• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perekonomian Pada Sistem

Dalam dokumen Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang (Halaman 23-34)

Pembayaran

Refleksi di Sistem Pembayaran

Apa yang terjadi pada perekonomian tercermin pula pada aktivitas transaksi ekonomi di sistem pembayaran. Tren pertumbuhan sejak triwulan II periode laporan, sebagai dampak pemulihan ekonomi global dan optimisme domestik, telah mendorong berbagai aktivitas transaksi pada sistem pembayaran. Namun demikian pemulihan ekonomi yang baru dimulai pada triwulan II tersebut belum mampu meningkatkan aktivitas transfer dana pada sistem pembayaran khususnya apabila dilihat dari nilai yang ditransaksikan.

NILAI (RP Triliun) 2008 2009 YoY

RTGS 44,320.81 42,888.88 -3.2% Pengelolaan Moneter 17,481.60 17,082.16 -2.3% Transaksi Pemerintah 1,744.91 1,826.95 4.7% Transfer Masyarakat 8,483.80 8,182.63 -3.5% Setelmen Pasar Modal 1,949.91 1,647.25 -15.5% Valas Antar Bank 3,786.61 2,672.54 -29.4%

PUAB 4,146.43 4,431.07 6.9%

Lain-Lain 6,727.56 7,046.28 4.7% KLIRING 1,603.78 1,562.98 -2.5% Debet 1,181.64 1,131.57 -4.2% Kredit 422.14 431.41 2.2% APMK & Uang Elektronik 2,163.52 1,948.71 -9.9% K.Account based 2,056.18 1,811.50 -11.9% K.Kredit 107.27 136.69 27.4% E-Money 0.08 0.52 577.2% Total Transaksi Pembayaran 48,088.11 46,400.57 -3.5%

Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran (Nilai)

Nilai transaksi transfer dana di seluruh sistem pembayaran mencapai Rp46,4 ribu triliun atau masih lebih rendah 4,2% dibandingkan tahun lalu. Hal ini ditengarai karena pulihnya kondisi perekonomian sejak triwulan II belum mampu meningkatkan daya beli masyarakat ke level sebelum krisis keuangan. Selain itu, kinerja investasi dan ekspor yang belum pulih sejak krisis juga berdampak pada menurunnya perputaran transaksi perekonomian terutama yang memiliki kapitalisasi besar.

Sementara itu, volume transaksi tetap meningkat dibanding tahun sebelumnya. Kondisi tersebut ditunjukkan dari aktivitas transaksi pembayaran yang mencapai 1,9 miliar transaksi atau naik 14,8%. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, peningkatan ini didorong oleh naiknya transaksi ritel untuk konsumsi masyarakat.

Konsumsi masyarakat sebagai penopang utama pertumbuhan menjadi faktor dominan dalam peningkatan aktivitas transaksi ritel di hampir seluruh sistem pembayaran. Indikasi tersebut terlihat dari peningkatan transaksi alat pembayaran yang paling banyak digunakan untuk transaksi ritel masyarakat yaitu APMK dan e-money.

Volume transaksi pada alat pembayaran tersebut mencapai 1,8 miliar transaksi, atau naik 14,6% dibanding tahun sebelumnya (1,5 miliar transaksi). Peningkatan volume transaksi masyarakat juga terjadi

VOLUME (Juta Transaksi) 2008 2009 YoY RTGS 10.38 11.40 9.8%

Pengelolaan Moneter 0.070 0.079 12.8% Transaksi Pemerintah 0.541 0.694 28.2% Transfer Masyarakat 8.537 9.349 9.5% Setelmen Pasar Modal 0.051 0.052 2.1% Valas Antar Bank 0.153 0.119 -22.0% PUAB 0.110 0.101 -8.2% Lain-Lain 0.922 1.005 9.0%

KLIRING 82.80 83.14 0.4%

Debet 40.87 39.70 -2.9% Kredit 41.93 43.44 3.6%

APMK & Uang Elektronik 1,523.11 1,761.22 15.6%

K.Account based 1,353.81 1,561.16 15.3% K.Kredit 166.74 182.62 9.5% E-Money 2.56 17.44 581.0%

Total Transaksi Pembayaran 1,616.29 1,855.76 14.8% Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran (Volume)

 Halaman 18 

pada transfer dana melalui Sistem BI-RTGS dan SKNBI, yang mencapai 94,5 juta transaksi atau naik 1,5%. Di sisi lain, meredanya tekanan krisis global turut mendorong aliran modal asing ke pasar keuangan. Selain itu membaiknya kondisi likuiditas Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sejak triwulan II, turut pula meningkatkan aktivitas transaksi PUAB. Hal ini juga didukung oleh kembalinya kepercayaan perbankan pelaku PUAB sejak triwulan II.

