoris Laetitia.

3.1. Latar Belakang lahirnya Familiaris Consortio

Familiaris Consortio adalah Anjuran Apostolik (Apostolic Exhortation) dari Paus Yohanes Paulus II. Anjuran apostolik atau nasihat apostolik adalah suatu bentuk komunikasi dari Paus. Dokumen ini mendorong suatu komunitas untuk melakukan aktivitas tertentu, namun tidak menjadi sebuah doktrin gereja.

Dokumen ini dianggap berkekuatan rendah dalam otoritas resmi gereja dibandingkan ensiklik kepausan, namun lebih kuat dibandingkan surat gerejawi.

43

Anjuran apostolik biasanya diterbitkan sebagai jawaban atas suatu Sinode Uskup, dimana dalam hal ini dokumen-dokumen ini dikenal sebagai anjuran apostolik pasca-Sinode

Familiaris Consortio lahir dari kepedulian Paus Yohanes Paulus II terhadap masalah keluarga. Kemudian diadakanlah Sinode Para Uskup66 sebagai tanda dan perhatian Gereja atas masalah keluarga. Sinode terakhir yang diadakan di Roma tanggal 26 September sampai 25 Oktober 1980 menjadi cikal bakal lahirnya Familiaris Consortio yang diterbitkan pada 22 November 1981.

Secara umum situasi keluarga menampilkan aspek positif dan negatif:

yang pertama menandakan bahwa karya penyelamatan Kristus sedang berlangsung di dunia, sedangkan yang kedua mencerminkan penolakan manusia terhadap cinta kasih Allah. Aspek negatif antara lain: kesukaran konkret yang dialami keluarga menanamkan nilai, maraknya perceraian, pengguguran, sterilisasis, tumbuhnya mentalitas kontraseptis.67 Selain itu, situasi yang dihadapi keluarga-keluarga di dunia ketiga yakni tidak adanya sarana-sarana yang perlu untuk kelangsungan hidup seperti makanan, pekerjaan, perumahan dan obat-obatan. Sementara di Negara yang makmur, masalah yang muncul ialah mentalitas konsumtif yang diiringi dengan rasa takut dan bimbang akan masa

66 Sinode para Uskup merupakan pertemuan para uskup dari seluruh dunia bersama dengan Paus untuk saling berbagi informasi dan pengalaman secara jelas dan obyektif dalam mempelajari tanda-tanda zaman serta mengenali rencana Allah dalam rangka mencari penyelesaian pastoral terhadap suatu masalah. Sinode yang bertujuan meningkatkan kesatuan dan kerjasama para uskup di seluruh dunia dihari oleh uskup-uskup perwakilan dari konferensi para uskup, tetapi Paus tetap memiliki previlese untuk menunjuk 15 persen dari seluruh anggota sinode.

67 Familiaris Consortio, art. 6.

44

depan sehingga pasangan suami-isteri kehilangan keberanian untuk mengasuh hidup yang baru.68

Dapat dikatakan Familiaris Consortio merupakan kelanjutan dari Konsili Vatikan II yang secara khusus membicarakan mengenai perkawinan dan keluarga.

Dalam Konsili Vatikan II terutama dalam Gaudium et Spes termuat mengenai masalah perkawinan, namun harus diakui semua itu belum selesai bahkan baru sebagai awal keterbukaan Gereja terhadap masalah-masalah “duniawi”.

Dalam Familiaris Consortio ditegaskan kembali ajaran Gereja Katolik mengenai nilai agung perkawinan dan keluarga serta makna terdalam kedua-duanya. Rencana Allah menjadikan keluarga sebagai persekutuan mesra kehidupan dan cinta kasih tegeser oleh perubahan jaman. Cinta kasih tersebut mengalami krisis sehingga misi untuk menjaga, mengungkapkan dan menyalurkan cinta kasih tidak terlaksana. Karena perkawinan dan keluarga itu merupakan salah satu nilai manusiawi yang paling berharga, maka Gereja ingin berbicara dan memberikan bantuan kepada keluarga-keluarga yang sudah menyadari nilai perkawinan dan berusaha menghayatinya dengan setia. Sedangkan bagi keluarga-keluarga yang sedang mengalami permasalahan, Gereja menawarkan jasa-jasa pelayanannya tentang tujuan akhir perkawinan dan keluarga.69

