• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Peningkatan Keamanan pada Kartu Kredit dengan Teknologi Chip

Dalam dokumen Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang (Halaman 61-76)

Guna meningkatkan keamanan dan kenyamanan pengguna kartu kredit dalam bertransaksi, diupayakan mengimplementasikan teknologi Chip pada semua kartu kredit. Implementasi teknologi Chip akan mengubah metode bertransaksi bagi pengguna kartu kredit yang semula di-swipe atau digesek menjadi di-dip atau dimasukkan ke alat penerima transaksi kartu kredit yang lebih dikenal dengan mesin

Electronic Data Capture (EDC).

Kewajiban telah dicanangkan mulai akhir tahun 2005 dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.7/52/PBI/2005 dan Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) No.7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu. Sejak saat itu seluruh pelaku industri kartu kredit sudah mulai mempersiapkan penggantian seluruh kartu kredit yang semula menggunakan magnetic stripe diganti dengan berbasis chip. Tidak hanya itu, seluruh perangkat pendukung pemrosesan transaksi kartu kredit seperti mesin EDC yang dipasang di merchant juga dilengkapi dengan perangkat pembaca chip atau digantiagar dapat memproses kartu kredit dengan chip.

Penggunaan chip pada kartu kredit memungkinkan nasabah melakukan transaksi dengan lebih aman dan nyaman tanpa perasaaan khawatir akan digandakan datanya. Seperti kita ketahui, di masa lalu kartu kredit rawan akan kejahatan pemalsuan/penggandaan data, yang dikenal dengan istilah skimming dimana data yang tersimpan pada magnetic stripe digandakan melalui suatu alat yang disebut skimmer yang umumnya dipasang di mesin EDC. Data yang sudah berhasil disimpan dalam skimmer kemudian dicetak ke dalam kartu palsu untuk digunakan sebagaimana kartu aslinya. Hal ini menimbulkan kerugian yang cukup besar tidak hanya di sisi nasabah pemegang kartu kredit tapi juga industri kartu kredit secara keseluruhan. Jika tidak segera diberantas tindakan pemalsuan ini sudah barang tentu akan berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada industri kartu kredit, bahkan dapat menurunkan tingkat kepercayaan dunia internasional terhadap sistem pembayaran Indonesia.

Apa itu teknologi chip pada kartu kredit? Kartu kredit yang menggunakan chip adalah kartu yang dilengkapi dengan “integrated circuit” dengan menggunakan standar yang telah berlaku secara internasional di berbagai belahan dunia. Chip ini telah dilengkapi dengan microprocessor yang dapat menyimpan data dalam jumlah besar, memproses berbagai aplikasi dan mampu melakukan enkripsi dan otentikasi data. Kelebihan inilah yang membuat chip unggul dibandingkan teknologi sebelumnya. “Penggunaan magnetic stripe sebelumnya bukan berarti tidak aman, keamanan yang telah didapat dari

magnetic stripe lebih diperkuat dengan penggunaan teknologi chip”, ditegaskan oleh Bambang Karsono

Adi, Board of Executive Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (BOE AKKI), dalam acara talk show di salah satu stasiun TV swasta.

 Halaman 56 

Dalam proses implementasi chip ini, Bank Indonesia memberikan waktu yang cukup longgar kepada industri mengingat implementasi chip membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Namun sejak 1 Januari 2010, seluruh kartu kredit yang diterbitkan oleh penerbit di Indonesia wajib menggunakan

chip.

Mekanisme penggunaan kartu kredit yang diterbitkan oleh penerbit di Indonesia dan digunakan untuk bertransaksi di Indonesia saat itu adalah dengan menggunakan chip atau tidak diperbolehkan lagi diproses berdasarkan magnetic stripe. Magnetic stripe masih tetap ada di kartu kredit, namun hanya dapat digunakan oleh pemegang apabila bertransaksi di negara lain yang belum mengimplementasikan teknologi

chip.

Bagaimana dengan penggunaan kartu kredit asing yang belum menggunakan teknologi chip apabila bertransaksi di Indonesia ? Kartu ini masih dapat diproses di Indonesia karena mesin EDC diperkenankan membaca magnetic stripe pada kartu kredit asing dengan konsekuensi apabila terjadi fraud atas kartu kredit tersebut, seluruhnya kewajiban menjadi tanggung jawab penerbit asing yang belum mengimplentasikan chip.