Pada triwulan tersebut perputaran transaksi PUAB mencapai Rp1,3 triliun dengan volume 29,4 ribu transaksi, atau telah meningkat 122% (nilai) dan 94% (volume) dibanding pada masa krisis keuangan. Apabila dilihat secara tahunan, perputaran nilai transaksi mencapai Rp4,4 triliun (naik 5,5% yoy) dengan volume 101,3 ribu transaksi (turun 9,4% yoy).

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 I II III IV I II III IV 2008 2009 R ib u t ra n sa ks i R p Tr ili u Nilai Volume Aktivitas PUAB

Sentimen pemulihan ekonomi global juga berdampak pada transaksi pasar modal yang penyelesaian akhirnya dilakukan pada Sistem BI-RTGS. Transaksi inipun terlihat cenderung meningkat sejak triwulan II. Secara tahunan aktivitas transaksi ini mencapai 52 ribu transaksi (naik 2,1% yoy) meskipun nilainya hanya mencapai Rp1,6 ribu triliun (turun 15,5% yoy). Mirip dengan kondisi di PUAB, peningkatan transaksi pasar modalpun dimulai sejak triwulan II.

0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 100 200 300 400 500 600 700 I II III IV I II III IV 2008 2009 R ib u T ra n sa ks i R p T ri li u n Nilai Volume

Setelmen Pasar Modal pada Sistem B-RTGS

Di sisi transaksi Pemerintah, berbagai kebijakan stimulus fiskal telah meningkatkan aktivitas transaksi Pemerintah yang mencapai 694 ribu transaksi (naik28,2% yoy) dengan nilai 1,8 ribu triliun (naik 4,7% yoy). Peningkatan tersebut terutama terjadi karena Pemerintah berupaya menahan laju kemerosotan ekonomi dengan meningkatkan realisasi belanja Pemerintah. Selain itu ditengarai pula adanya peningkatan aktivitas transaksi pemerintah menjelang pelaksanaan pemilihan umum.

0 50 100 150 200 250 0 100 200 300 400 500 600 I II III IV I II III IV 2008 2009 R ibu T ra nsa ksi R p Tr il iun Nilai Volume

Aktivitas Transaksi Pemerintah

Perilaku aktivitas transaksi moneter terutama untuk kebijakan OPT dengan piranti likuiditas seperti Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI) dan fine tune

operation menunjukkan penurunan seiring dengan

membaiknya likuiditas ekonomi. Secara tahunan aktivitas transaksi moneter mencapai 17,1 ribu triliun atau turun 2,3% dibanding tahun sebelumnya.

 Halaman 19 

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 I II III IV I II III IV 2008 2009 R ibu Tr ans ak si R p Tr ili un Nilai Volume

Aktivitas Transaksi Pengelolaan Moneter

Pencapaian ekonomi yang menunjukkan tren positif ini perlu terus didorong. Dalam kaitan ini, peran sistem pembayaran yang dibutuhkan adalah bagaimana menciptakan berbagai instrumen pembayaran yang nyaman, murah, mudah, aman dan dipercaya sebagai alat bayar sehingga mampu mendukung perekonomian secara lebih berkualitas.

Selain itu, perkembangan pada sistem pembayaran direfleksikan pada perkembangan penggunaan instrumen pembayaran. Instrumen pembayaran saat ini terdiri dari instrumen pembayaran elektronik, cek, bilyet giro, APMK dan uang elektronik.