3.1.1. Riwayat Singkat Paus Yohanes Paulus II 70

Paus Yohanes Paulus II atau Karol Josef Wojtyla lahir di Wadowice pada tanggal 18 Mei 1920. Ayahnya bernama Karol Wojtyla dan ibunya bernama

68 Familiaris Consortio, art. 6.

69 Bdk, Yohanes Paulus II, Familiaris Consortio, bagian prakata.

70 H. Witdarmono, Lily Wibisono, L.R Supriyapto Yahya, Mayong S. Laksono dan Yds Agus Surono, Dari Wadowice Sampai Worlwide: Jejak Langkah Paus Yohanes Paulus II, (Jakarta:

Penerbit Gramedia, 2005)

45

Emilia Kaczorowska. Orang tuanya langsung menamainya persis nama ayahnya yang khas Polandia. Sedikit berbeda, Karol kecil dipanggil Lolek (Lolus) yang merupakan kependekan dari Carolus. Ia dibaptis pada 20 Juni 1920 dengan nama Josef. Nama ini dipilih agar ia dipanggil seperti ayah Yesus, sekaligus dari nama Josef Pilsudski, seorang tokoh militer Polandia yang memimpin perlawanan melawan Republik Soviet.

Karol kecil tumbuh sehat dan menyenangkan. Tercetus keinginan ibunya agar kelak ia menjadi Pastor. Namun para tetangga justru mengagumi pancaran muka yang dimiliki Lolek. Bahkan seorang tetangganya yang Yahudi mengatakan kelak Lolek akan menjadi orang besar.

Pada tahun kedua Lolek di SD, ibunya mulai sakit-sakitan ditambah lagi derita psikologis atas kematian Olga, kakak Lolek tiga belas tahun yang lalu. Pada tanggal 13 April 1929, ibunya meninggal dunia karena sakit peradangan karena kanker pada hati dan ginjal. Saat itu usia lolek menginjak 9 tahun. Sejak kematian ibunya, terjadi perubahan besar dalam karakternya, ia menjadi pemurung dan penyendiri.

Pada 5 Desember 1932, Edmund Wojtyla kakaknya meninggal dunia karena demam yang saat itu mewabah. Ia tertular oleh pasiennya yang berusaha keras ia tolong namun sia-sia. Edmund meninggal dalam situasi yang sama dengan ibunya. Sendirian, tanpa dampingan keluarga. Bagi Lolek, kematian Edmund terasa lebih menyedihkan karena kakaknya lah yang membuat Lolek kembali bersikap optimis dan ceria.

46

Akhir dasawarsa 1920-an, situasi Polandia memburuk karena pendudukan Jerman. Kondisi perekonomian tak kunjung bangkit karena rakyat hidup dibawah tekanan. Universitas Jagiellonia tempat ia belajar ditutup pada tahun 1939, Kemudian ia keluar dan menyambung hidup dengan bekerja sebagai pemecah batu, sementara ayahnya mencari nafkah dengan menerima jahitan.

Pada 18 Februari 1941, ayahnya meninggal dunia karena serangan jantung dalam usia 62 tahun. Berhari-hari Lolek terpuruk dalam kesedihan. Usianya saat itu belum genap 21 tahun namun Lolek harus kehilangan semua orang yang dicintainya, ibunya, kakaknya dan ayahnya.

Setelah ayahnya meninggal, Lolek semakin yakin akan menjadi imam. Ia masuk ke seminari di Krakow. Ia tinggal dan menumpang hidup di Katedral di bawah Uskup Agung Sapieha. Seminari merupakan bagian dari Fakultas Teologi Universitas Jagiellonia. Ia adalah mahasiswa berprestasi sehingga diangkat menjadi asisten dosen.

