Kedua aliran besar semiotik bersepakat mengenai komponen dasar semiotik. Komponen dasar semiotik tidak terlepas dari masalah-masalah pokok mengenai tanda (sign), lambang (symbol), dan isyarat (signal), yang ketiganya memungkinkan terjadinya komunikasi antara subjek dan objek dalam jalur pemahaman. Pemahaman masalah lambang akan mencakup pemahaman masalah penanda (signifier; signans;
signifant) dan petanda (signified; signatum; signifie).
1. Tanda (sign)
Tanda diartikan sebagai representasi dari gejala
yang memiliki sejumlah kriteria seperti nama, peran, fungsi, tujuan, dan makna. Tanda tersebut. berada di seluruh kehidupan manusia dan dengan demikian ia menjadi nilai intrinsik dari setiap kebudayaan manusia dan menjadi sistem tanda yang digunakannya sebagai pengatur kehidupannya. Oleh karena itu, tanda-tanda itu (yang berada dalam sistem tanda) sangatlah akrab dan bahkan melekat pada kehidupan manusia yang penuh makna (meaningful action) seperti teraktualisasi pada bahasa, religi, seni, sejarah, dan ilmu pengetahuan (Alex Sobur, 2001:124).
Tanda merupakan sesuatu yang menandai sesuatu
hal atau keadaan untuk menerangkan atau
memberitahukan objek kepada subjek. Tanda-tanda bersifat tetap, statis, tidak berubah, tanpa kreatif
apapun atau tanda adalah arti yang statis, umum, lugas, dan objektif (Puji Santosa, 1993:4). Dalam hal ini tanda selalu menunjukkan pada sesuatu hal yang nyata, misalnya benda, kejadian, tulisan, bahasa, tindakan, peristiwa, dan bentuk-bentuk tanda yang lain. Contoh konkret, yaitu adanya hujan selalu ditandai oleh adanya mendung yang mendahuluinya. Wujud tanda-tanda
alamiah ini merupakan satu bagian dari hubungan secara alamiah pula, yang menunjuk pada bagian yang lain, yakni adanya hujan dikarenakan adanya awan bergulung. Tanda-tanda juga dibuat oleh manusia yang dilekatkan pada makhluk lain yang tidak memilki sifat-sifat kultural, misalnya bunyi-bunyi binatang
(onomatopea) yang menunjuk pada nama binatang itu seniri. Seolah-olah bunyi yang ditimbulkan oleh binatang itu tidak mempunyai makna apa-apa, kecuali sebagai petanda dari binatang itu sendiri. Tiruan bunyi seperti “kotek-kotek” akan menunjuk nama binatang ayam , “embe” menunjuk nama binatang kambing, “aum” menunjuk nama binatang harimau, dsb.
2. Symbol (Lambang)
Lambang adalah sesuatu hal atau keadaan yang
membimbing pemahaman si subjek kepada objek. Hubungan antara subjek dan objek terselip adanya pengertian sertaan. Suatu lambang selalu dikaitkan dengan adanya tanda-tanda yang sudah diberi sifat-sifat kultural, situasional, dan kondisional. Warna merah putih pada bendera bangsa Indonesia merupakan lambang kebanggan bangsa Indonesia. Warna merah diberi makna secara situasional, kondisional, dan kultural oleh bangsa Indonesia adalah gagah, berani, dan semangat yang berkobar-kobar untuk meraih cita-cita luhur bangsa Indonesia, yaitu masyarakat adil makmur. Di samping itu warna merah pada bendera Indonesia melambangkan semangat yang tak mudah dipadamkan, yakni semangat juang dan semangat membangun. Demikian pula pada warna putih, secara kondisional, situasional, dan kultural diberi makna: suci, bersih, mulia, luhur, bakti, dan penuh kasih-sayang. Jadi,
lambang adalah tanda yang bermakna dinamis, khusus, subjektif, kias, dan majas.