Teknologi chip dianggap mampu mengurangi fraud dan meningkatkan efisiensi karena chip dilengkapi oleh:

1) Aplikasi yang dapat mengenkripsi data. Enkripsi tersebut dapat melindungi data nasabah pada saat kartu dimasukkan (di-dip) ke dalam mesin EDC sehingga data tersebut sulit diduplikasikan.

2) Adanya tanda tangan digital yang unik yang ditanam dalam chip juga merupakan salah satu bentuk pengaman.

3) Chip merupakan microprocessor yang juga berfungsi sebagai mini computer yang dapat memproses berbagai aplikasi dan dapat menyimpan lebih banyak informasi.

4) Chip bersifat multi function, yaitu mampu menyatukan berbagai kepentingan dalam satu media misalnya dalam satu kartu chip dapat dimasukkan beberapa fungsi seperti ID, kartu kredit, kartu debet,

royalty.

Dengan pengamanan yang berlapis-lapis, penggunaan teknologi chip diharapkan dapat mengurangi risiko terjadinya pemalsuan kartu kredit dan pencurian identitas pada kartu yang kian marak terjadi saat ini sehingga pemegang kartu dapat bertransaksi dengan lebih aman dan nyaman.

Mekanisme penggunaan kartu kredit dengan chip adalah sebagaimana berikut :

1. Kartu kredit yang Anda serahkan ke kasir akan diproses dengan cara dimasukkan ke dalam mesin EDC yang telah dilengkapi chip atau dikenal dengan istilah di-dip. Pada saat di-dip, kartu mengalami proses enkripsi terlebih dahulu sebelum akhirnya secara online di-link-an dan di verifikasi dengan penerbit kartu kredit yang dipakai.

2. Setelah proses verifikasi selesai, mesin EDC yang telah dilengkapi chip akan mengeluarkan bukti transaksi yang akan ditandatangani oleh pemegang kartu yang melakukan transaksi.

3. Transaksi selesai.

Selain meningkatkan keamanan dari sisi teknologi, para pemegang kartu juga harus meningkatkan kewaspadaan dalam menggunakan kartu kredit agar keamanan dapat lebih terjamin. Pemalsuan identitas pemegang kartu adalah hal yang paling penting diwaspadai. Dalam pemalsuan identitas ini, pelaku kejahatan menggunakan nama dan catatan kredit Anda untuk disalahgunakan. Sebagai pemegang kartu yang baik, Anda bisa melindungi identitas pribadi Anda dengan melakukan kiat-kiat aman sebagai berikut :

1. Simpan dengan aman semua kartu kredit dan nomor rekening bank Anda

2. Sebelum membuang dokumen keuangan Anda, pastikan dokumen keuangan tersebut dihancurkan terlebih dahulu.

 Halaman 57 

satu upaya dalam melaksanakan amanat Pasal 2 ayat (3) Undang-undang Bank Indonesia.

Kebijakan Uang Elektronik (E-Money)

Dalam bahasan mengenai ketentuan APMK di atas telah dijelaskan bahwa salah satu perubahan utama dalam ketentuan APMK yang baru, apabila dibandingkan dengan ketentuan yang lama adalah dihilangkannya pengaturan mengenai kartu prabayar. Dampak penghilangan ini adalah pengaturan mengenai kartu prabayar dilengkapi dan ditata-ulang dengan menerbitkan ketentuan mengenai Uang Elektronik atau Electronic Money (E-Money) secara terpisah. Ketentuan mengenai E-Money ini diterbitkan dan diberlakukan bersamaan dengan ketentuan

APMK, yaitu pada tanggal 13 April 2009. Paket Ketentuan E-Money terdiri dari Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran sebagai berikut :

1. PBI No.11/12/PBI/2009 tanggal 13 April 2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money); dan 2. SEBI No.11/11/DASP tanggal 13 April 2009

perihal Uang Elektronik (Electronic Money). Penerbitan ketentuan E-Money ini antara lain dilatarbelakangi adanya kepentingan Bank Indonesia untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap alat pembayaran non tunai, pesatnya perkembangan alat pembayaran untuk transaksi micropayment, upaya untuk memastikan penerapan aspek perlindungan Mekanisme ini tidak berbeda jauh dengan memproses kartu dengan magnetic stripe. Yang perlu diingat perbedaannya adalah, transaksi tidak lagi digesek tapi di-dip, jika dalam bertransaksi kartu kredit Anda masih digesek, itu berarti kartu kredit atau mesin EDC belum menggunakan Chip. Segera tegur pihak

merchant-nya atau minta penggantian kartu Anda kepada penerbit.