Menjelang lulus, Lolek berminat masuk ke Ordo Karmelit tetapi Mgr Sapieha keberatan kalau ia menjadi biarawan. Di masa perang banyak pastor terbunuh sehingga umat kekurangan pembimbing. Mgr Sapieha ingin agar ia menjadi pastor paroki. Pada 1 November 1946, Karol Wojtyla ditahbiskan menjadi imam. Setelah itu ia kemudian diminta untuk melanjutkan studi ke Roma. Pada tanggal 3 Juli 1947, ia lulus ujian untuk memperoleh setara dengan gelar master dengan predikat summa cum laude. Selanjutnya 19 Juni 1948 ia mendapat gelar Doktor Teologi dengan nilai tertinggi dari Universitas Angelicum.

47

Setelah menyelesaikan studi, ia kembali ke Krakow dan ditugaskan memimpin paroki kecil di Niegowici. Paroki yang berjarak sekitar 40 km di Timur Krakow ini meliputi 13 desa yang rata-rata miskin. Selain memimpin paroki, ia juga mengajar di sekolah dasar yang ada di empat desa. Hanya dua tahun ia bertugas disana, setelah itu ia mengajar di Universitas Jagiellonia.

Memasuki tahun 1950-an pemerintah komunias Polandia mulai represif kepada aktivis agama. Banyak Pastor ditangkap dan dipenjara. Sedangkan Pastor Wojtyla karena berada di lingkungan kampus tidak masuk kategori yang patut dicekal. Tekanan kepada rohaniwan makin kuat. Pemerintah bahkan menutup Fakultas Teologi Jagiellonia pada tahun 1954. Ia kemudian diminta mengajar di universitas dan seminari di Krakow, Katowice dan Czestochowa.

Pada tanggal 8 Juli 1958, Paus Pius XII mengangkat Karol Wojtyla sebagai Uskup pembantu di Krakow. Pada masa itu diadakan Konsili Vatikan II yang dimulai pada 11 Oktober 1962. Uskup Wojtyla terlibat dalam banyak persidangan dan berperan serta dalam perumusan Konsili seperti Lumen Gentium, Gaudium et Spes.

Pada 29 Mei 1967, Karol Wotyla diangkat menjadi Kardinal. Bagi Paus Paulus VI, Kardinal Wojtlya adalah mitra yang sangat membantu. Beberapa Ensiklik dihasilkan atas pemikiran Wojtyla. Bahkan pernah tercetus keinginan, Paus Paulus VI akan senang kalau Kardinal Wojtyla menjadi penerusnya. Dan benar saja akhirnya Karol Wojtyla terpilih sebagai Paus dalam konklaf 15 Oktober 1978 dengan nama Paus Yohanes Paulus II.

48

Selama masa kepemimpinannya sebagai Paus, ia mengeluarkan 14 Ensiklik, 15 seruan apostolik, 11 konstitusi apostolik dan 45 surat apostolik;

mengesahkan Katekismus Gereja Katolik yang berisi penjelasan iman Gereja dan ajaran Katolik yang diterangi oleh tradisi (Kitab Suci, tradisi apostolik dan Wewenang Mengajar Gereja) yang selaras dengan hasil Konsili Vatikan II.71 Paus Yohanes Paulus II wafat pada tanggal 2 April 2005.

3.1.2. Garis Besar Isi Familiaris Consortio72

Anjuran Apostolik Familiaris Consortio dibagi ke dalam empat bagian.

Bagian pertama (artikel 4-10) cukup singkat. Seperti dokumen Gereja pada umumnya, bagian pertama berisi analisa Paus mengenai kondisi keluarga sesuai konteks saat itu. Berkaitan dengan perkawinan dan keluarga, “titik terang” dalam situasi sekarang terlihat pada kesadaran akan pentingnya keluarga dan penghargaan atas berbagai fungsi yang dijalankan keluarga. Sementara sisi negatif disadari bahwa lembaga perkawinan dan keluarga sedang terancam.