Instrumen Pembayaran Elektronik

Penggunaan transfer dan pembayaran elektronik sebagai instrumen berbasis teknologi semakin meluas dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat dari pertumbuhan transaksi transfer dana melalui sistem BI-RTGS, SKNBI, transfer debet dan kredit yang menggunakan saluran pembayaran mulai dari front office bank, internet

banking, sms banking, phone banking dan pembayaran atau transfer ATM. Belum lagi beberapa pembayaran atau transfer secara host to host2

untuk jenis pembayaran yang bersifat rutin dan pemindahbukuan dalam satu bank yang sampai saat

2

Host to host adalah interkoneksi yang menghubungkan

aplikasi/server transaksi secara bilateral. Hubungan ini bisa antara bank dengan bank atau billing company yang biasa menatausahakan pembayaran rutin seperti listrik, telepon, air, tagihan hutang, pembiayaan yang dibayar rutin dan lain sebagainya.

ini ditengarai menunjukkan kecenderungan peningkatan3

.

Walaupun seluruh data transaksi elektronik belum tersedia, setidaknya indikator peningkatan transaksi tersebut terlihat dari data transfer dana melalui sistem BI-RTGS, SKNBI dan delivery channel seperti ATM. Sejak 2005 sampai 2009 rata-rata pertumbuhan penggunaan instrumen tersebut mencapai 23,65%.

-50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 350,000 400,000 450,000 2005 2006 2007 2008 2009 Volume (Ribu) RTGS SKNBI APMK

Grafik Penggunaan berbagai mekanisme sistem pembayaran

Ragam fasilitas pembayaran yang ditawarkan perbankan atau lembaga selain bank yang bergerak di jasa layanan pembayaran memang sulit untuk digambarkan4. Ini karena fisiknya yang tidak dapat dipegang atau disentuh secara langsung seperti kertas atau kartu, namun menggunakan media pengantar atau pengirim seperti komputer, handphone atau perangkat lainnya.

Dilihat dari nilai transaksinya, Bank Indonesia merupakan penyelenggara transfer elektronik terbesar. Hal ini karena sebagai penyelenggara sistem BI-RTGS, selain menjadi media tranfer dana khususnya yang bernilai besar juga sebagai muara setelmen transaksi bagi SKNBI, kliring pemrosesan APMK, kliring surat berharga dan setelmen antarbank lainnya.

3

Belum tersedia statistik pembayaran untuk jenis transfer dana seperti ini, namun dengan banyaknya bank menawarkan fasilitas pembayaran rutin secara elektronik ditenggarai aktivitas transaksi jenis ini mulai menunjukkan tren peningkatan.

4

Transfer elektonik biasanya berbentuk pesan yang isinya merupakan informasi mengenai jumlah dana yang dikirim, identitas pengirim, identitas penerima atau informasi lain terkait pengiriman dana. Meskipun bentuk pesannya sama, namun media dan pemrosesannya dapat berbeda-beda tergantung dari sistem masing-masing penyelenggara.

 Halaman 20 

Selama periode laporan, aktivitas transfer elektronik yang diproses oleh Bank Indonesia mencapai nilai Rp43,3 ribu triliun dengan volume sebesar 53,6 juta transaksi atau rata-rata harian nilai dan volumenya mencapai Rp180,5 triliun dan 223,2 ribu transaksi. Dibandingkan dengan aktivitas pada tahun 2008, nilai transfer elektronik menurun sebesar 3,2%, namun volume penggunaan transfer elektronik tersebut meningkat sebesar 0,53%.

Khusus transfer elektronik melalui sistem BI-RTGS, sejak 5 tahun terakhir terus meningkat. Pertumbuhan di sisi nilai mencapai 22,9% per tahun, sedangkan volume sebesar 17,9%. Pertumbuhan yang cukup tinggi ini tidak lepas dari meningkatnya aktivitas ekonomi dan kebutuhan pelaku ekonomi akan sarana pembayaran yang cepat dan efisien. Nilai perputaran transaksi elektronik yang diproses melalui sistem BI-RTGS mencapai rata-rata perhari sebesar Rp188,4 triliun di tahun 2009. Dengan nilai yang tinggi ini, sistem BI-RTGS dikategorikan sebagai SIPS atau sistem yang memproses transaksi bernilai besar dengan potensi risiko sistemik.

Transaksi transfer elektronik yang diproses melalui sistem BI-RTGS sangat beragam mulai dari transaksi transfer antar nasabah, PUAB, valas, pasar modal, pengelolaan moneter sampai transaksi yang dilakukan untuk kepentingan pemerintah.

