• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cinta, Perkawinan dan Seksualitas

Dalam dokumen CINTA KASIH SEBAGAI BASIS PERKAWINAN: (Halaman 70-0)

BAB III. CINTA KASIH PERKAWINAN DALAM FAMILIARIS

3.2. Ajaran Familiaris Consortio tentang Cinta Kasih Perkawinan

3.2.2. Cinta, Perkawinan dan Seksualitas

Cinta kasih pria dan wanita yang ditandai dengan penyerahan diri yang khas dan eksklusif membutuhkan suatu “lingkungan” atau wadah yang memungkinkan yakni perkawinan.76 Dalam Familiaris Consortio dikatakan:

“Satu-satunya lingkungan yang memungkinkan penyerahan diri dalam arti yang sepenuhnya ialah pernikahan, yakni perjanjian cinta antara suami-isteri yang dipilih secara bebas dan sadar. Disitu pria dan wanita menerima perpaduan mesra kehidupan dan cinta kasih seperti yang dikehendaki oleh Allah sendiri.”77

76Gereja merumuskan perkawinan antara pria dan wanita diikat dalam perjanjian (foedus) untuk membentuk persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodrati terarah pada kesejahteraan suami-isteri (bonum coniugum), kelahiran anak (bonum prolis) dan pendidikan anak.

77 Familiaris Consortio, art. 11.

53

“Ikatan cinta kasih mereka menjadi gambar dan lambang Perjanjian, yang menyatukan Allah dan umatNya.”78

“Dalam pernikahan dan keluarga dibentuk suatu kompeks hubungan-hubungan antar pribadi, hidup sebagai suami-isteri, kebapaan dan keibuan, hubungan dengan anak dan persaudaraan. Melalui relasi itu setiap anggota diintegrasikan kedalam ‘keluarga manusia’ dan ‘keluarga Allah’ yakni Gereja.”79

Dari pernyataan ini dengan jelas mengungkapkan perkawinan antara pria dan wanita merupakan perjanjian cinta kasih yang secara bebas dan sadar. Bebas berarti tidak ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun untuk melangsungkan pernikahan dan sadar akan segala pilihan serta konsekuensi hidup perkawinan.

Dengan kebebasan dan kesadaran tersebut, mereka mengucapkan janji cinta dan menerima persatuan mesra dalam hidup bersama seperti yang dikehendaki Allah.

Ikatan cinta kasih tersebut juga menjadi gambar dan lambang perjanjian yang menyatukan Allah dan umatNya. Hal ini ingin memperlihatkan Pola hubungan Allah dengan Israel yang ditandai dengan cinta kasih dan kesetiaan menjadi pola hubungan yang juga dilakukan oleh suami-isteri dalam keluarga.

Seperti Allah tetap mencintai Israel dan setia kendati Israel berulang kali berpaling dari Allah, maka begitu pula suami-isteri juga tetap harus saling mencintai dan setia dalam persatuan dan untuk kebersamaan seluruh hidup dalam membangun keluarga. Cinta kasih sejati suami-isteri ditampung dalam cinta ilahi,

78 Familiaris Consortio, art. 12.

79 Familiaris Consortio, art. 15.

54

dibimbing serta diperkaya berkat daya penebusan Kristus serta kegiatan Gereja yang menyelamatkan, supaya suami-isteri diantar menuju Allah.80

Familiaris Consortio membahasakan persatuan suami-isteri sebagai kesatuan antar pribadi (communio personarum) yang hidup berdasarkan cinta kasih.81 Kesatuan antar pribadi ini bertujuan untuk saling mencintai, membahagiakan, berbagi suka dan duka, saling melengkapi dan menerima.

Tujuannya adalah kesejahteraan suami-isteri (bonum coniugum). Kesejahteraan itu meliputi pelbagai aspek misalnya terpenuhinya kebutuhan ekonomi keluarga, kehidupan rumah tangga berjalan dengan baik, cinta kasih suami-isteri tetap terjaga, kebahagiaan dan kedamaian dalam rumah tangga, dan adanya hubungan timbal balik dalam segala hal.