Pada bagian kedua (artikel 11-16), Familiaris Consortio membahas perkawinan dan keluarga dalam rencana Allah. Kemudian diperluas dengan dasar biblis dan teologis perkawinan. Familiaris Consortio juga menunjukkan bagaimana cinta kasih yang mengikat seluruh keluarga dinyatakan dengan sikap pemberian diri dan hal ini terus menerus diulang dalam nasihat-nasihat Kristiani.

Di bagian akhir ditutup dengan menegaskan bahwa keperawanan dan selibat tidak berlawanan dengan seksualitas.

71 Bdk, Katekismus Gereja Katolik, 33.

72 Bahan diambil dari artikel Twenty-Five Years after Familiaris Consortio karangan Joseph A.

Selling, hlm 156-162.

49

Bagian ketiga (artikel 17-64) merupakan bagian yang panjang, yang merupakan inti dari ajarannya mengenai peranan keluarga yakni mendidik anak, memperjuangkan hidup manusia, berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat dan ikut serta dalam hidup dan perutusan Gereja. Sub bagian pertama berbicara mengenai keluarga yang merupakan komunitas tradisional manusia sejak jaman nenek moyang dan karenanya dasar hidup komunitas manusia harus dibangun dalam keluarga. Sub bagian kedua berbicara tentang melayani kehidupan yang kemudian dibagi dalam dua perintah yakni beranak cucu dan mendidik anak.

Kemudian mengenai pengaturan kelahiran, ditegaskan kembali ajaran Gereja yang termuat dalam enskiklik Humanae Vitae dimana Gereja membela kehidupan dan melawan semua bentuk mentalitas dan teknologi yang merendahkan hidup manusia. Sub bagian ketiga berbicara mengenai peranan keluarga dalam pengembangan masyarakat. Dijelaskan bahwa keluarga selain menjadi teladan pertama persekutuan dan solidaritas, juga menjadi sekolah yang paling sempurna mengenai hidup sosial. Lebih lanjut dijelaskan keluarga tidak boleh bersifat individual tetapi mau menawarkan diri untuk menciptakan persekutuan sosial.

Dan keluarga juga memiliki peran untuk ambil bagian dalam pembuatan undang-undang dan membantu menciptakan masyarakat yang mendukung keluarga. Dan sub bagian keempat mengenai peranan keluarga dalam hidup dan perutusan Gereja. Dijelaskan bahwa melalui pembaptisan, orang Kristiani dipanggil untuk membantu Gereja dalam perutusan penginjilan dan katekese, tetapi keluarga memiliki peran khusus karena kesaksian mereka menjadi teladan bagi makna persekutuan dalam iman dan anak-anak adalah penerima pertama. Lebih lanjut

50

disebutkan bahwa keluarga sebagai tempat bertemu dan mengalami kasih Allah.

Di dalam keluargalah, orangtua memenuhi fungsi imamatnya. Melalui sakramen perkawinan, suami-isteri mengalami pengudusan timbal balik dan mereka teruskan kepada anak-anak.

Bagian terakhir (artikel 65-85) dari Familiaris Consortio secara khusus berbicara mengenai reksa pastoral keluarga. Pada bagian ini juga dibagi ke dalam empat sub bagian yakni, tahap-tahap reksa pastoral, tata susunnya, pelaku yang paling bertanggung jawab dan reksa pastoral keluarga dalam kasus sulit. Dalam bab empat ini juga dibahas mengenai persiapan perkawinan mulai dari persiapan jauh (remote preparation), persiapan dekat (proximate preparation) dan persiapan terakhir (immediate preparation). Persiapan ini hanyalah pelengkap, namun yang tidak kalah penting dilakukan ialah penelitian pranikah yang dituntut Hukum Gereja.

3.2. Ajaran Familiaris Consortio tentang Cinta Kasih Perkawinan 3.2.1. Dipanggil untuk Mencinta

Familiaris Consortio mengawali ajaran cinta kasih dengan pendasaran bahwa Allah menciptakan manusia menurut citraNya sendiri.

“Allah menciptakan manusia menurut citra-keserupaanNya sendiri. Ia memanggil manusia menjadi kenyataan karena cinta sekaligus untuk mencintai.

