• Tidak ada hasil yang ditemukan

Benang Merah Antara Transfer, Kliring, RTGS, dan Fasilitas

Dalam dokumen Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang (Halaman 138-142)

Pendanaan Jangka Pendek

(FPJP)

Masyarakat pada umumnya kurang memahami proses transfer atau pencairan Cek (kliring) apalagi dihubungkan dengan FPJP (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek) atau baillout. Meskipun sering membaca topik tersebut di media massa. Yang mereka ketahui kalau mau mengirim uang, cukup datang ke ATM atau ke bank. Demikian pula kalau mau mengkliringkan Cek atau Bilyet Giro. Mereka tidak tahu bagaimana perjalanan kiriman uangnya dan perjalanan Cek atau Bilyet Giro hingga menambah saldo rekeningnya.

Untuk memudahkan pemahaman, berikut ini digambarkan secara singkat dan sederhana proses tersebut.

Filosofi usaha bank yaitu menerima simpanan dana masyarakat berupa tabungan, giro, deposito kemudian menyalurkannya dalam bentuk kredit atau pinjaman. Keuntungan bank diperoleh dari selisih bunga kredit dikurangi bunga yang diberikan ke nasabah. Selain itu bank juga memberikan layanan jasa perbankan seperti transfer dan kliring Cek atau Bilyet Giro. Nasabah dapat menarik simpanannya sewaktu-waktu melalui teller, ATM atau sarana lain seperti internet atau handphone. Khusus untuk nasabah giro penarikan dapat dilakukan dengan Cek atau Bilyet Giro. Penarikan tersebut dapat dilakukan untuk kepentingan sendiri atau pembayaran kepada pihak lain.

Bank memiliki peranan penting menjadi media transmisi pengendalian moneter yang menjadi tugas Bank Indonesia. Dalam rangka pengendalian moneter tersebut bank wajib memiliki rekening giro di Bank Indonesia dan memelihara saldonya pada batas minimum tertentu yang disebut GWM (Giro Wajib Minimum).

Rekening giro bank di Bank Indonesia juga digunakan dalam memberikan layanan jasa perbankan seperti transfer dan kliring Cek atau Bilyet Giro. Jasa layanan transfer dan kliring tersebut sangat erat hubungannya dengan rekening giro bank di Bank Indonesia. Sistem yang digunakan meliputi sistem RTGS dan SKN. Selain kedua sistem tersebut bank juga dapat menggunakan jaringan ATM.

Ilustrasi Transfer Dana Melalui Jaringan ATM

Nasabah Bank A membeli mebel seharga sepuluh juta rupiah dari Budi. Pembayaran melalui ATM dengan mentransfer ke rekening seorang nasabah di Bank B. Sehingga rekening Nasabah Bank A berkurang dan

 Halaman 133 

rekening Nasabah Bank B bertambah sebesar sepuluh juta rupiah.

Dengan transfer tersebut Bank A memiliki kewajiban atau utang kepada Bank B sebesar sepuluh juta rupiah. Bagaimana kedua bank menyelesaikan utang-piutangnya?

Setiap hari penyelenggara jaringan ATM menghitung total utang–piutang dari seluruh transaksi yang terjadi pada hari itu. Sehingga diketahui utang atau piutang setiap peserta. Peserta yang total piutang lebih kecil dari total utang disebut peserta kalah kliring (contohnya Bank A). Sedangkan peserta yang total piutang lebih besar dari total utang (contohnya Bank B) disebut menang kliring.

Oleh karena itu Bank A wajib membayar kepada penyelenggara jaringan ATM sebesar nilai kalah kliring. Dan selanjutnya penyelenggara jaringan ATM membayar ke Bank B sebesar menang kliring. Pembayaran dilakukan melalui sistem RTGS dengan cara Bank A mendebet rekening giro di Bank Indonesia dan mengkredit penyelenggara jaringan ATM sebesar sepuluh juta rupiah. Selanjutnya penyelenggara jaringan ATM mendebet rekening giro di Bank Indonesia dan mengkredit Bank B sebesar sepuluh juta rupiah. Transaksi ini hanya dapat dilakukan apabila rekening giro Bank A di Bank Indonesia mencukupi untuk menutup utangnya.

Ilustrasi Transfer Dana Antar Bank Melalui RTGS

Apabila Nasabah Bank A melakukan pembayaran melalui RTGS, maka nasabah tersebut mengisi formulir perintah transfer ke Nasabah Bank B sebesar sepuluh juta rupiah. Bank A meneruskan perintah tersebut dengan mengirim data ke RTGS. Sebelum memproses, sistem RTGS mengecek kecukupan saldo Bank A di Bank Indonesia. Apabila mencukupi, maka Bank A didebet atau dikurangi sebesar sepuluh juta dan Bank B dikredit atau ditambah sebesar sepuluh juta rupiah.