Perkawinan tidak lepas dari tindakan ekslusif suami-isteri dalam mengungkapkan cinta yakni hubungan seksual. Dalam Familiaris Consortio tidak dibahas lagi dasar biblis seksualitas. Familiaris Consortio lebih membahas fungsi atau kedudukan seksualitas manusia dalam perkawinan dan makna dasarnya.

Dengan jelas dikatakan dalam Familiaris Consortio:

“Seksualitas yang menjadi sarana pria dan wanita saling memberikan diri dengan perbuatan yang khusus dan eksklusif untuk pasangan suami-isteri, sama sekali bukanlah sesuatu yang biologis semata-mata melainkan sesuatu yang menyangkut inti pribadi manusia sebagai manusia. Seksualitas terwujud secara manusiawi sungguh-sungguh jika merupakan bagian integral dari cinta kasih seorang pria dan wanita yang saling mengikat diri secara utuh-menyeluruh untuk hidup semati. Penyerahan diri menyeluruh secara jasmani hanyalah kebohongan belaka jika tidak merupakan tanda dan buah penyerahan diri menyeluruh secara pribadi yang menghadirkan atau melibatkan seluruh pribadi manusia termasuk mantra duniawinya:

80 Bdk, Gaudium et Spess, art. 48.

81 Familiaris Consortio, art. 15, 18.

55

jikalau manusia itu menahan sesuatu atau tetap memiliki kemungkinan untuk mengambil keputusan lain pada masa yang akan datang, dengan berbuat demikian ia tidaklah memberi diri secara utuh”.82

Dari pernyataan ini ingin mengungkapkan ajaran Gereja yang sangat menjunjung tinggi seksualitas manusia. Bahkan seksualitas dipandang sebagai nilai agung yang diberikan Sang Pencipta.83 Seksualitas dipahami sebagai tindakan khusus dan eksklusif suami-isteri dalam mengungkapkan cinta yang tidak hanya menyangkut biologis saja melainkan menyangkut inti pribadi manusia. Seksualitas yang hanya dilihat sebagai tindakan biologis atau bahkan penyalahgunaan seksualitas yang menghancurkan pribadi manusia bisa berakhir pada kematian.84

Seksualitas yang benar adalah seksualitas yang dihayati di dalam perkawinan yang dilandasi oleh cinta kasih suami-isteri yang ditandai dengan penyerahan diri total. Inilah rencana dan kasih Allah dimana keduanya menjadi satu daging (Kej 2:24). Tanpa penyerahan diri yang total, seksualitas menjadi tidak bermakna. Dengan demikian, mengulangi ajaran Gereja bahwa Gereja tidak pernah menerima praktik hubungan seksual di luar perkawinan.

Familiaris Consortio mengajarkan bahwa untuk menghayati seksualitas suami-isteri yang benar dan selaras dengan rencana Allah dan sebagai tanda cinta kasih Kristus kepada GerejaNya, suami-isteri membutuhkan karunia Roh.85 Karunia roh ini tidak lain adalah rahmat sakramen perkawinan.

82 Familiaris Consortio, art. 11.

83 Familiaris Consortio, art. 16.

84 R. R. Morneau, Familiaris Consortio: Themes and Theses, dalam Review for Religius, 488.

85 Familiaris Consortio, art. 33.

56 3.2.3. Cinta dan Sakramen Perkawinan

Cinta dan Sakramen Perkawinan banyak dibahas di dalam Familiaris Consortio. Familiaris Consortio mengawalinya dengan mengatakan:

“Persekutuan antara Allah dan umatNya mencapai pemenuhan dalam Yesus Kristus Sang Mempelai, yang penuh kasih dan menyerahkan diri sebagai Penyelamat umat manusia, dengan menyatukan diriNya sebagai TubuhNya.”86

“Berdasarkan sifat sakramental pernikahan mereka suami-isteri saling terikat dengan cara yang sama sekali tak terpisahkan. Bahwa mereka saling memiliki, secara nyata menghadirkan Kristus sendiri dengan Gereja melalui lambang sakramental”87

Dari pernyataan ini, Familiaris Consortio mengawali dengan menegaskan bahwa sakramen perkawinan harus dilihat dalam konteks kesatuan Allah dengan umatNya di dalam Yesus Kristus. Kesatuan ini didasarkan atas kasih karena Yesus Kristus yang penuh kasih menyerahkan diriNya. Injil Yohanes menegaskan kasih tersebut dengan ungkapan “Allah sangat mengasihi manusia sehingga Ia memberikan AnakNya yang tunggal agar manusia beroleh hidup yang kekal”

(Yoh 3:16). Penyerahan diri Yesus di kayu salib menjadi lambang kasih untuk menyelamatkan manusia.

