• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prinsip Umum

Dalam dokumen Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang (Halaman 44-48)

Framework Pengawasan

Amanat Undang-undang BI menyatakan bahwa kelancaran sistem pembayaran merupakan sarana untuk tercapainya pelaksanaan tugas BI dalam menjaga kestabilan nilai rupiah. Melalui fungsi pengawasan sistem pembayaran maka tujuan menjaga keamanan dan kelancaran sistem pembayaran diharapkan dapat dicapai dan pada akhirnya berkontribusi dalam menjaga kelancaran sistem pembayaran. Atas dasar hal tersebut, telah disusun kajian mengenai metode pengawasan sistem pembayaran yang dilakukan melalui studi literatur yang diambil dari berbagai sumber antara lain ketentuan perundang-undangan, publikasi dan informasi yang disajikan melalui website bank sentral.

 Prinsip Umum

Di dalam melakukan pengawasan Sistem Pembayaran terdapat beberapa prinsip umum yang perlu diperhatikan sebagai berikut:

a. Transparansi

Agar dapat memberikan kejelasan kepada penyelenggara sistem pembayaran terkait pengawasan sistem pembayaran, perlu dilakuan publikasi mengenai kebijakan dalam melakukan pengawasan sistem pembayaran standar penilaian yang digunakan dan kriteria yang digunakan untuk menentukan obyek pengawasan.

b. International standard

Pengawasan sistem pembayaran dilakukan dengan mengacu pada standar yang berlaku secara internasional seperti CPSS Core principles for systemically important payment system (CP-SIPS) dan CPSS-IOSCO Recommendations for securities settlement systems. Sedangkan untuk instrumen sistem pembayaran terutama alat pembayaran dengan menggunakan kartu, negara-negara yang merupakan anggota European Central Bank (ECB) telah melakukan penjabaran terhadap CP-SIPS dan digunakan sebagai standar dalam penyelenggaraan alat pembayaran dengan menggunakan kartu.

c. Effective power and capacity

Kewenangan pengaturan sistem pembayaran termasuk pengawasan sistem pembayaran terdapat dalam UU BI No. 23 Tahun 1999.

d. Konsistensi

Standar dan kebijakan terkait pengawasan sistem pembayaran harus diberlakukan sama untuk setiap penyelenggara sistem pembayaran, baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun non Bank Indonesia .

e. Kerjasama dengan Otoritas Lain

Pelaksanaan pengawasan Sistem Pembayaran perlu melibatkan berbagai otoritas dalam negeri lainnya yang terkait dengan penyelenggaraan Sistem Pembayaran.

 Halaman 39 

tahun 2009, perpanjangan waktu sebagian besar ditujukan untuk mengakomodasi permintaan peserta dan nilainya hanya sebesar 1,06% dari total waktu operasional normal. Sebagai operator, Bank Indonesia telah berupaya menekan terjadinya perpanjangan waktu seminimal mungkin, namun

di satu sisi disadari bahwa perkembangan transaksi BI-RTGS yang pesat menyebabkan beberapa peserta tertentu dengan volume transaksi yang besar cenderung sulit untuk memenuhi waktu operasional yang telah ditetapkan.

 Cakupan

Secara umum seluruh penyelenggara dan atau peserta sistem pembayaran dapat merupakan cakupan pengawasan sistem pembayaran. Namun dengan semakin meningkatnya perkembangan yang terjadi dalam sistem pembayaran, pengawasan dilakukan dengan menitikberatkan pada tingkat risiko yang dapat ditimbulkan oleh kegagalan suatu fungsi sistem pembayaran dan dampaknya bagi stabilitas sistem keuangan. Pemilihan cakupan dan intensitas pengawasan sangat bergantung pada risiko dan dampak yang ditimbulkan dari penyelenggaraan sistem pembayaran tersebut. Selain itu juga perlu dipertimbangkan efektifitas dan efisiensi dari pengawasan sistem pembayaran itu sendiri.

Apabila dilihat dari pihak yang menyelenggarakan sistem pembayaran, cakupan dapat dibedakan atas penyelenggaraan yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan Non Bank Indonesia. Selain dari pihak yang menyelenggarakan, cakupan juga dapat dilakukan dengan membedakan jenis sistem pembayaran yang diselenggarakan sebagaimana umumnya terdapat di banyak negara.