Allah itu Cintakasih, dalam diriNya Ia menghayati misteri persatuan cinta kasih antar Pribadi. Seraya menciptakan umat manusia menurut gambarNya sendiri dan tiada hentinya melestarikan keberadaanya, Allah menggoreskan dalam kodrat manusiawi pria maupun wanita panggilan dan karena itu juga kemampuan serta tanggung jawab untuk mengasihi dan hidup dalam persekutuan. Oleh karena itu cinta kasih merupakan

51

panggilan yang sangat mendasar bagi setiap manusia dan sudah tertera dalam kodratnya”.73

Pernyataan ini merupakan yang pertama setelah Paus menggambarkan situasi keluarga di zaman modern. Pernyataan ini ingin menunjukkan keseluruhan isi Familiaris Consortio yakni panggilan untuk cinta kasih. Allah yang adalah cinta kasih menciptakan manusia karena cinta dan memanggil manusia pula untuk mencintai.

Dalam diri Allah sendiri merupakan bentuk persekutuan cinta antar pribadi. Ketiga pribadi, Allah Bapa, Allah Putera dan Allah Roh Kudus menggambarkan persekutuan cinta dalam satu kesatuan. Dengan demikian, panggilan manusia yang dicipta karena cinta Allah yakni juga untuk mencinta.

Inilah panggilan dasar bagi setiap manusia dalam kodratnya yakni cinta kasih.

Cinta kasih menjadi panggilan dasar dalam kodrat setiap manusia ini juga termuat dalam Ensiklik74 Redemptor Hominis:

“Manusia tidak dapat hidup tanpa cinta kasih. Ia tetap makhluk yang tak dapat dimengerti oleh dirinya, hidupnya tiada artinya, bila cinta kasih tidak diungkapkan terhadapnya, bila ia tidak menjumpai cinta kasih, bila ia tidak mengalaminya dan mengenakan kepada dirinya, bila ia tidak secara mesra mendalam berpartisipasi di dalamnya.”75

Cinta kasih itu juga menjadi dasar dari kehidupan keluarga dan bermasyarakat. Yohanes mengatakan:

73 Familiaris Consortio, art. 11.

74 Ensiklik berasal dari kata latin “Litterae Encyclicae” yang secara harafiah berarti “yang dikirim berkeliling”. Ensiklik merupakan sebuah surat yang bersifat agung dan universal yang ditulis oleh Paus dan dikirim kepada para uskup seluruh dunia bahkan terbuka untuk seluruh umat Allah.

Isinya untuk menggarisbawahi iman Gereja mengenai satu tema yang aktual. Tujuannya adalah mengemukakan pokok-pokok penting dari ajaran Gereja, menganalisa suatu situasi atau keadaan khusus. Judul Ensiklik biasanya diambil dari beberapa kata pertama dari keseluruhan teks ensiklik dalam bahasa latin.

75 Redemptor Hominis, art. 10.

52

“Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih…Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi” (1 Yoh 4:7-8, 11)

Dari pernyataan diatas ingin mengungkapkan hal yang sama baik dalam Kitab Suci, Ensiklik maupun Familiaris Consortio mengajarkan akan cinta kasih sebagai dasar dalam hidup baik hidup berkeluarga maupun bermasyarakat, perintah untuk saling mengasihi dan hakekat diri akan pribadi yang mencinta itu melekat dalam diri manusia. Maka sebagai citra Allah yang adalah Cintakasih, manusia seharusnya juga berbagi cinta kasih. Manusia yang diciptakan karena cinta Allah, seharusnya juga menjalankan tugas yang Allah lakukan yakni mencintai. Dalam hidup perkawinan dan keluarga, cinta kasih tersebut bukan hanya kata-kata atau perasaan saja melainkan juga dalam tindakan.