Familiaris Consortio juga menegaskan Roh Kudus yang dicurahkan oleh Tuhan menganugerahkan hati yang baru, dan menjadikan pria maupun wanita mampu saling mengasihi seperti Kristus telah mencintai kita.88 Lebih lanjut cinta suami-isteri mencapai kepenuhan secara mendalam terarah pada kasih sejati

86 Familiaris Consortio, art. 13.

87 Familiaris Consortio, art. 13.

88 Familiaris Consortio, art. 13.

57

suami-isteri sebagai cara yang khas ikut ambil bagian dalam menghayati kasih Kristus sendiri yang menyerahkan diri di salib.

Berkaitan dengan Sakramen, mengulangi kembali ajaran Gereja mengenai Sakramen Perkawinan bahwa perkawinan orang-orang yang sudah dibaptis merupakan satu diantara tujuh sakramen Perjanjian Baru.89 Sakramen perkawinan adalah rahmat Khusus dari Allah yang menolong pasangan suami-isteri untuk melihat panggilan sejati mereka dan memberikan mereka kekuatan untuk menghidupinya.90 Berkat sakramentalitas itulah, pasangan suami-isteri Kristiani saling terikat dan tak terceraikan. Keterikatan mereka melambangkan hubungan Kristus dan GerejaNya. Persatuan antar dua pribadi menggambarkan misteri penjelmaan Kristus dan misteri perjanjianNya.

Isi partisipasi dalam hidup Kristus juga bersifat khusus yakni cinta kasih berciri menyeluruh, mencakup semua unsur pribadi: daya tarik tubuh dan naluri, daya kekuatan perasaan dan afektivitas, aspirasi roh dan kehendak. Lebih lanjut dijelaskan cinta kasih melampaui dari sekedar satu daging, melainkan menuntun pada satu hati dan satu jiwa. Cinta kasih itu juga menuntut kelestarian dan kesetian dalam pemberian diri satu sama lain serta terbuka pada kesuburan.91

Sakramen perkawinan bukan saja hanya mengikat pasangan suami-isteri namun juga melalui sakramen perkawinan, pasangan suami-isteri mengalami pengudusan timbal balik yang mereka teruskan kepada anak-anak. Sakramen perkawinan menjadi sarana pengudusan suami-isteri dan keluarga. Seperti halnya

89 Familiaris Consortio, art. 13.

90 R.F. Morneau, “Familiaris Consortio: Themes and Theses”, dalam Review for Religius, 1982, 483.

91 Familiaris Consortio, art. 13.

58

sakramen-sakramen lainnya membawa keselamatan, Sakramen perkawinan merupakan lambang yang nyata bagi peristiwa penyelamatan tetapi dengan cara sendiri. “Suami-isteri ikut menerima keselamatan sebagai suami-isteri, bersama-sama sebagai pasangan”.92

3.2.4. Cinta dan Keturunan

Cinta kasih suami-isteri tidak berakhir pada diri mereka sendiri, hubungan timbal balik yang menjadikan mereka satu daging (Bdk Kej 2:24). Cinta kasih suami-isteri itu membuat mereka mampu memberikan hadiah yang paling besar, yang menjadikan mereka rekan kerja Allah dalam menciptakan generasi manusia.