rekaan maupun drama, terdapat berbagai lambang, antara lain lambang warna, lambang benda, lambang bunyi, lambang suasana, lambang nada, dan lambang viusalisasi imajinatif yang ditimbulkan dari tata wajah atau tifografi. Sebaliknya, tanda yang terdapat dalam karya sastra hanya bermanfaat untuk mengenal aspek formal atau bentuk struktur fisiknya. Unsur-unsur cerita rekaan seperti alur, penokohan, latar, sudut pandang, gaya, dan suasana dapat dikenali dari pemahaman tanda-tanda struktur sebuah cerita rekaan. Peirce berpendapat bahwa lambang merupakan bagian dari tanda. Setiap lambang adalah tanda, tetapi tidak setiap tanda itu berarti lambang. Adakalanya tanda dapat menjadi lambang secara keseluruhan, yaitu dalam
bahasa. Hal ini dimungkinkan karena bahasa merupakan sistem tanda yang arbitrer sehingga setiap tanda dalam bahasa merupakan lambang. Khusus dalam puisi
terdapat lambang bunyi, baik bunyi vokal maupun bunyi konsonan yang menyiratkan makna tertentu.
Tanda
Lambang
Subjek Pengertian Objek
Gambar: Perbedaan antara Tanda dan Lambang (Puji Santosa, 1993:5)
Bahasa sesungguhnya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara penanda dan petandanya.
Penanda adalah yang menandai dan sesuatu yang
segera terserap dan teramati, mungkin terdengar sebagai bunyi atau terbaca sebagai tulisan, misalnya (cinta), tetapi mungkin pula terlihat dalam bentuk penampilan, msalnya: wajahnya memerah, nafasnya terengah-engah, gerakannya gemetaran, tampangnya menyeramkan, dan sebagainya. Petanda adalah sesuatu yang tersimpulkan, tertafsirkan, terpahami maknanya dari ungkapan bahasa dan non-bahasa.
Hubungan antara penanda dan petanda terdapat berbagai kemungkinan dalam penggunaan bahasanya. Pemahaman akan berbagai kemungkinan yang terjadi dalam penggunaan bahasa akan menjadi dasar struktur semiotis. Penanda adalah sesuatu yang ada dari
seseorang bagi sesuatu (yang lain) dalam suatu
pandangan. Penanda itu dapat bertindak menggantikan sesuatu, dan sesuatu itu adalah petandanya. Penanda itu menggantikan sesuatu bagi seseorang; seseorang ini adalah penafsir. Penanda ini kemudian menggantikan sesuatu bagi seseorang dari suatu segi pandangan; segi pandangan ini merupakan dasarnya. Jadi, dalam
komponen dasar semiotik ini akan dikenal adanya empat istilah dasar, yaitu penanda (signifier), petanda
(signified), penafsir (representament), dan dasar
(ground). Gejala hubungan antara keempat hal tersebut
akan menentukan hakikat yang tepat mengenai semiosis sehingga dalam menghadapi berbagai persoalan susastra-baik secara wajar berdasarkan
konvensi maupun yang tidak secara wajar (dengan pemutarbalikan konvensi atau penyimpangan kaidah) dapat diatasi dengan baik melalui ancangan semiotik. 3. Isyarat (signal)
Isyarat adalah sesuatu hal atau keadaan yang
diberikan oleh si subjek kepada objek. Dalam keadaan ini si subjek selalu berbuat sesuatu untuk
memberitahukan kepada si objek yang diberi isyarat pada waktu itu juga. Jadi, isyarat selalu bersifat temporal (kewaktuan). Apabila ditangguhkan
pemakaiannya, isyarat akan berubah menjadi tanda atau perlambang. Ketiganya (tanda, lambang, dan isyarat) terdapat nuansa, yakni perbedaan yang sangat kecil mengenai bahasa, warna, dan lainnya.