Selain meningkatkan keamanan dari sisi teknologi, para pemegang kartu juga harus meningkatkan kewaspadaan dalam menggunakan kartu kredit agar keamanan dapat lebih terjamin. Pemalsuan identitas pemegang kartu adalah hal yang paling penting diwaspadai. Dalam pemalsuan identitas ini, pelaku kejahatan menggunakan nama dan catatan kredit Anda untuk disalahgunakan. Sebagai pemegang kartu yang baik, Anda bisa melindungi identitas pribadi Anda dengan melakukan kiat-kiat aman sebagai berikut:

1. Simpan dengan aman semua kartu kredit dan nomor rekening bank Anda

2. Sebelum membuang dokumen keuangan Anda, pastikan dokumen keuangan tersebut dihancurkan terlebih dahulu.

3. Simpan lembar tagihan kartu kredit Anda dengan aman

4. Pastikan Anda mengambil kembali kartu kredit Anda dan bukti pembayaran setiap selesai bertransaksi 5. Jangan menyimpan kartu kredit bersama dengan dokumen identitas, akte kelahiran atau passport jika

tidak diperlukan.

6. Jika Anda sering melakukan transaksi secara online di internet, lakukan proses instalasi software pengaman pada komputer pribadi Anda, untuk mengurangi kemungkinan pembajakan.

7. Gunakan kata sandi yang tidak mudah diketahui orang lain untuk melindungi data internet banking dan rekening bank Anda.

 Halaman 58 

nasabah dan prinsip kehati-hatian, serta upaya untuk mendukung tercapainya lesscash society.

Terdapat beberapa poin penting yang diatur dalam ketentuan E-Money, yaitu:

1. Definisi E-Money, yaitu alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur:

a. diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetorkan terlebih dahulu kepada penerbit;

b. nilai uang disimpan secara elektronik dalam media server atau chip;

c. dapat digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan penerbit

E-Money tersebut; dan

d. nilai uang yang disetor dan dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan.

2. Seperti pada APMK, terdapat 5 pelaku utama dalam penyelenggaaan E-Money, yaitu prinsipal, penerbit, acquirer, penyelenggara kliring dan penyelenggara penyelesaian akhir.

3. Pengertian dana float, yaitu seluruh nilai E-Money yang diterima oleh penerbit sebagai hasil penerbitan E-Money dan/atau pengisian ulang yang masih merupakan kewajiban dari penerbit kepada pemegang dan pedagang yang merupakan mitra dari penerbit tersebut.

4. Lembaga selain bank yang bermaksud untuk menjadi pelaku utama dalam kegiatan E-Money di Indonesia harus berbentuk perseroan terbatas Indonesia.

5. Penerbit dilarang menerbitkan E-Money dengan nilai nominal lebih besar atau lebih kecil daripada jumlah uang yang disetorkan kepada penerbit. 6. Batas maksimal nilai nominal E-Money adalah Rp 5

juta untuk yang registered dan Rp1 juta untuk yang

unregistered. E-Money dikatakan sebagai registered

apabila data identitas pemegangnya dicatat dan ditatausahakan penerbit, sedangkan unregistered bila data identitasnya tidak dicatat. Data identitas yang dicatat dan ditatausahakan pada registered

E-money setidaknya mencakup nama, alamat,

tanggal lahir dan data lainnya yang tercantum dalam bukti identitas pemegang.

7. E-Money dapat digunakan untuk melakukan kegiatan transfer dana hanya apabila penerbit

E-Money tersebut telah memperoleh izin sebagai

penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang. Jika penerbit dapat menyediakan fasilitas transfer dana, maka penerbit tersebut juga dapat menyediakan fasilitas tarik tunai. Penerbit yang menyediakan fasilitas transfer dana memiliki kewajiban tambahan untuk:

a. menyediakan sistem pencatatan transaksi transfer dana;

b. menatausahakan data identitas pemegang; dan c. memperhatikan dan mematuhi ketentuan

mengenai penerapan prinsip KYC, tindak pidana pencucian uang dan ketentuan terkait lainnya. 8. Dalam satu bulan, nilai transaksi penggunaan

E-Money tidak boleh melebihi Rp 20 juta, baik

untuk transaksi pembayaran, transfer dana dan fasilitas lainnya yang disediakan oleh penerbit. 9. Sebagai upaya penerapan manajemen risiko

keuangan, penerbit yang merupakan lembaga selain bank wajib menempatkan dana float pada bank umum, baik dalam bentuk tabungan, giro dan/atau deposito.

