• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi-Fungsi bahasa

Dalam dokumen SEMIOTIKA KONTEMPORER (Halaman 98-105)

Tokoh dan Pemikiran Semiotik

B. Fungsi-Fungsi bahasa

Roman Jakobson dianggap seorang ahli linguistik yang berupaya mempopulerkan pendekatan strukturalis pada bahasa, khususnya karena ia sangat menekankan bahwa pola suara bahasa (wilayah penelitian Jakobson yang pertama dan utama) pada hakikatnya bersifat relasional. Hubungan antar suara dalam konteks tertentu menghasilkan makna dan signifikansi (significance). Ia terus berusaha menjelaskan berbagai tataran struktur linguistik melalui identifikasi dan penjelasan tentang hal-hal invariant di tengah keanekaragaman yang berlipat ganda. Para ahli linguistik untuk melakukan pendekatan relasional karena pertama “setiap komponen pembentuk sistem liguistik dibangun atas pertentangan dua hal yang berlawanan secara logis; sifat yang ada pada sesuatu (kebertandaan) yang dipertentangkan dengan tiadanya sifat itu (ketakbertandaan), dan kedua “saling keterkaitan antara hal-hal yang tidak pernah berubah dengan yang berubah terbukti merupakan ciri bahasa yang paling pokok dan paling mendasar pada setiap tingkatannya.”

Mula-mula Roman Jakobson mengembangkan teorinya mengenai fungsi-fungsi bahasa. Di sini, ia melihat bahasa masih sebagai struktur. Pertama, ia masih secara jelas menggunakan enam konsep 1) pengirim, 2) penerima, 3) kode, 4) kontak, 5) pesan, dan 6) acuan. Konsepnya tentang pengirim, penerima, dan kode (sistem tanda bahasa), meskipun sudah lebih luas, namun nuansa strukturalis Saussurenya masih kental. Menurutnya, Dalam setiap komunikasi, seorang pembicara (pengirim) mengirimkan sebuah pesan

kepada pendengar (penerima). Pesan itu

Tokoh dan Pemikiran Semiotik

diakrabi oleh pembicara dan pendengar). Untuk memperoleh pesan, diperlukan adanya kontak antara pengirim dan penerima, baik dalam bentuk lisan, lihatan, atau elektronik. Pesan komunkasi diperoleh dengan memahami kode, dalam hal ini kode dapat berupa tuturan, penomoran, formula bunyi, atau tanda-tanda lain. Pesan harus disampaikan melalui sebuah

konteks (rujukan) agar tercapai pengertian pesan

tersebut. Konteks tersebut harus dipahami dalam situasi, kondisi, dan kultur si pengirim dan penerima.

Kedua, selain strukturalis Saussure, rumusan

Jakobson tentang pengirim, penerima, dan referen (atau acuan) merupakan perluasan dari teori Karl Buhler. Menurut Karl Buhler, setiap orang menekankan salah satu dari ketiga aspek (pengirim, penerima, atau referen) ketika melakukan komunikasi (Benny H. Hoed, 2003:8-11). Ketiga faktor bahasa di atas merupakan dikembangkan Roman Jakobson berdasar pada teori Buhler. Kemudian Jakobson menambahnya tiga faktor lagi, yaitu kontak, kode (sistem tanda), dan massage. Secara general, keenam faktor bahasa (dan enam fungsi bahasa) Roman Jakobson adalah sebagai berikut:

1. Faktor pengirim. Pengirim adalah orang yang menyampaikan pesan. Ia dapat saja seorang

penulis, penutur, pembicara, atau sebuah teks. Bila faktor pengirim diberi tekanan dalam proses komunikasi, maka ini berarti bahasa digunakan dengan fungsi emotif atau fungsi ekspresif. Dalam hal ini, pribadi pengirim menjadi menonjol. Dengan demikian bahasa mempunyai fungsi emotif bila pembicara mengarahkan ekspresi langsung dari sikapnya terhadap topik atau situasi. Contoh:

Tulisan/Tuturan Fungsi emotif

Alangkah indahnya

rumah itu!

Menonjolkan perasaan pembicara tentang sebuah rumah

Saya lebih suka warna

merah daripada hitam. Menonjolkan preferensi pembicara terhadap warna merah

Sebagai Direktur,

sayalah yang berkuasa di sini.