Sistem RTGS selanjutnya menginformasikan penerimaan transfer ke Bank B. Atas informasi tersebut Bank B mengkredit atau menambah rekening Budi sebesar sepuluh juta rupiah. Penyelesaian transaksi di RTGS dilakukan satu per satu transaksi disebut gross settlement. Meskipun demikian kecepatan pencatatan ke rekening penerima sangat bergantung pada kecepatan bank dalam menindaklanjuti ke rekening nasabahnya.

Ilustrasi Penyelesaian Transaksi Melalui SKN

Untuk ilustrasi transaksi melalui SKN ada dua contoh transaksi yaitu pembelian mebel Amat dan pembelian mobil menggunakan Cek atau Bilyet Giro. Samsul (nasabah Bank A), membeli mobil Bahri (nasabah Bank B) sebesar 500 juta rupiah. Samsul membayar Bahri menggunakan Cek sebesar 500 juta rupiah.

Untuk mencairkannya Bahri menyetorkan Cek ke Bank B untuk dikliringkan. Pencairan Cek oleh Bank B melalui SKN disebut kliring debet sedangkan proses pembayaran pembelian mebel oleh Amat dari Bank A melalui SKN disebut kliring kredit.

Ilustrasi Kliring Debet (Pencairan Cek)

Setelah menerima setoran Cek dari Bahri, Bank B menagih Bank A dengan mengirim data tagihan ke sistem SKN. Tagihan dikuiti dengan penyerahan Cek ke Bank A melalui penyelenggara SKN.

Sistem SKN melakukan perhitungan terhadap seluruh tagihan dan kewajiban bank peserta. Hasil perhitungan disampaikan kepada semua bank. Cek yang dikliringkan di sampaikan kepada bank penerbit (Bank A).

Transkasi diatas, menghasilkan perhitungan sebagai berikut. Total tagihan Bank A = nol dan total kewajiban = 500 juta rupiah sehingga hasil netting tagihan dan kewajiban Bank A adalah utang (kewajiban) sebesar 500 juta rupiah. Hasil perhitungan Bank B, total tagihan = 500 juta rupiah dan total

 Halaman 134 

kewajiban = nol. Sehingga hasil netting Bank B berupa tagihan sebesar 500 juta rupiah. Rangkaian proses ini disebut Kliring Penyerahan.

Selanjutnya Bank A meneliti persyaratan dan kecukupan saldo Samsul di Bank A apakah memenuhi atau tidak. Apabila Cek tidak memenuhi syarat atau saldo Samsul tidak mencukupi maka Cek dikembalikan kepada Bank B dengan disertai alasan penolakannya. Mekanisme pengembalian Cek yang tidak dibayar disebut Kliring Pengembalian (retur). Apabila persyaratan terpenuhi dan saldo mencukupi, rekening Samsul di Bank A dikurangi sebesar 500 juta rupiah. Selanjutnya hasil Kliring Penyerahan dinetting dengan Kliring Pengembalian sehingga menghasilkan perhitungan baru yang disebut Kliring Debet. Hasil Kliring Debet Bank A sebesar kewajiban 500 Juta dan Bank B tagihan sebesar 500 Juta. Nilai kewajiban dan tagihan tersebut selanjutnya diselesaikan melalui rekening giro bank di BI. Rekening giro Bank A di debet atau dikurangi 500 juta rupiah untuk menutup kewajiban. Rekening giro Bank B dikredit atau ditambah sebesar tagihan yaitu 500 juta rupiah.

Ilustarsi Kliring Kredit (Pembelian Mebel)

Amat mengisi formulir perintah transfer melalui SKN di Bank A sebesar sepuluh juta untuk Budi di Bank B. Berdasarkan formulir tersebut, Bank A mengirim data transfer ke sistem SKN di Bank Indonesia.

Sistem SKN mengecek kecukupan dana Bank A. Apabila dana bank A mencukupi, transaksi diproses. Sebaliknya jika dana tidak mencukupi, transfer akan di tolak oleh sistem SKN.

Sesuai jadwal yang ditetapkan, sistem SKN akan melakukan perhitungan utang-piutang bank peserta sebagaimana perhitungan yang dilakukan penyelenggara jaringan ATM. Hasil perhitungan, Bank A utang ke Bank B sebesar sepuluh juta rupiah.