Dalam Familiaris Consortio dikatakan demikian:

“Allah memanggil suami dan isteri untuk mengambil bagian yang istimewa dalam kasihNya dan dalam kuasaNya sebagai Pencipta dan Bapa, dengan bekerja sama secara bebas dan bertanggung jawab dalam meneruskan anugerah hidup manusiawi.”93

Dalam pernyataan ini Familiaris Consortio ingin mengajarkan agar pasangan suami-isteri tidak hanya memberikan diri mereka, tetapi juga anak-anak, yang merupakan cermin hidup cinta kasih, tanda kesatuan suami-isteri dan sintesis yang hidup dan tak terceraikan.94 Panggilan suami-isteri untuk meneruskan kehidupan dalam perkawinan mereka. Kemudian hal ini ditegaskan lagi dalam Familiaris Consortio demikian:

“Menurut rencana Allah, perkawinan merupakan landasan keluarga sebagai persekutuan yang lebih luas, sebab lembaga perkawinan dan cinta kasih

92 Familiaris Consortio, art. 13.

93 Familiaris Consortio, art. 28.

94 Familiaris Consortio, art. 14.

59

suami isteri itu memang terarah pada kelahiran anak dan pendidikan anak-anak yang merupakan mahkota lembaga itu.”95

“Cinta kasih suami-isteri yang subur mengungkapkan diri dalam melayani kehidupan dengan banyak cara. Dari cara-cara itu, melahirkan dan mendidik anak adalah yang paling langsung, khas dan tak tergantikan.”96 Rumusan ini menggambarkan ajaran Gereja tentang anak sebagai anugerah perkawinan. Suami-isteri bertanggung jawab perihal anak dalam tugasnya sebagai orangtua. Cinta kasih mereka sebagai orangtua menjadi tanda kelihatan bagi anak-anak tentang cinta kasih Allah sendiri. Dengan demikian di dalam keluarga terjadi penyaluran cinta kasih antara suami dengan isteri, antara orang tua dengan anak sehingga keluarga menjadi lembaga pertama yang menanamkan nilai-nilai cinta kasih dalam pendidikan anak.

Namun Familiaris Consortio juga mengingatkan bahwa apabila kelahiran anak tidak terjadi, hidup suami-isteri tidaklah kehilangan nilainya. Mereka dapat memberikan pelayanan-pelayanan lain yang penting seperti adopsi anak, berbagai bentuk karya pendidikan, pemberian bantuan kepada keluarga lain atau kepada anak-anak yang miskin dan cacat.97

Berkaitan dengan cinta kasih dan keturunan ini, poin yang kembali ditegaskan ialah perkawinan harus terbuka pada kelahiran anak dan anak adalah

“anugerah dari Tuhan kehidupan”98 dan cerminan hidup cinta kasih mereka.99. Cinta kasih identik dengan penerusan keturunan/ generasi yang memang merupakan tujuan perkawinan. Suami-isteri yang menolak anak tidak mungkin

95 Familiaris Consortio, art. 14.

96 Familiaris Consortio, art. 41.

97 Familiaris Consortio, art. 14.

98 Familiaris Consortio, art. 69.

99 Familaris Consortio, art. 14.

60

hidup dalam kasih.100 Apalagi di dalam diri anak terdapat sifat-sifat suami dan sifat-sifat isteri. Anak adalah sintesis suami dan isteri.101 Pribadi suami dan isteri bercampur dan menjadi satu dalam diri anak. Kedua sifat itu selalu terbawa dalam diri anak dan tidak akan pernah tercerai. Itulah sebabnya Familiaris Consortio juga menyebut anak sebagai tanda kesatuan suami-isteri yang abadi, hidup dan tak terceraikan.102

3.2.5. Cinta dan Keluarga

Dalam keluarga terjalin serangkaian hubungan antar pribadi—antara suami dan isteri, hidup sebagai ayah dan ibu, hidup sebagai anak dan sebagai saudara—

dan melalui hubungan itu setiap pribadi manusia dibawa masuk ke dalam

“keluarga manusia” dan ke dalam “keluarga Allah” yakni Gereja.