Memperlihatkan otoritas pembicara

Contoh seperti di atas, cenderung menimbulkan kesan emosi tertentu, baik emosi asli atau emosi terkondisikan. Oleh karena itu, istilah ‘emotif’ yang diperkenalkan oleh Marty, lebih disukai dariapada ‘emosional’. Disebutkan bahwa strata emotif yang paling murni dalam bahasa (tulisan) dapat terlihat dalam bentuk kata seru. Bentuk itu berbeda dengan sarana referensial bahasa, baik melalui pola bunyi (sekuen bunyi aneh atau bahkan bunyi-bunyi yang tidak biasa), maupun melalui peran sintaksis (kata-kata itu bukan komponen, tetapi padanan kalimat-kalimat). Jakobson memberi contoh “Tut! Tut!” kata McGinty. Kata-kata tersebut, yang merupakan ucapan McGinty, tokoh Conan Doyle, terdiri dari dua kata onomatopea yang menirukan suara orang yang mengisap sesuatu. Fungsi emotif dibentang secara

nyata dengan tanda seru dan terasa pada seluruh ucapan, baik pada tataran bunyi, gramatikal, maupun leksikal. Jakobson (1996:71) menyatakan “Apabila kita menganalisis bahasa dan segi keterangan yang dianutnya, kita tidak dapat membatasi pengertian informasi pada aspek kognitif

bahasa”. Menurutnya, seseorang yang

menggunakan unsur-unsur ekspresif untuk menunjukkan kemarahan dan sikap ironisnya, dengan jelas memberi tambahan informasi dan tentu saja perilaku verbal ini tidak dapat disamakan dengan kegiatan non-semiotik nutritif.

2. Faktor penerima. Penerima adalah yang

menerima pesan dalam komunikasi. Ia dapat saja seorang pembaca atau pendengar. Apabila faktor penerima diberi tekanan, maka ini berarti bahasa digunakan dengan fungsi konatif, atau konatif, atau reseptif, atau pragmatik. Fungsi yang diharapkan adalah penggunaan bentuk vokatif dan imperatif meminta perhatian orang lain atau menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Contoh

Tulisan/Tuturan/wicar

a Fungsi Konatif Buka pintu itu, nak! Pendengar diharap

membuka pintu Tolong buka buku itu,

Din! Pendengar diharap membuka buku

Panas sekali ruangan

ini, Nas. Pendengar diharap menyalakan AC

3. Faktor konteks. Setiap pembicaran (komunikasi) membicarakan sesuatu, yakni hal yang diacu, dibicarakan, yang berada di luar bahasa. Bila tekanan diberikan pada acuan, maka baik pengirim maupun penerima dilesapkan. Fungsi

bahasa yang bekerja di dalam struktur komunikasi seperti itu adalah fungsi referensial atau fungsi acuan.

Tulisan/Tuturan Fungsi Referensial Kemarin ada kecelakaan di tol

Padaleunyi Penonjolan peristiwa

149 orang tewas dalam musibah

longsor di Cibeber Leuwigajah Penonjolan peristiwa

4. Faktor kontak. Setiap komunikasi verbal akan efektif apabila terjadi kontak antara pengirim dan penerima (atau terjadi dialog). Tanpa kontak (dan dialog) antara pengirim dan penerima, komunikasi tidak akan terjadi atau bersifat satu arah (monolog), bahkan tidak menghasilkan pesan apa pun. Berbicara kepada orang yang tuli tidak akan menghasilkan komunikasi yang efektif atau menulis surat kepada orang yang buta (dengan tulisan “biasa”). Demikian pula, tidak terjadi komunikasi apabila si pembicara berbicara kepada si penerima yang tidak mengerti bahasa si pembicara. Apabila tekanan diberikan pada faktor kontak, maka bahasa memiliki fungsi

sentuhan atau fungsi fatik, yakni fungsi

membangun kontak.

Tulisan/Tuturan Fungsi Fatik Halo! Halo!? (dalam

pembicaraan telpon)

Kata halo, pada dasarnya tidak mempunyai makna, tetapi dalam komunikasi mempunyai fungsi sebagai ‘pembuka kontak’ antara pengirim dan penerima.

Maaf, mas. Di

mana BSM berada? Kata ‘Maaf, mas” berfungsi sebagai ‘pembuka dialog’, tidak dimaksudkan untuk meminta

maaf, karena tidak ada yang perlu dimaafkan.