Berdasarkan nilainya, selama periode laporan, transaksi transfer untuk pengelolaan moneter menempati posisi tertinggi sebesar Rp17,1 ribu triliun atau proporsinya mencapai 40%. Sementara itu di sisi volume, jenis transaksi transfer antar nasabah bank merupakan transaksi terbesar sebesar 8,2 juta atau proporsinya mencapai 82%.

Transfer antar nasabah bank sangat banyak dilakukan melalui sistem BI-RTGS karena bagi masyarakat pengguna jasa perbankan, sistem BI-RTGS dinilai cukup kompetitif dalam memproses transfer dana secara cepat.

Sedangkan tingginya transfer dana dalam rangka pengelolaan moneter tidak lain karena aktivitas Bank Indonesia untuk kepentingan pengelolaan moneter relatif tinggi. Hal ini wajar mengingat kebutuhan likuiditas harian untuk penjagaan stabilitas sistem moneter dan sistem keuangan juga tinggi.

Proporsi volume dan nilai transfer elektronik berdasarkan jenis transaksi tergambar dalam grafik dibawah ini. 0.7% 6.1% 82.0% 0.5% 1.0% 0.9% 8.8%

Pengelolaan Moneter Transaksi Pemerintah Transfer Masyarakat Setelmen Pasar Modal Valas Antar Bank PUAB

Komposisi Per jenis Transaksi (Volume)

-5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000 50,000 2005 2006 2007 2008 2009 Volume (Ribu) RTGS SKNBI

Perkembangan Transaksi Elektronik transfer (Volume)

-50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 350,000 400,000 450,000 500,000 -50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 350,000 400,000 450,000 500,000 2005 2006 2007 2008 2009 Nilai RpTriliun Nilai Rp Triliun RTGS SKNBI

 Halaman 21 

40% 4% 19% 4% 6% 10% 17%

Pengelolaan Moneter Transaksi Pemerintah Transfer Masyarakat Setelmen Pasar Modal Valas Antar Bank PUAB

Lain-Lain

Komposisi Per jenis Transaksi (Nilai)

Sementara itu, aktivitas penggunaan instrumen transfer elektronik melalui sistem kliring dapat dilihat dari perputaran transaksi pada kliring kredit. Sejak diimplementasikannya SKNBI pada tahun 2005, cakupan layanan transfer kredit SKNBI telah menjangkau seluruh wilayah di Indonesia. Meskipun transaksi transfer elektronik melalui SKNBI nilainya di bawah Rp 100 juta, namun volume perputarannya cukup tinggi, selama tahun 2009 mencapai Rp 434,2 triliun dengan volume sebesar 43,7 juta atau nilai rata-rata hariannya mencapai Rp1,78 triliun dan volume sebesar 178,9 ribu. Jika dibandingkan tahun sebelumnya, pada periode laporan ini secara nilai dan volume menunjukkan peningkatan masing-masing sebesar 0,6%, dan volume1,76%.

Pertumbuhan yang tidak terlalu signifikan tersebut ditengarai karena mulai adanya pergeseran penggunaan instrumen khususnya untuk nilai ritel di bawah Rp100 juta, yang biasanya menggunakan kliring telah beralih menggunakan transfer melalui ATM atau saluran pembayaran lain yang prosesnya lebih cepat ketimbang kliring yang biasanya dapat memakan waktu sampai satu hari.

Indikator yang mungkin bisa menjadi patokan untuk melihat perilaku transfer kredit tersebut adalah dengan membandingkan volume transfer dana pada kartu account based.

-50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 350,000 2005 2006 2007 2008 2009 Volume (Ribu) SKNBI APMK

Grafik perbandingan volume transfer dana melalui SKNBI dan APMK (Account based)

Cek dan Bilyet Giro (BG)

Cek dan BG merupakan instrumen non tunai yang sudah dikenal cukup lama bahkan sebelum adanya ragam transaksi non tunai lainnya. Dengan perkembangan instrumen elektronik dan berbagai variasinya perlahan-lahan menggerus penggunaan instrumen ini.

Kecenderungan tersebut terlihat dari pertumbuhan tahunan sejak maraknya penggunaan instrumen elektronik. Lima tahun terakhir, penggunaan cek maupun BG rata-rata hanya tumbuh 1%. Angka tersebut cukup kontras manakala instrumen lain justru menunjukkan peningkatan lumayan pesat. Paling tidak dengan tren pertumbuhan ekonomi maupun inflasi selama dasawarsa terakhir yang menunjukkan bahwa angka-angka penggunaan instrumen cek dan BG tidak selaras dengan fenomena ekonomi maupun inflasi.