10. Sebagai langkah penerapan transparansi produk kepada nasabah, penerbit diwajibkan untuk memberikan informasi secara tertulis kepada pemegang yang paling kurang meliputi keterangan bahwa E-Money bukan merupakan simpanan, prosedur dan tata cara penggunaan

E-Money, hak dan kewajiban pemegang, tata

cara pengaduan, dan tata cara/konsekuensi penggunaan produk termasuk cara pengembalian nilai E-Money yang tersisa pada saat pemegang mengakhiri penggunaan E-Money (redeem). 11. E-Money yang diterbitkan oleh penerbit Indonesia

dan E-Money yang digunakan di wilayah Indonesia wajib menggunakan uang rupiah. Seperti dalam ketentuan APMK, pengaturan ini juga dimaksudkan sebagai pelaksanaan dari Pasal 2 ayat (3) Undang-undang Bank Indonesia.

 Halaman 59 

12. Serupa dengan pengaturan dalam ketentuan APMK, dalam ketentuan E-Money juga dimuat pengaturan mengenai dibukanya kesempatan kepada pelaku E-Money untuk menyepakati dibentuknya suatu forum atau institusi yang bertujuan untuk mengatur para pelaku sendiri (SRO), dengan melaporkan keberadaan forum atau institusi tersebut kepada Bank Indonesia. Prinsip pengaturan yang dapat dilakukan juga

sejalan dengan ketentuan APMK, dimana pengaturan mencakup hal-hal yang bersifat teknis atau mikro yang belum atau tidak diatur secara detil oleh Bank Indonesia, serta adanya kewajiban SRO untuk mengkonsultasikan terlebih dahulu setiap aturan yang akan dikeluarkannya kepada Bank Indonesia untuk memastikan keselarasan dengan aturan Bank Indonesia.

Efisiensi High-Value Payment Sistem Melalui Pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS Generasi II

Sebagai sistem pembayaran nominal besar yang bersifat SIPS, Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dapat dikatakan merupakan infrastruktur yang menjadi tulang punggung sistem keuangan di Indonesia.

Concern terhadap hal ini, Bank Indonesia selaku bank

sentral dan penyelenggara Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS senantiasa berupaya untuk memelihara dan

meningkatkan kualitas layanan dari kedua sistem tersebut.

Inisiatif pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS generasi II telah dimulai sejak 2008. Direncanakan implementasi kedua sistem baru akan dapat terealisasi pada 2012. Proses pengembangan Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS generasi II ini akan dilakukan secara bertahap mulai dari identifikasi kebutuhan bisnis, penyusunan

user requirement, penyusunan grand design,

pengadaan (aplikasi, perangkat keras, dan infrastruktur komunikasi), pengembangan aplikasi, pengujian, serta implementasi.

Sampai akhir 2009, tahapan yang telah dilakukan pengembang adalah penyusunan business requirement dan grand design Sistem BI-RTGS dan

BI-SSSS generasi II.

Sistem BI-RTGS generasi II rencananya akan diperkuat dengan menambahkan fitur liquidity saving mechanism dengan menggunakan metode bilateral netting maupun multilateral netting. Fitur ini

diharapkan menjadi alternatif solusi pada saat likuiditas yang tersedia di pasar keuangan terbatas. Sedangkan untuk BI-SSSS generasi II ditambah dengan fitur collateral management, securities lending and

borrowing, trading platform, serta penerapan

mekanisme Delivery versus Payment (DVP) terbaru (model 2 dan 3).

Sebagai penjelasan, Delivery versus Payment (DVP) merupakan mekanisme penyelesaian transaksi surat berharga yang dilakukan bersamaan dengan penyelesaian dananya. Mekanisme DVP ini diterapkan untuk memitigasi risiko yang terkait dengan penyelesaian transaksi surat berharga karena penyelesaian surat berharga hanya akan terlaksana apabila dana yang diperlukan dalam transaksi surat berharga tersebut tersedia.