 Metode

Di dalam melakukan pengawasan sistem pembayaran, pengawas perlu memiliki metode yang efektif dan efisien untuk dapat memastikan bahwa sistem pembayaran dapat berlangsung dengan lancar. Secara umum, metode yang dilakukan yaitu:

a. Monitoring

Pelaksanaan monitoring dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi dari penyelenggaraan sistem pembayaran.

b. Asesmen

Informasi yang diperoleh melalui kegiatan monitoring dapat digunakan untuk dua bentuk asesmen, yaitu penilaian secara umum terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran, mendalami keterkaitan sistem pembayaran dengan perekonomian termasuk dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan penilaian bagi pemenuhan penyelenggaraan sistem pembayaran terhadap standar terkait.

c. Inducing Change

Hasil monitoring dan asesmen dapat menjadi masukan untuk mendorong terjadinya perubahan/perbaikan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Masukan dari hasil pengawasan sistem pembayaran dapat terkait dengan kebijakan Sistem Pembayaran, perbaikan ketentuan, perbaikan dalam penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan pengembangan suatu sistem.

 Halaman 40 

Pengelolaan manajemen likuiditas pada sistem BI-RTGS pada umumnya juga berjalan dengan baik, seluruh peserta telah memenuhi throughput

guideline sebagimana diatur dalam Surat Edaran

No.10/11/DASP tanggal 5 Maret 2008 perihal Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time

Gross Settlement.

d. Aspek perlindungan konsumen

Berkenaan dengan pemenuhan aspek perlindungan konsumen, Bank Indonesia juga memantau pemenuhan kewajiban peserta sistem BI-RTGS terhadap nasabahnya. Selama 2009, tidak terdapat

complain nasabah mengenai penyelenggaraan

layanan BI-RTGS oleh bank peserta.

Selain itu berdasarkan hasil monitoring terhadap beberapa peserta yang sempat mengalami gangguan pada jaringan komunikasi data, diperoleh gambaran bahwa permasalahan ini dapat diselesaikan dengan baik, karena dukungan respon penanganan penyelesaian permasalahan yang cepat dan adanya Business Continuity Plan (BCP). Upaya ini juga mempengaruhi layanan peserta BI-RTGS kepada nasabah.

 Pengawasan terhadap Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Secara umum penyelenggaraan SKNBI pada tahun 2009 berjalan lancar. Perpanjangan waktu layanan hanya sebesar 0.46% dari total waktu opersional normal. Nilai ini juga menunjukkan bahwa service

level sistem SKNBI mencapai 99,54%.

Secara umum, kondisi likuiditas SKNBI yang digambarkan dengan penyediaan prefund (cash maupun collateral) sebagai syarat mengikuti kliring terpenuhi dengan baik oleh seluruh peserta kliring dan tidak terdapat peserta yang tidak bisa mengikuti kliring karena tidak dapat memenuhi minimum

prefund.

Total DKE yang tidak dapat diperhitungkan (unsettled) tahun 2009 di sisi volume 0,046% sedangkan nominal

0,066% dari total DKE kliring kredit. Total prefund debet dan kredit yang disediakan peserta pada 2009 mencapai Rp3.373,84 triliun dengan total transaksi tahun 2009 sebesar Rp1.586,82 triliun. Dengan demikian rata-rata penggunaan prefund selama tahun 2009 adalah 47,03% dengan penggunaan terendah 42,64% yang terjadi pada bulan Februari 2009 dan tertinggi 53,98% pada bulan November 2009.

 Pengawasan terhadap Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK)

a. Penyelenggara Kartu Kredit

Jumlah kartu kredit yang beredar per akhir Desember 2009 tercatat sebanyak 12,2 juta kartu dengan total transaksi sebesar 17,5 juta transaksi dengan nilai mencapai Rp14,07 triliun. Secara umum pertumbuhan industri kartu kredit menunjukkan kecenderungan yang meningkat dengan jumlah penerbit kartu kredit tercatat sejumlah 20 penerbit.

Non Performing Loan (NPL) rate per Desember

2009 sebesar 10,70% dengan nominal NPL tercatat sebesar Rp 4 triliun. Perkembangan NPL kartu kredit periode Januari – Desember 2009 sebagai berikut:

Grafik Perkembangan NPL kartu kredit periode Januari Desmeber 2009

Peningkatan nilai transaksi kartu kredit selama tahun 2009 diikuti pula dengan peningkatan outstanding kartu kredit. Pada tahun 2009, total outstanding mencapai Rp37 triliun atau meningkat 27% dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan outstanding tersebut tidak diikuti oleh

 Halaman 41 

naiknya NPL kartu kredit. Posisi NPL pada akhir tahun 2009 sebesar 10,7%, sedikit lebih rendah dibandingkan posisi pada akhir tahun sebelumnya yang mencapai 10,8%. NPL yang cenderung konstan tersebut mencerminkan kualitas industri kartu kredit yang terjaga dengan baik.