-5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 2005 2006 2007 2008 2009 Volume (Ribuan) BG Cek

Grafik Perputaran Cek/BG selama lima tahun terakhir berdasarkan volume transaksi penyerahan

 Halaman 22 

-200 400 600 800 1,000 1,200 1,400 2005 2006 2007 2008 2009 Rp Triliun BG Cek

Grafik Perputaran Cek/BG selama lima tahun terakhir berdasarkan nilai transkasi penyerahan

Namun demikian dengan sifatnya yang relatif unik dibanding instrumen lain, dari tahun ke tahun tetap ada segmen pengguna setia yang pada umumnya adalah masyarakat bisnis yang menganggap instrumen ini lebih fleksibel cara pembayarannya bagi kalangan tersebut.

Selama periode laporan, penggunaan instrumen cek dan BG menunjukkan penurunan sejalan dengan dunia bisnis yang baru pulih dari krisis ekonomi. Di sisi nilai turun 6,0% dari Rp1,2 ribu triliun (2008) menjadi 1,1 ribu triliun (2009). Sementara itu di sisi volume penurunan tersebut sebesar 7,1% yaitu dari 42 juta transaksi pada tahun 2008 menjadi 39 juta transaksi di tahun 2009.

Dari jumlah tersebut, porsi cek sebesar 8,8% dan sisanya adalah BG. Apabila dilihat dari pertumbuhannya, dibanding tahun sebelumnya pertumbuhan cek lebih tinggi dibanding BG. Nilai cek yang dikliringkan mencapai Rp141,8 triliun dengan volume 3,4 juta transaksi, atau turun 7,8% (nilai) dan 4,8% (volume). Sementara itu di sisi BG, nilai yang dikliringkan mencapai Rp1.002,2 triliun dengan volume sebesar 35,9 juta transaksi, atau lebih rendah dari tahun lalu sebesar 7,0% di sisi nilai dan 6,2% di sisi volume.

Pengembalian Cek/BG Kosong

Menurunnya aktivitas kliring warkat debet ternyata tidak diikuti dengan turunnya jumlah tolakan cek dan BG karena alasan saldo tidak cukup dan rekening ditutup, yang dikenal dengan istilah cek

atau BG kosong. Selama periode laporan, penerbitan cek dan BG kosong mencapai Rp23,7 triliun di sisi nilai transaksi dan 877,4 ribu di sisi volume. Bila dibandingkan dengan 2008, penerbitan cek dan BG kosong ini naik sebesar 29,3% di sisi nilai dan 35,6% di sisi volume. Dibandingkan dengan total penyerahan cek dan BG, prosentase penerbitan cek dan BG kosong mencapai 1,4% di sisi nilai dan 1,5% di sisi volume. 0 50 100 150 200 250 300 2005 2006 2007 2008 2009 Volume (Ribuan)

Cek kosong BG kosong

Grafik Volume Penerbitan Cek/BG Kosong

-2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 2005 2006 2007 2008 2009 Rp Milyar

Cek kosong BG kosong

Grafik Nilai Penerbitan Cek/BG Kosong

Untuk menekan penerbitan cek dan BG kosong, Bank Indonesia telah memberikan sanksi tegas kepada penarik cek dan BG kosong dengan mencantumkan identitas penarik cek dan BG kosong dalam Daftar Hitam Nasional (DHN). DHN merupakan daftar yang berisi identitas penarik cek dan/atau BG kosong dimana databasenya telah terintegrasi secara nasional sejak tahun 2005. Informasi mengenai penarik cek dan/atau BG kosong dikelola oleh masing-masing bank serta dilaporkan secara online dan periodik kepada Bank Indonesia. Selanjutnya, Bank Indonesia mengkompilasi data penarik cek dan/atau BG kosong yang dilaporkan oleh bank, dan kemudian

 Halaman 23 

mempublikasikan DHN secara online ke seluruh bank peserta kliring. Dari data DHN tersebut, dapat terlihat perkembangan penerbitan DHN berdasarkan kepemilikan rekening baik yang masih aktif maupun dalam tahap rehabilitasi sebagaimana dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Perkembangan penerbitan DHN berdasarkan kepemilikan rekening

Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK)

Kartu Kredit

Kartu kredit sebagai alat bayar merupakan jenis APMK yang keberadaannya paling lama. Sejak pertama kali digunakan di Indonesia pada era 1980-an, jenis kartu ini telah menjadi alternatif cara bayar yang menggantikan uang atau cek pada masa itu. Pada awalnya, pemegang kartu kredit masih terbatas pada kelompok-kelompok sosial tertentu dan penggunaannya ditujukan untuk pembayaran yang bersifat khusus.