Dalam penerapan DVP, terdapat tiga model, yaitu model 1, model 2, dan model 3. Pada model 1, penyelesaian transaksi surat berharga dan dana dilakukan secara gross atau satu per satu. Model 2

Gambar Peran Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dalam Sistem Keuangan Indonesia

 Halaman 60 

melakukan penyelesaian akhir surat berharga secara gross, namun untuk penyelesaian dana dilakukan secara netting. Sedangkan pada model 3, baik penyelesaian surat berharga maupun penyelesaian dana dilakukan secara netting. Model 2 dan model 3 diterapkan untuk menghemat likuiditas pelaku transaksi karena tidak perlu menyediakan dana sesuai jumlah total transaksi surat berharganya.

Di sisi lain sistem BI-RTGS yang digunakan saat ini hanya mengenal metode penyelesaian transaksi secara gross, sehingga transaksi akan diselesaikan berdasarkan kecukupan saldo secara satu per satu sesuai dengan prioritas dan urutan. Namun, untuk mencegah terjadinya kemacetan dalam pemrosesan transaksi, Sistem BI-RTGS juga mengenal gridlock

resolution, dimana apabila transaksi dengan prioritas

dan urutan tertinggi tidak dapat diselesaikan, maka sistem akan melanjutkan dengan transaksi pada prioritas dan urutan dibawahnya, sedangkan transaksi sebelumnya akan tetap menunggu di antrian. Dengan adanya liquidity saving mechanism, diharapkan apabila pada saat likuditas di pasar keuangan mengetat sehingga banyak transaksi yang tidak dapat diselesaikan, sistem akan menjalankan suatu mekanisme perhitungan logis dengan membuat suatu simulasi dengan memperhitungkan transaksi di antara beberapa pihak (dua pihak untuk bilateral netting, dan lebih dari dua pihak untuk multilateral netting), sehingga apabila terdapat beberapa pihak yang memiliki transaksi di antara mereka, transaksi-transaksi dalam antrian dapat diselesaikan dengan menggunakan mekanisme perhitungan tersebut. Disamping pengembangan fitur-fitur baru tersebut, Bank Indonesia juga akan menerapkan suatu

messaging yang standard dalam Sistem BI-RTGS dan

BI-SSSS generasi II, yaitu dengan menggunakan

Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT) format messaging. Hal ini

dilakukan dalam upaya untuk mengatisipasi semakin berkembangnya transaksi lintas batas yang membutuhkan koneksi antar beberapa sistem

pembayaran di negara yang berbeda. Penggunaan

SWIFT format messaging ini perlu dilakukan

mengingat format SWIFT merupakan format message yang telah dipergunakan secara luas dan telah memenuhi standar internasional (ISO). Selain penggunaan SWIFT format messaging, Bank Indonesia juga mempertimbangkan untuk menggunakan SWIFT sebagai salah satu jaringan telekomunikasi dalam Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS generasi II.

Fasilitasi Pembentukan Self-Regulation

Organization (SRO) Sistem Pembayaran

Sebagai langkah awal implementasi pembentukan SRO Sistem Pembayaran, pada awal 2009 Bank Indonesia telah memfasilitasi dibentuknya Tim Task

Force dalam rangka mewujudkan SRO Sistem

Pembayaran. Adapun anggota Tim Task Force terdiri dari perwakilan 10 bank, asosiasi perbankan, dan perwakilan pelaku industri SP non bank. Dalam rangka mempelajari proses pembentukan SRO, seluruh anggta Tim Task Force bertukar pengalaman dalam proses pembentukan SRO. Hal tersebut dilakukan dengan mengundang beberapa pakar dari institusi SRO yang ada, baik dari dalam maupun luar negeri seperti dari AKKI, Bapepam LK, dan Australian Payment Clearing

Association (APCA) yang merupakan salah satu SRO di

bidang sistem pembayaran di Australia.

Berdasarkan hasil tukar pengalaman, Tim Task Force membentuk Tim Kecil yang bertugas untuk merumuskan strategi, kebijakan, aspek hukum dan aspek-aspek terkait lainnya dalam rangka pembentukan SRO Sistem Pembayaran. Hasil perumusan Tim Kecil tersebut kemudian dibahas dengan seluruh anggota Tim Task Force untuk mendapatkan kesepakatan. Hasil perumusan yang telah disepakati tersebut merupakan desain SRO Sistem Pembayaran yang menjadi konsep dasar dalam rangka penyusunan AD/ART.