Jumlah fraud kartu kredit sampai dengan Desember 2009 tercatat sebanyak 9.121 kasus dengan kerugian sebesar Rp52 miliar atau setara dengan 0,04% dari nilai transaksi Januari Desember 2009. Jenis fraud yang paling sering terjadi masih didominasi oleh kartu palsu dan fraud aplikasi. Terkait dengan implemetasi teknologi chip di dalam industri kartu kredit, total kartu kredit yang telah menggunakan chip secara industri telah mencapai 99,83%. Penerbit yang telah selesai melakukan implementasi chip sebanyak 19 penerbit dari total 20 penerbit.

Dari sisi acquirer, penerapan teknologi chip mencapai 83,23%. Terdapat 5 acquirer yang telah selesai implementasi teknologi chip dan 3 acquirer yang perkembangannya telah mencapai lebih dari 90%. Namun demikian, masih terdapat 3 acquirer yang implementasi chip-nya masih di bawah 90%. Terhadap hal ini, Bank Indonesia melakukan monitoring dan pembinaan secara intensif terhadap

acquirer tersebut.

b. Penyelenggara Kartu ATM/Debet

Jumlah kartu ATM dan kartu debet periode bulan Desember 2009 tercatat sebanyak 44,50 juta kartu, terdiri dari 3,38 juta atau 7,59% untuk kartu ATM dan 41,15 juta atau 92,41% untuk kartu debet. Berdasarkan data perkembangan sampai dengan bulan Desember 2009 terlihat bahwa rata-rata penggunaan dari setiap kartu ATM perbulan adalah sebanyak 1,3 kali dengan nominal per transaksi sebesar Rp803,850.26. Sedangkan rata-rata penggunaan dari setiap kartu debet perbulan adalah sebanyak tiga kali dengan nominal per transaksi sebesar Rp3,627.020.65.

Jumlah kartu ATM dan debet yang beredar selama 12 bulan dari Januari sampai dengan Desember 2009 mengalami kenaikan sebesar 3,93% yaitu dari 42,82 juta kartu menjadi 44,53 juta kartu. Pertumbuhan terjadi pada jumlah kartu ATM yaitu bertambah sebanyak 940.251 kartu atau 29,51% dari 2,52 juta menjadi 3,38 juta dan kartu debet bertambah sebanyak 768.424 kartu atau 1,91% dari 40,24 juta menjadi 41,15 juta pada bulan Desember 2009.

Perkembangan jumlah dan nilai transaksi kartu ATM dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2009 yaitu sebanyak 50,33 juta transaksi dengan nilai transaksi mencapai Rp29,41 triliun. Perkembangan jumlah dan nilai transaksi kartu debet dari bulan Januari sampai dengan Desember 2009 yaitu sebanyak 1.487 juta transaksi dengan nilai transaksi mencapai Rp1.768 triliun.

Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh kantor pusat bank umum dan laporan insiden report, jumlah kasus fraud dan nilai kerugian per bulan Desember sebanyak 725 kasus dengan kerugian sebesar Rp154,60 juta, dengan kerugian terbesar disebabkan kartu palsu yaitu sebanyak 10 kasus dengan kerugian sebesar Rp131 juta. Kerugian lainnya disebabkan kartu hilang atau kartu dicuri sebanyak 606 kasus dengan kerugian sebesar Rp1,04 juta.

Pengawasan terhadap penyelenggara kartu ATM dan kartu debet dilakukan dengan memantau pemenuhan terhadap aspek keamanan dalam penyelenggaraan kartu ATM dan kartu debet melalui laporan security audit dan consultative

meeting baik dengan penyelenggara maupun

dengan wakil industri. Dalam penyelenggaraan kartu ATM/Debet terdapat beberapa hal yang menjadi isu utama yaitu:

 Halaman 42 

Fraud kartu ATM/Debet. Berdasarkan pantauan

hasil pengawasan, sebagian besar fraud terjadi dengan menggunakan metode skimming11. Berbagai fraud yang terjadi dalam industri adalah

11

Skimming adalah salah satu metode fraud yang dilakukan dengan mencuri data nasabah yang tersimpan dalam kartu dan PIN.

sebagaimana diuraikan dalam boks Berbagai Macam Kategori Fraud. Untuk penanganan

fraud, Bank Indonesia telah meminta kepada

Dalam dokumen Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang (Halaman 44-48)