Saat ini dengan perkembangan kebutuhan alat bayar yang lebih efisien, mudah dan nyaman digunakan, alat bayar ini menjadi salah satu primadona di masyarakat. Seiring kebutuhan yang semakin meningkat, penggunaan kartu kredit saat ini cenderung dimanfaatkan oleh pemegang kartu sebagai fasilitas kredit. Hal ini seolah menciptakan ladang bisnis baru bagi perbankan atau lembaga selain bank penerbit kartu kredit. Fenomena ini bisa dilihat dengan

gencarnya persaingan merebut nasabah pemegang kartu kredit yang dilakukan penerbit melalui upaya pemasaran, penambahan fitur, pemberian manfaat dan fasilitas diskon serta hal-hal lainnya.

Tingginya persaingan bisnis ini, membuat beberapa bank mulai menggandeng merchant-merchant5 khusus untuk bekerjasama menjadi co-brand.

Beberapa lainnya menciptakan segmentasi pemegang kartu kredit sesuai dengan gaya hidup pemegang kartu atau affiliasi tertentu berdasarkan kebutuhan pemegang kartu seperti kartu kredit untuk komunitas tertentu, kartu kredit khusus travelling dan segmen khusus lainnya.

Berbagai upaya tersebut bertujuan memperluas pasar dengan sasaran akhir meningkatkan profit, yang biasanya diperoleh penerbit apabila terdapat pengalihan kewajiban pembayaran menjadi kredit. Pengalihan kewajiban ini dikenal dengan istilah

revolving costumer. Rata-rata industri kartu kredit di

Indonesia mengenakan bunga bagi kewajiban nasabah tersebut sekitar 3,5%, bahkan untuk penarikan tunai bisa mencapai 4%, atau kalau kita hitung dalam setahun bunga tersebut dapat mencapai 42% untuk bunga pembayaran kewajiban pembelian dan 48% untuk penarikan tunai. Jumlah tersebut jika dibandingkan dengan bunga bank untuk kredit tanpa agunan nilainya bisa mencapai lebih dari 3 kali lipat. Tingginya bunga kartu kredit selalu dikaitkan dengan tingginya potensi risiko yang dihadapi penerbit. Hal ini karena metode penggunaan kartu kredit yang mudah dan tanpa agunan, sehingga berpotensi menciptakan penyalahgunaan fasilitas kartu kredit. Oleh karenanya penjagaan terhadap risiko tersebut juga membutuhkan biaya yang cukup besar disamping biaya overhead dan biaya pemasaran lainnya.

5

Merchant atau pedagang adalah penjual barang dan atau jasa yang menerima pembayaran dari pemegang kartu kredit , kartu debet dan uang elektronik (PBI No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan PBI No. 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik atau Electronic Money)

 Halaman 24 

Ketatnya persaingan bisnis, ternyata tidak serta merta menurunkan bunga. Beberapa bank lokal yang memiliki jaringan kuat baik dari sisi payment point maupun delivery channel seperti ATM dan EDC, serta kerjasama merchant yang luas mampu mendorong bank untuk mengembangkan sendiri jaringan penyelenggaraan kartu kredit tanpa bergabung dengan jaringan prinsipal yang selama ini menjadi pemain utama. Tujuan akhirnya tentu saja untuk efisiensi, dalam hal ini menghilangkan beban sharing

fee penggunaan jaringan yang harus ditanggung bank

pada saat bergabung dengan prinsipal.

Inovasi industri kartu kredit tentu saja tetap wajib memperhatikan perlindungan konsumen. Untuk itu Bank Indonesia selalu mendorong penerbit untuk memberikan edukasi penggunaan kartu kredit secara bijak. Penerbit juga diarahkan untuk tidak hanya mengejar keuntungan namun harus tetap memperhatikan kemampuan finansial pembayaran masing-masing nasabahnya dalam memberikan kartu kredit.