Familiaris Consortio berkali-kali menekankan bahwa keluarga harus berdasarkan cinta:

“Hakikat dan peranan keluarga pada akhirnya mempunyai kekhasan pada cinta kasih. Maka keluarga mempunyai perutusan untuk menjaga, menyatakan dan menyampaikan cinta kasih dan ini merupakan pencerminan hidup dari dan partisipasi nyata dalam kasih Allah kepada bangsa manusia dan kasih Kristus Tuhan kepada Gereja, mempelaiNya.”103

“Keluarga yang didasarkan dan dijiwai oleh cinta kasih merupakan persekutuan pribadi-pribadi: persatuan suami dan isteri, persatuan orangtua dan anak-anak, persatuan sanak saudara…Tanpa cinta kasih keluarga tidak

100 Segala bentuk alat kontrasepsi (kondom, pil KB, IUD), pengguguran (aborsi), atau pemandulan (sterilisasi) bertentangan dengan tujuan perkawinan.

101 Familiaris Consortio, art. 14.

102 Familiaris Consortio, art. 14.

103 Familiaris Consortio, art. 17.

61

dapat hidup, tumbuh dan menyempurnakan diri sebagai persekutuan pribadi.”104

“Cinta kasih yang menjiwai hubungan-hubungan antar pribadi berbagai anggota keluarga merupakan kekuatan batin yang membangun dan menjiwai persatuan dan persekutuan keluarga.”105

“Mencintai keluarga berarti menghargai nilai-nilai dan kemampuan-kemampuannya, senantiasa mendukung semua itu. Mencintai keluarga berarti mengenal bahaya-bahaya kejahatan yang mengancamnya agar dapat mengatasinya. Mengasihi keluarga berarti berusaha menciptakan bagi keluarga suatu lingkungan hidup yang baik untuk perkembangannya.”106

Dari kutipan diatas, Familiaris Consortio memperlihatkan dengan jelas ajarannya agar keluarga-keluarga didasarkan pada cinta kasih. Hal ini menunjukkan bahwa cinta kasih menjadi dasar dan memiliki peranan penting dalam keluarga. Tanpa cinta kasih, keluarga tidak akan bertahan lama dan tugasnya untuk melanjutkan cinta tidak akan terpenuhi.

Dengan demikian, cinta dalam keluarga (antara orangtua dan anak-anak, antara anak dan saudara) tidak bisa dilepaskan dari cinta yang mendasarinya yaitu cinta kasih suami-isteri. Cinta kasih suami-isteri harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga mereka bertumbuh menjadi satu kesatuan pribadi yang tak dapat diceraikan. Yang utama adalah kesatuan sebagai suami-isteri, karena dikehendaki Allah sebagai lambang kesatuan Kristus dan GerejaNya. Kesatuan suami-isteri menjadi dasar kesatuan keluarga, dimana orangtua dan anak saling menerima, saling mengakui eksistensi dirinya.

104 Familiaris Consortio, art. 18.

105 Familiaris Consortio, art. 21.

106 Familiaris Consortio, art. 86.

62

Maka untuk menjaga agar cinta dalam keluarga tetap bertumbuh, semua anggota keluarga menurut kharismanya masing-masing mempunyai tanggungjawab untuk membangun persatuan pribadi-pribadi yang menghayati satu tata nilai yang sama yang didasarkan pada kesatuan dan cinta.107 Komunitas terwujud bila orang-orang saling berbagi dan memperhatikan satu sama lain terutama kepada yang lemah, sakit dan lanjut usia. Komunitas akan semakin kuat bila setiap hari ada pelayanan timbal balik, bila ada sikap berbagi barang-barang, sukacita dan dukacita.108 Dengan demikian keluarga haruslah menjadi sebuah komunitas cinta kasih yang saling memperhatikan dan melayani satu sama lain.

3.3. Rangkuman Familiaris Consortio

Karena cinta, Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa Allah (Kej 1:26-27) dan sebagai citra Allah, manusia juga dipanggil untuk mencinta.

Inilah panggilan dasar yang melekat dalam tiap pribadi manusia dalam kodratnya yakni cinta kasih. Cinta kasih itu tidak berhenti pada dirinya sendiri (egosentris).

Manusia adalah makhluk sosial, yang terbuka dan terarah satu sama lain. Manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Keterbukaan dan keterarahan manusia kepada sesamanya merupakan ekspresi cinta yang tidak pernah berhenti.