Guna memperlancar proses penyusunan AD/ART SRO Sistem Pembayaran, Tim Task Force dibagi dalam tiga

 Halaman 61 

kelompok berdasarkan topik pembahasan yaitu konsep kelembagaan, keanggotaan, dan struktur serta kepengurusan SRO Sistem Pembayaran. Setiap kelompok melakukan pembahasan intensif sesuai topik masing-masing untuk selanjutnya dilakukan pembahasan bersama dan dikompilasi sebagai dasar penyusunan AD/ART SRO Sistem Pembayaran. Pada akhir 2009, Tim Task Force berhasil menyelesaikan penyusunan AD/ART SRO Sistem Pembayaran yang selanjutnya disepakati dalam rapat pleno. Dalam rapat pleno tersebut, Tim Task Force juga menyepakati SRO SP diberi nama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI). Selain itu, disepakati pula mengenai pembentukan Tim Formatur yang akan mempersiapkan pendirian ASPI. Tim Formatur beranggotakan perwakilan dari asosiasi perbankan di Indonesia yang meliputi Himbara, Perbanas, Asbisindo, ABKI, FBAI, Asbanda, AKKI dan Komite Bye Laws. Terpilih sebagai Ketua dan Wakil Ketua Tim Formatur yaitu Sdr. Budi G. Sadikin dari Himbara dan Sdr. Isbandiono Subadi dari Komite Bye Laws.

Kajian Kegiatan Usaha Pengiriman Uang

Industri Kegiatan Usaha Pengiriman Uang (KUPU) di Indonesia tumbuh dan berkembang seiring dengan banyaknya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri. Saat ini terdapat kurang lebih 4,4 juta TKI dengan nilai pengiriman uang yang diperkirakan mencapai lebih kurang USD6,6 miliar atau Rp75,9 triliun. Kondisi tersebut, memberikan indikasi adanya potensi yang besar untuk pengembangan industri layanan pengiriman uang.

Peran penting dalam pengembangan industri pengiriman uang ini dipegang oleh otoritas khususnya dalam membuat kebijakan dan peraturan terkait TKI yang dapat berkorelasi positif terhadap pengiriman uang. Melalui regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah serta otoritas sistem pembayaran, industri pengiriman uang yang efisien, cepat, dan aman diharapkan mampu memberikan dukungan dan

mengakomodir kebutuhan TKI. Kajian KUPU yang dilakukan pada periode laporan lebih terfokus pada sisi pengguna. Hal ini bertujuan untuk memperjelas fakta dan kondisi penyelenggaraan KUPU di Indonesia. Dengan kajian ini diharapkan dapat diperoleh : 1. Informasi mengenai peta dan kondisi industri

pengiriman uang yang komprehensif serta sejauh mana kebutuhan perekonomian nasional terhadap ketersediaan sistem pengiriman uang di Indonesia; 2. Data dan informasi terkait dengan

penyelenggaraan pengiriman uang di Indonesia, baik dari sisi penyelenggara maupun dari sisi masyarakat pengguna;

3. Data/informasi mengenai pola pengiriman uang; dan

4. Masukan bagi penyempurnaan kebijakan Bank Indonesia terkait penyelenggaraan KUPU.

Berdasarkan hasil kajian diperoleh sejumlah informasi penting yaitu : 1) peran/fungsi dominan industri KUPU di Indonesia adalah sebagai penerima yang berdampak pada kemungkinan tidak diperolehnya informasi untuk mendukung prinsip AML/CFT, 2) Jangka waktu penerimaan uang ke Indonesia secara rata-rata adalah 2 3 hari, 3) nilai nominal pengiriman uang ke Indonesia tercatat antara Rp100.000,- sampai dengan Rp2.500.000.000,- per transaksinya, nilai yang cukup besar, umumnya dilakukan oleh para TKI yang berprofesi sebagai pedagang/pengusaha, 4) biaya pengiriman uang adalah antara Rp10.000,- sd Rp3.000.000,- per transaksi.

Informasi penting utama adalah masih terbukanya peluang bisnis penyelenggaraan KUPU baik dari sisi bank maupun nonbank, khususnya terlihat dari tidak meratanya volume transaksi dalam hari operasional KUPU, variasi nominal yang ditransaksikan, serta adanya keluhan pengguna mengenai belum tersedia agen-agen layanan KUPU ke Indonesia secara merata.

Dalam dokumen Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang (Halaman 61-76)