Walaupun persaingan kartu kredit cukup ketat, namun pangsa pasar di Indonesia nampaknya belum jenuh. Setidaknya pada periode laporan jumlah pemegang kartu kredit baru mencapai 12 juta. Apabila diasumsikan satu orang memiliki 2 kartu berarti total pemegang hanya sekitar 6 juta orang. Apabila dibandingkan dengan penduduk usia produktif6 yang jumlahnya sekitar 127 juta, maka data pemegang kartu kredit hanya sekitar 5% nya saja.

6

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan dari ± 230 juta penduduk Indonesia saat ini yang termasuk dalam usia produktif (usia 20 50 tahun) berjumlah 127 juta orang.

-2 4 6 8 10 12 14 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Juta Kartu

Jumlah Pemegang Kartu Kredit

Perkembangan Jumlah Kartu Kredit

Besarnya pasar kartu kredit yang sampai dengan tahun laporan baru diterbitkan oleh 20 penerbit tentunya menjadi alasan lain mengapa penerbit tersebut memiliki optimisme terhadap pertumbuhan penggunaan kartu kredit ke depannya. Selama lima tahun terakhir rata-rata pertumbuhan pertahun sebesar 18%. Naiknya trend jumlah kartu selama kurun waktu tersebut turut mendorong peningkatan penggunaannya. Di sisi nilai pertumbuhan per tahun mencapai 30%, sementara itu di sisi volume mencapai 19%. -20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 -20 40 60 80 100 120 140 160 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Juta Transaksi Triliun Rp Volume Value

Perkembangan Volume dan Nilai Transaksi Kartu Kredit

Bahkan pada periode laporan, di saat penggunaan instrumen pembayaran ritel lainnya mengalami penurunan terkena imbas lesunya perekonomian, penggunaan alat bayar ini masih bertahan meningkat, walaupun peningkatannya tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ini tercermin dari nilai transaksi yang mencapai Rp136,7 triliun dan volume transaksi sebesar 182,6 juta. Apabila dibandingkan dengan periode sebelumnya, nilainya meningkat 27% dan di sisi volume meningkat 10%.

 Halaman 25 

Secara musiman, penggunaan kartu kredit masih seperti tahun-tahun sebelumnya yakni transaksi tertinggi terjadi pada bulan-bulan dimana terdapat perayaan keagamaan dan akhir tahun. Sebagaimana lazimnya pada musim tersebut, kebutuhan konsumsi masyarakat mencapai titik puncak.

Account Based Card (Kartu ATM dan Debet)

Jenis instrumen yang satu ini juga merupakan alat bayar yang sangat populer dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai alat pembayaran berbasis kepemilikan rekening simpanan nasabah, penggunaannya dilakukan dengan mendebet langsung rekening untuk pembayaran kewajiban ekonomi yang timbul. Alat pembayaran ini lebih disukai oleh merchant maupun bank sebagai penerbit karena risiko kreditnya tidak ada. Sebagai indikatornya adalah tren penggunaan alat bayar yang menunjukkan pertumbuhan paling tinggi dibanding alat bayar lainnya. Bahkan ditengarai penggunaan instrumen lainpun seperti cek atau BG mulai beralih ke

account based card ini.

Dalam kurun waktu lima tahun, rata-rata pertumbuhan jumlah kartu per tahun mencapai 15,1%, sedangkan di sisi nilai tumbuh lebih tinggi lagi yaitu 29,5% dan di sisi volume mencapai 17,5%. Jumlah tersebut masih mungkin tumbuh lebih pesat lagi mengingat prosentase kartu per penduduk produktif hanya sekitar 31,5%.

-500 1,000 1,500 2,000 2,500 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Volume (Juta) Nilai (Rp Triliun)

Perkembangan Volume dan Nilai Account Based Card

19.37 25.06 26.17 29.66 35.20 42.79 44.53 -5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Perkembangan Jumlah Account Based Card (juta kartu)

Peningkatan penggunaan jenis kartu ini juga tidak terlepas dari upaya pemasaran bank meningkatkan pelayanan kepada nasabah dengan menyediakan fasilitas instrumen ini. Saat ini bahkan sebagian besar

Dalam dokumen Sistem Pembayaran dan Pengedaran Uang (Halaman 23-34)