5. Faktor kode. Kode adalah sistem tanda (bahasa) yang digunakan dalam komunikasi (verbal). Apabila komunikasi memberikan tekanan pada faktor kode, maka bahasa di sini mempunyai

fungsi metalinguistik atau fungsi sosial-budaya. Tulisan/Tuturan Fungsi

Metalingui stik Kuda adalah hewan menyusui,

bertulang belakang, dan berkaki empat Definisi Eksplorasi adalah penjelajahan lapangan

dengan tujuan memperoleh

pengetahuan lebih banyak (tentang keadaan), terutama sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu (KBBI, 1993)

Definisi

Dua contoh di atas merupakan suatu model persamaan yang dapat dilambangkan dengan rumus A=A’. Inilah yang disebut dengan model definisi. 6. Faktor pesan. Pesan adalah isi suatu komunikasi.

Apabila komunikasi memberikan tekanan pada pesan, maka dikatakan bahwa bahasa mengandung fungsi puitik atau fungsi estetis. Fungsi puitik ditandai oleh antara lain perulangan, penyimpangan, penonjolan, ataupun keambiguan. Ditinjau dari kacamata strukturalis semua itu menyangkut segi penanda (atau ekspresi) dan petanda (atau isi).

Tulisan/Tuturan Fungsi emotif Amin Rais adalah rais amin (pemimpin

yang terpercaya)! (muncul ketika kampanye calon presiden 2004)

Repetisi dan pembalikan

kata

Vini, Vidi, Vici Repetisi V-i

Bukan basa basi Repetisi b-a

ke b-i

Pada contoh di atas, meskipun terdapat perulangan seperti terlihat pada segi ekspresi, namun semua contoh tersebut sebenarnya penyimpangan, penonjolan, bahkan keambiguan. Pengulangan itu terjadi pada bentuk dan makna, serta pada skala yang lebih luas adalah pesan. Dalam hal ini, pada contoh di atas memberi penekanan pada faktor pesan. Contoh pertama, memberikan kesan dan pesan agar memilih Amin Rais karena dari segi arti namanya saja berarti ‘pemimpin yang terpercaya’. Contoh kedua adalah ungkapan bahasa Latin dari Julius Caesar yang memberi pesan “kemenangan”. Contoh ketiga merupakan sebuah tuturan yang mengandung pesan yang nampaknya jauh menyimpang dari tuturannya sendiri, yakni bahwa apa yang dikemukakan tentang kualitas produk (baca: rokok) yang diiklankan tidak Cuma ‘omongan’ belaka yang kemudian berkembang menjadi ‘rokok anak muda’

Model Jakobson ini secara sangat jelas mempertunjukkan masalah-masalah yang mencoba untuk menyusun semacam taksonomi yang memiliki kategori sebanyak dua kali lipat. Politomik dari faktor dan fungsi bahasa yang dikembangkan oleh Roman Jakobson di atas, pada dasarnya merupakan pengembangan dari strukturalisme Saussure. Jakobson

menggunakan fungsi sebagai pengembangan

pengertian difference (pembedaan) dalam suatu sistem dan Jakobson masih berpegang pada teori tanda dari

Saussure. Teri fungsionalisme Jakobson tentang ‘faktor dan fungsi bahasa’ masih merupakan perkembangan dari strukturalisme. Dalam fungsionalisme, relasi sistemis yang menjiwai struktur dan jaringan antarkomponen struktur menjelma menjadi relasi antarfungsi, karena komponen-komponen suatu sistem justru terlihat sebagai unsur berfungsi tertentu sebagai akibat relasi sistemis itu (Benny H. Hoed, 2003:11).

Mengometari enam unsur Jakobson di tas, menurut Raman Selden (1996:x), dalam pembicaraan sastra, faktor bahasa “kontak” dapat dihilangkan, karena pembacaan sastra dapat dilakukan sekalipun tidak ada “kontak” langsung. Faktor hubungan, lazimnya, diabaikan oleh para teoritikus sastra, dalam konteks sastra tulis; karena hubungan berlangsung antara pembaca dengan teks, kecuali dalam drama. Oleh karena itu, skema di atas dapat diskemakan kembali menjadi:

Konteks

Penulis Tulisan Pembaca

Kode

Dengan demikian, fungsi bahasa pun dapat direkonstruksi sebagai berikut:

Referensial

Emotif Poetik Konotatif

Metalinguis tik

Dalam dokumen SEMIOTIKA KONTEMPORER (Halaman 98-105)