Cinta kasih itu diikat dalam perkawinan dimana pria dan wanita saling menyerahkan diri secara bebas dan sadar. Ikatan cinta kasih pria dan wanita selaku suami-isteri menjadi gambar dan lambang perjanjan yang menyatukan Allah dan umatNya sekaligus berpartisipasi nyata dalam cinta kasih Allah

107 R.F. Morneau, “Familiaris Consortio: Themes and Theses”, 483.

108 Familiaris Consortio, art. 21.

63

terhadap manusia dan cinta kasih Kristus terhadap GerejaNya. Perjanjian suami-isteri ini menyangkut seluruh hidup yang ditandai dengan kesetiaan dan pemberian diri timbal balik secara total dan tanpa syarat.

Familiaris Consortio membahasakan persatuan suami-isteri sebagai kesatuan antar pribadi (communio personarum) yang hidup berdasarkan cinta kasih. Persatuan ini bertujuan untuk kesejahteraan suami-isteri (bonum coniugum), kelahiran anak (bonum prolis) dan pendidikan anak. Karena tujuan tersebut, maka perkawinan tidak lepas dari tindakan eksklusif suami-isteri dalam mengungkapkan cinta yakni hubungan seksual. Hubungan seksual menjadi sarana suami-isteri memberikan diri dan merupakan bagian integral dari cinta kasih perkawinan mereka. Hubungan seksual suami-isteri sebagai perwujudan cinta kasih mereka harus terarah pada kelahiran anak dan pendidikan anak. Karenanya segala bentuk alat kontrasepsi maupun sterilisasi bertentangan dengan tujuan tersebut. Dengan kelahiran anak, suami-isteri bertanggungjawab terhadap pendidikan anak dan dengan demikian terjadi penyaluran cinta kasih dalam keluarga. Cinta kasih menjadi dasar dalam hidup berkeluarga yang bersifat eksklusif dan tak terceraikan.

Secara singkat dapat disimpulkan cinta kasih dalam perkawinan menurut Familiaris Consortio adalah hubungan timbal balik antara suami-isteri dengan pemberian diri secara sadar, total dan tanpa syarat sehingga membentuk kesatuan antarpribadi (communio personarum) yang bertujuan untuk saling mencintai, membahagiakan, berbagi suka dan duka, saling melengkapi dan menerima.

64

Dengan kata lain kesejahteraan suami-isteri menjadi tujuannya selain kelahiran dan pendidikan anak.

3.4. Latar Belakang lahirnya Amoris Laetitia

Tiga puluh enam tahun setelah Familiaris Consortio, Gereja kembali berbicara mengenai keluarga dan perkawinan melalui anjuran Apostolik Amoris Laetitia yang dikeluarkan Paus Fransiskus pada 8 April 2016. Sebelumnya diadakanlah sinode-sinode untuk membicarakan mengenai keluarga dan perkawinan. Sinode tersebut dibagi dalam tiga bagian: mendengarkan, yakni mengamati kenyataan keluarga saat ini dalam segala kompleksitasnya;

memandang, yakni dengan memandang Kristus mempertimbangkan secara seksama tentang ajaran iman Gereja, dan menghadapi situasi, yakni menimbang-nimbang cara-cara yang dipergunakan Gereja dan masyarakat untuk membarui komitmen perkawinan dan keluarga.

Amoris Laetitia adalah hasil dari keputusan dua Sinode Para Uskup sedunia tentang keluarga di Vatikan pada 2013 dan 2015. Dua sinode itu membahas berbagai topik sensitif soal keluarga dan perkawinan.109 Misalnya, sikap Gereja terhadap pernikahan pasangan yang bercerai dan isu pernikahan lagi, juga peran perempuan dan kaum awam dalam Gereja. Perubahan antropologis dan budaya pada jaman sekarang turut mempengaruhi semua aspek hidup yang juga menjadi latar belakang krisis dalam keluarga.

109 Sinode pertama pada Oktober 2014 dengan tema “The Pastoral Challenges of the family in the Context of Evangelization”, dan Sinode Kedua pada Oktober 2015 dengan tema “The Vocation and Mission of the family in the Church and in the Contemporary World”, Lih Fr. Kuriakose Poovathumkudy, Amoris Laetitia: A Loving Family Exortation of Pope Francis dalam “Word and Worship”, Vol 49, No 2, April-Juni 2016, 178.