Berdasarkan hasil perhitungan, giro Bank A di Bank Indonesia dikurangi sepuluh juta rupiah dan giro Bank B di ditambah sepuluh juta rupiah. Sesuai jadwal, Bank B akan menerima laporan hasil Kliring Kredit untuk membukukan ke rekening Budi.

Dari uraian singkat diatas terlihat fungsi dan peranan rekening giro bank di Bank Indonesia sangat penting untuk kelancaran layanan bank ke nasabah. Bank harus dapat memperkirakan secara tepat dan cermat besar penarikan dan penerimaan dana melalui SKN dan RTGS setiap hari. Apabila bank salah perkiraan dapat menyebakan nasabah tidak dapat melakukan pembayaran atau penarikan dana. Kondisi ini disebut

mismatch. Bank yang mengalami mismatch akan

mengalami kesulitan dana atau kesulitan likuiditas. Kondisi seperti ini dapat terjadi apabila terjadi penarikan dana yang besar dan dilakukan serentak oleh nasabah sehingga diluar perkiraan bank. Selain itu dapat juga terjadi karena angsuran kredit tidak lancar atau macet.

Kondisi seperti ini sangat dihindari oleh bank maupun otoritas moneter. Kenapa? Karena dapat memicu kepanikan nasabah yang pada akhirnya berujung pada rush atau penarikan secara serentak oleh seluruh nasabah. Apabila hal ini terjadi bank sekuat apapun akan limbung atau ambruk. Ibarat manusia tidak ada lagi darah mengalir ditubuhnya. Bagaimana mengatasi situasi dan kondisi seperti ini?

Untuk mengatur likuiditas bank ada instrumen atau alat yang disebut PUAB atau pasar uang antar bank. Selain itu ada juga SBI. PUAB digunakan bagi bank peminjam untuk mengatasi kesulitan likuiditas, sedangkan bagi bank yang meminjamkan menjadi alat untuk mendapatkan keuntungan bunga.

Bank yang memiliki kelebihan likuiditas dapat membeli SBI dan ketika kesulitan likuiditas dapat menjual kembali SBI ke Bank Indonesia atau ke bank lain.

 Halaman 135 

Bagaimana jika bank kesulitan likuiditas tetapi tidak dapat pinjaman dari bank lain (PUAB) ? Dalam kondisi seperti ini, BI sebagai otoritas moneter berperan untuk dapat membantu melalui FPJP (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek).

Bank Indonesia dapat memberikan FPJP kepada bank dalam kesulitan likuiditas dengan syarat memiliki agunan yang nilainya lebih besar dari nilai FPJP. Apabila bank memiliki agunan senilai 150 milyar rupiah, maka plafond FPJP yang bisa diberikan hanya sebesar 100 milyar rupiah.

Apabila sampai jatuh tempo bank tidak bisa mengembalikan FPJP, maka agunan tersebut dijual BI untuk melunasi FPJP plus bunga. Sisanya dikembalikan kepada bank. Oleh karena itu agunan yang diterima hanyalah aset yang mudah untuk diuangkan.

Apa yang terjadi jika bank kesulitan likuiditas, tidak dapat menambah modal, tidak ada PUAB dan tidak memenuhi syarat FPJP? Situasi seperti ini disebut situasi bank gagal. Terhadap bank gagal, Bank Indonesia dan Pemerintah melalui KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) dapat memilih dua alternatif tindakan yaitu menutup (likuidasi) atau mengambil alih (baillout).

Apabila pilihannya bank dilikuidasi maka seluruh aset bank dijual untuk membayar simpanan nasabah dan seluruh utang bank. Sesuai undang-undang prioritas pembayaran untuk simpanan dibawah 2 milyar. Apabila hasil penjualan aset tidak mencukupi maka seluruh simpanan di bawah 2 milyar ditanggung oleh asuransi bank yang disebut LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Nasabah dengan simpanan di atas 2 milyar dapat dikembalikan apabila seluruh nasabah simpanan dibawah 2 milyar telah tercukupi.

Apabila likuidasi bank diyakini dapat mengganggu kestabilan perbankan, maka pemerintah (LPS) bisa mengambil alih kepemilikan bank melalui PMS (Penempatan Modal Sementara). Selanjutnya

manajemen bank diambil alih oleh LPS untuk penyehatan selama 5 tahun. Setelah bank dinyatakan sehat kepemilikan LPS dilepas ke masyarakat dengan cara menjual saham bank.

Itulah benang merah antara transfer, kliring, RTGS dan FPJP sampai baillout. Semoga uraian singkat dan sederhana ini dapat menambah wawasan dan pemahaman pembaca.

 Halaman 136 

Artikel 5

Mitigasi Risiko Fraud APMK :

Dalam dokumen Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang (Halaman 138-142)