3.2.2. Cinta, Perkawinan dan Seksualitas

Cinta kasih pria dan wanita yang ditandai dengan penyerahan diri yang khas dan eksklusif membutuhkan suatu “lingkungan” atau wadah yang memungkinkan yakni perkawinan.76 Dalam Familiaris Consortio dikatakan:

“Satu-satunya lingkungan yang memungkinkan penyerahan diri dalam arti yang sepenuhnya ialah pernikahan, yakni perjanjian cinta antara suami-isteri yang dipilih secara bebas dan sadar. Disitu pria dan wanita menerima perpaduan mesra kehidupan dan cinta kasih seperti yang dikehendaki oleh Allah sendiri.”77

76Gereja merumuskan perkawinan antara pria dan wanita diikat dalam perjanjian (foedus) untuk membentuk persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodrati terarah pada kesejahteraan suami-isteri (bonum coniugum), kelahiran anak (bonum prolis) dan pendidikan anak.

77 Familiaris Consortio, art. 11.

53

“Ikatan cinta kasih mereka menjadi gambar dan lambang Perjanjian, yang menyatukan Allah dan umatNya.”78

“Dalam pernikahan dan keluarga dibentuk suatu kompeks hubungan-hubungan antar pribadi, hidup sebagai suami-isteri, kebapaan dan keibuan, hubungan dengan anak dan persaudaraan. Melalui relasi itu setiap anggota diintegrasikan kedalam ‘keluarga manusia’ dan ‘keluarga Allah’ yakni Gereja.”79

Dari pernyataan ini dengan jelas mengungkapkan perkawinan antara pria dan wanita merupakan perjanjian cinta kasih yang secara bebas dan sadar. Bebas berarti tidak ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun untuk melangsungkan pernikahan dan sadar akan segala pilihan serta konsekuensi hidup perkawinan.

Dengan kebebasan dan kesadaran tersebut, mereka mengucapkan janji cinta dan menerima persatuan mesra dalam hidup bersama seperti yang dikehendaki Allah.

Ikatan cinta kasih tersebut juga menjadi gambar dan lambang perjanjian yang menyatukan Allah dan umatNya. Hal ini ingin memperlihatkan Pola hubungan Allah dengan Israel yang ditandai dengan cinta kasih dan kesetiaan menjadi pola hubungan yang juga dilakukan oleh suami-isteri dalam keluarga.

Seperti Allah tetap mencintai Israel dan setia kendati Israel berulang kali berpaling dari Allah, maka begitu pula suami-isteri juga tetap harus saling mencintai dan setia dalam persatuan dan untuk kebersamaan seluruh hidup dalam membangun keluarga. Cinta kasih sejati suami-isteri ditampung dalam cinta ilahi,

78 Familiaris Consortio, art. 12.

79 Familiaris Consortio, art. 15.

54

dibimbing serta diperkaya berkat daya penebusan Kristus serta kegiatan Gereja yang menyelamatkan, supaya suami-isteri diantar menuju Allah.80

Familiaris Consortio membahasakan persatuan suami-isteri sebagai kesatuan antar pribadi (communio personarum) yang hidup berdasarkan cinta kasih.81 Kesatuan antar pribadi ini bertujuan untuk saling mencintai, membahagiakan, berbagi suka dan duka, saling melengkapi dan menerima.

Tujuannya adalah kesejahteraan suami-isteri (bonum coniugum). Kesejahteraan itu meliputi pelbagai aspek misalnya terpenuhinya kebutuhan ekonomi keluarga, kehidupan rumah tangga berjalan dengan baik, cinta kasih suami-isteri tetap terjaga, kebahagiaan dan kedamaian dalam rumah tangga, dan adanya hubungan timbal balik dalam segala hal.

Perkawinan tidak lepas dari tindakan ekslusif suami-isteri dalam mengungkapkan cinta yakni hubungan seksual. Dalam Familiaris Consortio tidak dibahas lagi dasar biblis seksualitas. Familiaris Consortio lebih membahas fungsi atau kedudukan seksualitas manusia dalam perkawinan dan makna dasarnya.

Dengan jelas dikatakan dalam Familiaris Consortio:

Dengan jelas dikatakan dalam Familiaris Consortio:

Dalam dokumen CINTA KASIH SEBAGAI BASIS PERKAWINAN: (Halaman 58-0)