65

Seruan Apostolik ini juga bertepatan masanya dengan Tahun Yubileum Kerahiman Ilahi dengan tujuan agar keluarga-keluarga Kristiani menghargai karunia perkawinan dan keluarga serta untuk bertekun dalam cinta yang diperkuat dengan nilai kesabaran, komitmen, kemurahan hati. Dan hendak mendorong setiap orang untuk menjadi tanda kerahiman dan kedekatan manakala kehidupan keluarga berada dalam ketidaksempurnaan atau kekurangan damai dan sukacita.110

Situasi yang melatarbelakangi Paus Fransikus mengeluarkan seruan apostolik ini adalah banyaknya tantangan yang dihadapai keluarga mulai dari perpindahan penduduk sampai pada penolakan terhadap perbedaan seks secara ideologis, dari kebudayaan sementara sampai pada pemikiran anti-kelahiran dan dampak dari bioteknologi, dari kurangnya pembinaan dan pencegahan terhadap pornografi dan perlakuan kasar terhadap kaum minoritas, dari ketidakadilan terhadap penyandang disabilitas, sampai pada kurangnya rasa menghormati terhadap orang yang lebih tua; dari perceraian keluarga secara resmi sampai pada tindak kekerasan terhadap perempuan. Kenyataan tersebut menjadi inti gagasan dari nasihat Apostolik Paus Fransiskus.

3.4.1. Riwayat Singkat Paus Fransiskus111

Paus Fransiskus atau Jorge Mario Bergoglio lahir di Flores, Buenos Aires, Argentina pada 17 Desember 1936. Meski terlahir sebagai orang Amerika Latin, orangtuanya murni berdarah Italia karena ayahnya adalah imigran asal Italia yang pindah ke Argentina ketika fasisme berkuasa di Italia. Jorge merupakan putera sulung dari lima bersaudara. Ayahnya bernama Mario Jose Bergoglio dan Ibunya

110 Pope Francis, Amoris Laetitia, Apostolic Exhortation on Love in the Family, art. 5.

111 R.B.E. Agung Nugroho dan Benediktus W.Y. Prayogo, Fransiskus dari Amerika Latin, (Jakarta: Penerbit OBOR, 1994)

66

bernama Regina Maria Sivori. Ia mempunyai empat adik: Oscar Adrian Bergoglio, Marta Regina Bergoglio, Alberto Horacio Bergoglio dan Maria Helena Bergoglio.

Jorge mengenyam pendidikan sebelum masuk sekolah dasar di Collegio de la Misericoddia yang dikelola oleh para suster. Setelah lulus Colegio de la Misericordia, Jorge melanjutkan ke Wilfrid Baron de los Santos Angeles, Ramos Mejia, Buenos Aires. Kemudian ia melanjutkan ke Escuela Nacional de Educacion Tecnica (ENET) di Hipolito Yrigoyen, Buenos Aires. Ketika masuk ke Institut teknik ini, Jorge membulatkan tekadnya menjadi ahli kimia. Pada masa ini juga Jorge merasakan ketertarikan untuk menjadi imam namun ia memendamnya.

Jorge berhasil menyelesaikan studi teknik kimia dan menyabet gelar sarjana dari Universitas Buenos Aires. Setelah itu ia bekerja di laboratorium penelitian makanan Hickethier-Bachmann. Keberhasilan Jorge membesarkan hati orangtuanya terutama ibunya. Sang ibu merasa bangga karena ia memberikan teladan bagi adik-adiknya serta menjalankan kewajiban sebagai putera sulung.

Jorge berhasil menyelesaikan studi teknik kimia dan menyabet gelar sarjana dari Universitas Buenos Aires. Setelah itu ia bekerja di laboratorium penelitian makanan Hickethier-Bachmann. Keberhasilan Jorge membesarkan hati orangtuanya terutama ibunya. Sang ibu merasa bangga karena ia memberikan teladan bagi adik-adiknya serta menjalankan kewajiban sebagai putera sulung.

Dalam dokumen CINTA KASIH SEBAGAI BASIS PERKAWINAN: (Halaman 70-0)